Rabu, 16 Maret 2016

IVB - Ujian Akhir Semester (UAS-Berjalan) Liturgika 2016

Di bawah ini, adalah Tujuh (7) Materi Bahasan atau Sajian dari Tujuh (7) Kelompok setelah pelaksanaan UTS minggu yang lalu.

Yang harus anda lakukan untuk UAS-Berjalan ini adalah, wajib meringkas bahasan dan sajian kelompok setiap minggunya berserta analisa saudara atas setiap materi, dan demi kualitas dan akuratnya analisa saudara, maka jumlah satu (1) komen hanya lima belas (15) kalimat (tidak kurang dan tidak lebih dari 15 kalimat, setiap komen per-minggu-nya)!

Ruang UAS dan komen di bawah ini adalah khusus untuk Kelas IVB. ("Jangan mengirim salah ruang!")

Selamat mengikuti UAS-Berjalan ini.



Unsur Liturgi: Votum, Salam, dan Introitus dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok I
Unsur Liturgi: Pengakuan Dosa, Pemberitaan Anugerah, dan Hukum
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok II
Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Kotbah
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok III
Unsur Liturgi: Pengakuan Iman
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok IV
Unsur Liturgi: Doa Syafaat
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok V
Unsur Liturgi: Pemberian Jemaat
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok VI
Unsur Liturgi: Nyanyian dan Paduan Suara
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok VII


Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

IVA - Ujian Akhir Semester (UAS-Berjalan) Liturgika 2016

Di bawah ini, adalah Tujuh (7) Materi Bahasan atau Sajian dari Tujuh (7) Kelompok setelah pelaksanaan UTS minggu yang lalu.

Yang harus anda lakukan untuk UAS-Berjalan ini adalah, wajib meringkas bahasan dan sajian kelompok setiap minggunya berserta analisa saudara atas setiap materi, dan demi kualitas dan akuratnya analisa saudara, maka jumlah satu (1) komen hanya lima belas (15) kalimat (tidak kurang dan tidak lebih dari 15 kalimat, setiap komen per-minggu-nya)!

Ruang UAS dan komen di bawah ini adalah khusus untuk Kelas IVA. ("Jangan mengirim salah ruang!")

Selamat mengikuti UAS-Berjalan ini.



Unsur Liturgi: Votum, Salam, dan Introitus dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok I
Unsur Liturgi: Pengakuan Dosa, Pemberitaan Anugerah, dan Hukum
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok II
Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Kotbah
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok III
Unsur Liturgi: Pengakuan Iman
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok IV
Unsur Liturgi: Doa Syafaat
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok V
Unsur Liturgi: Pemberian Jemaat
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok VI
Unsur Liturgi: Nyanyian dan Paduan Suara
dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab
(Band. J.L.Ch. Abineno, 2000)
Kelompok VII


Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Selasa, 15 Maret 2016

Kelas Pengganti IBD PAK - Pengganti dari Kamis, 31 Maret"16

Kelas Pengganti IBD untuk Jurusan PAK diadakan pada hari Sabtu, 02 April 2016 di Ruang Kuliah STT Abdi Sabda, pukul 07.20 - 09.00 WIB, supaya  KOMTI secara resmi menulis sebuah Surat Izin Pemakaian Ruangan dalam Perkuliahan Pengganti tersebut. Surat Izin tersebut akan ditandatangani oleh KOMTI, dan diketahui (ditandatangani oleh Dosen Pengampu).


Ada pun alasan diadakannya Kelas Pengganti ini, karena Dosen Pengampu IBD ditugaskan oleh STT Abdi Sabda mengikuti "Program HIV/Aids Psychosocial Training for Lecturers in Indonesia" yang dilaksanakan pada tanggal 28-31 Maret 2016 di STT Jakarta.

Mohon kemaklumannya dari saudara-saudara, supaya pelaksanaan Kelas Pengganti tersebut dapat diterima.


Terimakasih.

Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Kelas Bersama Liturgika Teologia (A dan B) Pengganti dari Kamis, 31 Maret"16

Kelas Bersama Liturgika untuk Jurusan Teologia diadakan pada hari Sabtu, 02 April 2016 di Ruang Makan Asrama STT Abdi Sabda, pukul 10.40 - 12.20 WIB, supaya masing-masing KOMTI secara bersama menulis sebuah Surat Izin Pemakaian Ruangan dalam Perkuliahan Bersama tersebut. Surat Izin tersebut akan ditandatangani bersama oleh dua (2) KOMTI, dan diketahui (ditandatangani oleh Dosen Pengampu).


Ada pun alasan diadakannya Kelas Bersama ini, karena Dosen Pengampu IBD ditugaskan oleh STT Abdi Sabda mengikuti "Program HIV/Aids Psychosocial Training for Lecturers in Indonesia" yang dilaksanakan pada tanggal 28-31 Maret 2016 di STT Jakarta.

Mohon kemaklumannya dari saudara-saudara, supaya pelaksanaan Kelas Bersama tersebut dapat diterima.


Terimakasih.

Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Kelas Bersama IBD Teologia (A,B,C, dan D) Pengganti dari Senin, 28 Maret"16

Kelas Bersama IBD untuk Jurusan Teologia diadakan pada hari Sabtu, 02 April 2016 di Ruang Makan Asrama STT Abdi Sabda, pukul 09.00 - 10.40 WIB, supaya masing-masing KOMTI secara bersama menulis sebuah Surat Izin Pemakaian Ruangan dalam Perkuliahn bersama tersebut. Surat Izin tersebut akan ditandatangani bersama oleh empat (4) KOMTI, dan diketahui (ditandatangani oleh Dosen Pengampu).

Ada pun alasan diadakannya Kelas Bersama ini, karena Dosen Pengampu IBD ditugaskan oleh STT Abdi Sabda mengikuti "Program HIV/Aids Psychosocial Training for Lecturers in Indonesia" yang dilaksanakan pada tanggal 28-31 Maret 2016 di STT Jakarta.

Mohon kemaklumannya dari saudara-saudara, supaya pelaksanaan Kelas Bersama tersebut dapat diterima.

Terimakasih.

Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Analisa Ibadah IVB, Senin - Jumat, Setelah UTS Maret - Mei"16 Kampus STT Abdi Sabda

Tugas analisa Ibadah Kampus ini adalah setelah pelaksanaan UTS yang lalu,
01. Ibadah Jumat, 11 Maret 2016, Ibadah Suku - GKPA.
02. Ibadah Senin, 14 Maret 2016, Ibadah Harian Kampus, liturgis, Edy Krisman T, pengkotbah, Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung.
03. Ibadah Jumat, 18 Maret 2016, Ibadah Harian Kampus, liturgis, ...?, pengkotbah,...?

Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Analisa Ibadah IVA, Senin - Jumat, Setelah UTS Maret - Mei"16 Kampus STT Abdi Sabda

Tugas analisa Ibadah Kampus ini adalah setelah pelaksanaan UTS yang lalu,
01. Ibadah Jumat, 11 Maret 2016, Ibadah Suku - GKPA.
02. Ibadah Senin, 14 Maret 2016, Ibadah Harian Kampus, liturgis, Edy Krisman T, pengkotbah, Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung.
03. Ibadah Jumat, 18 Maret 2016, Ibadah Harian Kampus, liturgis, ...?, pengkotbah,...?

Salam
Edward Simon Sinaga, M.Th
NIDN: 2319097201
GKPI - STT ABDI SABDA - MEDAN

Senin, 14 Maret 2016

Nilai-nilai Kemanusiaan Teo. IC - Kelompok VII



Nama                          : Angelica Precilya
                                      Emia Pepayosa Perangin-angin
                                     Joel Pasaribu
                                      Sri Fitriani Siahaan
Tingkat/Jurusan        : I-C/Theology
Mata Kuliah               : Ilmu Budaya Dasar
Dosen                          : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th
Pluralisme dan Reaktualisasi Pancasila

I.                        Pendahuluan
               Di tahun-tahun terakhir ini banyak dibicarakan mengenai pluralisme. Alasannya sederhana yaitu karena pluralisme sedang dalam seerangan. Bagi manusia yang majemuk pluralisme merupakan syarat eksistensinya. Tetapi juga bagi agama-agama pluralistas agama-agama merupakan tantangan. Dalam tulisan ini kami pertama, menyajikan catatan tentang bagaimana pluralisme dapat ditanggapi dari sudut teologi kristiani. Kedua, kami menegaskan bahwa dalam situasi Indonesia sekarang reaktualisasi pancasila sudah sangat mendesak.
Semoga pemaparan ini dapat menambah pengetahuan kita dan berguna dalam pelayanan kita di masa yang akan datang. Tuhan Yesus memberkati

II.                     Pembahasan
2.1          Pandangan Kristiani
               Orang kristiani mesti yakin bahwa Yesus,dan hanya Yesus, adalah “jalan sampai ke Bapa kecuali “ melalui Yesus (bdk. Yo1,6). Dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang oleh nya kita dapat diselamatkan” (Kis. ,12)
Pluralisme dalam arti yang sebenarnnya, sebagai keterbukaan dan kebaikan hati terhadap agam-agama lain dituntut dari umat kristiani.
               Orang katolik mengakui bahwa dalam agama-agama lain juga ada nilai-nilai kebenaran penuh hanya ada dalam Yesus Kristus. Orang yang memandang agama lain jelek seluruhnya tidak mungkin menjadi orang pluralis.
               Eksklusivisme moderat/tak mutlak itu dapat bersama dengan Inklusivisme keselamatan. Yaitu pandangan bahwa orang diluar gereja pun, jadi yang tidak dibaptis, dapat masuk surga.[1] Paul F.Knitter membuka kesadaran kita (islam,kristen,hindu,budha,dll), bahwa kita sebagai manusia menganut agama yang berbeda-beda. Dalam kenyataan itulah topik manusia harus membuka dialog yang menjembatani jarak atau jurang pemisah dalam hal memahami, menerima, menghargai, dan mencintai perbedaan itu. Jauh sebelum Knitter Rannar dan Katolik Roma, pendiri negara Indonesia sudah membangun konsep bersama dalam keberbedaan dan menghargai segala perbedaan (Bhinneka Tunggal Ika).[2]
2.2          Reaktualisasi Pancasila
               Dalam pancasila bangsa Indonesia secara resmi sepakat bahwa dalam kesatuan Negara republik Indonesia semua warga sama saja mejadi warga Negara, dengan kewajiban dan hak-hak yang sama tanpa dibedakan menurut agama.
               Reaktualisasi pancasila lantas berarti bahwa semua  nilai pancasila diaktualisasikan kembali. Tentu yang diaktualisasikan adalah lima sila
1.            Ketuhanan yang maha esa.
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.         persatuan Indonesia
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kibijaksanaan dalam      permusyawaratan dan perwakilan
5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
               Nilai-nilai dasar pancasila yang perlu diaktualaisasi tak lain adalah kesedihan untuk saling menerima dalam kekhasan masing-masing, jadi kesediahan untuk menghormati dan mendukung kemajemukan bangsa dan untuk senantiasa menata kehidupan bangsa ini secara inklusif.
               Maka pluralisme adalah Inti dan dasar kesediaan rakyat nusantara untuk hidup bersama. Pluralisme itu harus dipelajari. Semua harus belajar untuk menerima bahwa masing-masing suku, etnik, pulau/daerah, umat beragama dan kelompok masing-masing umat beragama memiliki indentitas dan kekhasan masing-masing yang meskipun nilai-nilai dasar adalah sama (yaitu nilai-nilai lima sila pancasila), namun mempunyai pandangan berbeda tentang sopan santun bergaul, berpakaian dan tentang bagaimana beragama.
               Salah satu nilai paling penting pluralisme adalah toleransi. Toleransi adalah kesedihan untuk mengakui, bahkan menghargai, keberadaan orang/ kelompok lain dalam keberlainannya. Jadi yang perlu diajarkan kepada generasi muda bangsa (tentu kepada yang tua juga) adalah kesediaan dan kemampuan psikis untuk hidup berdampingan dengan saudara-saudari yang berbeda suku, adapt bangsa ibu, agamannya, atau yang sama agamanya, tetapi berbeda penghayatannya ataupun alirannya.
               Pluralisme memerlukan kemampuan untuk menerima perbedaan, tanpa terus marah-marah dan menyamaratakan semuanya.[3] Mereka tidak bisa menerima kemungkinan bahwa agama bisa saja berbeda, malah bertentangan, dan tidak ada sudut yang dapat digunakan untuk menilai agama.[4]
Maka “aktualisasi nilai-nilai pancasila” bararti melawan tendensi-tendensi yang semakin kuat untuk menyekat-nyekat orang, untuk melarang anak bergaul dengan anak lain agama dan lain suku, maka tidak perlu kikir hati dan merasa iri kalau orang kita sendiri ikut sendiri gembira dengan hari raya orang lain
               Perlu  disadari bahwa bangsa semajemuk Indonesia hanya bisa tetap bersatu apabila semua komponen memang mau bersatu. Tak mungkin mempertahankan persatuan bangsa dengan paksaan. Namun semua komponen hanya akan mau bersatu apabila identitas mereka dihormati dalam Indonesia yang satu itu. Orang tidak perlu melepaskan kekhasan agamannya, budayanya, kesukuanya, untuk menjadi orang Indonesia.indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah milik kita semua,kita dengan segala macam kebhinnekaan.[5]

2.3          Analisa
               Kerukunan umat beragama di Bumi Pancasila menjadi tema seminar nasional yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Selasa (1/6) di Balairung Universitas. Sebagai pembicara pertama Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama menyorot tema dari perspektif pemerintahan. Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan pemerintah dalam upaya menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama. Hal tersebut seperti pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
               Atho juga mengungkapkan bahwa memelihara kerukunan umat beragama adalah tugas kita bersama, dalam hal ini pemerintah dan umat beragama, yang harus terus dilakukan karena kerukunan adalah kondisi dinamis yang setiap saat dapat berubah. Dari perspektif kekristenan, Romo Bernadus S. Mandiatmadja Dosen pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta menggunakan pengalaman hidup berbangsa sebagai titik pangkal pemaparan tema. Pendiri Republik Indonesia telah sepakat membangun masa depan, dalam negara yang tidak berdasarkan agama melainkan Pancasila. Terkait Pancasila, Romo Bernadus mengungkapkan hubungan antar sila yang terkandung didalamnnya. sila kelima yang harus memberi isi kepada sila keempat dan menguatkan sila ketiga sehingga sila kedua mempunyai darah daging yang jelas. “Hanya kalau demikian, kita semua akan mengambil bagian dalam mewujudkan sila pertama dari Pancasila. Itulah dasar kerukunan umat beragama yang harus kita junjung dalam sesi yang dimoderatori oleh Pdt. Izak Y.M. Lattu, S.Si Teol., MA. Menutup pemaparannya, Romo Bernadus mengungkapkan kerukunan umat beragama perlu terus menerus kita usahakan dalam upayanya diberbagai bidang. Fakta pluralitas sebagai suatu keunikan Indonesia disampaikan oleh Prof. Dr. H.M. Amin Abdulah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari situlah kita juga harus menyadari kompleksitas yang akan kita hadapi. Pancasila merupakan alat kita untuk menghadapi kompleksitas tersebut. Fakta pluralitas tidak hanya nampak dalam pluralitas antar agama, antar suku dan antar etnis; tetapi yang paling sulit adalah pluralitas intra agama itu sendiri. Hal ini merupakan salah satu tantangan yang kita hadapi. Amin Abdulah mengungkapkan bahwa ukuran kerukunan umat beragama itu fakta atau fiktif dapat dilakukan dengan membandingkannya dengan negara lain. Dari sudut pandang Budha, disampaikan bahwa kerukunan umat beragama merupakan suatu proses, yang akan terus berlangsung dan tidak ada akhirnya. Bhikku Jotidhammo Mahathera mengungkapkan bahwa kerukunan beragama merupakan kualitas mental manusia yang makin lebih peduli, adil, bersaudara, cinta kasih dan bijaksana. Kualitas hidup seperti itulah yang akan menciptakan kerukunan beragama. Dan dari perspektif Khonghucu, Haksu Tjhie Tjay Ing mengungkapkan bahwa kerukunan beragama adalah suatu misi perjuangan suci bagi seluruh umat beragama.[6]

2.4          Agama, Titik Lemah Bangsa Indonesia?
               Penusukan dan pemukulan terhadap pendeta dan penatua jemaat HKBP Pondok indah timur pada tanggal 12 september yang lalu (2009) merupakan puncak suatu perkembangan yang mulai 12 tahun yang lalu. Selama 12 tahun jemaat yang terdiri atas sekitar 300 umat itu berusaha mendapat tempat untuk beribadat. Sebuah gereja sederhana disegel oleh pemerintah lokal. Oleh karena itu, sejek bulan juli lalu mereka beribadat di bawah kolong langit diatas sebidang tanah yang mereka beli di pinggir ciketing.
               Penusukan itu mendapat perhatian besar dalam media. Bagaimana kelanjutan usaha umat HKBP Pondok indak timur bekasi untuk dapat beribadat di negera berketuhanan-yang-maha-esa kita ini belum jelas waktu tulisan ini dibuat.
               Merosotnya toleransi masyarakat itu menghawatirkan. Masalah rumah ibadat cenderung meracuni hubungan antara umat beragama, meningkatkan ketegangan, dan selalu bisa meledak dalam kekerasan. [7]
2.4.1       Dua Perkembangan Berlawanan
                        Ada kenyataan yang mengherankan. Sebetulnya dalam 15 tahun terakhir
hubungan kristiani-islami jauh lebih akrab. Bukti kesejatian perbaikan hubungan itu adalah waktu konflik itu tidak meluap ke luar daerah dan tidak  dimanfaatkan di jawa atau Sumatra untuk memansakan situasi.
               Organisasi seperti itu sering memberikan dukungan terhadap masyarakat lokal yang menolak pembangunan gereja. Yang berangkali lebih jahat adalah pengaruh hasutan.[8]
2.4.2       Negara
               Yang seharusnya memainkan peranan penting adalah Negara. Negara harusnya membina masyarakat supaya saling menerima. Salah satu prinsip dasar demokrasi adalah zero tolerance terhadap kekerasan. Namun di Negara kita alat Negara tidak berani berhadapan dengan keberingasan atas nama agama. Banyak konflik primordial, bukan hanya yang bernuansa agama, hanya pecah karena administrasi lokal tidak pandai, tidak mampu dengan dungu berpihak pada mayoritas.[9]
  
2.4.3       Analisa
               Memang, dijaman sekarang ini yang namanya agama berada diantara menguat atau bahkan melemah. Menguatnya: agama menjadi benteng ditengah maraknya kehidupan moderenitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai hedonistis dan materialistis. Melemahnya: peran agama semakin kian tergeser oleh kebudayaan yang lebih mengedepankan sekularitas.
               Agama kini, seakan hanya menjadi simbol atau formalitas saja. Orang beragama hanya sebagai indentitas belaka. Contohnya: di negara ini (Indonesia), di KTP itu dicantumkan agamanya apa. Padahal, kalau menurut saya pribadi hal-hal yang demikian, tidak perlulah dibawa ke ranah publik. Sebab, agama itu urusannya sudah masuk urusan privasi. Bahkan banyak orang yang lebih memilih menjadi sekuler saja. Meninggalkan agama. Sebab mungkin, ditengah kehidupan masyarakat yang semakin kritis, mereka menganggap bahwa agama sudah tidak penting lagi               
                Agama hanya simbol formalitas saja. Namun perlu ditekankan, sekuler bukan berarti ateis. Bisa saja orang sekuler itu percaya Tuhan, tapi tidak percaya pada agama. Karena memang, agama kadangkala agama suka jadi akar suatu permasalahan. Contohnya terorisme. Orang bisa jadi teroris itu karena biangnya agama. Atau, orang tega saling bunuh karena masalah beda agama, atau cuma beda paham saja. Kami kira orang yang berani meninggalkan agama itu adalah sebuah pemikiran kritis. Di Barat sendiri, masyarakatnya lebih memilih sekuler daripada beragama. Mungkin menurutnya apa untungnya. Apalagi djaman yang serba mengedepankan rasionalitas begini. Sekularisme saya kira sudah tak bisa kita hindari. Sekuler merupakan produk dari globalisasi.
                Dengan demikian, sekulerisme saya piker akan semakin kuat perannya. Sejauh ini, saya lihat makin banyak orang yang sekuler, meskipun orang itu menolak disebut sekuler. Koruptor, itu juga adalah sekuler. Meskipun orang itu taat beragama atau lainnya, tetap saja, kelakuannya itu dapat disebut sangat sekuler. Melebihi sekulernya orang Barat. Kami sendiri tidak menampik, bahwa dilingkungan sendiri banyak yang sekuler. Saya juga kadang jadi sekuler, meski saya itu beragama. Kita lihat saja kedepan. Apakah agama akan menguat atau melemah.[10]
               Dengan semakin kritis dan rasionalnya pemikiran orang sekarang, agama akan bisa dtinggalkan oleh pemeluknya. Apalagi, kebanyakan agama hanya mengedepankan aspek ritualitas saja. Sementara, orang-orang kini sudah semakin sibuk, dan tidak punya waktu mengurusi urusan begitu. Mungkin orang-orang akan berpikir, agama hanya identitas saja tanpa perbuatan yang nyata.

2.5          Hal Penodaan Agama : Beberapa Catatan
               Beberepa pertimbangan menganai itu istilah kunci dalam pasal 1dan  UU No. 1/PNPS/1965. Istilah itu adalah “penodaan agama”,”penafsiran dan kegiatan menyimpang dari pokok-pokok ajaran suatau agama” dan, sebagai latar belakang persoalan,”kebebasan beragama”.

2.5.1             Penodaan Agama
               Penodaan agama adalah tindakan lahiriah (= bukan hanya pikiran) yang diambil dengan maksud (mens rea) untuk menjelaskan/menghina/mengotori/memperlakukan tidak dengan hormat yang semestinya suatu agama, tokoh-tokoh agama, symbol-simbolnya, ajarannya, itusnya, ibadatnya, rumah ibadatnya, dan lain-lain yang juga bisa diperlakukan sebagai penodaan agama-meskipun tidak semua setuju- adalah sebuah instalasi seni yang oleh sebagaian masyarakat lokal dirasakan sebagai penghinaan agama jelas dan kasar meskipun seniman yang bersangkutan mengatakan bahwa maksudnya tidak demikian (ada dua kasus yang diramaikan dalam depana tahun terkhir; yang satu sebuah instalasi di Freiburg/Jerman tempat yesus ada di salib, telanjang bulat dan alat kelamin terereksi yang satunya adalah instalasi salib dengan kodok tersalib di Italia). Yang tidak temasuk penodaaan agama adalah apabila seseorang, atau sekelompok orang mempercayai sesuatu, atau melakukan suatu praktik keagamaan, atau mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai atau bertentangan dengan pokok ajaran/keyakinan/ritus agama lain.
               Yang penting disini adalah prinsipnya bahwa hanya berbeda keyakinan/ajaran/praktik keagamaan dengan sendirinya tidak merupakan penghinaan/penodaan.
               Contoh:di lingkup Kristiani ada Saksi Yehowa. Saksi yehowa oleh 98% semua gereja ada aliran Kristiani di dunia anggap sudah diluar Kekristenan karena mereka mereka menolak Ketuhanan Yesus padahal Saksi Yehowa sendiri menganggap diri mereka sebagai Kristiani yang benar (dan gereja-gereja lain sesat), fakta bahwa mereka menolak berdasarkan kitab suci yang sama (perjanjian baru)., inti kepercayaan kristiani menganggu dan barangkali menjengkelkan mayoritas umat kristiani, tetapi tidak merupakan penghinaan atau penodaan.[11]
2.5.2             Penafsiran atau Kegiatan Menyimpang dari Pokok-Pokok                                             Ajaran Agama
               Menyimpang berarti menyimpang dari jalan yang benar istilah menyimpang adalah istilah relatif. Artinya, yang memakai kata menyimpang adalah pihak yang merasa benar. Dan sebaliknya bagi mereka yang disebut “menyimpang”, mereka yang tadinya menganggap diri benar itulah yang menyimpang, dan mereka sendirilah yang benar. Istilah yang objektif, objektif dalam arti tidak berpihak pada satu dari dua kelompok itu, adalah “berbeda”. Istilah “menyimpang” dengan sendirinya berpihak. Itu mempunyai dua implikasi. Pertama, kata “menyimpang” hanya dapat dipakai oleh “orang dalam “, sedangkan bagi “orang luar” yang nyata adalah “perbedaan”. Contoh Gereja Katolik boleh menyatakan ajatran saksi yehowa sebagai “menyimpang” dari ajaran Kristiani, sedangkan sedangkan orang luar tidak dapat menyatakan demikian; ia hanya dapat menyatakan bahwa ajaran kristianitas saksi yehowa amat berbeda dari ajaran Gereja Katolik. Dan juga belaku: saksi yehowa dapat menyatakan Gereja Katolik “menyimpang”
               Satu-satunya yang secara objektif dapat menilai mana yang benar adalah Allah sendiri dan setiap orang/lembaga manusia yang mengklaim bahwa dapat secara objektif.[12]
2.5.3       Hal Kebebasan Beragama
               Pertimbangan di atas menunjukkan bahwa penilaian bahwa “suatu ajaran penafsiran menyimpang dari pokok-pokok ajaran suatu agama” tidak ada dalam kompetensi Negara. Hakikat kebebasan beragama adalah pengakuan bahwa setiap orang berhak untuk meyakini serta untuk hidup, beribadat dan berkomunikasi, sesuai dengan apa yang diyakini sebagai panggilan /tuntunan Tuhan/ yang mutlak. Inti kebebasan agama adalah kewajiban mutlak setiap orang untuk taat kepada apa yang disadarinya sebagai tuntutan Allah.
               Kebebasan beragama jelas tidak terbatas. Dan juga jelas apa yang merupakan batas kebebasan beragama. Batas itu adalah hak-hak yang lain, lalu tata tertib dan kesulitan menurut apa yang umum berlaku dalam masyarakat itu. Misalnnya tidak ada orang berhak menganggu orang lain atas nama agamannya sendiri.
               Kebebasan beragama sama sekali tidak dapat dibatasi atas dasar bahwa ada orang/ kelompok/ umat yang lain tidak menyetujui ajaran/ibadat mereka, entah  mereka yang tidak setuju merupakan mayoritas atau minoritas. Justru itulah inti kebebasan beragama bahwa pihak lain tidak berhak mencampuri kayakinan/kegiatan religius seseorang/sekelompok orang.
               Kesimpulannya ialah bahwa tidak ada hak Negara untuk memberi label “menyimpang” entah dia itu “sempalan”, tentu, secara pragmatis nama suatu gereja, misalnya nama  zaman sekarang kita melihat suatu gerakan puritanisme dalam agama-agama yang mau menyingkirkan/memusnahkan terekat-terekat itu atas nama kemurniaan agama. Puritanisme itu tidak boleh diberu ruang.[13]

2.5.4       Analisa
               Di Inggris, hukum penodaan agama spesifik ditujukan pada penodaan agama Kristen. Seperti yang terjadi tahun 2007, ketika kelompok fundamentalis Christian Voice melakukan percobaan penuntutan terhadap BBC atas penayangan acara Jerry Springer Show, sebuah acara yang menayangkan opera yang menggambarkanYesus, berpakaian bayi, dan dinyatakan sedikit gay. Tuntutan ditolak oleh hakim tingkat pertama dan tinggi. Hakim berpendapat bahwa hukum penodaan ini tidak dapat digunakan pada suatu produksi pertunjukan teater. Adapun penuntutan oleh UU No 3 Semua informasi pada bagian ini diambil dari Wikipedia Encyclopedia, penodaan yang berhasil terjadi pada tahun 1977, dalam kasus Whitehouse melawan Lemon, ketika Denis Lemon (editor Gay News) dinyatakan bersalah. Surat kabarnya mempublikasikan puisi James Kirkup berjudul “The Love that Dares to Speak its Name” yang dianggap menodai Kristus dan kehidupannya.Lemon didenda £500 dan diberikan penangguhan hukuman penjara 9 bulan.
               Pada tahun 2002 puisi yang sama sengaja dibacakan di depan umum di depan tangga gereja Trafalgar Square, tetapi tidak ada penuntutan. Orang terakhir di Inggris yang dikenai pidana penjara karena penodaan agama ialah John William Gatt, pada 9 Desember 1921.
               Pada Maret 2008, dilakukan amandemen terhadap UU tentang Pengadilan Kriminal dan Imigrasi yang menghapuskan ketentuan tentang pencegahan penodaan dan pencemaran di Inggris dan Wales. Keputusan penghapusan ini mendapat persetujuan kerajaan pada 8 Mei 2008.
               Di Amerika Serikat tidak ada UU yang melarang penodaan agama, karena pengaturan seperti itu akan melanggar Konstitusi Amerika Serikat. Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat menyatakan:
"Kongres tidak boleh membuat hukum tentang sebuah kelembagaan agama,atau melarang pengamalannya, atau menghalangi kebebasan berbicara, atau kebebasan pers....".    
               Meskipun demikian, Amerika Serikat dan beberapa negara bagiannya memberikan hukuman pidana yang lebih berat kepada kejahatan yang dilakukan terhadap seseorang karena agama yang dipeluknya. Misalnya, Bagian 3A1.1 dalam The 2009 United States Sentencing Guidelines menyatakan bahwa: "Jika penemu fakta di persidangan atau, pengadilan menentukan tanpa keraguan bahwa terdakwa sengaja memilih korban kejahatannya atau properti sasarannya karena warna kulit, ras, agama, kebangsaan, etnis, jenis kelamin, kecacatan, atau orientasi seksual tertentu, maka pengadilan perlu memperberat hukumannya.”                     
               Mendefinisikan “penodaan agama” sebagai penafsiran dan kegiatan dari pokok-pokok ajaran suatu agama” adalah salah dan menjadi dasar pengrangkengan kebebasan beragama. Kita hanya boleh bicara tentang penodaan, saat ada  maksud untuk menoda, sekurang-kurangan, saat ajaran dan ritus suatu agama dijelek-jelekan. Orang bebas mempercayai, serta beribadat sesuai dengan kepercayaanya itu, sesuatu yang ditolak oleh agama/aliran agama lain.[14]        
2.6          Kekerasan Atas Nama Agama
               Kekerasan bisa terjadi karena pelbagai alasan. Misalnya karena emosi, misalnya mau membalas dendam. Kekerasan juga salah satu cara penyelesaian konflik. Konflik kepentingan- yang tidak bisa selalu dihindari: manusia hidup dalam situasi kelangkaan di mana objek kebuthan dan kepentingan satu pihak bisa bertabrakan dengan yang satunya. Kalau konflik di slelsaikan dengan kekerasan, yang menang bukan yang benar, melainkan yang lebuh kuat. Sudah sejak .000 Tahun umat manusia menemukan cara yang lebih beradab dan terutama lebih efektif, yaitu hukum. Hukum mengatur menyelesaikan konflik secara objektif dan rasional. Objektif karena perbedaan kekuatan tidak memainkan peranan, melainkan masalah sendiri manjadi tolak ukur. Dan rasional, karena cara pemecahan berdasarkan pertimbangan yang dapat dipahami dan ditanggapi, jadi pemecahan konflik objektif, sesuai dengan situasi; kalau hukum berlaku, maka konflik tidak ditentukan oleh kekuatan pukul mereka yang bersangkutan, melainkan secara masuk akal.
               Berikut ini kami akan membahas dua macam kekerasan atas nama agama: kekerasan komunal dan kekerasan bermotivasi agama.[15]
2.6.1       Kekerasan Komunal
               Kekerasan komunal dimaksud konflik-konflik di antara komunitas-komunitas yang ciri khasnya bersifat di antara komunitas-komunitas yang cirri khasnya bersifat kesukuan regional, kebudayaan, atau agama. Misalnya konflik di maluku dan poso pada permulaan abad ini khas konflik komunal
               Konflik komunal terjadi kalau suatu konflik antara individu atau beberapa orang melibatkan komunitas primordial tempat individu atau orang-orang itu menjadi anggotanya.
               Konflik komunal berciri agama jarang berkaitan dengan ekstremisme dan radikalisme religius, melainkan biasannya dengan perasaan solidaritas berdasarkan keumatan.
               Latar belakang konflik-konflik komunal adalah situasi tertekan,terancam, persaingan keras- misalnya para pendatang terasa lebih terampil dan bekerja lebih keras sehingga penduduk asli merasa tersingkir. Ada kecenderungan dalam masyarakat untuk segera bereaksi secara kekerasan (yang sendiri merupakan tanda ketidakmantapan psikis), ada perasaan adanya ketidak adailan dan penindasan oleh aparatur Negara, tekanan karena transformasi raksasa yang dialami masyarakat dalam transisi ke masyarakat modern-global, frustasi bahwa orang lain maju dan kita sendiri tetap tertinggalan
               Keluar dari sikap yang negatif ke sikap yang positif sangat tidak gampang, tetapi bagaimana kita dapat mengharapan toleransi dan perdamaian dalam masyarakat majemuk kalau pada tokoh dan panutan agama sendiri tidak mempeloporinya.[16]
2.6.2       Kekerasan Bermotivasi Agama
               Kekerasan bermotivasi agama adalah keekrasan yang paling mengkhawatirkan dan juga mengerikan dalam sejarah , menindas, menupas meniadakan mereka yang berkeyakinan lain. Kristianitas mengenal kekerasan itu sejak abad pertengahan. Ajaran-ajaran yang disebut sesat ditindas dengan kejam, misalnya kaum Albigens dan kaum waldens.
               Pecahnya Protestanisme di abad ke-16 melahirkan pelbagaian penindasan maupun perang antara pelbagai aliran kristiani yang memerang sering tercampur dengan kepentingan politik.
               Goncangan-goncangan perubahan sosial, kultural politik, dan ekonomi abad ke-20, serta warisan ideologi-ideologi sekular barat (terutama tiga: nasionalisme keras, komunisme dan fasisme-nasionalsosialisme) membawa asia, afrika,dan Amerika latin.
               Kekerasan itu amat memalukan dan dipakai oleh kaum ateis untuk menarik kesimpulan bahwa agama adalah malapetaka bagi manusia.
               Harus dikatakan bahwa dalam segi ini situasi di Indonesia semakin memburuk. Dari situasi terhormat saat semua pihak bersedia menghormati kebebasan beragama dan menujukkan toleransi, kita sejak 20 tahun semakin merasakan suasana yang bernapaskan intoleransi, kepicikan, kebencian, dan  kekejaman atas nama agama.
               Sikap barbar tak berbudaya ia Taliban yang mau menghancurkan budaya bangsa atas nama keagamaan yang picik tidak boleh dibicarakan dan tidak boleh dianggap sepele. Mereka harus secara keras diprotes dan dipermalukan sebgai barbar dan orang-orang primitif. Kekuatan-kekuatan mayoritas moderat/mainstream semua agam tidak boleh dia saja, mereka harus bersatu untuk menghentikan tindakan barbar.[17]

2.6.3       Analisa
               Pemerintah Indonesia gagal melindungi kaum minoritas dari kekerasan dan intoleransi atas nama agama, menurut laporan Human Rights Watch hari ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus tegas dan minta zero tolerance terhadap siapapun yang main hakim sendiri atas nama agama.
               Naiknya kekerasan terhadap minoritas agama—dan kegagalan pemerintah bersikap tegas—melanggar UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama, maupun hukum internasional. Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang diratifikasi Indonesia pada 2005, menetapkan, “Orang-orang yang tergolong dalam kelompok minoritas tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama anggota kelompok lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri.”
               Setara Institute, lembaga yang memantau kebebasan beragama di Indonesia, melaporkan naiknya kekerasan pada minoritas agama, dari 244 pada 2011 jadi 264 pada 2012. Wahid Institute, kelompok sipil lain yang juga berbasis di Jakarta, mendokumentasikan 92 pelanggaran kebebasan beragama dan 184 peristiwa intoleransi agama pada 2011, naik dari 64 pelanggaran dan 134 peristiwa intoleransi pada 2010.
               Presiden Yudhoyono harus mendukung kebebasan beragama sebagai prinsip pemerintahannnya, dan memastikan para pejabat pemerintah untuk tidak mempromosikan pelanggaran terhadap minoritas agama, lembaga-lembaga donor untuk Indonesia harus mengambil sikap bahwa kegagalan membela kebebasan beragama sebagai masalah mendesak.[18]

2.6.4       Perlu Penyembuhan
               Kekerasan oleh orang-orang beragama dan atasa nama agama bagi kita semua menjadi tantangan. Kekerasan itu tanda bahwa dalam masyarakat ada sesuatu yang sakit sehingga perlu penyembuhan. Kemampuan untuk bertoleransi perlu dibangun kembali. Perlu kita bangun kesadaran bahwa Allah menuntut abdi-abdinya agar mereka membawa diri secara beradab. Perlu kita sepakati bahwa konfli-konflik tidak boleh diselesaikan dengan cara kekerasan. Memiliki kekerasan atas nama agama sebenarnya membantah pesan keagamaan itu sendiri karenakekerasan berarti bahwa seseorang, atau sekelompok orang menemptkan diri di tempat Allah. Keagamaan yang sejati adalah rendah hati dan menyerahkan penilaiannya akhir kepada sang pencipta. Agama hanya mutu apabila sepenuhnya menghormati kebebasan beragama karena manusia hanya dapat menyembah ya ng IIahi dari lubuh hatinya yang bebas.[19]

III.                  Refleksi Theologis
               Kami mengambil refleksi thologis dari Kolose 3:12-13, Karena itu ,sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihani-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.
               Dari ayat ini kita dapat berefleksi bahwasannya, sebagai anak-anak Kerajaan Allah kita harus menunjukkan sikap sebagai umat-umat pilihanya yang tidak  menaruh dendam terhadap yang lain, tetapi biarlah buah-buah roh berdiam dalam hati kita. Agar tercipta Syalom di tengah-tengah bangsa kita.
               Kemudian kami mengambil refleksi theologis dari Bilangan 14:42, Janganlah maju, sebab Tuhan tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan musuhmu. Melalui ayat ini kita dapat mengambil makna,bahwa Tuhan yang akan melihat setiap perlakuan orang lain terhadap kita,. Kita tidak ada hak untuk menghadapi musuh yang menghampiri kitaa, karena pasti kita akan dikalahkan sebab kita tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkannya. Tetapi melalui Tuhanlah, Tuhan berkarya terhadap musuh yang menghalau kita.
IV.                  Kesimpulan   
                Perlu  disadari bahwa bangsa semajemuk Indonesia hanya bisa tetap bersatu apabila semua komponen memang mau bersatu. Tak mungkin mempertahankan persatuan bangsa dengan paksaan. Namun semua komponen hanya akan mau bersatu apabila identitas mereka dihormati dalam Indonesia yang satu itu. Orang tidak perlu melepaskan kekhasan agamannya, budayanya, kesukuanya, untuk menjadi orang Indonesia.indonesia adalah bhinneka tunggal ika. Indonesia adalah milik kita semua,kita dengan segala macam kebhinnekaan.
                Keluar dari sikap yang negatif ke sikap yang positif sangat tidak gampang, tetapi bagaimana kita dapat mengharapan toleransi dan perdamaian dalam masyarakat majemuk kalau pada tokoh dan panutan agama sendiri.
                Kemampuan untuk bertoleransi perlu dibangun kembali. Perlu kita bangun kesadaran bahwa Allah menuntut abdi-abdinya agar mereka membawa diri secara beradab. Perlu kita sepakati bahwa konflik-konflik tidak boleh diselesaikan dengan cara kekerasan.

V.                     Daftar Pustaka
Sumber Buku
               Knitter,Paul.F, Satu Bumi Banyak Agama, Jakarta:BPK-GM,2012..
               Suseno,F.M, Agama dan Pluralisme.
               Catatan Akademik, Analisa Dosen mengenai Agama dan                                                        Masyarakat,2015.
               Sumber Elektronik
                        http//Penodaan Agama.com, diunduh 15 Maret 2016, 09.00
          http//Peradaban Agama Di Indonesia.com, diunduh 15 Maret 2016, 08.45
          http// http//Kekerasan Beragama.com, diunduh 15 Maret 2016,10.00
                        http//Seminar  Nasional Universitas Satya Wacana.com, diunduh 15 Maret             2016, 08.30


                [1] F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,104-105.
                [2] Catatan Akademik, Analisa Dosen mengenai Agama dan Masyarakat,2015.
                [3]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,105-106.
                [4] Paul  F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, (Jakarta:BPK-GM,2012),62.
                [5] F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,105-106.
                [6] http//Seminar  Nasional Universitas Satya Wacana.com, diunduh 15 Maret 2016, 08.30
                [7]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,131-132.
                [8]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,131-132.
                [9]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,133-134.
                [10] http//Peradaban Agama Di Indonesia.com, diunduh 15 Maret 2016, 08.45
                [11]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,135-136.
                [12] F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,137-138.
                [13]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,138-139.
                [14] http//Penodaan Agama.com, diunduh 15 Maret 2016, 09.00
                [15] F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,148-149
                [16]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,148-149
                [17]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,150-152..
                [18] http// Kekerasan Beragama.com, diunduh 15 Maret 2016,10.00
                [19]  F.M.Suseno, Agama dan Pluralisme,153.