Rabu, 03 Februari 2016

Edward Simon Sinaga dan Liturgika 2016

LITURGIKA
Pengantar
Pertemuan I 
Apa Arti Ibadah Kristen?
Apa yang dilakukan oleh orang-orang Kristen saat mereka berkumpul bersama?
Adaptasi yang terus menerus dilakukan dan kemampuan bertahan yang luar biasa.
Pengaturan waktu-Kalender Tahunan-Memenuhi Maksud Peribadahan.

Liturgi dalam terminologi:
Office: pelayanan atau tugas.
Liturgy: pelayanan, bekerja, umat atau rakyat.
Cult: pemujaan.
Worship: penghargaan atau penghormatan.
Ritual: upacara.
Mission: misa, pengutusan.

Teologi Genesis
Tuhan:
Manusia ciptaan-NYA.
Manusia melawan-NYA.
Manusia terusir – jauh dari kehadiranNYA (Away from God’s presence).
Zaman menyebut dan menyembah nama Tuhan (Using the Lord’s Holy Name in worship).
Waktu Akrab dengan Tuhan (In fellowship with God).
Zaman Perjanjian Baru: merayakan Perjamuan Malam atau Tuhan (I Kor. 11: 12) dari cara Harian dan Mingguan (STT Abdi Sabda ada Semesteran dan Tahunan…?) 

Pertemuan II 
Merayakan Tuhan dalam hidup persekutuan dan panggilan (pribadi terbiara, adalah cara untuk merespon panggilan Tuhan, sehingga denga sepenuhnya hidup dalam panggilan) melayani Tuhan. 
“Menyenangkan Hati Tuhan” sebagai thema integratif Liturgika semester Genap 2016, mengingatkan bahwa ternyata konteks hatred (kebencian) dan unkondusive (k-etidak-nyaman-an) karena menjadi pengikut Kristus saat itu (zaman Gereja Mula-mula hingga permulaan abad ke-4 khususnya), tidak membunuh kesetiaan umat kepada Kristus. 
Untuk lebih jelas, pokok bahasan tentang, “Ibadah Harian, Hari Raya Liturgi, Akar-akar Sakramen - Ibadah Agama Lama, Gereja di Yerusalem, Tradisi Hidup Membiara", maka bacalah dan berikan komen kepada kelompok penyaji di bawah ini, Kelompok I 
Ibadah Harian, Hari Raya Liturgi, Akar-akar Sakramen - Ibadah Agama Lama, Gereja di Yerusalem, Tradisi Hidup Membiara (R. Rachman, 2010) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok I (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok I (download here) 

Pertemuan III 
Zaman kemerosotan moralitas imam atau pemimpin gereja saat itu (tepatnya abad ke 16, tahun 1517) telah menghantarkan gereja pada satu masa yang sangat bersejarah. Para reformator (M. Luther dan J. Calvin khususnya) telah membawa gereja memasuki era pembaharuan untuk kemurnian ajaran kekristenan itu. Ajaran atau doktrin gereja dibawa kembali kepada Alkitab, di mana kebenaran dan tuntunan hanya dibawah terang Alkitab (Sola Scriptura). Pembaharuan tersebut juga mempengaruhi ibadah atau peribadahan sebagaimana para reformator dan pengikutnya (Luteran, Kalvinis, dan lain-lain) menata dan menjalankan liturgi atau ibadah (hingga saat ini).
Topik kali ini adalah bagaimana gereja reformis terus menata liturginya. Pemaknaan ibadah, simbol-simbol, dan gambar-gambar orang suci menjadi teme-tema penting, yang telah menjadikan gereja Roma Katolik dan Prostestan memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam liturgi karena teologia yang dianut keduanya sudah berbeda.
Misalnya, Orang-orang Kudus dan daftarnya masih sangat kuat dikenang dalam tradisi Roma Katolik (bisa dibaca buku, Ensiklopedia Orang Kudus), sementara dalam tradisi Gereja Protestan tradisi ini sangat asing dan tak pernah dikenang atau dikenal, walau pun dalam Pengakuan Iman Rasuli Bagian III (Percaya kepada Roh Kudus), perihal akan adanya Persekutuan Orang-orang Kudus senantiasa diikrarkan (penting untuk digali dan direnungkan kembali, sehingga keprotestanan itu tidak buta akan siapa Orang-orang Kudus itu).
Kemudian tentang hal pernikahan, para reformator memaknainya bukan sekedar perkara atau topik duniawi, namun jauh dalam ajaran Alkitab, pernikahan itu adalah Amanah Allah dalam Genesis.
Lebih jauh lagi, topik-topik perihal Ibadah dan Peribadahan itu, dari Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, hingga ibadah perayaan-perayaan (Natal, Paskah, Pentakosta, dan lain-lain secara berkesinambungan akan dibahas dalam minggu-minggu berurut sebagaiman telah ditetapkan dalam Silabus semester ini) secara jelas dibahas dalam sajian Kelompok II di bawah ini. 
Untuk lebih jelas, pokok bahasan tentang, “Martin Luther - Johannes Calvin: Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikahan Gereja – Unsur Liturgi Votum, Mazmur Jenewa", maka bacalah dan berikan komen kepada kelompok penyaji di bawah ini, Kelompok II, Martin Luther - Johannes Calvin: Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikahan Gereja – Unsur Liturgi Votum, Mazmur Jenewa (R. Rachman, 2010) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok II (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok II (download here) 

Pertemuan IV
Gereja-gereja reformis terus berkembang dan menata peribadahannya. Ibadah atau liturgi itu untuk mengedukasi umat dan ibadah itu juga menjawab pergumulan umat .
Kalimat kunci reformator, “Liturgia Reformata Semper Reformanda” artinya, “Peribadahan yang reformis itu sifatnya selalu siap dan terbuka untuk diperbaharui”.
Reformasi dan Kebudayaan (Abad ke XVI). Mengingat tadisi Kristen itu begitu kuat dan terus dimaknai dalam ruang peribadahan dan teologia (keberimanan) gereja Roma Katolik, sebaliknya M. Luther kurang menghargai tradisi-tadisi tersebut  (namun J. Calvin masih memberikan ruang bagi tradisi atau kebudayaan).
Perlu diingat bahwa Gereja Roma Katolik dan Tradisi adalah berada dalam ruang pemaknaan yang begitu arif (local wisdom). Dalam ruang teologianya, dasar sikap gereja tersebut adalah pandangan tokoh Justinus Martir akan tradisi atau kebudayaan. Dia berkata bahawa kebudayaan dan agama tradisi adalah sebagai “Preparatio Euangelica”, artinya, kebudayaan itu adalah ruang atau ladang sebagai persiapan untuk Injil. Gereja menghargai budaya dan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya, sebagaimana Justinus Martir berkata bahwa di dalam kebudayaan atau tadisi itu terkandung unsur-unsur, seperti : sanctum (kekudusan), bonum (kebaikan), dan verum (kebenaran).
Dalam konteks Batakologi (Kebatakan), Gereja Roma Katolik sangat arif dan memandang Batakologi dengan penuh makna, sehingga dalam ruang peribadahan gereja tersebut elemen-elemen Batakologi hadir dan digunakan, seperti beras, ulos, dan lain-lain.
Thema, Peribadahan dan Tradisi atau Kebudayaan, adalah salah satu thema Silabus Liturgika 2016 ini. Karena itu membaca dan memaknai kebudayaan (khususnya Batakologi) adalah sebuah pekerjaan rumah. Dalam bahasan Mata Kuliah dan Silabus Teologi Kontestual  2015 yang lalu, pesan-pesan dan nilai-nilai Batakologi telah banyak dibahas dalam observasi budaya yang masih terus dipraktekkan masyarakat Batak hingga sekarang di mana gereja hadir dan peribadahan (doa, lagu, dan pemberitaan firman) dilangsungkan di sana – dalam seremonial Batakologi tersebut.
Masih ada discourse (perdebatan dan pandangan yang berbeda) perihal Batakologi. Teologia terus menggali dan memaknainya sehingga nilai-nilai kemanusiaan dalam kekayaan Batakologi mendapat ruang dalam kontestualisasi. “There is nothing wrong with Batakology”, artinya “Tidak ada yang salah dengan Kebatakan”. Yang salah adalah saat memandang  dan memaknai nilai-nilai Batakologi dengan salah.
Beberapa terminologi dan filosofi Batakologi yang sangat indah dan berkarakter hingga saat ini adalah, budaya “Santabi, sentabi”artinya “Permisi dengan ramah”,  Habonaran Do Bona” artinya “Kebenaran adalah dasar dan awal dari segala sesuatu”, “Pantun Hangoluan Tois Hamagoan”, artinya adalah “Kerendahan hati adalah awal kehidupan dan kesombongan adalah jalan menuju kehancuran”, dan   “Ingkon maradat”, artinya adalah “harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika, moral, dan hukum” .
Ketika gereja Roma Katolik memperbaharui pandangan dan pemaknaannya terhadap budaya dan agama-agama, Konsili Vatikan II (1962/65), disadari atau tidak disadari gereja-gereja Protestan akhirnya mengadopsi kebijakan dan langkah gereja Roma Katolik dalam menerima nilai, pesan, dan makna sebuah kebudayaan atau agama di luar gereja itu sendiri.
Untuk lebih dalam pembahasan akan Topik “Praktek Liturgi Gereja Reformasi dan Liturgi Zaman Modern” itu, maka bacalah dan berikan komen kepada kelompok penyaji di bawah ini, Kelompok III Praktek Liturgi di Gereja-gereja Reformasi - Liturgi Zaman Modern (R. Rachman, 2010) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok III (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok III (download here) 

Pertemuan V 
Topik kali ini adalah perihal ssas liturgis untuk penyesuaian Liturgi. Corak penyesuaian Liturgi menyangkut tiga (3) hal, yaitu:
Akomodasi, dalam bidang liturgi ialah penyesuaian dalam tahap yang sederhana;  
Akulturasi, dapat diartikan sebagai proses dimana unsur budaya yang cocok dengan liturgi,  Akulturasi ialah perjumpaan antara satu budaya dan budaya lain atau terjadinya kontak antardua budaya.
Inkulturasi, mengadakan perubahan di dalam kebudayaan dengan memasukkan pewartaan Kristen. Inkulturasi adalah pengungkapan iman dalam budaya setempat. Budaya setempat adalah seluruh hidup manusia dan hasil-hasilnya yang berciri setempat, yang mencakup pola pikir, bahasa, nilai-nilai, kesenian, adat-istiadat, pakaian, dan sebagainya.
Bahasan dan jangkauan diskusi kelas tentang penyesuaian liturgi adalah agar  mampu dibawakan dalam setiap ibadah sehingga ibadah berjalan dengan baik dan menyenangkan hati Tuhan.
Diskusi menyinggung GBKP dan Kerja Rani; Penggalian Tulang Belulang (Mangongkal Holi) ; maba anak ku lau atau martutu aek (tradisi budaya yang dimaknai sebagai pembaptisan dan peneguhan nama anak baru lahir dalam konteks Batak pra-kekristenan).
Gereja Roma Katolik sejak Konsili Vatikan II (1962/65) membawa kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas setiap budaya, agama tradisi, bahkan agama-agama besar lainnya.
Kedalaman diskusi kelas sebenarnya sangat relevan dan bermakna ketika topic bahasan Silabus jkali ini dianalisa dan direlasikan dengan Observasi Budaya (Batakologi) dalam ruang Teologi Kontekstual (Kontekstualisasi, ingat ibadah dan liturgi Natal STT Abdi Sabda 05 Desember 2015 yang lalu).J
Atas nama Budaya dan Ilmu Budaya Dasar, kreativitas dan Kristus untuk semua manusia-bangsa, adalah tantangan dan makna berteologia sepanjang masa dan seluas dunia. Universalitas Misi Kristus (misi Gereja) adalah misi dan visi agar nilai-nilai kemanusiaan itu tetap diperkokoh. Nilai-nilai Manusia (Kemanusiaan) dalam Budaya. Kuliah Umum 24 Peb. 2016: “Agama yang benar agama untuk Manusia – Nilai Kemanusiaan Dijunjung” (Pdt. Prof. B.Klappert – Germany)
Untuk lebih jelas, pokok bahasan tentang, “Penyesuaian Liturgi dalam Budaya", maka bacalah dan berikan komen kepada kelompok penyaji di bawah ini, Kelompok IV Penyesuaian Liturgi dalam Budaya (A. J. Thupungco, 1987) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok IV (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok IV (download here) 
Analisa Harian KOMPAS, 
"Negeri Tunabudaya" (download here)

Pertemuan VI 
Kelompok V 
Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen – Ekologi dan Liturgi (C.D. Drummond,1999) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok V (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok V (download here) 

Pertemuan VII
Ujian Tengah Semester (UTS)


Pertemuan VIII
Unsur Liturgi: Votum, Salam, dan Introitus dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab (Band. J.L.Ch. Abineno, 2000) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok I (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok I (download here) 

Pertemuan IX 
Unsur Liturgi: Pengakuan Dosa, Pemberitaan Anugerah, dan Hukum 
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab (Band. J.L.Ch. Abineno, 2000) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok II (download here) 
Kelas B (download here) Nilai Kelompok II (download here) 

Pertemuan X 
Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Kotbah dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab (Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelas A (download here) Nilai Kelompok III (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok III (download here) 

Pertemuan XI
Unsur Liturgi: Pengakuan Iman dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok IV (download here) 
Kelas B (download here) Nilai Kelompok IV (download here)

Pertemuan XII 
Unsur Liturgi: Doa Syafaat dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab (Band. J.L.Ch. Abineno, 2000) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok V (download here) 
Kelas B (download here) Nilai Kelompok V (download here) 

Pertemuan XIII
Unsur Liturgi: Pemberian Jemaat dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000) 
Kelas A (download here) Nilai Kelompok VI (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok VI (download here) 

Pertemuan XIV 
Unsur Liturgi: Nyanyian dan Paduan Suara dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab (Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelas A (download here) Nilai Kelompok VII (download here)
Kelas B (download here) Nilai Kelompok VII (download here) 

Pertemuan XV
Ujian Akhir Semester (UAS)



Laporan - Analisa Ibadah Kampus di Chapel STT Abdi Sabda Senin dan Jumat Pukul 10.00 WIB (Januari-Mei 2016)
Votum Introitus Jumat, 29 Januari Mhs. Desi Saragih (download here)
Kotbah Jumat, 29 Januari Pdt. Marudut L. Gaol S.Th (Ka. Asrama) (download here
Votum Introitus Senin, 01 Pebruari Mhs. Uten P. Marbun (download here)
Kotbah Senin, 01 Pebruari Pdt. Dr. Jontor Situmorang (download here)
Pengakuan Dosa Jumat, 05 Pebruari Liturgi Gereja Batak Karo Protestan - GBKP - Andre H. Peranginangin (download here)
Kotbah Jumat, 05 Pebruari Bahasa Batak Karo - Mhs. Kandidat S.Th - Ria Kristmetalia Kaban Teo. Stb. 2011 (download here) 
Taur taur (Mazmur Simalungun) Jumat, 12 Pebruari Liturgi Gereja Kristen Protestan Simalungun - GKPS Ismael dan Tolopan (download here) 
Tonggo Syafaat Pakkon Tonggo Riap Jumat, 12 Pebruari Liturgi Gereja Kristen Protestan Simalungun - GKPS - Hotni Malau (download here)
Votum - Introitus Senin, 15 Pebruari Mhs.Naomi Tarigan (download here)
Pengakuan Dosa - Janji Pengampunan Dosa Senin, 15 Pebruari Mhs.Naomi Tarigan (download here)
Pengakuan Dosa - Pengampunan Dosa dan Nyanyian Respon Umat Jumat, dalam Liturgi Huria Kristen Indonesia (HKI)19 Pebruari Mhs. Efran M.I. Pasaribu (download here)
Kotbah dan Nyanyian Respon Umat Jumat, 19 Pebruari Mhs. Kandidat S.Th Gesti Hutasoit (download here)
Renungan Pagi - Almanak Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Senin 22 Pebruari Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th (download here) 
Doa Syafaat Senin 22 Pebruari 2016, Meri Susunenta Ginting (download here)
Persembahan Nyanyian-Pujian, Jumat 26 Pebruari, Nyanyian Pertama, Mars Ikatan Mahasiswa Teologia (IMT) GKPI (download here)
Persembahan Nyanyian-Pujian, Jumat 26 Pebruari, Nyanyian Kedua, "Ende ni parmahan" atau "Lagunya Gembala" Ikatan Mahasiswa Teologia (IMT) GKPI (download here)
Bacaan Pembuka (pengganti votum - introitus), Senin 29 Pebruari, Tolopan Riahta Silalahi (download here)
Bacaan Penghantar untuk Renungan Pagi, Senin 29 Pebruari, Tolopan Riahta Silalahi (download here)
Persembahan Nyanyian-Pujian, Bernyanyi (manuno) mahasiswa-mahasiswi Nias, Jumat 04 Maret, Liturgi gereja Nias, Sean Waruhu (download here)
Renungan Pagi, Jumat 04 Maret, Pdt. P. Halawa, S.Th (download here)
Renungan Pagi, Senin 07 Maret, Persekutuan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) dan mahasiswa, Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th, Teologia Stambuk 2013 (Tingkat IIIC) (download here)
Bimbingan - Arahan DPA  - Senin 07 Maret, Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th, Teologia Stambuk 2013 (Tingkat IIIC) (download here)
Lagu setelah pembacaan Firman atau lagu menyambut kotbah, Jumat 11 Maret, liturgi Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA), Dina Hasibuan (download here)
Lagu setelah kotbah, untuk menerima dan mematuhi firman yang dikotbahkan, Jumat 11 Maret,(download here)
Lagu untuk menyambut Bacaan Pendahuluan, Senin 14 Maret, Ibadah Harian, liturgis, Edy K. Tarigan (download here)
Lagu setelah renungan, Senin 14 Maret, Ibadah Harian, liturgis, Edy K. Tarigan (download here)


Dokumentasi:
Silabus  Liturgika Teologia Tk. IV Tahun Ajaran Semester Genap 2015-2016,
dengan Thema:
"Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan - To Worship is Blessed With GOD" (download here)
Power Point (download here)
Daftar nama-nama Kelompok Kelas IVA (download here)
Daftar nama-nama Kelompok Kelas IVB: a. Sebelum UTS (download here) b. Setelah UTS (download here)
  
Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN


90 komentar:

  1. Nama : Anggianita Br SEmbiring
    NIM : 12.0.903
    Ting/Jur : IV-A/Teologia
    Dalam pertemuan hari ini saya sangat kurang mengerti dengan tujuan dari dibahasnya "Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen-Ekologi dan Liturgi". Berdasarkan diskusi dikelas yang saya dapatkan dari pada jawaban penyaji adalah mengenai: uangkapan bahwa tidak ada lagi perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
    Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi saya, apa sebenarnya yang terjadi pada sejarah liturgi terkhusunya mengenai Perempuan, karena dari penjelasan salah satu penyaji, menjelaskan tentang latarbelakang nya ialah karena Allah dikenal sebagai Bapa, sehingga kaum feminis ingin melihat jiwa keibuan dari Allah itu sendiri.
    Jadi coba penyaji atau bapak dosen menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi pada sejarah liturgi terkhusunya mengenai Perempuan?
    Terimaksih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Dear Mando Purba
      Nim : 12.01.913
      Ting/Jur : IVA/Teologi
      Liturgi pada awalnya berarti karya publik. Dalam sejarah perkembangan gereja liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. Karena liturgi merupakan perayaan karya keselamatan yang dilakukan oleh Kristus dalam kesatuan dengan Gereja-Nya, maka kita yang adalah anggota- anggota-Nya harus turut mengambil bagian secara aktif di dalam liturgi. Mengapa? Karena liturgi dimaksudkan sebagai karya Kristus dengan melibatkan kita anggota- anggota-Nya, yaitu karya keselamatan Allah yang diperoleh melalui Misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga. Hal itu berarti bahwa baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk melayani Tuhan di dalam setiap peribadahan.
      Namun yang terjadi dalam tubuh gereja pada masa lalu perempuan tidak memiliki kesempatan di dalam peribadahan untuk melayani Tuhan. Perempuan cenderung pasif dan hanya sebagai pendengar. Hal ini juga disebabkan system patriakh yang dianut oleh gereja, meletakkan perempuan di posisi yang lemah. Untuk itulah kaum feminis datang menyuarakan suara keadilan. Dimana mereka juga mengharapkan agar perempuan juga dapat berperan aktif dalam gereja untuk melayani Tuhan.

      Hapus
  2. Nama : Efran M.I. Pasaribu
    NIM : 12.01.922
    Tingkat/Jur : IV-A/Theologia

    Tanggapan terhadap Pertemuan ke 6 mengenai Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen, Ekologi dan Liturgi

    Kalau tadi para penyaji membahas mengenai Ekologi saja, penyaji kurang mengkaitkannya dengan masalah – masalah yang terjadi disana. Dimana perempuan yang tertindas dan didiskriminasi. Perempuan harus bisa juga menjadi seorang pemimpin, karena kesetaraan yang sedang dibangun.
    Bagaimanakan sebetulnya kedudukan perempuan didalam Liturgi dan didalam persekutuan Kristen ? dan bagaimana di dalam peribadahan kita Perenungan akan menjaga ekosistem dapat terwujud sehingga dunia ini terhindar akan pemanasan yang semakin hari semakin besa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Dear Mando Purba
      Nim : 12.01.913
      Ting/Jur : IVA/Teologi
      Memang benar bahwa perempuan harus bisa menjadi seorang pemimpin. Indonesia telah cukup maju di dalam menanggapi masalah kesetaraan gender. Hal tersebut dapat kita lihat melalui terpilihnya Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan untuk kalangan gereja, saat ini kita melihat bahwa gereja melalui PGI telah memilih sosok wanita untuk menjadi ketua umum. Menurut saya, gereja tidak boleh menjadi penghambat/penghalang kemajuan yang ingin diraih oleh perempuan, serta gereja tidak boleh menjadi sumber dan pelaku diskriminasi terhadap perempuan. Kedudukan perempuan di dalam liturgy dan pelayanan gereja adalah sama dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan Tuhan Allah memberikan juga karunia untuk melayani bagi perempuan. Dan setiap kemampuan dan potensi yang diberikan Allah harus ditampung oleh gereja untuk pelayanan kepada Tuhan.
      Perenungan itu sangat penting bagi seluruh jemaat, termasuk perenungan tentang ekosistem. Permasalahan ekosistem adalah permasalahan yang sudah nyata dapat kita lihat dan kita rasakan dampaknya. Gereja adalah sebagai pilar utama menjaga keutuhan ciptaan. Salah satunya adalah mengajak jemaat merenungkan apa perbuatan kita yang telah merusak alam sekitar. Hal ini bisa kita lihat salah satunya adalah doa pengampunan dosa dalam liturgy GKPS ada terdapat permohonan maaf kepada Tuhan karena tidak merawat alam ciptaan, gagal melaksanakan tugas dan tanggung jawab memelihara ciptaan. Melalui perenungan ini diharapkan agar jemaat juga sadar akan tanggungjawabnya dan melakukan tindakan yang nyata dalam merawat lingkungan sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Allah.

      Hapus
  3. Nama : Hotni Malau
    NIM : 12.01.930
    Ting/Jur: IV-B/Teologi

    Tanggapan terhadap Pertemuan pertama mengenai Liturgika.
    Dari penjelasan pertemuan ini tentang liturgika berkaitan dengan penyembahan. Dan liturgi juga harus dengan tujuan memenuhi maksud peribadahan. Kalau kita melihat berbagai pengertian dari liturgi itu sendiri dari terminologinya, setiap para pelayan jika ditanyakan untuk memilih pasti berada pada pilihan yang berbeda. Jika memilih liturgi bahwa pelayan harus diikutkan dengan bekerja dalam meningkatkan perekonomian umat. tetapi yang pasti setiap makna dari liturgi itu sendiri saling berkaitan untuk mewujudkan tujuan liturgi itu baik adanya.

    BalasHapus
  4. nama : desy ristiana saragih
    NIM : 12.01.916
    Ting/jur : IV-A/ Teologi
    tanggapan saya terhadap pertemuan ke 6 mengenai Ekologi perempuan dan prsekutuan kristen, ekologi dan liturgi.
    seperti yang saya tanya tadi bahwasanya saya memang kurang mengerti atas apa yang tellah dipaparkan oleh para penyaji. para penyaji juga seharusnya mencantumkan sebenarnya apa yang menjadi permasalahan dan apa latar belakang sehingga terjadi ekologi perempuan dan ekologi liturgi. dan juga apa seharusnya kita tahu atau para penyaji bisa mencantumkan apa sebenarnya hubungan ekologi perempuan dengan liturgi?. dan seperti yang ditanyakan oleh beberapa teman tadi apakah ada kaitannya dengan tema liturgika kita yaitu "menyenangkan hati Tuhan". itu dapat kita renungkan dalam lingkungan atau sekita kita.

    BalasHapus
  5. Nama : Susi Susanta Barus
    NIM : 12.01.969
    Ting/Jur :VIB/ Teologi

    Tenggapan terhadap Pertemmuan ke 6 Mengenai Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen

    Dari pertemuan ini membuka wawasan saya bahwasanya ternyata alam itu lebih dekat pada perempuan dimana jeritan alam juga merupakan jeritan perempuan. Ekologi Perempuan ini mau mengatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggungjawab yang sama didalam pemeliharaan alam sebagaimana didalam Kejadian 1: 27 yang memberi tekanan yang sama terhadap kedudukan perempuan dan laki-laki.

    BalasHapus
  6. Nama : Junita Purnama Ellys Rajagukguk
    NIM:12.01.937
    Ting/Jur: IV-B/Theologi

    Tanggapan terhadap pertemuan ke VI,Kamis,03 Maret 2016
    Pembahasan judul paper yang dipersentasikan oleh penyaji yaitu tentang Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen namun, setelah saya melihat silabus yang diberikan oleh bapak Dosen yaitu tentang Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen,Ekologi-Liturgi. sehingga saya membacanya saya tidak mengerti apa sebenarnya hubungannya dengan Liturgi.?? Dalam diskusi hari ini saya menganalisa bahwa perempuan itu sangat dekat dengan alam, Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk bersama-sama memelihara dan menahlukkan isi bumi ini, karena manusia dan Tumbuhan sama-sama saling membutuhkan,sehingga bukan hanya perempuan yang harus menyelamatkan ciptaan Tuhan sehingga laki-laki dan perempuan setara dimata Tuhan. Bagi seorang perempuan alam itu adalah IBU dunia. Alam dan wanita terdeskriminasi oleh karena itu Apalah arti doa,puasa dan pengakuan dosa jika kita masih melihat jeritan danau toba dan tangisan perempuan..?? Apalah arti ibadahmu jika masih menyakiti orang lain ?? dan atas nama liturgika kita diarahka untuk membangun sensitifitas kepada wanita dan kepada lingkungan. JERITAN WANITA ADALAH JERITAN BUMI

    BalasHapus
  7. Nama: Arjuna Saragih
    Nim: 12.10.908
    Ting?jur : IV_B Theologia
    tanggapan saya ialah yang menuju kelompok 4 tentang peyesuaian Liturgi dalam budaya? yang mau saya pertanyakan apakah yang sebenarnya terjadi.. Liturgi kah yang menyesuakan kedalam budaya atau budayakah yang meyesuaikan ke dalah Liturgi.. yang sering kita melihat dalam gereja suku... apakah tidak ada pergeseran makna diddalam Liturgi itu sendiri? dan apakah budaya itu tidak meyalahi untuk dalam suatu liturgi. seperti simalungun yang menganut taur taur, dengan di perhadapakan dengan liturgika?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya hal yang dipertanyakan Arjuna Saragih sudah dibahas dalam pertemuan kelima, dimana penyesuaian liturgi itu memang hal yang penting dalam budaya. Liturgi yang merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah umat Kristen.Liturgi (Yunani: λείτούργιά) yang artinya kerja atau layanan kepada masyarakat. Liturgi itu dilaksanakan dengan bahasa umat. Umat juga perlu terlibat secara aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat. Karena itulah liturgi yang harus menyesuaikan ke dalam budaya. Hal ini disebut dengan inkulturasi. Inkulturasi yaitu ada kreasi baru sebagai hasil interaksi antara tradisi Gereja Barat dan Budaya Lokal. Inkulturasi juga berarti perjumpaan dua pihak yang menghasilkan suatu transformasi. Hal ini berarti bahwa liturgi yang merupakan tradisi Katolik yang dibawa kembali oleh jemaat-jemaat lokal memberikan pengaruh sehingga esensi liturgi itu terlihat sampai saat ini. Contoh yang kita lihat dalam kehidupan seperti dalam ibadah suku Simalungun yaitu taur-taur. Taur-taur
      berasal dari kata “taur” yang artinya memanggil, kemudian diulang menjadi taur-taur yang berarti dilakukan secara berulang-ulang. Taur-taur dinyanyikan dalam ibadah suku Simalungun sebagai panggilan beribadah sehingga mengundang kehadirat Tuhan di tengah-tengah jemaat. Dalam hal ini inkulturasi itu terlihat dimana dalam unsur liturgi (ibadah) terdapat unsur budayanya yaitu taur-taur tersebut.
      Terimakasih, tetap semangat dan berjuang teman.

      Hapus
  8. Nama : Yuwan Fades Ambarita
    Nim : 12. 01. 980
    Ting/Jur : IV_B/Theologia
    Tanggapan terhadap Pertemuan ke IV khususnya terhadap kelompok III yaitu mengenai Liturgi Reformasi/Modern.
    Saya melihat pada pertemuan ini penyaji kurang menyoroti adanya peran gerakan pietisme di tengah-tengah Gereja. Padahal gerakan pietisme ini memberikan sumbangsih pemikiran yang sangat bagus didalam menyejukkan jiwa kerohanian jemaat yang semakin lama semakin mengering diakibatkan oleh perang Tiga puluh tahun antara penganut Protestan dan Katholik. Pada waktu itu gereja lebih sibuk dengan dogma dibanding memperhatikan kehidupan jemaatnya. Gerakan pietisme ini juga merupakan pelopor Pekabaran Injil pertama sekali di kalangan kaum protestan. Gerakan in i juga mengembalikan kerohanian jemaat melalui kegiatan penelaahan Alkitab (PA). Hingga pada saat ini metode ini masih relevan digunakan di Gereja-gereja hasil Zendeling Jerman dan Belanda yang ada di Indonesia yang berlatar belakang Pietisme.

    BalasHapus
  9. Nama :Obedy Hia
    Nim :12.01.949
    Tingkat/Jurusan :IV-B/Theologi

    saya ingin memberi tanggapan dalam sajian kelompok V, dimana para penyaji telah menyinggung pokok pembahasan yaitu tentang Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen. Dalam hal ini saya lebih menyoroti nilai kesetaraan dimana dalam kejadian 2:18 terdapat kata "sepadan" artinya Allah dalam penciptaannya baik adanya dan tidak memberikan nilai perbedaan derajat, sehingga dalam penugasan juga bkan hanya Adam yang di suruh oleh Allah untuk menjaga dan memelihara bumi tapi Hawa juga ikut serta di dalamnya, dapat kita bandingkan dengan kejadian 1:26 dimana dalam teks tersebut terdapat kata Manusia dan Mereka. kata yang terdapat dalam teks Alkitab tersebut saya melihat bahwasanya Allah Pada dasarnya memang tidak memandang berbeda laki-laki dengan perempuan tapi Allah melihat bahwa Manusia itu sama baik itu laki-laki dan perempuan. jadi yang diinginkan Allah ketika adanya kesejajaran maka persekutuan kristen adalah menjadi persekutuan yang di Inginkan oleh Allah di dalam bersikap sensitif terhadap ciptaan Allah lainnya. Dalam hal memelihara, menjaga, bekerja sama atau bergandengan tangan baik laki-laki dengan perempuan demikian dengan Alam yang merupakan tempat manusia membenahi dan memperlengkapi diri agar manusia berkenan di hati Allah

    BalasHapus
  10. Nama:Uten Peerlinda Marbun
    Nim:12-01-974
    Tinggkat/jurusan :IVB/Teologi
    tanggapan saya terhadap pertemuan ke-6 kelompok 5 tentang Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen
    seperti yang sudah dibahas didalam kelas bahasanya semua ibadah yang kita lakukan akan sia-sia ketika kita tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan terhadap hubungan sesama hubungan kita dengan sesama manusia (perempuan), saat ini isu yang sangat urgen adalah bagaimana para penebang-penebang liar, dan juga pencemrah lingkungan dan lain sebagainya yang merupakan merusak alam, jadi yang mau saya perjelas, penebangan hutan tidak akan pernah bisa dihindari karena memang menyangkut kebutuhan kita sehari-hari, jadi yang perlu adalah saya pertegas adalah penebangan pohon bisa dilakukan tetapi bagaimana kita bijak untuk melihat dan mengaasinya atau dalam arti tebang pilih, dan melakukan reboisasi selanjutnya, agar kebutuhan manusia terpenuhi, dan alam juga tetap terjaga, namun hal yang sering terjadi adalah tidak ada kepedulian akan hal tersebut, adanya penyuluhan penanaman seribu pohon di sekitar danau toba, tetapi sampai dimana sekarng buktinya? artinya yang ada hanya teori walaupun ada praktek namun tidak ada perawatan, jadi pertanyaan saya, bagaai mana peranan kita atau gereja-gereja pendukung Abdi Sabda dalam menyuarakan atau menyampaikan jeritan alam yang sudah diambang kerusakan ini?

    BalasHapus
  11. Nama : Tri Bina Meisana br. Ginting
    N. I. M : 12.01.973
    Ting/ jur : IVB/ Theolgia
    Dalam pertemuan mata Kuliah Liturgika, pertama sekali yang timbul didalam pikiran saya adalah ketika belajar liturgika adalah bagaimana diajarkan cara seroang liturgika yang baik dan juga yang dapat meyenagkan hati Tuhan. Tetapi apa yang ada dalam pikiran saya tidak terjawab, yang saya pikirkan ketika saya belum menjadi seorang peliturgi adalah saya akan dibimbing menjadi seorang liturgis yang diajarkan bagaimana sebenarnya seorang liturgis baik dalam berprilaku, bahasa da sebagainya.

    Dan yang menjadi pertanyaan saya adalah dalam pertemuan yang ke-6, dimana judulnya adalah ekologi perempuan. Saya kurang mengerti apa sebenarnya apa yang menjadi hubungan ekologi perempuan ketika diperhadapkan dengan liturgika dan bagaimana makna liturgka itu dalam ekologi perempuan?
    Trimakasih, Tuhan Yesus Memberkati :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebnarya pertanyaan ini sudah dijawab dalam diskusi kita tadi di kelas.
      Tribina harus memahami bahwa tanpa kita sadari bahwa dunia ini semakin kritis dengan ulah-ulah orang yang bertanggung jawab.
      jika jika kita lihat dari sudut pandang perempuan, maka perempuan ini sering menjadi objek penindasan sama seperti perempuan. karena dianggap bahwa perempuan atau alam ini lemah dan sering diperkosa dan dikuasai.
      maka Allah itu adalah Allah yang menciptan manusia sesuai gambar dan rupa Allah. maka tanggung jawab perempuan juga harus turut aktif dalam masalah eologi. perempuan ini paling dekat atau rentan dengan masalah ekologi. untuk itu perlu suatu upaya yang nyata dari perempuan. banyak perempuan yang sudah dianugrahi kalpataru dalam hal lingkungan hidupp. hal ini perlu menjadi pelajaran sendiri bagi kita semua.
      dan GBKP Sudah mencoba melihat ini dengan mencoba melakukan liturgi dengan liturgi lingkungan hidup. hal ini supaya menyadarkan kita akan perlunya keseimbangan ekologi ..

      Tuhan Yesus Memberkati

      Hapus
  12. Nama : Fetra W. S. H Sipayung
    NIM : 12.01.926
    Tingkat/ Jurusan : IV-B/ Theologia
    Saya ingin memberi tanggapan terhadap pertemuan I mengenai Ibadah Kristen. Kata Ibadah berasal dari bahasa ibrani yaitu abodah yang secara harafiah artinya adalah bakti, hormat, penghormatan, atau juga merupakan sikap dan aktivitas yang mengakui dan menghargai seseorang. Menurut saya ibadah kristen adalah suatu persekutuan yang diikuti oleh orang-orang yang beragama kristen dimana dalam persekutuan tersebut, setiap orang diberi kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan yaitu melalui pemujian, doa, dan juga dalam pendengaran Firman Tuhan. Dalam pandangan saya, Ibadah Kristen tersebut tidak hanya sebatas perayaan (celebration) ataupun kebiasaan(rutinitas) yang harus dilakukan dalam kehidupan manusia. Namun makna dari ibadah tersebut yang harus dipahami dengan baik, agar Iman kita semakin bertumbuh dan terwujud dalam sikap dan tindakan hidup sehari-hari. Sehingga melalui ibadah, kita memperoleh perubahan sikap ke arah yang lebih baik dengan tuntunan Roh Kudus.

    BalasHapus
  13. Nama :Jhoni Pranata Purba
    N.I.M : 12.01.935
    Ting/Jur: IV, B/ Teologi
    dalam pertemuan atau sajian ke V yang menjelaskan tentang ekologi perempuan dan persekutuan kristen memberikan pemahaman yang baru mengenai bagaimana sebenarnya kita hidup dalam dunia ini dan memberikan pemahaman bagaimana perempuan itu juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal menyelamatkan bumi yang semakin bobrok ini dari kehancuran. ekologi perempuan ini mencoba melihat bagaimana perempuan dan alam memiliki kesamaan sering menjadi objek yang tertindas oleh kaum kaum kapitalis atau kaum masculin.
    saya ingin membagikan contoh yanv terjadi di Berastagi. Dahulu kota Berastagi terkenal dengan kesejukan dan keindahan yang menawan, serta memiliki panorama yang menarik. namun beberapa tahun ini wajah Brastagi seakan tidak seindah yang dulu lagi. hal ini disebapkan kerusakan ekologi oleh manusia yang bertanggung jawab. hal ini dibuktikan banyaknya penebangan pohon yang liarr sehingga udara di Brastagi bertambah. sehingga hal ini berdampak kepada keharmonisan warga sekitar. keberadaan sampah ini sering membuat penyakit diare bagi warga brastagi. perempuan atau lebih kongkrit MORIA GBKP harus bergerak dan mengulurkan tangan dalam kasus ini.. salam ekologi bagi Perempuan Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mengenai pernyataan ini seolah-olah perusakan itu hanya dilakukan oleh kaum pria saja, namun jika kita melihat kenyataan perempuan juga banyak terlibat dalam hal rusaknya lingkungan. dan seolah-olah saudara hanya menuntut kaum perempuan untuk bergerak dalam penanganan ekologi yang rusak. mohon penjelasan lebih lanjud.

      Hapus
    2. memang yang melakukan perusakan itu tidak hanya perempuan. namun dalam realitanya bahwa yang menjadi dampak dari perusakan lebih besar bagi perempuan. pernyataanya sudah saya jelaskan di kelas tadi ..
      jadi pembahasan ini memang sangat layak kita perbincangkan lebih banyak lagi ..
      usul saya susi susanta barus larus membaca buku Spritualitas Ekologi ....

      GBU

      Hapus
    3. dampak perusakan lingkungan (alam) tidak hanya atau lebih besar dirasakan oleh perempuan. semua kalangan akan merasakan hal tersebut baik wanita atau perempuan akan merasakan hal yang sama oleh karena perusakan alam. jadi saya merasa pertanyaan saya belum terjawab, mohon penjelasan lebih detail. Trima Kasih. Tuhan memberkati.

      Hapus
    4. penjelasan Yang lebih detai mengenai ini dapat juga susi baca bebarapa buku yang menjelaskan eko feminisme..
      sebenarnya dampak kerusakan lingkungan bukan hanya terjadi bagi laki-laki dan perempuan saja. namun semua ekosistem di dunia ini akan terganggu dan bahkan punah.
      namun seperti apa yang dikatakan bapak dosen kepada kita yang mengatakan "apalah artinya kita beribadah dan rajin ke gereja jika lingkungan kita kotor, kita membuang sampak sembaranga, jika hewan-hewan berteriak mintak tolong akibat pembakaran hutan".

      perempuan itu tanpa anda sadari sebagai perempuan juga sering sasaran diskriminasi demikian juga dengan alam.
      maka kita melihat alam dari kacamata perempuan. perempuan yang menganggap bahwa alam itu adalah ibu, atau sumber kehidupan yang harus dilestarikan . bukan sebagai objek eksploitasi yang cenderung dilakukan oleh kaum patriak.

      salam Perempuan....

      Hapus
  14. Nama: Devi Setiani Natalia Br Ginting
    NIM : 12.01.917
    Ting/ Jur: IV-B Teologia
    saya ingin berbagi tentang analisa tentang sajian yang ke-5 dengan judul garis besarnya ialah ekologi perempuan dan persekutuan Kristen. dari pembahasan ini dua kata yang bisa aku bagi kan untuk kita semua yakni "perempuan luarbiasa". artinya bahwa peran perempuan itu sangat penting dalam lingkungan hidup. perempuan adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang sama derajat dengan laki laki Kej. 2:18, dengan begitu memang tanpa kehadiran perempuan dalam suatu persekutuan atau perkumpulan maka suasan terasa hampa artinya bahwasanya perempuan itu sangat dibutuhkan oleh sebuah persekutuan. begitupula dengan ekologi peran perempuan itu sangat dibutuhkan karena perempuan pada kodratnya lebih banyak yang bertanggungjawab. dengan begitu juga dalam memelihara lingkungan hidup perempuan itu adalah ibu yang dapat melindungi bahkan mengayomi apa yang ada disekelilingya... saya bangga menjadi perempuan..
    dan yang menjadi pertanyaan saya ialah mengapa tidak pernah ada buku yang membahas ekologi laki-laki dan peresekutuan kristen??, ada apa dengan laki-laki?? padahal Allah jelas-jelas menegaskan dalam Kej 1:28 bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) itu disuruh Allah untuk memelihara ciptaannya...

    BalasHapus
  15. Nama : Susi Susanta Barus
    NIM : 12.01.969
    Ting/Jur : IV/ Teologi

    Saya ingin memberi komentar pada pertemuan ke II ketika Bapak Dosen menawarkan Tema untuk smester ini "Menyenangkan Hati Tuhan"
    saya sangat mengapresiasi baik mengenai tema ini karena dalam kenyataan sekarang banyak manusia terkhusus mahasiswa mengerjakan pekerjaan (tugas) itu semata-mata adalah untuk pemenuhan mengambil gelar sarjana tanpa disadari bahwa yang kita kerjakan itu seharusnya adalah untuk menyenangkan Hati Tuhan saja. dengan tema ini harapan baik adalah semoga apapun yang kita lakukan semata-mata adalah hanya untuk Menyenangkan Hati Tuhan. Semangat Liturgika

    BalasHapus
  16. Nama : Sweetry Noverlindra Sitohang
    NIM : 12.01.970
    Tingk./Jur. : IVB/Teologi

    Syalom...
    dalam kesempatan untuk berkomentar di blog ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal dan beberapa pertanyaan.
    yang pertama, saya ingin bertanya, sejauh apa yang sudah kita pelajari, saya belum memperoleh gambaran yang jelas tentang unsur-unsur liturgi, apa yang boleh dan apa yang tidak dalam liturgi, apakah votum itu? apakah itu sebuah keharusan? apa bedanya liturgi yang menggunakan pengakuan iman dengan yang tidak menggunakan pengakuan iman? dimanakah batas-batas koridor liturgika? karena jika boleh jujur pak, pengertian liturgi itu sendiri masih abstrak bagi saya, sehingga mengurangi ketertarikan saya belajar liturgika. Kedangkalan pemahaman saya dari keabstrakan gambaran yang saya lihat membuat saya terombang-ambing. Dan mengenai tema kita pak, saya ingin bertanya, adakah liturgi yang tidak menyenangkan hati Tuhan?
    Trimakasih,
    Syalom..........

    BalasHapus
  17. Nama : Winda Apriantri Br. Sitepu
    NIM : 12.01.977
    Ting/Jur : IV-B/Teologi
    Tanggapan/ analisa saya terhadap pertemuan ke-6 yang dibawakan oleh kelompok V, yaitu mengenai “Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen”. Di dalam Kejadian 1:27-28, dikatakan bahwasanya laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah ataupun Imago Dei. Mereka diberikan mandat untuk berkuasa atas ciptaan-Nya. Namun, berkuasa bukan berarti manusia bebas tanpa tanggungjawab untuk mengeksploitasi alam (lingkungan).
    Alkitab ditulis dalam budaya yang menekankan wibawa patriakhal atau laki-laki. Laki-laki beranggapan bahwa mereka berkuasa atas perempuan dan ekologi dalam hal apa pun. Oleh karena itu kaum perempuan atau yang lebih dikenal dengan “Feminisme” ingin menggeser Teologi Tradisional yang mengagungkan kaum laki-laki. Namun, kaum perempuan bukan ingin menjadi penguasa atas laki-laki, mereka menginginkan susunan masyarakat yang berdasarkan kesamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Allah tidak mengkehendaki terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dan ekologi. Laki-laki dan perempuan harus peduli dengan ekologi, karena manusia harus “bersahabat” dengan alam (lingkungan). Maka seharusnyalah manusia sudah harus peduli terhadap lingkungan hidup (alam). Jadi, perlu dikaji ulang bagaimana sebenarnya relasi manusia dengan yang non-manusia yaitu lingkungan. Cara berelasi yang feminin, yakni, penuh pengertian, peduli dan berperasaan dianggap justru lebih dapat menyelamatkan dunia dari kehancuran ekologi.
    Di dalam Gereja Batak Karo Protestan telah memiliki “Liturgi 52 Minggu GBKP”. Di dalam salah satu liturgi tersebut terdapat “Minggu Liturgi Lingkungan Hidup”. Ini berarti bahwa gereja GBKP ingin mengajak jemaat supaya peduli dengan lingkungan, dan ini mungkin bisa dimulai dari hal yang kecil yaitu kebersihan. Karena “Kebersihan adalah Sebagian dari Iman”. Untuk itu marilah kita peduli terhadap ekologi, karena alam adalah sahabat kita.
    Syalom, Tuhan Memberkati.

    BalasHapus
  18. Nama : Asriani Purba
    NIM : 12.01.909
    Tingkat/Jur :IV-B/Teologi

    Tanggapan saya untuk pertemuan kedua dengan judul Ibadah Harian, Hari Raya Liturgi, Akar-akar Sakramen-Ibadah Agama Lama, Gereja di Yerusalem, Tradisi Hidup Membiara. Fokus saya pada akar-akar Sakramen. Sakramen adalah tanda-tanda kudus yang membangun dan memelihara umat, seperti baptisan dan ekaristi. Sakramen digunakan secara umum dan luas oleh kaum gerejawan. Melalui sakramen umat diingatkan bahwa Allah hadir di dalam hidup sehari-hari manusia. Dalam gereja-gereja Lutheran sakramen yang diakui ada dua yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Sakramen adalah peristiwa yang terjadi dan dialami dalam kehidupan manusia. Sakramen adalah tanda yang palin nyata dari iman, kasih dan, hidup, tanda dari misteri hidup dan situasi manusiawi. Sakramen merupakan tanda suci berupa ungkapan manusia (protestantio Fidei= pernyataan iman) berdasarkan pengalaman iman bersama Allah. Dari Sakramen terlihat bahwa Allah selalu setia memelihara umat manusia dengan kasih karunia yang tetap ia curahkan.


    BalasHapus
  19. Nama :Eka Surya Darma Purba
    NIM : 11.01.788
    Tingkat/Jur : IV-A/ Teologi
    Tahun liturgi adalah ungkapan yang berkaitan dengan perayaan mister-misteri Kristus dan Gereja-Nya sepanjang Tahun. Lewat perayaan hari raya Liturgi ini kita memahami bagaimana kehidupan Yesus untuk menyelamatkan hidup kita. Puncak dari hari Raya liturgy ini adalah Hari Raya paskah. Dasar penyusunan tahun liturgi adalah pemahaman soal waktu. Waktu dipahami sebagai momen atau saat yang tepat dimana Alah berkarya. Perayaan tahun liturgi dipahami bahwa Allah hadir dan berkarya menurut waktunya. Gereja mencoba merayakan kehadiran Allah didalam waktu dalam ibadah. Dan sesungguhnya barang siapa yang telah merayakan Tahun liturgy gereja dengan pemahaman yang jelas dan iman yang pasti akan lebih mampu mewartakan keselamatan dan pasti menunjukkan penyegaran perjumpaan diri dengan Kristus lewat tahapan misteri demi misteri-Nya.

    BalasHapus
  20. Nama : SriMuliana br Kaban
    NIM : 12.01 968
    Tkt/Jur : IV-B/Teologi

    Pertanyaan saya :
    1. apakah liturgika itu alkitabiah (dasar teologinya)?
    2. bagaimana cara membuat liturgi yang baik?

    Analisa-Ibadah Harian:
    Pemahaman kita tentang ibadah juga akan menolong kita memahami betapa tinggi nilai teologis dari tata ibadah gereja masa lampau yang diwariskan kepada kita. Sebaliknya pengertian tentang ibadah juga menolong kita untuk memahami lemahnya teologi dalam suatu tata ibadah yang kita miliki maupun yang akan kita buat.
    Berikut ini beberapa definisi tentang ibadah Kristen.
    “Ibadah berasal dari bahasa Arab, sedangkan kata Ibrani untuk Ibadah adalah “Abodah” (Ibrani), Arti harafiahnya adalah bakti, hormat, penghormatan, suatu sikap dan aktivitas yang mengakui dan menghargai seseorang/yang ilahi” atau “Suatu penghormatan hidup yang mencakup lesalehan (yang diatur dalam suatu tata cara), yang implikasinya nampak dalam tingkah laku dan aktivitas kehidupan sehari-hari”.Ibadah adalah pertemuan dengan Allah dan respon jemaat terhadap kehadiran TUHAN dengan tindakan-tindakan yang ajaib dan menyelamatkan.
    Ibadah Harian seperti apa yang telah dilakukan Daniel memberikan gambaran bagi kita bahwa Ibadah adalah kekuatan (nafas). Proses mencari Tuhan juga hanya bisa dilakukan dengan ibadah.
    Ibadah harian menjadikan kita sebagai liturgis atau liturgi yang hidup di dunia ini. Ibadah harian sebagai sarana pelatihan kedisiplinan. yang menjadi pergumulan adalah membuat Ibadah Harian menjadi kebutuhan manusia.

    BalasHapus
  21. Nama : Ester Putri Hutasoit
    NIM : 12.01.925
    Kelas/Jurusan : V-B/Teologia

    Tanggapan saya tertuju kepada pembahasn kelompok V “Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen”.
    penyaji dalam pemaparannya menjelaskan bahwa tradisi tradisional adalah tradisi yang berbau patriarki kemudian di transformasi menjadi egalitarianisme yaitu susunan yang berdasarkan kesamaan derajat. Saya belum mendapatkan jawaban yang pasti, dan yang menjadi pertanyaan saya terkait dengan liturgi ketika Alkitab yang ditulis dengan menekankan wibawa dan dominasi figur patriarki (bersifat laki-laki) yang menindas dan mendiskriminasi perempuan. Bagaimana sebenarnya kedudukan perempuan tersebut di dalam ibadah dan liturgi ? dan bagaimana pula kedudukan perempuan di dalam persekutuan Kristen ?.

    Dan analisa saya dalam pembahasan hari ini sangat menarik, dimana judul ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menjadi sama atau sederajat untuk menjadi teman sekerja Allah dalam mengusahakan dan memelihara ciptaanNya (Kejadian 2:15) bukan hanya terhadap tumbuhan hewan dan lainnya tetapi juga terhadap persekutuan Kristen. Bagi perempuan alam adalah ibu dunia yang harus diselamatkan dari kerusakan. Kerusakan pada alam bukan hanya dirasakan oleh perempuan dan laki-laki, tetapi dirasakan oleh semua elemen yang ada di bumi. Sebagai ciptaan Allah yang setara dan sederajat kedudukannya kita harus menyadari dan membangun rasa sensifitas kita terhadap perempuan dan lingkungan kita. Apalah arti doamu, apalah arti puasamu, dan pengakuan dosa mu ketika kita masih melihat dan mendengar jeritan perempuan (danau toba) ??, apalah arti ibadahmu jika kamu masih menyakiti orang lain ??. Karena jeritan perempuan adalah jeritan bumi.

    BalasHapus
  22. Nama : Joni Pittor Saragih
    Nim : 12.01.936
    Ting/Jur : IV-B/ Theologia

    Tanggapan saya terhadap pertemuan ke VI (Enam) tentang Ekologi Perempuan dan persekutuan Kristen, Ekologi dan Liturgi.
    Dalam bahasan ini, membuka hati nurani saya bahwa “suara atau jeritan minta tolong” dari ekologi (alam/lingkungan hidup) dan perempuan merupakan sebuah tugas dan tanggung jawab yang besar, yang harus dipecahkan. Bukan hanya secara teori semata tapi juga realitas aksi yang harus dilakukan. Isu tentang diskriminatif terhadap alam (ekologi) menjadi sebuah dilema dalam kehidupan ini. Terkhususnya di Indonesia sendiri ekosistem baik Flora dan Fauna sudah banyak yang rusak dan punah akibat ambisi yang tak bertanggungjawab. Padahal sebenarnya kita adalah bagian dari alam. Selain itu isu ketertindasan perempuan juga sudah menjadi isu yang sudah lama muncul. Jika kita meninjau secara pisau historis maka kita akan melihat bagaimana ketertindasan hak yang dialami oleh perempuan. Bahkan pada tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa gereja Katolik tidak mempunyai kuasa untuk mengizinkan perempuan menjadi imam. Oleh karena adanya ketertindasan yang dialami oleh perempuan maka muncul gerakan feminis yang mencoba melihat Alkitab atau menafsir Alkitab dari sudut pandang feminis. Ada tiga tahap dalam mendekati teks:
    1. Mencari teks tentang Perempuan untuk menentang teks-teks terkenal yang digunakan untuk menindas perempuan.
    2. Menyelidiki kitab suci secara umum (bukan hanya teks tentang perempuan) untuk membentuk prespektif teologis yang dapat mengkritik patriakhi.
    3. Menyelidi teks tentang perempuan untuk belajar dari perjumpahan sejarah dan kisah-kisah perempuan kuno dan modren yang hidup di dalam kebudayaan patriakhal.
    Oleh karena itu marilah berpangku tangan dalam menghapuskan diskrimasi yang dialami alam (ekologi) dan perempuan. Karena Allah juga menginginkan itu (bnd. Kej. 1:27).

    BalasHapus
  23. Nama :Meri Ginting
    Nim. :12.01.942
    Tingkat :IVB Teologi

    Coment untuk pertemuan ke IV
    Liturgi dan Inkulturasi..

    Gereja-gereja kesukuan pada umumnya telah mencoba menggabungkan liturgi dan kontekatual, contohnya di dalam bahasa dan nyantian liturgi. Tetap menurut saya, liturgi belum benar-benar masuk ke dalam budya. Contoh nya acara 7 bulanan. Pada acara ini luturgi hanya di jalankan ketika ibadahnya saja. Begitu ibadah selesai acara adat memberi makan si calon ibu dilanjutkan tanpa liturgi tetapi menggunakan tata acata adat yang bersangkutan. Pertanyaannya, apakah luturgi benar telah berinkulturasi?

    BalasHapus
  24. Nama : Sonia Angelina Ginting
    Nim : 12.01.966
    Ting/Jur : IV-B/Teologi
    Syalom ...
    Pada bagian ini saya ingin menganalisa dari kelompok 4 mengenai “ Penyesuaian Liturgi dalam Budaya”. Pada pertemuan kali ini saya melihat bahwa budaya sangat tidak dapat terpisahkan dalam diri manusia. Budaya adalah sebuah bagian dalam diri manusia. Budaya adalah sebuah pimikran dari manusia dan buatan dari pada manusia. Budaya ini juga dapat kita artikan dilakukan secara berulang-ualng dan hampir menjadi sebuah kebiasaan. Budaya sudah ada sejak pada zaman Alkitab. Kita dapat melihat dalam kehidupan bangsa Israel dan juga dalam kehidupan Yesus. Dalam Pejanjian Lama dapat kita lihat bahwa b.Israel juga menjalankan kebudayaan dalam kehidupannya sehari-hari, seperti merayakan tahun Yobel dan juga bagaimana cara mereka beribadah kepada Allah Israel. Dalam Perjanjian Baru kita juga dapat melihat bagaimana Yesus menjalani kehidupannya yang dipengaruhi budaya. Contohnya dapat kita lihat seperti pada saat Yesus menjalankan Sunat, bagaimana Yesus dapat berbahasa atau mengerti bahasa yang Yesus gunakan untuk berkomunikasi dan juga membayar pajak kepada Kaisar. Dalam pembahasan liturgika ali ini mengatakan bahwa, penyesuaian budaya dalam ranah Liturgi adalah sebuah tindakan yang sangat membantu dalam pertumbuhan iman orang Kristen kesukuan yang memiliki adat-istiadat yang kental. Terkhusus dalam gereja-gereja suku, dapat dipahami bahwa bahasa adalah salah satu dari sekian banyak unsur budaya yang dapat mempengaruhi makna dari liturgi itu sendiri. Jika kita lihat dalam kebudayaan orang Kristen di kesukuan, mereka sangat nyaman bahkan mereka juga dapat merasakan dan mengerti Firman Allah itu dengan adanya penyesuaian Liturgi. Bahasa juga adalah bagian dari budayam dan bahsa ibu yang mereka gunakan menambah pemahaman mereka mengerti akan makna dari liturgi itu. Artinya bahwa, budaya yang disesuaikan dalam Liturgi tidak mengurangi makna atau fungsi dari liturgi tersebut. Maka sumbangan yang dapat saya berikan dengan topik kali ini adalah bahwa, penyesuaian Liturgi dalam budaya sangat membantu orang Kristen kesukuan dapat bertumbuh dalam iman.

    BalasHapus
  25. Nama :Meri Ginting
    Nim. :12.01.942
    Tingkat :IVB Teologi

    Coment untuk pertemuan ke IV
    Liturgi dan Inkulturasi..

    Gereja-gereja kesukuan pada umumnya telah mencoba menggabungkan liturgi dan kontekatual, contohnya di dalam bahasa dan nyantian liturgi. Tetap menurut saya, liturgi belum benar-benar masuk ke dalam budya. Contoh nya acara 7 bulanan. Pada acara ini luturgi hanya di jalankan ketika ibadahnya saja. Begitu ibadah selesai acara adat memberi makan si calon ibu dilanjutkan tanpa liturgi tetapi menggunakan tata acata adat yang bersangkutan. Pertanyaannya, apakah luturgi benar telah berinkulturasi?

    BalasHapus
  26. Nama : Jhon Rein Tamrin Panjaitan
    Nim : 12.01.934
    Tingkat/Jurusan : IVB/Teologi

    Saya ingin menanggapi pertemuan ke 6 (enam), mengenai "Ekologi Perempuan & Persekutuan Kristen". Setelah tadi membaca dan mendengar apa yang telah dipaparkan oleh penyaji mengenai topik ini, saya sedikit kebingungan. Mata kuliah mengenai Liturgika, tapi kenapa judul dan pembahasan mengenai ekologi dan perempuan ? Lalu apa hubungannya dengan liturgika ? Dan dari penjelasan para penyaji juga saya kurang mengerti, karena menurut saya yang dibahas adalah lebih ke masalah gender atau kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan.pembahasan ini juga kurang menyinggung apa hubungannya dengan masalah liturgika, yang mana menurut saya pembahasan dan penjelasan dari para penyaji ini lebih mengarah kepada hal "Etika", bukan liturgika. Karena mereka menekankan gerakan Feminis, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki (di Kesimpulan).
    Intinya adalah topik di pertemuan ini membuat saya bingung. Saya tidak dapat menemukan maknanya dalam mata kuliah Liturgika.
    Terimakasih.

    BalasHapus
  27. Nama : Dwi Erfina Pepayosa Ginting
    N.I.M : 12.01.920
    Ting/Jur : IVB/Theologia
    Sajian I
    Memang pada saat ini gereja kurang sekali dalam membangun ibadah harian. Padahal ibadah harian adalah salah satu hal yang dapat menguatkan kita untuk setiap harinya. Bahwa ibadah yang dilakukan oleh gereja mula-mula terdahulu sangat intim sekali melakukan ibadah harian mereka. Bahwa Liturgi itu adalah ibadah, jangan pernah membuat ibadah itu hanya sebagai selebrasi saja tapi buatlah ibadah itu sebagai hal yang dapat menyenangkan hati Tuhan serta menjadi kebutuhan sekunder bagi kita yang tidak bisa kita lupakan untuk setiap harinya.
    Pertanyaan: Bagaimanakah cara meningkatkan atau memupuk sifat konsumerisme kita kepada ibadah harian ini, supaya terwujud tema kita menyenangkan hati Tuhan dalam kaitan ketulusan beribadah tanpa absen?

    BalasHapus
  28. Nama : Desi Permata Sari br. Ginting
    Nim : 12.01.915
    Tingkat/Tingkat : IV-A/ Theologia
    Tanggapan terhadap pertemuan ke-6 mengenai ekologi perempuan dan persekutuan kristen, ekologi dan liturgi.
    Di kelas IV-A tadi, saya melihat bahwa di dalam penjelasan penyaji hanya menjelaskan tentang pengertian ekologinya saja, tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya judul yang telah diberikan. Dan saya juga belum mengerti dengan jelas apa yang menjadi latar belakang sehingga di mata kuliah liturgika ini kita membahas tentang ekologi perempuan dan persekutuan Kristen?.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Dear Mando Purba
      Nim : 12.01.913
      Ting/Jur : IVA/Teologi
      Untuk latarbelakangnya, saudari Desi bisa melihat jawaban saya pada pertanyaan saudari Anggi. Dan dalam kaitannya dengan menyenangkan hati Tuhan, pada saat penyajian sudah saya katakana bahwa peribadahan yang menyenangkan hati Tuhan adalah Peribadahan yang tidak diskriminatif, yaitu peribadahan yang di dalamnya memberi kesempatan kepada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin untuk aktif melayani Tuhan sesuai dengan tanggung jawabnya.

      Hapus
  29. Nama : Desi Permata Sari br. Ginting
    Nim : 12.01.915
    Tingkat/Tingkat : IV-A/ Theologia
    Tanggapan terhadap pertemuan ke-6 mengenai ekologi perempuan dan persekutuan kristen, ekologi dan liturgi.
    Di kelas IV-A tadi, saya melihat bahwa di dalam penjelasan penyaji hanya menjelaskan tentang pengertian ekologinya saja, tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya judul yang telah diberikan. Dan saya juga belum mengerti dengan jelas apa yang menjadi latar belakang sehingga di mata kuliah liturgika ini kita membahas tentang ekologi perempuan dan persekutuan Kristen?.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nama : Desna Sonia Sembiring
      nim : 12.01.914
      ting/jur: IV-A/Teologi
      untuk jawaban pertanyaan desi mengenai latar belakang ekologi perempuan adalah dimana alkitab itu memiliki sistem hierarki/partriakh menganggap bahwa Allah memikili sifat laki-laki sehingga disebut bapa, raja, sementara kaum feminis menganggap bahwa Allah itu memiliki sifat seperti ibu. jadi seakan-akan ada kesan perbedaan, diskriminasi padahal Allah itu tidak memandang bulu, jenis kelamin ini lah yang menjadi latarbelakangnya. trimakasih :)

      Hapus
  30. Nama: Nurintan Damanik
    Nim: 12.01.948
    Ting/Jur: IV-b/Teologi

    Tanggapan saya terhadap kelompk 6 mengenai ekologi dan persekutuan kristen bahwasanya penyaji telah memaparkan umat manusia adalah ciptaan dari Allah itu sendiri. Dimana manusia diberikan mandat untuk memlihara semua ciptaanNya, artinya manusia itu diberi oleh Allah kepercayaan untuk melastarikan seluruh ciptaan Allah sama halnya dengan diakusi dikelas apalah arti ibadahmu jika kita tidak peduli terhadap lingkungan dan terlebihnya lahi kepada manusia terkhusus dalam penindasan terhadap perempuan dimana penyaji memaparkan bawasanya hierarki diganti dengan egalitarialisme yang dimana disebut sebagai keyakinan masyarakat yang berdasarkan kesamaan detajat.maka ug infin saya tanyakan dimanakah kedudukan ekologi perempuan dan persekutuan didalam liturgi? Yg diman dikatakan bahwasanya jeritan dunia yang terjadi dalam pembakaran hutan merupakan jeritan dari seorang perempuan yang dikatakan yang paling menderita,selaku kita manusia ciptaan Tuhan bagaimana kah kita mengatasi jeritan bumi yang semakin marak di dunia ini?

    BalasHapus
  31. Nama : Malem Kerina Br Tarigan
    N.I.M : 12.01.939
    Ting/Jur : IV-A/Theologia
    Tanggapan saya mengenai pertemuan ke IV (keempat) tentang Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya.
    Ini merupakan sajian saya sendiri, saya mau menaggapi bahwa smateri tentang penyesuian Liturgi dalam Budaya sangatlah di perlukan dalam pelayanan kita nantinya pun, karena Liturgi selalu identik dengan persekutuan dan perayaan ibadah umat Kristen. Dan juga nanti pun kalau kita misalnya melakukan suatu penginjilan kita juga harus mengetahui bagaimana budaya yang kita injili, dan tidak mungkin kita hanya membuat liturgi tentang budaya kita. Jadi kita juga harus mengetahui budaya mereka dan membawa mereka kejalan yan terang, begitu juga dengan gereja suku kita jangan sempat jemaat salah penegrtian dalam budaya ini, tapi marilah kita lebih mencoba untuk menyesuaikan Liturgi di dalam Budaya ini. Karena dalam menyesuaikan ini tidak segampang apa yang kita pikirkan, karena harus juga disesuaikan dengan konteks kebudayaan yang sesuai dengan nilai-nilai Kristen, karena melalui Liturgi jemaat diharapkan untuk mampu meresapi, menghayati perjalanan-perjalanan ibadah agar sabda Allah benar-benar menyentuh perasaan jemaat, dan jemaat benar-benar menghayati perjalanan keselamatan yang dilakukan Yesus Kristus, dan juga menyenangkan hati Tuhan.

    BalasHapus
  32. Nama : Septy Megasilvia Purba
    Nim : 12.01.963
    kelas/Jur : A/Theologia

    Pertemuan VI : Kelompok V
    Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen- Ekologi dan Liturgi
    Dalam bahasan ini saya merasa tersadar ketika bapak dosen mengatakan
    "apa gunanya beribadah kepada Tuhan tetapi ada yang tertindas"
    "apa gunanya beribadah ketika danau Toba yang sudah tidak dihiraukan yang akan menjadi toilet raksasa"

    hal ini dapat membuka wawasan kita bersama bahwa memang Tuhan kita tidak pernah menginginkan adanya diskriminasi terhadap mahluk ciptaan-Nya..
    seperti danau Toba tersebut, yang menjadi ciptaan Tuhan
    jadi dalam pikiran saya tersirat bahwa
    "seimbangkanlah ibadahmu dengan tindakanmu karena itulah yang menyenangkan hati Tuhan".
    jadi melalui pembelajaran dalam topik ini saya merasa tertangtang untuk menjadi pelaku menjalankan perintah Tuhan..
    Bagi perempuan tidak ada diskriminasi dan bagi mahluk lain juga merasakan apa yang seharusnya didapatkan.
    jadi menurut saya liturgi itu haruslah dinamis bukan statis agar memang liturgi itu sesuai dengan konteks yang dibutuhkan ..
    hal inilah yang menyenangkan hati Tuhan
    Trimakasih..

    BalasHapus
  33. Nama:Hafdon Tuah Purba
    NIM:12.01.929
    Ting/Jur:IV-A/Teologi
    Horas amang...
    Saya memberi tanggapan atas pertemuan Ke-5 tentang Liturgi dan Penyesuaian.
    Hasil diskusi dalam ruangan tentang liturgi dan penyesuaian , kita telah sepakat bahwa penyesuaian itu adalah kontekstualisasi. Liturgi tidak terlepas dari pengkontekstualisasian. Jadi yang timbul dalam benak saya terhadap gereja, khususnya melihaat liturgi gereja-gereja suku adalah expired. Berkata demikian karena konteks gereja maupun masyarakat pada saat penetapan liturgi diperhadapkan dengan konteks gereja dan masyarakat pada masa kini tentu sangat jauh berbeda.Awalnya gereja-gereja suku hanya ada di daerah suku tersebut, namun perkembangan gereja sudah sangat pesat dibanding dengan dahulunya. Hal itu terlihat dengan keadaan gereja-gereja suku sudah banyak berdiri di suku/daerah lain, bahkan tidak jarang juga ditemukan di luar provinsi Sumatera Utara. Jadi atas nama Liturgika dalam bahasan Liturgi dan Penyesuaian, liturgi gereja-gereja suku itu menurut saya sudah daluarsa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Dear Mando Purba
      Nim : 12.01.913
      Ting/Jur : IVA/Teologi
      saya tidak setuju dengan pendapat anda yang menganggap liturgi gereja-gereja suku sudah kadaluarsa. liturgi yang diterapkan gereja-gereja suku sudah baik, hanya memang perlu beberapa perbaikan. dan disitulah pentingnya untuk mengkontekstualkan liturgi dengan budaya setempat. hal ini penting agar jemaat merasa seperti dirumah sendiri. artinya, walaupun sedang berada di daerah lain, tetap merasa seperti di rumah sendiri.
      jika memang sudah dikontekstualkan, mana mungkin lagi menjadi kadaluarsa.

      Hapus
  34. Nama:Hafdon Tuah Purba
    NIM:12.01.929
    Ting/Jur:IV-A/Teologi

    Tanggapan terhadap pertemuan ke-6 tentang "Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen-Ekologi dan Liturgi"
    Benar, dihadapan Tuhan kita itu adalah sama. Laki-laki dan perempuan itu harus menyenangkan hati Tuhan. Dalam hal liturgi perempuan bagi saya tidak termarginalkan, tapi kenapa yang sering tampil itu adalah laki-laki membuat seolah-olah perempuan termarginalkan. Sebenarnya bukan, laki-laki lebih sering tampil dalam hal liturgi karena ada beberapa hal yang perlu kita lihat, salah satunya adalah kharisma/Wibawa. Mendekatkan diri kepada Tuhan dalam peribadahan, sebagian besar itu dipengaruhi oleh pembawa liturgi atau pemimpin. Saya melihat laki-laki lebih berkharisma dalam hal peribadahan. Beribadah adalah menyenangkan hati Tuhan, jadi demi memantapkan peribadahan marilah kita menempatkan seseorang pada tempat dan sesuai dengan bakat maupun kharisma yang dimilikinya sehingga kita semakin menyenangkan hati Tuhan dan mempermuliakan nama-Nya. Horas...

    BalasHapus
  35. Nama : Rutin sari Saragih
    Nim : 12.01.961
    Ting/ Jur : IV-B/ Teologi

    Martin Luther-Johanes Calvin: Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikahan Gereja-Unsur Liturgi, Votum, Mazmur Jenewa
    Sebelum Luther dan Calvin mengobarkan Reformasi, Ibadah sudah dilakukan setelah kebangkitan Yesus yaitu jemaat mula-mula dimana keadan ibandah yang mereka bawakan itu lebih dominan dengan mengadakan sakramen yaitu perjamuan kudus, dimana mereka juga memakai liturgi, hanya saja bernyanyi tidak dilakukan sebab Kristen pada saat itu belum diperbolehkan negara atau di izinkan negara suatu dasar kepercayaan, dimana kelompok-kelompok kaisar Nero yang menyatakan orang Kristen itu adalah orang yang memotong bayi waktu ibadah sebab orang Kristen minum anggur sebagai tanda perjamuan kudus(Kis: 2: 41-47). lambat laun hal itu berobah hingga kedatangan Luther dan Calvin, tidak ada unsur dari kedua tokoh ini untuk menghilangkan hal itu hanya saja mereka ingin merevisi ibadah, melalui orang Kristen di izinkan untuk melaksanakan ibada tanpa ada yang melarang itulah hingga sekarang nilai, perjuangan kedua tokoh ini masih hangat hingga saat ini. Baik itu aliran Luther maupun aliran Calvinis. Dengan adanya ibadah harian ini sebagai hal yang harus dilaksanakan " setiap orang" mengapa? hal yang dilakukan sebelum melakukan segala aktivitas, hal yang pertama adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, melalui ibadah harian ini. Apakah memang orang Kristen sudah rutin melakukan ibadah harian? atau jangan-jangan hanya hari minggu saja? padahal melalui ibadah harian ini, inilah cara kita mendekatkan diri kepada Tuhan, memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Apakah kita sudah dekat dengan yang kita Imani yaitu Yesus Kristus?

    BalasHapus
  36. Nama : Antonio Hutagalung
    NIM : 12.01.906
    Tgkt/Jurusan : IV-B/Teologi
    Pertemuan ke : Pertemuan ke V kelompok IV
    Penyesuaian Liturgi dalam budaya. Liturgi dipahami adalah Firman Allah yang mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih. Liturgi adalah jam seorang Kristiani untuk berdoa. Gereja memiliki liturgi untuk bersekutu, memuji dan mengucap syukur kepada Allah. Budaya dipahami sebagai cara hidup seseorang atau sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, maka menyesuaikan perbedaan-perbedaan-perbedaannya. Budaya adalah pola hidup seseorang dan merupakan hasil pikiran manusia. Penyaji mengatakan bahwa Liturgi harus disesuikan dengan dengan budaya yang ada.
    Yang mau saya berikan pandangan mengenai pertemuan yang kelima bahwa penyaji Penyesuaian liturgi dengan budaya menjawab, bahwa liturgilah yang menyesuaikan diri dengan budaya, sebab budaya adalah kebutuhan manusia, dan bagaimana liturgi masuk ialah dengan cara yang telah disesuaikan dengan budaya. Menurut saya, bukan liturginya yang disesuaikan sesuai dengan penjelasan penyaji kelompok V akan tetapi budayalah yang menyesuaikan diri dengan liturgi. Karena jika tidak demikian sepintas saya berpikir bahwa ada sesuatu yang negatif dalam diri liturgi sehingga liturgi harus disesuaikan. Budayalah yang harus disaring sehingga bersih dan tidak mengandung unsur okult.
    Sebab dalam buku kontekstualisasi yang ditulis oleh Yakub Tomatala ialah budaya yang harus disaring dengan cara bagaimana interaksi Injil terhadap budaya itu, memahami bentuk budayanya, pola kerja budayanya, proses pembentukan dan pelaksannaan budaya dan prinsip menerapkan Injil itu dalam konteks budaya. Sehingga model penyaringan budaya adalah model akomodasi, adaptasi, prosessio, transformasi dan dialektis.
    Jadi pertanyaan saya ialah adakah dampak negatif yang ditimbulkan jika menyesuaikan liturgi dalam budaya? (saat pertemuan belum dijawab)

    BalasHapus
  37. Nama: Anova Talenta Milala
    Nim: 12.01.904
    Ting/Jur: IV-A/Theologi
    sajian ke 6
    mengenai ekologi perempuan dan persekutuan kristen. di sajian-sajian sebelumnya kita membahas bagaimana liturgi di abad pertengahan, liturgi di zaman reformasi, zaman morden dan yang lainnya. Dan pada pembahasan tentang ekologi perempuan, saya tidak mengerti, apa sebenarnya yang mau disampaikan atau kenapa kita harus membahas ini. Dan bagaimana hubungannya dengan mata kuliah kita yaitu liturgika. Dan ada juga hal menarik yang saya dapat yaitu tentang ibadah tahun wanita di GKPS, memang sangat unik jika itu dipraktikkan di gereja-gereja, dimana semua yang mengambil peranan adalah perempuan atau wanita. Tetapi yang kita bahas disini adalah secara umum, bagaimana dengan gereja lainnya. Jadi lebih dijelaskan lagi apa yang perlu kita pelajari tentang ekologi perempuan ini dan hubungannya dengan liturgi.

    BalasHapus
  38. Nama : Nelta Valentina Br Tarigan
    Nim : 12.01.945
    Tingkat/Jur : IV-A/Teologia

    Moralitas adalah sesuatu hal yang sangat penting dan utama dalam kaitan kehidupan manusia, terlebih dalam kaitannya dengan moralitas keimamam (pemimpin kebaktian). Pada awal kekristenan, Gereja Roma Katolik adalah gereja yang sangat berpengaruh pada zaman itu, khususnya dalam perkembangan Kristen, dalam hal ini kaitannya yaitu, liturgi peribadahan, imam (Pemimpin kebaktian). Namun dalam perkembangan Gereja Katolik yang adalah gereja yang sudah sangat berkembang pesat, di sini peran tersebut dilakukan oleh para imam-imam gereja. Dalam kaitan ini peran moralitas imam adalah yang sangat menonjol, di mana mereka adalah yang menjadi panutan dan teladan dalam perkembangan kekristenan. Pada zaman itu, zaman di mana Gereja Katolik Roma mengalami kemerosotan moralitas para imamnya. Mereka sangat mementingkan kekuasaan, dan kekayaan sehingga terjadi penyimpangan dalam moralitas keimamaman. Mereka yang tidak lagi mementingkan perkembangan pelayanan untuk jemaatnya. Justru, mereka telah menyimpangkan prinsip utama dalam ajaran Alkitab. Di sini mereka lah yang seharusnya menerapkan ajaran Alkitab sesuai dengan keimanan mereka.

    BalasHapus
  39. Nama : Roles Paringatan Purba
    NIM : 12.01.959
    Ting/Jur : IV-B/ Teologi

    Masukan terhadap pertemuan ke I (pertama) yaitu tentang “Ibadah sebagai Persekutuan dengan Allah” menurut Martin Luther.
    Sejauh ini kelihatannya kita seolah-olah lupa akan tujuan semula yaitu hendak menguraikan hubungan antara pemujaan Allah dan gambaran Allah dalam pemikiran Luther. Sebenarnya bukan demikian, karena Luther memikirkan ibadah di saat dia berbicara tentang Allah dan iman. Perkataan fides (iman), religio (agama), dan cultus (pemujaan) dipakai oleh Luther dalam tulisan-tulisannya sebagai kata-kata yang sinonim. Dalam Katekismus Besar dia bergerak dengan mudah dari masalah iman dan Allah masuk ke masalah pemujaan, karena bagi dia pemujaan atau ibadah adalah persekutuan dengan Allah oleh iman. Iman tidak termasuk dalam wilayah jiwa paling dalam manusia, tetapi disadari dalam ibadah. Ibadah sudah menyatu di dalam hakekat penciptaan manusia. Sebagaimana manusia harus membentuk gagasan tentang Allah, demikian jugalah dia harus beribadah. Iman memberi nafas pada ibada. Manusia yang jatuh tidak saja mempunyai iman palsu dan keyakinan yang salah terhadap berhala, tetapi juga mempunyai ibadah palsu. Ketidak percayaan mengakibatkan penyembahan berhala. Penyembahan berhala adalah tindakan ketidakpercayaan. Kristus hidup dalam diri orang percaya dan bertindak melalui mereka; demikian juga setan berdiam dan bekerja melalui orang tak percaya. Sebagaimana ibadah sinonim dengan iman, demikian juga Allah dan ibadah saling berhubungan. Dalam tulisan De Sarvo Arbitrio (tentang perbudakan kehendak) Luther membedakan Allah yang diwahyukan dan Allah yang tersembunyi. Hanya Allah yang mewahyukan diri-Nya dalam Krituslah Allah kita. Allah yang diwahyukan (Deus revelatus) itu, oleh Luther, disebut juga Allah yang dikhotbahkan (Deus praedicatus) dan Allah yang dipuja (Deus cultus). Allah yang diwahyukan adalah Allah mimbar dan altar. Dia bukanlah Allah yang tersembunyi di dalam keabadian, kemuliaan dan keagungan, melainkan Allah yang diwahyukan yang dipuja. Sebagai Allah yang disembah, Allah yang dibungkus dalam sarana duniawi dari Firman, Baptisan, Perjamuan Kudus, yang di dalamnya Dia mewahyukan diri-Nya. Jadi ibadah didasarkan pada hakekat persekutuan dengan Allah itu sendiri. Ibadah adalah ekspresi dari kenyataan bahwa Allah bukanlah “Allah tanpa baju” (Deus nudus, yaitu Allah di dalam hakekat-Nya dan keagungan-Nya yang mutlak), melainkan Allah yang dipuja dan dibungkus dalam bentuk manusia (Deus cultus, involutus in humanitate). Oleh karena itu, setiap Luther berbicara tentang Allah, dia juga berbicara tentang ibadah. Ibadah tidak dapat dipisahkan dari Allah yang mewahyukan diri-Nya dalam Kristus.

    Yang menjadi pertanyaan saya:
    1. Ibadah merupakan tema yang penting sejak kehadiran gerakan-gerakan Kharismatik dan beberapa kalangan Injili di Indonesia ini, terutama Ibadah Minggu menjadi sasaran penilaian yang beraneka ragam: terlalu mono-tone, membosankan, kaku dan seterusnya. Apakah sebagai gereja arus utama kita tetap mempertahankan yang telah kita pegang hingga saat ini atau mengusahakan agar ibadah dalam gereja arus utama itu tidak mono-tone seperti penilaian gerakan Kharismatik? Padahal di balik corak ibadah seperti itu, terkandung berbagai ajaran, yang pada dasarnya berbeda dengan apa yang diajarkan oleh gereja-gereja di indonesia saat ini!




    BalasHapus
  40. Nama : Tolopan Riah Silalahi
    Nim : 12.01.972
    Ting/Jur : IV-A/ Theologia

    Analisa Paper dari sajian pertama sampai kelima.
    Dari Paper pertama sampai paper terakhir bahwa saya melihat didalam Liturgika ini juga ada ibadah harian yang dilakukan secara personal dan komunal pada waktu malam dan pagi hari yang dilakukan seperti saat teduh pribadi, dan pada zaman mula-mula liturgi itu dilakukan secara bersama artinya kebersamaan jemaat itu sangat kental dan erat dan pada zaman abad pertengahan, liturgi dan ibadah terancam dilakukan oleh orang-orang kristen karena Kaisar Theodosius Agung yang notabenenya tidak mempercayai Kristus, sehingga mereka beribadah dan liturgi dilakukan secara sembunyi-sembunyi yaitu di sinagoge. Tetapi disini liturgika sangat baik dilakukan dan mereka ibadah secara disiplin, pada zaman ini iman jemaat sangat kuat, orang-orang yang dibantai dan mati dibunuh atau benih para martir adalah benih gereja.dan liturgika pada abad pertengahan ini menyenangkan hati Tuhan. Dan lain halnya dengan zaman gereja setelah diakui dan menjadi gereja negara dimana gereja dipimpin oleh Kaisar. Sehingga Kaisar juga memimpin gereja dan negara. Dan disini terjadi sistem Siapa pemilik wilayah dia pemilik Agama, yang mana Theodosius yang menjadi pemimpin Negara sehingga ia juga meimpin Gereja dan coraknya orang-orang masuk kristen bukan karena iman tetapi karena takut kepada Kaisar. Dan pada sesudah itu ada zaman membiara yang dilakukan mereka hidup saleh dan menjaga kekudusan serta hidup sederhana, disini disiplin ibadah dan liturgi sangat terjaga, dan sebagai pelayan Tuhan harus mampu hidup sederhana. Dan pada Ekologi perempuan dan persekutuan Kristen bahwa adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam hal bersekutu dengan Tuhan, artinya menjaga Alam adalah hak bersama, tetapi dikatakan bahwa perempuan lebih dekat dengan Alam. Namun sebenarnya tanggungjawab itu harus dapat setara antara laki-laki dan perempuan dalam hal melestarikan dan menjaga Ekologi dan Alam yang diberikan Tuhan kepada kita.
    Tuhan Yesus memberkati, Syalomm!

    BalasHapus
  41. Nama : Ade Trisna Hutabarat
    NIM : 12.01.900
    Ting/Jur : IV-A/ Theologi
    Shalom…
    Saya ingin berkomentar kepada penyaji ke 3 mengenai Praktik Liturgi di Gereja-Gereja Reformasi – Liturgi zaman modern. liturgi itu adalah bagian dari peribadahan yang dilakukan oleh gereja-gereja. Pada zaman sekarang ini liturgi dalam gereja sudah semakin berubah dari apa yang telah di rancang mula-mula oleh para reformator. Hal tersebut di dasari karena semakin berkembangnya zaman dan pengetahuan manusia . bahkan di gereja Lutheran ibadah kontemporer sering di lakukan dengan memakai alat-alat musik seperti gitar, drum dll. Saya melihat bahwa liturgi seperti ini semakin memudarkan liturgi pada zaman dulunya. Dan para penyaji juga menekankan bahwa liturgi di tengah-tengah gereja harus senantiasa di perbaharui. Apakah hal tersebut dapat di katakana menyenangkan hati Tuhan, atau apakah itu semata untuk menyenangkan hati manusia?
    Sekian….

    BalasHapus
    Balasan
    1. nama : Desna Sonia Sembiring
      nim : 12.01.914
      ting/jur: IV-A/teologi
      mengangapi pertanyaan ade hutabarat seperti yang telah di bahas di dalam kelas bahwa liturgi itu bersifat dinamis sehingga terus menerus mengalami perubahan, jika liturgi yang mengalami perubahan membawa pembaharuan yang baik di dalam gereja hal ini akan menyenangkan hati Tuhan. mengenai ibadah kontemporer di dalam ibadah lutheran yang memakai musik seperti gitar dan drum,saya menanggapi musik memang penting dalam ibadah, melalui musik jemaat dapat merasakan syahdunya ibadah tersebut, melalui musik ibadah itu tidak vakum tetapi semakin hidup dan menjadi mudah untuk diresapi. tapi sebenarnya yang benar-benar menyenangkan hati Tuhan itu adalah hati kita, karena Tuhan itu melihat hati, seperti yang dikatakan 2 atau 3 orang berkumpul Tuhan itu hadir ditengah-tengahnya. jadi tanpa musikpun kalau hati kita untuk Tuhan, itu sudah menyenangkan hati Tuhan dan kita pun merasakan sukacita karena kita merasakan kehadiran Tuhan.

      Hapus
  42. Nama : Irna Bestania Damanik
    NIM : 12.01.931
    Ting/ Jur : IV-A/ Teplogi

    Coment untuk pertemuan ke IV adapun yang menjadi topik pada pertemuan ini ialah Penyesuaian Liturgi dalam Budaya.
    dimana penyesuaian disebut juga dengan kontekstualisasi, jadi dalam hal ini jugalah dapat dikatakan pengkontekstualisasian liturgi dalam budaya. liturgi adalah suatu sebutan yang khas dan umum untuk perayaan ibadah Kristen. dan adapun yang menjadi latar belakang penyesuaian ataupun pengkontekstualisasian dari liturgi ini ialah seperti yang telah dituliskan pada sajian kelompok ini dimana dikatakan penyesuaian liturgi dengan bermacam-macam budaya penduduk asli dan tradisi setempat, bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru melainkan suatu bukti kesetiaan terhadap tradisi gereja. artinya disini ialah bahwasanya memang penyesuaian liturgi dalam budaya menurut saya begitu penting apalagi dalam konteks budaya batak budaya sangatlah sesuatu yang dianggap sangat penting, jadi alangkah baiknya jika budaya yang ada pada masyarakat batak dipadukan dengan liturgi yang dipakai dalam peribadahan yang dilakukan di gereja. dan adapun yang ingin saya pertanyakan dari pertemuan ini adalah apakah setelah diterimanya penyesuaian liturgi dalam budaya semuanya dapat diterima oleh Gereja atau harus dipilih lagi? dan apakah ada dampak negatif diterimanya penyesuaian ini di dalam gereja?

    BalasHapus
  43. nama: Riosa Br. Sembiring
    Nim: 12.01.956
    Ting/Jur: IV-A/Teologi
    Analisa sajian Marthi Luther dan Yohanes Calvin tentang Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikaan Gereja, Unsur Liturgi Votum, Mazmur Jenewa (Kelompok 2)
    Ibadah harian dalam gereja Katolik sangat membangun doa-doanya. Menurut disiplin mereka jangan sampai peribadahan yang terbangun saat ini lari dari peribadahan semula. Sehingga yang sangat berperan dalam setiap peribadahan adalah para imam dan jemaat adalah pasif. Sedangkan Luther dan Calvin datang bukan untuk membuat perbedaan namun ingin membangun gereja reformasi yang berdialog dan berpartisipasi sehingga jemaat tetap aktif dalam peribadahan. Mereka datang tidak untuk meniadakan hal-hal baik dari gereja Katolik. Luther datang dengan ibadah harian yang ia bangun dari gereja Katolik, karena ia percaya bahwa jemaat akan melatih diri terampil dan pandai dalam memahami Alkitab. Akhir dari setiap ibadah harian menurut Luther adalah jemaat mengucap syukur, memuji Dia dan berdoa.
    Menurut amat saya jemaat yang di harapkan oleh Luther adalah jemaat yang yang tetap melakukan ibadah harian untuk menumbuhkan imannya.
    Pertanyaan saya?
    Sebagai penganut teologi Luhter dan Calvin yang memang walaupun hanya sebagian apakah gereja kita saat ini masih berada dalam jalur teologi Luther dan Calvin?

    BalasHapus
  44. Nama : Reka Christiany Br Purba
    NIM : 12.01.954
    Tingkat/ Jurusan : IV-A/ Theologia
    Saya memberikan tanggapan mengenai “Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen” . Hasil diskusi pada pertemuan ini belum jelas sekali bagaimana sebenarnya ekologi perempuan ini karena disini hanya membahas tentang ekologi secara umum. Didalam Alkitab juga bahwa derajat perempuan dan laiki-laki itu adalah sama seperti tertulis dalam Kej. 1:27, Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dia laki-laki dan perempuan. Kerusakan alam bukan hanya disebabkan oleh laki-laki tetapi juga semua oknum baik perempuan maupun laki-laki. Dan kita sebagai manusia yang segambar dengan Allah, kita harus menjaga dan memelihara alam yang telah diberikan Allah kepada manusia.

    BalasHapus
  45. Nama : Sri Ita Sebayang
    Nim : 12.01.967
    Ting/Jur : IV-B/Teologi
    Tanggapan terhadap sajian ke tiga (3) Liturgi di Zaman Reformasi sampai Zaman Modern
    Di dalam zaman reformasi sampai zaman modren banyak dilihat bagaimana perkambangan liturgi yang ada namun pastinya terus-menerus mengalami perubahan dan perubahan itu pastinya tidak terlepas dari kebutuhan suatu daerah, namun dengan kebutuhan yang berebeda di setiap daerah, apakah praktek-praktek liturgi sudah dapat menyenangkan hati Tuhan. Karena setiap daerah memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu, namun ketika praktek liturgi itu di buat berdasarkan kebutuhan daerah apakah liturgy itu sudah sesuai dengan apa yang memang harus dipakai dan dapat dikatakan berliturgi dengan baik. Jadi peruabahan dari Zaman reformasi sampai zaman modern ini liturgy yang digunakan dapat difungsikan hingga bermanfaat. Dan materi ini dapat menambah pemahaman lebih mendalam mengenai liturgy.
    Dan yang mejadi pertanyaan saya terhadap pertemuan ini. Apakah praktek-praktek liturgy yang telah di tawarkan dapat diterima atau dipakai oleh setiap daerah?

    BalasHapus
  46. Nama : Rosalina Simanullang
    Nim : 12.01.960
    Ting/ Jur : IVA/Theologia

    Analisa saya terhadap pertemuan ke IV yaitu tentang “Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen-Ekologi dan Liturgi”.
    Hal ini dikaitakan dengan gerakan feminisme yang ingin menyuarakan tentang kesetaraan anatara laki-laki dengan perempuan. Berarti ada kensenjangan anatara laki-laki dan perempuan. Pada hal Allah juga memiliki sifat ke ibuan. Dimana Allah juga sebagai pencipta dan pemelihara.
    Memang benar, Alkitab menyediakan hal-hal yang merendahkan perempuan, menindas perempuan. Tradisi Yahudi yang sungguh tidak memperhitungkan perempuan. Banyak orang yang menafsirkan bahwa yang menjadi sumber dosa adalah perempuan (Hawa), sunat sebagai tanda perjanjian hanya diperuntukkan untuk laki-laki sehingga mereka adalah pewaris dari keselamatan tersebut, dan perempuan itu dianggap najis jika dia sedang haid dan bahkan perempuan tidak akan pernah menjadi imam.
    Yesus juga tidak senang dengan penindasan. Perlu kita ketahui bahwa melaui seorang perempuan (Maria) Yesus dilahirkan untuk menyelamatkan dosa manusia. Sunat diganti dengan baptisan sehingga perempuan juga ikut dalam tanda perjanjian tersebut. Yesus juga menunjukkan bahwa perempuan juga berhak untuk mengambil bagian untuk berbicara di umum yakni kisah Marta dan Maria dalam Lukas 10:38-42. Perempuan-perempuan juga digambarkan sebagai orang-orang yang setia sampai Yesus dikuburkan, mereka meminyaki Yesus dengan rempah-rempah dan bahkan mereka yang pertama mengetahui bahwa Yesus telah bangkit.
    Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa Yesus sendiri tidak senang ada penindasan. Bahwa semua orang baik laki-laki dan perempuan dipakai Allah untuk melayaniNya. Bahkan pada saat ini, perempuan sudah banyak mengambil posisi dalam berbagai aspek, baik pemerintahan dan juga bidang keagamaan. Saya tertarik dengan pernyataan dosen yang menyatakan apa gunanya beribadah kepada Tuhan tetapi ada yang tertindas?.
    Jika dikaitkan dengan ekologi, Sifat feminim akan mampu untuk menjaga ekologi lingkungan, dimana sifat perempuan yang penuh pengertian, peduli dan berperasaan akan dapat menyelamatkan dunia dari kehancuran ekologi. Untuk itu mari kita sama-sama untuk menjaga ekologi dan tidak merusaknya. Karena semua ciptaan Tuhan harus dipelihara, dijaga untuk menyenangkan hati Tuhan. Apa gunanya orang Kristen beribadah ketika danau toba yang tidak dijaga dan akan menjadi toilet raksasa?.Kita harus melihat dampak jauh kedepan.

    BalasHapus
  47. Nama : Mariati Br Sitepu
    NIM : 12.01.954
    Tingkat/ Jurusan : IV-B/ Theologia
    Ekologi Perempuan dan Persekutuan kristen
    Dimana pada pertemuan yang membahas Ekologi perempuan dan persekutuan kristen,yang mau saya tegaskan dan yang saya pahami mengenai hal ini adalah bahwa perempuan itu sederajat dengan laki-laki seperti yang ada tertulis di Kej. 1:27 , jadi perempuan itu bukan berada di bawaah laki-laki dan begitu juga dengan sebaliknya. Dan juga kaitanya dengan mata kuliah liturgika adalah agar gereja dapat memulai kehidupan ibadah dengan liturgi-liturginya dapat mempengaruhi jemaat agar jemaat bukan hanya menyadari panggilan ini dan juga menjadikanya menjadi komitmen atau sebagai gerakan bersama sebagai mitra Allah dalam memelihara dan mengusahakan bumi ini dengan baik yang sesuai dengan kehendak Allah atau yang seperti tertulis di Kej. 2:15,ketika ini dapat kita kerjakan maka thema kita akan terwujud yang akan Menyenangkan hati Tuhan.

    BalasHapus
  48. Nama : Yosevina Ananda Gurusinga
    Nim : 12.01.979
    Ting/jur : IV-A/ Theologi
    Karena tidak ada waktu dalam bertanya kemarin, disini saya ingin menuangkan pertanyaan saya yang kemarin. Pertanyaannya begini, Pengertian Ekologi Perempuan menyangkut Liturgika ini, karena disajian kita hari kamis kemarin, tidak mencantunkan pengertian Ekologi Perempuan sehingga membuat kita bingung dalam ekologi Perempuan terkhusus dalam kaitan Persekutuan Kristen sekarang ini.

    BalasHapus
  49. Nama : Chaterine Oktavia Manurung
    Nim : 12.01.911
    Tingkat : IV-B Teologi
    Saat ini saya mau membahas tentang kelompok 4 mengenai “ Penyesuaian Liturgi dalam Budaya”. Kalau kita lihat kehidupan kita tidak terlepas dari budaya. Prinsip Kontekstualisasi ataupun penyesuain, semua bahasa berasal dari Tuhan (Kej 11) asal-usul bangsa di Babel, manusia pada mulanya satu bangsa tinggal di Sinear. Saat mau buat menara dilaksanakan kemudian dikacaukan oleh bahasa dan berserak. Saat itu mulailah adanya budaya. Kontekstualisasi yang harus dicapai menjadi Kristen 100% dan suku 100%, kristen tulen dan suku tulen. Tuhan datang bukan untuk membinasakan suku bangsa. Tuhan datang ke dunia untuk menyadarkan semua orang akan penggilannya di dalam keberadaannya supaya tulen Kristen dan tulen suku. Itu gunanya Gereja suku supaya dengan identitas sukunya ia menghayati panggilan Kristus. Dan karena itulah Liturgi juga harus disesuaikan dengan kebudayaan yang ada. Bila kita lihat juga Kristus menghargai budaya yang ada namun juga menolak budaya yang bertentangan dengan perintah Allah. Hal itu jugalah yang saya rasa harus kita lalukan yaitu mengambil budaya yang baik dan yang tidak bertentangan dengan perintah Allah untuk dimasukan dalam liturgi gereja agar setiap orang Kristen menjadi tulen baik Kristiani ataupun sukunya. Karena tidak selamanya yang Alkitabiah itu mengandung nilai-nilai rohani. Namun, sebaliknya terkadang yang tidak Alkitabiah itu juga mengandung nilai-nilai Kristiani. Jadi, menurut saya tidak masalah memakai budaya dalam liturgi Gerejawi kita. Yang penting semua masih sesuai dengan firman Allah. Dan kebanyakan orang tua ataupun para lansia juga merindukan kebudayaannya dimasa tuanya.

    BalasHapus
  50. Nama:Uten Peerlinda Marbun
    Nim:12-01-974
    Tinggkat/jurusan :IVB/Teologi
    tanggapan saya terhadap pertemuan ke-6 kelompok 5 tentang Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen
    seperti yang sudah dibahas didalam kelas bahasanya semua ibadah yang kita lakukan akan sia-sia ketika kita tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan terhadap hubungan sesama hubungan kita dengan sesama manusia (perempuan), saat ini isu yang sangat urgen adalah bagaimana para penebang-penebang liar, dan juga pencemrah lingkungan dan lain sebagainya yang merupakan merusak alam, jadi yang mau saya perjelas, penebangan hutan tidak akan pernah bisa dihindari karena memang menyangkut kebutuhan kita sehari-hari, jadi yang perlu adalah saya pertegas adalah penebangan pohon bisa dilakukan tetapi bagaimana kita bijak untuk melihat dan mengaasinya atau dalam arti tebang pilih, dan melakukan reboisasi selanjutnya, agar kebutuhan manusia terpenuhi, dan alam juga tetap terjaga, namun hal yang sering terjadi adalah tidak ada kepedulian akan hal tersebut, adanya penyuluhan penanaman seribu pohon di sekitar danau toba, tetapi sampai dimana sekarng buktinya? artinya yang ada hanya teori walaupun ada praktek namun tidak ada perawatan, jadi pertanyaan saya, bagaai mana peranan kita atau gereja-gereja pendukung Abdi Sabda dalam menyuarakan atau menyampaikan jeritan alam yang sudah diambang kerusakan ini?

    BalasHapus
  51. Nama: Afdi Joniamansyah Purba
    Nim :11. 01. 766
    ting/jur: IV-A

    Salam!!!
    pada pertemuan beberapa waktu yang lalu ketika kelas IV-A membahas tentang Penyesuaian Liturgi dalam Budaya. Dalam pembahasan tersebut sampai sekarang masih terasa ada kejanggalan dalam perasaan saya. Dimana dalam pembahasan di kelas tersebut saya mendapat kebingungan tersendiri ketika mata kuliah liturgika disamakan dengan mata kuliah teologi kontekstual. pada saat pembahasan tersebut terdapat penegasan dari penyaji seolah-olah liturgika sama dengan teologi kontekstual. ketika penyaji memberi pemaparan tentang tulang-belulang, kerja Rani, dll. saya rasa penyesuaian liturgi dalam budaya belum mendarat dikarenakan oleh jawaban dari teman-teman meyangkut pengkontekstualisasian, bukan penyesuaianya atas nama liturgi. memang sah-sah saja teologi tidak terbatas dalam satu ranah, akan tetapi dalam benak saya, sia-sialah dilewatkan momen yang indah tersebut (mempelajari peranan liturgi dalam budaya) jika finalnya berada di kontekstualisasi. Dalam penggalian tulang belulang, kerja Rani, itu memang budaya, dan didalam budaya tersebut diiterangi dengan liturgi. apakah sesempit itu? jika kita melihat tradisi memang, terkhusus pembacaan mazmur berbeda dengan kita sekarang (kontekstualisasi), pada bangsa Israel, Mazmur bukan dibaca, tetapi dinyanyikan sama seperti taur-taur dalam suku Simalungun. nah, jika kita melihat hal ini terdapat kebingun tersendiri, dimana peran "penyesuaian liturgi dalam budaya"?

    BalasHapus
  52. Nama : Longbet Finaldo Rumahorbo
    NIM : 12.01.938
    Tingkat/Jurusan : IV-A/Teologi


    Hal yang ingin saya sampaikan melalui mata kuliah liturgika ini bahwa dalam setiap peribadahan kita memerlukan liturgi, karena ibadah erat kaitannya dengan liturgi. Sama halnya dengan ibadah harian. Mungkin hal seperti ini jarang sekali diberi perhatian oleh banyak orang. Namun ternyata ibadah harian ini sangat meningkatkan spiritualitas bagi setiap umat. Hal yang dibayangkan banyak orang ketika menyebut ibadah bahwa ibadah itu selalu melibatkan liturgis, song leader, pengkotbah, kolektan, dan perangkat lainnya. Namun ternyata, ketika kita melihat dari sudut pandang Martin Luther ternyata ia juga menerapkan ibadah harian. Menurut Luther, ada tiga waktu doa komunal setiap hari, yaitu ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah senja. Namun apabila kita melihat ibadah harian pada konteks saat ini, hal ini justru lebih terfokus pada bacaan ayat harian atau sering disebut dengan renungan harian. Dengan membaca ayat harian dan berdoa, jika dilakukan dengan ketulusan maka akan lebih menumbuh kembangkan spiritualitas setiap umat. Karena itu dalam setiap ibadah hendaklah dilakukan dengan ketulusan hati agar tercipta suasana yang menyenangkan hati Tuhan.
    Syaloom.... :)

    BalasHapus
  53. Nama : NONI ZEINE SINAGA
    NIM : 12.01.946
    Tingkat/Jurusan : IV-B/Teologi


    Saya ingin menganalisa melalui pembahasan terhadap inkulturasi dalam ibadah. Ketika kita melihat penyesuaian ibadah dalam liturgi bahwasanya dalam ibadah itu sangat memerlukan penyesuaian. Karena ketika ibadah itu tidak disesuaikan maka ibadah tersebut tidak akan diterima oleh jemaat. Dalam artian ketika ibadah tanpa ada unsur kulturalnya maka umat akan merasa ada yang kurang, hal ini sering kita lihat dalam kalangan orang tua.

    Salah satu contoh yang terlihat seperti dalam suku Simalungun yaitu tor tor sombah (bahasa Indonesia: tarian sembah). Zaman dahulu tor tor sombah diberlakukan dalam pemujaan kepada roh leluhur. Hal ini terlihat dengan musik yang dipergunakan dalam tor tor sombah ini juga menyerupai musik penyembahan. Namun pada konteks saat ini, justru hal ini mengalami pengkontekstualisasian. Tor tor sombah ditampilkan sebagai tarian untuk mengiringi barisan prosesi untuk menyambut pengkotbah maupun undangan dalam ibadah atau acara resmi. Penerapan tor tor sombah ini sering kita lihat dalam pesta olob-olob umat Kristen Simalungun (GKPS).
    Oleh karena itu, penyesuaian sangat perlu terhadap liturgi yang memberikan aspek kultural, sehingga memberi pengaruh untuk jemaat. Karena dengan demikian akan menyenangkan hati Tuhan.
    Demikian analisa saya.
    Terimakasih, Syaloom...

    BalasHapus
  54. nama : Desna sonia Sembiring
    n.i.m : 12.01.914
    ting/Jur: IVA/ theologia

    yang saya ingin tanyakan dalam pertemuan pertama sampai dengan yang keenam, saya merasa saya belum mengerti mengenai pengkontekstualisasian, jika diperhadapkan budaya dengan liturgi, jadi sebenarnya siapa yang harus mengkontekskan diri, budaya atau liturgi?

    BalasHapus
  55. Nama : Jefri Damanik
    Nim : 12.01.932
    Tingk/Jur : IV-A/Teologi
    tanggapan saya ialah yang kepada sajian kelompok 1-6 …..
    saya hanya ingin mempertanyakan mengenai dasar dari mata kuliah kita ini, agar kita dapat mengetahui apa itu sebenarnya liturgi, karena sampai menjelang mid smester ini saya masih mendapatkan makna yang abu-abu tentang liturgika ini….
    mengapa harus ada liturgi?
    apakah liturgi dapat menumbuhkan iman?
    apakah ada liturgi yang salah?
    Apakah ada landasan ketika liturgi itu dikatakan salah?

    oleh karena itu saya berharap bapak dosen dan teman-teman menanggapi pertanyaan saya….
    Terimakasih…..:)


    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya mencoba menanggapi apa yang dikatakan jefry....
      pendapat saya mengenai ini yaitu ...
      Orang-orang Yunani memahamkannya dari apa yang disebut ‘latreia’, atau ‘leitourgea’.
      Referensi dalam bahasa Inggris pun menterjemahkan kata itu sebagai ‘wor[k]ship’. Tentu dengan kandungan makna yang kurang lebih sama dengan ‘abodah’. Tetapi istilah Yunani ini lebih menjurus pada pelayanan praksis, dalam hal ini ‘membantu orang lain [miskin]’.
      Liturgi juga bermakna teknis, yaitu ‘tata ibadah’.
      Bentuk pemahaman ini yang selama ini dipahami warga gereja. Ketika menyebut liturgi, warga gereja akan terfokus pada formulir tata ibadah..
      Pengertian teknikus ini memperlihatkan bahwa liturgi itu disusun dan perlu ada untuk mengarahkan jalannya ibadah, terutama mengarahkan pola-pola respons umat terhadap Tuhan yang telah menyapa mereka. Liturgi ada ada supaya suatu ibadah dapat berjalan dengan tertib/teratur....

      ibadah yang baik adalah ibadah yang teratur...
      liturgi sanagat dapat menambah iman .. karna tanpa ibadah yang teratur maka bagaimana kita dapat beribadah ...

      mari tanggapi lagi

      Hapus
    2. makasih untuk saudara Jhoni atas tanggapannya......
      tapi itu menurut saya hanya pengertian-pengertian saja dan saya belum mendapatkan apa jawaban dari pernyataan anda....
      setelah saya renungkan ternyata
      liturgi itu adalah "suatu perayaan Iman", atas kasih Tuhan begitu besar kepada manusia. ini lah menurut saya arti liturgi yang sesungguhnya....
      apa anda sepakat dengan apa yang saya katakan?

      Hapus
  56. Nama : Fimanta Br Munthe
    Ting/Jur : IV-A/Teologi
    Nim : 12.01.927
    Pada bagian ini saya ingin menganalisa kelompok. Dalam sajian ini jelas terlihat mulai pada jemaat mula-mula digambarkan hubungan yang sangat erat pribadahan kepada Tuhan. Mereka memiliki jadwal dan tipe peribadahan yang cukup teratur. kaitannya dengan liturgika semakin memper-erat hubungan kita pada Tuhan. meski banyak kepentingan cara-cara jemaat mula-mula yang telah mempraktekkan ibadah harian dengan disiplin. tentu bisa menjadi panutan bagi zaman modren ini. Yang lupa akan tugas dan tanggung jawab kita pada Tuhan. Supaya hubungan tetap terjaga bersama Tuhan.

    BalasHapus
  57. Analisa Pembahasan Sajian Tentang :
    “Ibadah Harian, Hari Raya Liturgi, Akar-akar Sakramen - Ibadah Agama Lama, Gereja di Yerusalem, Tradisi Hidup Membiara"

    Berbicara liturgi mula mula dapat dilihat bagaimana proses setelah kenaikan Yesus ke Surga, Ia memberikan suatu perintah kepada para muridNya “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).
    Sejarah Gereja dimulai dengan didirikannya jemaat- jemaat yang pertama, yaitu sekitar tahun 30 hingga tahun 590. Dalam periode ini Gereja mulai timbul dan berkembang.

    Gereja mula-mula pada saat itu dimulai dari suatu tempat bernama Yerusalem. Jemaat mula-mula berkumpul dan mengadakan persekutuan di Bait Allah. Mungkin tidak ada tempat yang dapat menampung kurang lebih tiga ribu orang selain Bait Allah. Jemaat mula-mula pun merupakan suatu kumpulan jemaat yang memiliki keyakinan yang sama sebelum bertobat, yaitu sama-sama pemeluk agama Yudaisme. Mereka juga berasal dari kaum yang sama (Yahudi) yang nantinya mengalami sedikit kesulitan saat Tuhan membuka tempat bagi orang-orang non-Yahudi. Di dalam pasal-pasal selanjutnya, Alkitab mencatat bagaimana seorang rasul seperti Petrus pun mengalami kesulitan saat Tuhan mengajarkan prinsip ini melalui pertemuannya dengan Kornelius. Lalu mengapa mereka dapat berkumpul tiap-tiap hari? Memang tidak dipungkiri bahwa Roh Kuduslah yang bekerja di dalam hati mereka, namun kita harus mengerti bahwa konteks geografis pada saat itu juga sangat mendukung. Dengan sebagian besar jemaat berada di satu tempat dan lokasinya tidak terlalu jauh tentunya memudahkan bagi mereka untuk dapat berkumpul.

    Jemaat mula-mula memberitakan Injil secara natural, semua orang terlibat dalam pelebaran Kerajaan Allah dan dalam hal menghasilkan murid bukan semata tugas para rasul saja. Bandingkan dengan gereja modern kita yang menitikberatkan tugas pelayanan atau pekerjaan Tuhan hanya pada sekelompok rohaniwan. Lingkup memenangkan jiwa baru dan menanam gereja baru pun kini dikerjakan oleh “pasukan elit rohaniwan” yang kita kenal sebagai penginjil dan misionaris. Tidak heran kini gereja “mandul”.

    BalasHapus
  58. Analisa Pertemuan Pertama Tentang Apa arti Ibadah Kristen:

    Cukup terasa bagi kita bahwa jemat merindukan ibadah yang baik lebih baik dan menyentuh. Menyentuh dalam arti dapat dimengerti, membantu mereka memahami dan merasakan kasih Allah dan sekaligus mengakomodasi ekspressi jemaat dalam menanggapi kasih Allah. Memang, salah satu bentuk ungkapan iman gereja terwujud dalam ibadah, karena apa yang dipercayai gereja mendapat bentuk yang nyata dalam kebaktiannya. Dengan kata lain, pemahaman teologi gereja menentukan isi dan corak ibadahnya.


    Memang ibadah yang relevan dengan situasi jemaat (kontekstual) adalah cita-cita gereja; yang dapat dimengerti dan mampu mengakomodasi respons lokal. Tapi kita harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar ibadah kristen dan norma-norma umum yang didalamnya keputusan-keputusan pastoral (lokal) dapat dibuat. Hal ini tidaklah mudah untuk dijawab, karena semakin praktis keputusan, semakin perlu dasar-dasar teoritisnya ditemukan. Karena itu sebagai langkah awal dalam tulisan ini, kita akan mencoba mengamati dasar dari ibadah kristen, karena hal ini akan membantu kita berefleksi dan menempuh langkah yang lebih baik dalam memikirkan pembaharuan ibadah.

    Sejarah ibadah Kristen juga adalah sejarah “give and take” antara ibadah dan budaya. Singkatnya, perobahan dan penyesuaian merupakan bagian yang tidak pernah teripsahkan dari ibadah orang Kristen. Upaya-upaya kentokstualisai-inkulturasi akan dibahas dalam topik tersendiri karena memiliki prinsip-prinsip yang perlu diperhitungkan matang-matang.

    Perlu dicatat, bahwa ibadah adalah pertama-tama merupakan inisiatif Allah, bukan inisiatif manusia. Dengan demikian, penyusunan liturgi bukanlah dalam upaya mencari atau merayu Allah agar bermurah hati kemada manusia. Inilah yang membedakan ibadah kristen dengan ibadah agama-agama suku atau praktek okultisme, dimana ibadah sering diperalat sebagai upaya “mendapatkan hati” tuhan.

    Secara sedehana, kita dapat merangkum apa yang menjadi esensi ibadah, yakni: bertemu dengan Allah dalam ibadah dan menyadari realitas kebesaran Allah, menyadari realitas diri (maksud Allah atas kehidupan manusia, juga menyadari keberdosaan manusia), pertobatan, pembaharuan relasi dengan Allah, Firman, dan akhirnya berbuah kesadaran akan tugas dan tanggung jawab yang telah ditebus Allah.
    Kesadaran ini akhirnya mendapat bentuk nyata yang terintegrasi dalam unsur-unsur ibadah liturgis orang kristen.

    BalasHapus
  59. Analisa pokok bahasan tentang, “Martin Luther - Johannes Calvin: Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikahan Gereja – Unsur Liturgi Votum, Mazmur Jenewa"

    Perubahan liturgi yang diadakan oleh Luther berasal atas Alkitab, Gereja mula-mula dan struktur misa Roma, terutama liturgi dari zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam ibadah. Selian itu, Luther juga membersihkan gereja dari segala unsur yang dianggapnya kafir dan hanya merupakan "embel-embel zaman". Patung-patung dan lukisan orang kudus dihilangkan dari gereja agar tidak ada hal dalam gereja yang menyerupai atau mengimajinasikan dewa-dewi. Ia hanya mengizinkan adanya tiga meja dalam gereja, yaitu meja untuk pembacaan Alkitab, meja untuk pembacaan Injil dan pemberitaan firman, serta meja untuk perjamuan kudus

    Luther memperbaharui liturgi secara bertahap agar tidak menimbulkan kegelisahan dalam umat. Pertama-tama, dalam buku Formula Misae, Luther memberikan contoh bahwa umat berhak menerima roti dan anggur dalam ekaristi. Khotbah menjadi unsur utama dalam kebaktian karena menurutnya liturgi adalah pemberitaan firman. Pembacaan Alkitab dan khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi, sementara hal-hal yang lainnya, misalnya nyanyian jemaat, boleh disampaikan dalam bahasa Latin. Imam bebas memilih pakaian, asalkan tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan.
    Luther melakukan pembaruan selanjutnya yang ditulis tahun 1526 dalam buku Deutsche Messe (Misa Jerman).
    perbedaan liturgi yang diperbaharui oleh Luther tampak semakin berbeda dengan liturgi Katolik Roma. Ada unsur-unsur liturgi yang dibuang. Semua nyanyian dalam bahasa Latin diganti dengan bahasa Jerman dan diubah istilahnya. Misalnya, Agnus Dei digantikan dengan judul Christe, du Lamm Gottes.

    Tahun Liturgi
    Luther hanya memperbolehkan hari Minggu serta hari raya Tuhan (temporale), yaitu hari Natal, Paskah, dan Pentakosta. Ia menghapuskan perayaan hari raya para kudus (sanctorale) secara bertahap. Pada awalnya, ia masih memperbolehkan perayaan tersebut dilakukan, tetapi dimasukkan ke dalam perayaan hari Minggu atau perayaan temporale terdekat dan diajarkan melalui khotbah.

    Pemberitaan Firman Tuhan
    Menurut Luther, pemberitaan firman Tuhan memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan sekadar khotbah atau pidato. Praktik pengajaran yang benar adalah melalui homili. Asal kata homili sendiri berasal dari kata homileo yang berarti berbicara, bercakap-cakap dalam rangka mengajar. Oleh karena itu, khotbah yang monoton tidak dapat disebut sebagai sebuah homili. Pemberitaan firman Tuhan inilah yang menjadi pusat peribadahan. Tanpanya, ibadah tidak dapat berlangsung. Sakramen pun menjadi nyata dan sah hanya melalui pemberitaan firman.

    Ibadah Harian
    Selain ibadah mingguan yang berlangsung setiap hari Minggu, Luther juga menerapkan ibadah harian (ofisi). Ada tiga waktu doa komunal setiap hari, yaitu ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah senja. Ibadah pagi dilaksanakan sekitar pukul 4 hingga pukul 5. Pendeta memilih sebuah kitab dari Perjanjian Lama dan siapapun boleh membacakannya. Hal ini dimaksudkan agar umat tetap terampil dan pandai dalam memahami Alkitab. Ibadah siang dilakukan setelah makan siang. Ibadah senja dilakukan sekitar pukul 5 atau 6. Pada ibadah ini, sebaiknya kitab yang diambil berasal dari Perjanjian Baru.

    BalasHapus
  60. Analisa Pembahasan Sajian Tentang :
    Praktek Liturgi di Gereja-gereja Reformasi - Liturgi Zaman Modern (R. Rachman, 2010)

    PRAKTIK LITURGI DI GEREJA-GEREJA REFORMASI
    Gerakan reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur bari di dalam pembentukan liturgi. Sejalan dengan perkembangan gereja-gereja reformasi Eropa dan pembaharuan di Inggris. Perkembangan gereja berasal dari perkembangan teologi. Peitisme atau gerekan yang mementingkan kesalehan personal, dan revivalisme atau gerakan menghidupkan kembali semangat hidup rohani, muncul dalam rangka menggapi arus penggerak pemiikiran pada zaman itu, yakni Pencerahan.
    Lahirnya istilah liturgi Protestan bermula dari polemik antara pemimpin Gereja Katolok Roma dan beberapa orang yang kemudian disebut reformator, pada zaman reformasi abad ke-16. Sebelum abad ke-16, dunia hanya mengenal satu liturgi Barat, yakni liturgi Roma.

    Dalam perkembangan reformasi, tidak ada liturgi yang ideal dan mapan sehingga wajib diikuti untuk zaman segala zaman dan tempat. Refelksi teologis atas praktis liturgis mempunyai peranan penting. Agar pembaruan liturgis yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan kegemaran sesat, selera individu semata, atau trend zaman, refleksi teologis atas liturgi di perlukan. Jadi bagi gereja reformasi tidak ada liturgi yang bersifat normatif. Tidak ada liturgi yang bersifat kekal, sempurna, fine, dan tidak dapat diperbarui sepanjang masa.
    Oikumenisitas dalam liturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam liturgi reformasi. Bahkan Luther dan Calvin tidak berniat merombak misa Roma, kecuali hal-hal praktis yang ditampilakan melalui ritus-ritus. Ritus-ritus di gereja reformasi tidak seragam. Walaupun pola dan konsep liturgi waktu itu diusahakan oikumenis, usaha itu sekarang kurang terasa sebagaimana tejadi di Indonesia.

    Bagi gereja reformasi, kebaktian tidak melulu beraspek liturgis. Kebaktian juga memiliki sifat edukatif. Hal itu berarti gereja mengubah suasana liturgi menjadi suasana kelas sekolah, sekalipun aspek pendidikan ditekankan. Salah satu ciri berperanya segi edukasi dalam liturgi adalah pakian liturgi yang dikenakan oleh pendeta, yakni jubah hitam.

    BalasHapus
  61. Analisa pokok bahasan tentang, “Penyesuaian Liturgi dalam Budaya"

    Penyesuaian liturgi (akomodasi, adaptasi-akulturasi, inkulturasi dan interkulturasi) merupakan suatu hal penting. Penyesuain liturgi dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan lain dari Gereja seperti katekese, persekutuan persaudaraan dan semangat pelayanan. Lingkungan masyarakat, budaya, situasi konkrit, pergulatan hidup serta alam sekitar mempunyai dampak terhadap perencanaan dan penyelenggaraan perayaan liturgis yang turut membentuk sikap dari para peraya. Orang beriman yang kreatif akan selalu menemukan cara terbaik untuk menyesuaikan diri dengan kehendak dan rencana Tuhan yang agung yang dirayakan dalam liturgi. Belajar dari Tuhan sendiri yang rela menyesuaikan Diri dengan situasi dan kebiasaan manusia, para peraya dapat berusaha menyesuaikan diri tidak hanya di dalam perayaan tetapi juga di dalam kehidupan sehari-hari. Terbuka terhadap bimbingan Allah Roh Kudus yang telah memungkinkan proses inkarnasi-inkulturasi dan sangat aktif dalam peristiwa Pentakosta, manusia beriman dapat dengan mudah menyesuaikan diri dalam setiap situasi dan kebudayaan untuk menyaksikan dan menghayati dengan teguh anugerah iman dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan. Bersama Yesus Kristus kita mengupayakan penyesuaian liturgi bukan untuk mencerai-beraikan kita tetapi untuk semakin mempersatukan kita dengan Allah dan sesama.

    BalasHapus
  62. Analisa Pembahasan Sajian Tentang " Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen"

    respons kita sebagai perempuan dan laki-laki berpendidikan teologi, sebagai anggota jemaat, tanggung jawab kita bagi bumi yang sudah hilang kebaikannya. Padahal bumi diciptakan Allah untuk kita perhatikan dan rawat. Alkitab berbicara tentang keutuhan ciptaan dan panggilan kepada manusia untuk merawat Taman Eden (Kej.2:15). Bumi kita sudah dalam keadaan kritis dan salah satu buktinya adalah perobahan cuaca yang ekstrim yang menimbulkan bahaya bagi manusia, sudah alami menyebabkan banyak binatang kehilangan tempat tinggalnya dan banyak penyakit merongrong kehidupan manusia. Semakin banyak listrik yang dipakai, semakin banyak mobil yang membutuhkan bensin, semakin banyak sampah yang diproduksi, semakin banyak manusia di bumi, semakin panaslah bumi ini. Apakah respons kita menghadapi semua ini?

    Sebagai teolog perempuan, pada satu sisi kita memiliki pengalaman subordinasi dalam power relasion yang bersifat power dominating, sehingga kita tahu rasanya seperti apa, dampak negatif yang kita warisi dan memenjarakan kita berabad-abad. Karenanya sebagai teolog perempuan, kita memiliki alasan kuat untuk mengembangkan teologi ekofeminisme, dengan menggunakan perspektif pengalaman subordinasi dan ketertindasan kita.

    Kita dipanggil untuk selalu memiliki sistem alarm, yang akan terus berbunyi manakala kita mendengar laporan statistik mengenai pertumbuhan pasar, karena seperti dalam kutipan di atas, pertumbuhan pasar/kapital saat ini selalu berbanding terbalik dengan kondisi lingkungan.

    kondisi alam yang sudah demikian rusak, dan makin menguatnya ideologi pasar yang merasuk ke semua sendi kehidupan, upaya membangun teologi-ekofeminis tidak bisa lagi hanya konsern di sekitar isu-isu teologis, namun benar-benar harus bersentuhan dan menjawab langsung persoalan dan tantangan ekologis dan semua dampak ikutannya. Refleksi teologis yang kita bangun harus mampu secara kritis melihat nilai-nilai dominasi dalam segala bentuk dan di semua lini, yang telah menjadi sumber malapetaka global ini.

    Akhirnya, dalam rangka menjawab semua tantangan yang ada di muka tadi, teologi ekofeminis yang hendak kita bangun nampaknya menyangkut semua aspek, bukan hanya praktika melainkan juga sistematika dan biblika. Kita harus siap membongkar dogma mengenai keselamatan (dominasi agama Kristen atas agama lain, khususnya agama suku), banyak melakukan tafsir ulang atas teks-teks (dominasi manusia atasu bumi maupun termasuk dominasi Aallah atas manusia dan dominasi laki-laki atas perempuan, dominiasi kaum hetero atas homo, dst), serta membangun etika baru yang lebih ramah terhadap sesama dan alam. Dalam bahasanya Ruether, teologi ekofeminis yang kita bangun harus menandai gerakan perempuan baru yang membawa pada revolusi sosial.

    BalasHapus
  63. Nama:maston silitonga
    Nim :11.01.818
    Tingkat:IV-A
    Jur: Theologia
    Matakuliah: liturgika

    Saya ingin bertanya tentang penyesuaian liturgi dalam budaya. Di dalam budaya masyarakat di Bali, bagi orang yang meninggal di lakukan kremasi. Bagaimana liturgi itu disesuaikan atau dilaksanakan dalam budaya kremasi tersebut dalam budaya kristen di Bali, karena belum seluruhnya ajaran Kristen menerima budaya kremasi. Karena dasar teologi Kristen menyatakan, manusia diciptakan dari debu tanah, dan di hembuskan nafas kehidupan melalui Roh Allah (Ruah) dan akan kembali ke tanah setelah mati.
    Apakah memang harus liturgi itu yang selalu mengikuti budaya di zaman perkembangan ajaran agama kristen saat ini, terutama dalam ajaran Gereja arus utama ?

    BalasHapus
  64. Nama : Dalton Simanullang
    NIM : 12.01.912
    Ting/Jur : IV-A/ Teologi

    Analisa pada pertemuan ke-V “Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya”
    Penyesuaian liturgi kedalam budaya merupakan suatu pokok yang sangat penting dalam penyusunan sebuah liturgi. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam pemakaian liturgi tersebut dapat diterima dan relevan dengan budaya setempat. Tetapi perlu diingat bahwa penyesuaian tersebut harus tetap berlandaskan kepada iman Kristen untuk menghindari hal-hal yang berbau sinkritisme dalam Gereja.
    Penyesuaian atau kontekstualisasi dilakukan bukan tanpa alasan. Hal yang paling mendasar mengenai penyesuaian ini adalah karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus yang hadir sebagai rupa manusia untuk bisa memperdamaikan antara manusia dengan Allah. Tetapi kehadiran Yesus di dunia bukan terfokus kepada satu suku bangsa atau kelompok tertentu. Allah hadir kepada semua bangsa. Seperti ilustrasi yang saya ungkapkan dalam kelas mengenai sebuah lukisan dimana dalam gambar tersebut Yesus berdiri dengan memakai jubah yang bergambar berbagai bendera dari berbagai negara. Artinya bahwa kehadiran Yesus Kristus dan karya penyelamatannya bersifat universal dan kepada semua orang. Untuk itulah liturgi juga harus disesuaikan terhadap semua kebudayaan agar dapat relevan dan diterima oleh semua golongan.

    BalasHapus
  65. Nama : Donny Rezky Sinulingga
    Nim : 12.01.919
    Tingkat/Jur : IV-B/Teologi
    Analisa : Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya (pertemuan ke V)
    Sangat lah membingungkan jika sekilas kita membaca judul ini. Banyak pertanyaan yang muncul di dalam benak saya pak. Apakah di dalam pelaksanaannya liturgi itu yang harus disesuaikan di dalam budaya? Memang semester yang lalu kita sudah belajar Teologi Kontekstual. Yang menekankan kita harus membangun teologi dengan budaya kita sendiri. Namun, Injil yang harus menerangi budaya. Jadi, apakah pantas liturgi (penyembahan, persekutuan, tugas, pelayanan, dll) yang harus disesuaikan ke dalam budaya? Sebagai contoh di dalam suku karo ada yang satu budaya yang namanya Rebu (pantang berbicara, bertatap muka kepada istri abang-adik istri ku). Menurut bapak, etis kah di dalam suatu peribadahan para pelayan tetap memelihara budaya ini. Apalagi di dalam kaitan liturgi kita masih harus menyesuaikan liturgi kita ke dalam adat ini? Yang rebu tidak boleh bersalaman dan juga tidak boleh berbicara! Apakah budaya ini masih bisa diterima tetapi harus di transformasikan? Apa sumbangan bapak mengenai hal ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 24 karat berat Injilnya 24 karat berat budayanya. saya terfikir tentang kalimat "Injil Berbudaya". bagaimana menurut doni?

      Hapus
    2. hmmm. jawaban itu sudah saya dengar pada pertemuan kita di kelas teman. Tapi masih sulit untuk mengaplikasikan budaya "rebu" ini di dalam konteks peribadahan. Menjadikan 24 karat berat Injilnya dan 24 karat berat budayanya itu kan yang mau kita capai bersama selaku manusia yang berbudaya dan beragama. Pertanyaan saya adalah di dalam pelaksanaannya? bagaimana? Apakah hanya gara-gara budaya "rebu" di dalam suatu peribadahan (Kristiani-Kasih) kita tidak boleh bersalaman, bertatapan, berkomunikasi? Apalagi kita adalah seorang pelayan!
      Mari berbagi!!!

      Hapus
  66. Nama : Tolopan Riah Silalahi
    Nim : 12.01.972
    Ting/Jur : IV-A/ Theologia

    Analisa Paper dari sajian pertama sampai kelima.
    Dari Paper pertama sampai paper terakhir bahwa saya melihat didalam Liturgika ini juga ada ibadah harian yang dilakukan secara personal dan komunal pada waktu malam dan pagi hari yang dilakukan seperti saat teduh pribadi, dan pada zaman mula-mula liturgi itu dilakukan secara bersama artinya kebersamaan jemaat itu sangat kental dan erat dan pada zaman abad pertengahan, liturgi dan ibadah terancam dilakukan oleh orang-orang kristen karena Kaisar Theodosius Agung yang notabenenya tidak mempercayai Kristus, sehingga mereka beribadah dan liturgi dilakukan secara sembunyi-sembunyi yaitu di sinagoge. Tetapi disini liturgika sangat baik dilakukan dan mereka ibadah secara disiplin, pada zaman ini iman jemaat sangat kuat, orang-orang yang dibantai dan mati dibunuh atau benih para martir adalah benih gereja.dan liturgika pada abad pertengahan ini menyenangkan hati Tuhan. Dan lain halnya dengan zaman gereja setelah diakui dan menjadi gereja negara dimana gereja dipimpin oleh Kaisar. Sehingga Kaisar juga memimpin gereja dan negara. Dan disini terjadi sistem Siapa pemilik wilayah dia pemilik Agama, yang mana Theodosius yang menjadi pemimpin Negara sehingga ia juga meimpin Gereja dan coraknya orang-orang masuk kristen bukan karena iman tetapi karena takut kepada Kaisar. Sehingga seperti ada pemaksaan orang-orang masuk kristen atau pengkristenan, mereka tidak lagi mengimani apa yang mereka ibadahkan karena adanya unsur ketakutan, sehingga pada saat itu kebobrokan imanpun telah terjadi. Mereka menyembah Allah bukan karena iman dan mereka beribadah dan melakukan liturgi bukan karena iman percaya kepada Yesus, sehingga sulit iman gereja berkembang pada saat itu. Dan pada sesudah itu ada zaman membiara yang dilakukan mereka hidup saleh dan menjaga kekudusan serta hidup sederhana, disini disiplin ibadah dan liturgi sangat terjaga, dan sebagai pelayan Tuhan harus mampu hidup sederhana. Dan pada Ekologi perempuan dan persekutuan Kristen bahwa adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam hal bersekutu dengan Tuhan, artinya menjaga Alam adalah hak bersama, tetapi dikatakan bahwa perempuan lebih dekat dengan Alam. Namun sebenarnya tanggungjawab itu harus dapat setara antara laki-laki dan perempuan dalam hal melestarikan dan menjaga Ekologi dan Alam yang diberikan Tuhan kepada kita. Tidak hanyya perempuan yang layak untuk menjaga kebersihan dan bukan hanya perempuan yang hanya dapat menanam bunga serta menyapu halaman, dan bukan hanya lelaki yang dapat memimpin di gereja bahkan di Negara tetapi hak dan kewajiban perempuan sama baik bidang ekologi maupun bidang persekutuan dengan Tuhan di gereja.
    Tuhan Yesus memberkati, Syalomm!

    BalasHapus
  67. Nama : Edy Kerisman Tarigan
    NIM : 12.01.921
    Ting/Jur : IV-A/Theologia
    Dalam pertemuan ini saya sangat kurang mengerti dengan tujuan dari dibahasnya "Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen-Ekologi dan Liturgi". peryataan yang saya bingunkan adalah mengenai. mengapa hal feminisme ini salalu menjadi pertantangan karena jauh sebelum rumusan feminis dibuat, Paulus mengatakan dalam(1 Korintus 11:11-12)11.Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. 12.Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. jadi jauh sebelimnya hal ini tidak menjadi masalah, tetapi mnegapa dipermasalahkan dan apa hubungannya dengan Ekologi dalam pelajaran liturgi ini?
    Trima Kasih.

    BalasHapus
  68. Nama : Maria Rosalina Saragih
    NIM : 12.01.940
    Hal : Pertanyaan terhadap sajian kelompok 1 “Ibadah Harian-Hari Raya Liturgi, Akar-akar Sakramen-Ibadah Agama Lama, Gereja di Yerusalem, Tradisi hidup membiara”
    1. Untuk zaman sekarang ini di gereja-gereja suku dengan berbagai aliran (Lutheran, Calvinis), dalam bentuk apa hari raya liturgi dapat dilaksanakan? dan bagaimana dalam pelaksanaan sakramen ketika seorang jemaat hatinya belum siap atau terbuka untuk menerima perjamuan kudus namun karena tatanan liturgy tersebut membuat dia terpaksa mengikutinya. Bagaimana kedua hal ini bisa berjalan dengan benar secara aturab dan baik di hadapan Allah?

    BalasHapus
  69. Nama : Maria Rosalina Saragih
    NIM : 12.01.940
    Hal : Komentar terhadap sajian kelompok 2 “Martin Luther- Johannes Calvin: Tahun Liturgi, Pemberitaan Firman Tuhan, Ibadah Harian, Pernikahan Gereja-Unsur Liturgi, Votum, Mazmur Jenewa”
    Menurut penjelasan “Pemberitaan Firman Tuhan”(2.2.2), menyatakan bahwa: Luther menekankan perbedaan antara Allah dengan Firman-Nya. Firman adalah ciptaan-Nya. Dari pernyataan ini seakan-akan Firman itu tidak sama dengan Allah, hanya sedikit perbedaan. Namun menurut saya Firman itu adalah Allah. Mungkin penjelasan tersebut bisa diluruskan oleh bapak dosen.

    BalasHapus
  70. Nama : Maria Rosalina Saragih
    NIM : 12.01.940
    Hal : Pertanyaan terhadap sajian kelompok 3 “Praktek Liturgi di gereja-gereja Reformasi-Liturgi Zaman Modern”
    Kalau menurut penjelasan sajian ini bahwa praktek liturgy pada zaman reformasi tidak bersifat kekal atau sempurna sehingga masih dilakukan pembaharuan secara terus-menerus dan disesuaikan pada budaya agar peribadahan dapat dilakukan untuk memuliakan nama Tuhan jadi, menurut saya bagaimana jika lagu-lagu pop diganti liriknya menjadi lirik lagu rohani ataupun lagu-lagu klasik pada suku tersebut diubah dan dimasukkan dalam tatanan liturgi, bagaimana menurut bapak?

    BalasHapus
  71. Nama : Maria Rosalina Saragih
    NIM : 12.01.940
    Hal : Pertanyaan terhadap sajian kelompok 4 ”Penyesuaian Liturgi dalam Budaya”
    Ketika kita berbicara penyesuaian (kontekstualisasi) liturgy dalam budaya kita bisa menlihat langsung bagaimana budaya barat sangat mempengaruhi masyarakat Indonesia. Kali ini kita bisa menyaksikan bahwa pakaian jas adalah budaya barat, namun banyak di gereja-gereja suku jemaatnya menggunakan jas, atau bahkan acara-acara kebudayaan lainnya sudah mencampurkan budaya batak dengan barat yaitu jas dengan kebaya. Kalau dilihat dari adat yang dahulunya adalah bagi kaum pria tidak memakai baju atau hanya melilitkan ulos di badannya demikian juga wanita hanya memakai abit (sarung). Sedangkan konteks orang timur sangat sopan (menutup seluruh badan). Nah, bagaimana menurut bapak jiwa penyesuaian liturgy dalam budaya melakukan penyesuaian yang sesuai dengan pakaian asli suku tersebut? Toh dahulu masyarakat batak terbiasa dengan pakaian seperti itu dan masyarakat batak merasa kembali kepada diri mereka yang sebenarnya.

    BalasHapus
  72. Nama : Maria Rosalina Saragih
    NIM : 12.01.940
    Hal : Pernyataan terhadap sajian kelompok 5 ”Ekologi Perempuan dan Persekutuan Kristen- Ekologi dan Liturgi”
    Dari pembahasan kita kali inimenyadarkan kita mengenai ikatan kasih yang saling menghargai perbedaan gender, kembali kita diingatkan betapa berharganya perbedaan untuk saling melengkapi sesama ciptaan Tuhan. dari pelajaran kali ini kita juga diingatkan untuk tidak meninggikan diri dari apa yang dimilikinya terkhusus masalah gender, sehingga dari situ juga kita bisa merasakan kasih Allah sebagai gender yang berbeda dari yang biasa kita bahas. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, oleh karena itu kasih dan kelembutan yang terlihat lebih dominan dalam perempuan itu juga berasal dari Tuhan. Kita juga perlu juga menyadari bahwa Kristus memiliki kasih yang kekal, selalu ada dan sempurna tak bercacat yang diberikan-Nya kepada manusia yang sangat bercela. Kita sendiripun bisa merasakan kasih Allah yang begitu lembut menyapa dan menyentuh kita saat kita sedang beribadah dan membuka hati kepada-Nya, Allah juga dengan lembut menyapa kita melalui hikmat yang diberikan-Nya kepada kita saat kita dalam menghadapi pergumulan. Kita juga diberi-Nya kuasa untuk melawan kuasa jahat dan kuasa-kuasa dunia. Bahkan kelembutan kasih Allah mampu mengalahkan keras/bebal/ berontaknya hati kita, dari yang tidak memiliki apa menjadi memiliki kuasa yang dari Allah.

    BalasHapus
  73. Terimakasih atas kesediaan dan upaya dalam memenuhi partisipasi saudara-saudara, sehingga diskusi dan sharing materi-materi perkuliahan sebelum UTS hingga minggu ketujuh ini berjalan dengan baik.

    Semoga diskusi dan sharing ini membawa pembaharuan atas pemahaman dan pemaknaan liturgi sehingga peribadahan itu benar-benar menjadi ekpresi cinta, kehambaan, kesetiaan, dan komitmen panggilan kita bersama, pertama-tama di kampus ini, di tengah-tengah gereja, dan masyarakat pluralis.

    Akhirnya ruang diskusi dan sharing sebelum UTS ini saya tutup melalui ruang komen ini, tepat pada hari Jumat, 11 Maret 2016, pukul 18.31 wib.

    Salam

    BalasHapus
  74. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus