Nama :
Angelica Precilya
Emia Pepayosa Perangin-angin
Joel Pasaribu
Sri Fitriani Siahaan
Tingkat/Jurusan : I-C/Theology
Mata Kuliah : Ilmu
Budaya Dasar
Dosen :
Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th
Pluralisme dan Reaktualisasi Pancasila
I.
Pendahuluan
Di tahun-tahun terakhir ini banyak dibicarakan
mengenai pluralisme. Alasannya sederhana yaitu karena pluralisme sedang dalam
seerangan. Bagi manusia yang majemuk pluralisme merupakan syarat
eksistensinya. Tetapi juga bagi agama-agama pluralistas agama-agama merupakan tantangan.
Dalam tulisan ini kami
pertama, menyajikan catatan tentang bagaimana pluralisme dapat ditanggapi dari
sudut teologi kristiani. Kedua, kami menegaskan bahwa dalam situasi
Indonesia sekarang reaktualisasi pancasila sudah sangat mendesak.
Semoga pemaparan ini dapat
menambah pengetahuan kita dan berguna dalam pelayanan kita di masa yang akan
datang. Tuhan Yesus memberkati
II.
Pembahasan
2.1 Pandangan Kristiani
Orang kristiani mesti yakin bahwa Yesus,dan hanya Yesus, adalah “jalan sampai ke Bapa kecuali “ melalui Yesus (bdk. Yo1,6). Dan tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang oleh nya kita dapat diselamatkan”
(Kis. ,12)
Pluralisme dalam arti yang sebenarnnya, sebagai keterbukaan dan kebaikan
hati terhadap agam-agama lain dituntut dari umat kristiani.
Orang katolik
mengakui bahwa dalam agama-agama lain juga ada nilai-nilai kebenaran penuh
hanya ada dalam Yesus Kristus. Orang yang memandang agama
lain jelek seluruhnya tidak mungkin menjadi orang pluralis.
Eksklusivisme
moderat/tak mutlak itu dapat bersama dengan Inklusivisme keselamatan. Yaitu
pandangan bahwa orang diluar gereja pun, jadi yang tidak dibaptis, dapat masuk
s
urga.
Paul F.Knitter membuka kesadaran kita
(islam,kristen,hindu,budha,dll), bahwa kita sebagai manusia menganut agama yang
berbeda-beda. Dalam kenyataan itulah topik manusia harus membuka dialog yang
menjembatani jarak atau jurang pemisah dalam hal memahami, menerima,
menghargai, dan mencintai perbedaan itu. Jauh sebelum Knitter Rannar dan
Katolik Roma, pendiri negara Indonesia sudah membangun konsep bersama dalam
keberbedaan dan menghargai segala perbedaan (Bhinneka Tunggal Ika).
2.2 Reaktualisasi Pancasila
Dalam pancasila
bangsa Indonesia secara resmi sepakat bahwa dalam kesatuan Negara republik
Indonesia semua warga sama saja mejadi warga Negara, dengan kewajiban dan
hak-hak yang sama tanpa dibedakan menurut agama.
Reaktualisasi pancasila lantas
berarti bahwa semua nilai pancasila
diaktualisasikan kembali. Tentu yang diaktualisasikan adalah lima sila
1.
Ketuhanan yang maha esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kibijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai dasar pancasila yang perlu
diaktualaisasi tak lain adalah kesedihan untuk saling menerima dalam kekhasan
masing-masing, jadi kesediahan untuk menghormati dan mendukung kemajemukan
bangsa dan untuk senantiasa menata kehidupan bangsa ini secara inklusif.
Maka pluralisme adalah Inti dan dasar kesediaan
rakyat nusantara untuk hidup bersama. Pluralisme itu harus dipelajari. Semua
harus belajar untuk menerima bahwa masing-masing suku, etnik, pulau/daerah, umat
beragama dan kelompok masing-masing umat beragama memiliki indentitas dan
kekhasan masing-masing yang meskipun nilai-nilai dasar adalah sama (yaitu
nilai-nilai lima sila pancasila), namun mempunyai pandangan berbeda tentang sopan
santun bergaul, berpakaian dan tentang bagaimana beragama.
Salah satu
nilai paling penting pluralisme adalah toleransi. Toleransi adalah kesedihan
untuk mengakui, bahkan menghargai, keberadaan orang/ kelompok lain dalam keberlainannya. Jadi yang perlu diajarkan kepada generasi muda bangsa (tentu kepada yang tua juga)
adalah kesediaan dan kemampuan psikis untuk hidup berdampingan dengan
saudara-saudari yang berbeda suku, adapt bangsa ibu, agamannya, atau yang sama
agamanya, tetapi berbeda penghayatannya ataupun alirannya.
Pluralisme memerlukan kemampuan untuk menerima
perbedaan, tanpa terus marah-marah dan menyamaratakan semuanya.
Mereka tidak bisa menerima kemungkinan
bahwa agama bisa saja berbeda, malah bertentangan, dan tidak ada sudut yang
dapat digunakan untuk menilai agama.
Maka “aktualisasi nilai-nilai pancasila” bararti melawan
tendensi-tendensi yang semakin kuat untuk menyekat-nyekat orang, untuk melarang
anak bergaul dengan anak lain agama dan lain suku, maka tidak perlu kikir hati
dan merasa iri kalau orang kita sendiri ikut sendiri gembira
dengan hari raya orang lain
Perlu
disadari bahwa bangsa s
emajemuk Indonesia hanya bisa tetap bersatu
apabila semua komponen memang mau bersatu. Tak mungkin mempertahankan persatuan
bangsa dengan paksaan. Namun semua komponen hanya akan mau bersatu apabila identitas
mereka dihormati dalam Indonesia yang satu itu. Orang tidak perlu melepaskan
kekhasan agamannya, budayanya, kesukuanya, untuk menjadi orang
Indonesia.indonesia adalah
Bhinneka
Tunggal
Ika. Indonesia adalah milik kita semua,kita
dengan segala macam kebhinnekaan.
2.3 Analisa
Kerukunan umat beragama di Bumi Pancasila menjadi tema seminar nasional yang
diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW), Selasa (1/6) di Balairung Universitas. Sebagai pembicara pertama Prof. Dr. H.M.
Atho Mudzhar, MSPD Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama menyorot
tema dari perspektif pemerintahan. Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan
pemerintah dalam upaya menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama. Hal
tersebut seperti pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
Atho juga
mengungkapkan bahwa memelihara kerukunan umat beragama adalah tugas kita
bersama, dalam hal ini pemerintah dan umat beragama, yang harus terus dilakukan
karena kerukunan adalah kondisi dinamis yang setiap saat dapat berubah.
Dari
perspektif kekristenan, Romo Bernadus S. Mandiatmadja Dosen pada Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara Jakarta menggunakan pengalaman hidup berbangsa sebagai
titik pangkal pemaparan tema. Pendiri Republik Indonesia telah sepakat
membangun masa depan, dalam negara yang tidak berdasarkan agama melainkan
Pancasila.
Terkait Pancasila, Romo Bernadus mengungkapkan hubungan antar
sila yang terkandung didalamnnya. sila kelima yang harus memberi isi kepada
sila keempat dan menguatkan sila ketiga sehingga sila kedua mempunyai darah
daging yang jelas.
“Hanya kalau demikian, kita semua akan
mengambil bagian dalam mewujudkan sila pertama dari Pancasila. Itulah dasar
kerukunan umat beragama yang harus kita junjung dalam sesi yang dimoderatori
oleh Pdt. Izak Y.M. Lattu, S.Si Teol., MA. Menutup pemaparannya, Romo Bernadus
mengungkapkan kerukunan umat beragama perlu terus menerus kita usahakan dalam
upayanya diberbagai bidang.
Fakta pluralitas sebagai suatu
keunikan Indonesia disampaikan oleh Prof. Dr. H.M. Amin Abdulah Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari situlah kita
juga harus menyadari kompleksitas yang akan kita hadapi. Pancasila merupakan
alat kita untuk menghadapi kompleksitas tersebut.
Fakta pluralitas tidak
hanya nampak dalam pluralitas antar agama, antar suku dan antar etnis; tetapi
yang paling sulit adalah pluralitas intra agama itu sendiri. Hal ini merupakan
salah satu tantangan yang kita hadapi. Amin Abdulah mengungkapkan bahwa ukuran
kerukunan umat beragama itu fakta atau fiktif dapat dilakukan dengan
membandingkannya dengan negara lain.
Dari sudut pandang Budha, disampaikan
bahwa kerukunan umat beragama merupakan suatu proses, yang akan terus
berlangsung dan tidak ada akhirnya. Bhikku Jotidhammo Mahathera mengungkapkan
bahwa kerukunan beragama merupakan kualitas mental manusia yang makin lebih
peduli, adil, bersaudara, cinta kasih dan bijaksana. Kualitas hidup seperti
itulah yang akan menciptakan kerukunan beragama. Dan dari perspektif Khonghucu,
Haksu Tjhie Tjay Ing mengungkapkan bahwa kerukunan beragama adalah suatu misi
perjuangan suci bagi seluruh umat beragama
.
2.4 Agama, Titik Lemah Bangsa Indonesia?
Penusukan dan pemukulan terhadap pendeta dan
penatua jemaat HKBP Pondok indah timur pada tanggal 12 september yang
lalu (2009) merupakan puncak suatu perkembangan yang mulai 12 tahun yang lalu.
Selama 12 tahun jemaat yang terdiri atas sekitar 300 umat itu berusaha mendapat
tempat untuk beribadat. Sebuah gereja sederhana disegel oleh pemerintah lokal.
Oleh karena itu, sejek bulan juli lalu mereka beribadat di bawah kolong langit
diatas sebidang tanah yang mereka beli di pinggir ciketing.
Penusukan
itu mendapat perhatian besar dalam media. Bagaimana kelanjutan usaha umat HKBP
Pondok indak timur bekasi untuk dapat beribadat di negera
berketuhanan-yang-maha-esa kita ini belum jelas waktu tulisan ini dibuat.
Merosotnya
toleransi masyarakat itu menghawatirkan. Masalah rumah ibadat cenderung
meracuni hubungan antara umat beragama, meningkatkan ketegangan, dan selalu
bisa meledak dalam kekerasan.
2.4.1 Dua Perkembangan Berlawanan
Ada kenyataan yang
mengherankan. Sebetulnya dalam 15 tahun terakhir
hubungan kristiani-islami jauh lebih akrab. Bukti kesejatian perbaikan hubungan itu adalah waktu konflik itu
tidak meluap ke luar daerah dan tidak
dimanfaatkan di jawa atau Sumatra untuk memansakan situasi.
Organisasi seperti
itu sering memberikan dukungan terhadap masyarakat lokal yang men
olak pembangunan gereja. Yang berangkali
lebih jahat adalah pengaruh hasutan.
2.4.2 Negara
Yang seharusnya
memainkan peranan penting adalah Negara. Negara harusnya membina masyarakat
supaya saling menerima. Salah satu prinsip dasar demokrasi adalah
zero tolerance
terhadap kekerasan. Namun di Negara kita alat Negara tidak berani berhadapan
dengan keberingasan atas nama agama. Banyak konflik primordial, bukan hanya
yang bernuansa agama, hanya pecah karena administrasi lokal tidak pandai, tidak
mampu dengan dungu berpihak pada mayoritas.
2.4.3 Analisa
Memang, dijaman
sekarang ini yang namanya agama berada diantara menguat atau bahkan melemah.
Menguatnya: agama menjadi benteng ditengah maraknya kehidupan moderenitas yang
menjunjung tinggi nilai-nilai hedonistis dan materialistis. Melemahnya: peran
agama semakin kian tergeser oleh kebudayaan yang lebih mengedepankan
sekularitas.
Agama
kini, seakan hanya menjadi simbol atau formalitas saja. Orang beragama hanya
sebagai indentitas belaka. Contohnya: di negara ini (Indonesia), di KTP itu
dicantumkan agamanya apa. Padahal, kalau menurut saya pribadi hal-hal yang
demikian, tidak perlulah dibawa ke ranah publik. Sebab, agama itu urusannya
sudah masuk urusan privasi. Bahkan banyak orang yang lebih memilih menjadi
sekuler saja. Meninggalkan agama. Sebab mungkin, ditengah kehidupan masyarakat
yang semakin kritis, mereka menganggap bahwa agama sudah tidak penting lagi
Agama
hanya simbol formalitas saja. Namun perlu ditekankan, sekuler bukan berarti
ateis. Bisa saja orang sekuler itu percaya Tuhan, tapi tidak percaya pada
agama. Karena memang, agama kadangkala agama suka jadi akar suatu permasalahan.
Contohnya terorisme. Orang bisa jadi teroris itu karena biangnya agama. Atau,
orang tega saling bunuh karena masalah beda agama, atau cuma beda paham saja. Kami kira orang yang berani meninggalkan
agama itu adalah sebuah pemikiran kritis. Di Barat sendiri, masyarakatnya lebih
memilih sekuler daripada beragama. Mungkin
menurutnya apa untungnya. Apalagi djaman yang serba mengedepankan rasionalitas
begini. Sekularisme saya kira sudah tak bisa kita hindari. Sekuler merupakan
produk dari globalisasi.
Dengan
demikian, sekulerisme saya piker akan semakin kuat perannya. Sejauh ini, saya
lihat makin banyak orang yang sekuler, meskipun orang itu menolak disebut
sekuler. Koruptor, itu juga adalah sekuler. Meskipun orang itu taat beragama
atau lainnya, tetap saja, kelakuannya itu dapat disebut sangat sekuler.
Melebihi sekulernya orang Barat.
Kami
sendiri tidak menampik, bahwa dilingkungan sendiri banyak yang sekuler. Saya
juga kadang jadi sekuler, meski saya itu beragama. Kita lihat saja kedepan.
Apakah agama akan menguat atau melemah.
Dengan semakin kritis dan rasionalnya pemikiran
orang sekarang, agama akan bisa dtinggalkan oleh pemeluknya. Apalagi, kebanyakan
agama hanya mengedepankan aspek ritualitas saja. Sementara, orang-orang kini
sudah semakin sibuk, dan tidak punya waktu mengurusi urusan begitu. Mungkin
orang-orang akan berpikir, agama
hanya identitas saja tanpa perbuatan yang nyata.
2.5 Hal Penodaan Agama : Beberapa Catatan
Beberepa
pertimbangan menganai itu istilah kunci dalam pasal 1dan UU No. 1/PNPS/1965. Istilah itu adalah
“penodaan agama”,”penafsiran dan kegiatan menyimpang dari pokok-pokok ajaran
suatau agama” dan, sebagai latar belakang persoalan,”kebebasan beragama”.
2.5.1
Penodaan Agama
Penodaan agama adalah tindakan lahiriah (=
bukan hanya pikiran) yang diambil dengan
maksud (mens rea) untuk menjelaskan/menghina/mengotori/memperlakukan tidak
dengan hormat yang semestinya suatu agama, tokoh-tokoh agama, symbol-simbolnya,
ajarannya, itusnya, ibadatnya, rumah ibadatnya, dan lain-lain yang juga bisa
diperlakukan sebagai penodaan agama-meskipun tidak semua setuju- adalah sebuah instalasi seni yang oleh sebagaian
masyarakat lokal dirasakan sebagai penghinaan agama jelas dan kasar meskipun
seniman yang bersangkutan mengatakan bahwa maksudnya tidak demikian (ada dua
kasus yang diramaikan dalam depana tahun terkhir; yang satu sebuah instalasi di
Freiburg/Jerman tempat yesus ada di salib, telanjang
bulat dan alat kelamin terereksi yang satunya adalah instalasi salib dengan
kodok tersalib di Italia). Yang
tidak temasuk penodaaan agama adalah apabila seseorang, atau sekelompok orang
mempercayai sesuatu, atau melakukan suatu praktik keagamaan, atau mengajarkan sesuatu yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan pokok ajaran/keyakinan/ritus agama lain.
Yang
penting disini adalah prinsipnya bahwa hanya berbeda keyakinan/ajaran/praktik keagamaan dengan
sendirinya tidak merupakan penghinaan/penodaan.
Contoh:di lingkup
Kristiani ada
Saksi
Yehowa. Saksi yehowa oleh 98% semua gereja ada aliran
Kristiani di dunia anggap sudah diluar
Kekristenan karena mereka mereka
menol
ak
Ketuhanan
Yesus padahal
Saksi
Yehowa sendiri menganggap
diri mereka sebagai
Kristiani
yang benar (dan gereja-gereja lain sesat), fakta bahwa mereka menolak
berdasarkan kitab suci yang sama (perjanjian baru)., inti kepercayaan kristiani
menganggu dan barangkali menjengkelkan mayoritas umat kristiani, tetapi tidak
merupakan penghinaan atau penodaan.
2.5.2
Penafsiran atau Kegiatan Menyimpang dari Pokok-Pokok Ajaran Agama
Menyimpang berarti
menyimpang dari jalan yang benar istilah menyimpang adalah istilah relatif.
Artinya, yang memakai kata menyimpang adalah pihak yang merasa benar. Dan
sebaliknya bagi mereka yang disebut “menyimpang”, mereka yang tadinya
menganggap diri benar itulah yang menyimpang, dan mereka sendirilah yang benar.
Istilah yang objektif, objektif dalam arti tidak berpihak pada satu dari dua
kelompok itu, adalah “berbeda”. Istilah “menyimpang” dengan sendirinya
berpihak. Itu mempunyai dua implikasi. Pertama, kata “menyimpang” hanya dapat
dipakai oleh “orang dalam “, sedangkan bagi “orang luar” yang nyata adalah
“perbedaan”. Contoh Gereja Katolik boleh menyatakan ajatran
saksi yehowa sebagai “menyimpang” dari ajaran Kristiani, sedangkan sedangkan orang luar tidak dapat menyatakan
demikian; ia hanya dapat menyatakan bahwa ajaran kristianitas saksi yehowa amat
berbeda dari ajaran Gereja Katolik. Dan juga belaku: saksi
yehowa dapat menyatakan Gereja
Katolik “menyimpang”
Satu-satunya
yang secara objektif dapat menilai mana yang benar adalah Allah sendiri dan
setiap orang/lembaga manusia yang mengklaim bahwa dapat secara objektif
.
2.5.3 Hal Kebebasan Beragama
Pertimbangan di
atas menunjukkan bahwa penilaian bahwa “suatu ajaran penafsiran menyimpang dari
pokok-pokok ajaran suatu agama” tidak ada dalam kompetensi Negara. Hakikat
kebebasan beragama adalah pengakuan bahwa setiap orang berhak untuk meyakini
serta untuk hidup, beribadat dan berkomunikasi, sesuai dengan apa yang diyakini
sebagai panggilan /tuntunan Tuhan/ yang mutlak. Inti kebebasan agama adalah kewajiban
mutlak setiap orang untuk taat kepada apa yang disadarinya sebagai tuntutan
Allah.
Kebebasan beragama
jelas tidak terbatas. Dan juga jelas apa yang merupakan batas kebebasan
beragama. Batas itu adalah hak-hak yang lain, lalu tata tertib dan kesulitan
menurut apa yang umum berlaku dalam masyarakat itu. Misalnnya tidak ada orang
berhak menganggu orang lain atas nama agamannya sendiri.
Kebebasan beragama
sama sekali tidak dapat dibatasi atas dasar bahwa ada orang/ kelompok/ umat yang lain tidak menyetujui
ajaran/ibadat mereka, entah mereka yang
tidak setuju merupakan mayoritas atau minoritas. Justru itulah inti kebebasan
beragama bahwa pihak lain tidak berhak mencampuri kayakinan/kegiatan religius
seseorang/sekelompok orang.
Kesimpulannya ialah
bahwa tidak ada hak Negara untuk memberi label “menyimpang” entah dia itu
“sempalan”, tentu, secara pragmatis nama suatu gereja, misalnya nama
zaman sekarang kita melihat suatu gerakan
puritanisme dalam agama-agama yang mau menyingkirkan/memusnahkan
terekat-terekat itu atas nama kemurniaan agama. Puritanisme itu tidak boleh
diberu ruang.
2.5.4 Analisa
Di
Inggris, hukum penodaan agama spesifik ditujukan pada penodaan agama Kristen. Seperti yang terjadi tahun 2007, ketika kelompok
fundamentalis Christian Voice
melakukan percobaan penuntutan terhadap BBC atas penayangan acara Jerry Springer Show, sebuah acara yang
menayangkan opera yang menggambarkanYesus, berpakaian bayi, dan dinyatakan
sedikit gay. Tuntutan ditolak oleh hakim tingkat
pertama dan tinggi. Hakim berpendapat bahwa hukum penodaan ini tidak dapat digunakan pada suatu produksi
pertunjukan teater. Adapun penuntutan oleh UU No 3 Semua informasi pada bagian
ini diambil dari Wikipedia Encyclopedia, penodaan yang berhasil terjadi pada
tahun 1977, dalam kasus Whitehouse melawan Lemon,
ketika Denis Lemon (editor Gay News) dinyatakan bersalah. Surat kabarnya mempublikasikan puisi James Kirkup
berjudul “The Love that Dares to Speak its Name”
yang dianggap menodai Kristus dan kehidupannya.Lemon didenda £500 dan diberikan penangguhan hukuman penjara 9
bulan.
Pada
tahun 2002 puisi yang sama sengaja
dibacakan di depan umum di depan tangga gereja Trafalgar Square, tetapi tidak ada penuntutan. Orang terakhir di
Inggris yang dikenai pidana penjara karena penodaan
agama ialah John William Gatt, pada 9 Desember 1921.
Pada
Maret 2008, dilakukan amandemen terhadap UU tentang Pengadilan Kriminal dan Imigrasi yang menghapuskan
ketentuan tentang pencegahan penodaan dan
pencemaran di Inggris dan Wales. Keputusan penghapusan ini mendapat persetujuan kerajaan pada 8 Mei 2008.
Di
Amerika Serikat tidak ada UU yang melarang penodaan agama, karena pengaturan seperti itu akan melanggar
Konstitusi Amerika Serikat. Amandemen Pertama
Konstitusi Amerika Serikat menyatakan:
"Kongres tidak boleh
membuat hukum tentang sebuah kelembagaan agama,atau melarang pengamalannya,
atau menghalangi kebebasan berbicara, atau kebebasan
pers....".
Meskipun
demikian, Amerika Serikat dan beberapa negara bagiannya memberikan hukuman pidana yang lebih berat kepada kejahatan yang
dilakukan terhadap seseorang karena
agama yang dipeluknya. Misalnya, Bagian 3A1.1 dalam The 2009 United States Sentencing Guidelines menyatakan bahwa:
"Jika penemu fakta di
persidangan atau, pengadilan menentukan tanpa keraguan bahwa terdakwa sengaja memilih korban kejahatannya atau
properti sasarannya karena warna kulit, ras,
agama, kebangsaan, etnis, jenis kelamin, kecacatan, atau orientasi seksual tertentu, maka pengadilan perlu
memperberat hukumannya.”
Mendefinisikan
“penodaan agama” sebagai penafsiran dan kegiatan dari pokok-pokok ajaran suatu
agama” adalah salah dan menjadi dasar pengrangkengan kebebasan beragama. Kita
hanya boleh bicara tentang penodaan, saat ada
maksud untuk menoda, sekurang-kurangan, saat ajaran dan ritus suatu
agama dijelek-jelekan. Orang bebas mempercayai, serta beribadat sesuai dengan
kepercayaanya itu, sesuatu yang ditolak oleh agama/aliran agama lain.
2.6 Kekerasan Atas Nama Agama
Kekerasan
bisa terjadi karena pelbagai alasan. Misalnya karena emosi, misalnya mau
membalas dendam. Kekerasan juga salah satu cara penyelesaian konflik. Konflik
kepentingan- yang tidak bisa selalu dihindari: manusia hidup dalam situasi
kelangkaan di mana objek kebuthan dan kepentingan satu pihak bisa bertabrakan
dengan yang satunya. Kalau konflik di slelsaikan dengan kekerasan, yang menang
bukan yang benar, melainkan yang lebuh kuat. Sudah sejak .000 Tahun umat
manusia menemukan cara yang lebih beradab dan terutama lebih efektif, yaitu
hukum. Hukum mengatur menyelesaikan konflik secara objektif dan rasional.
Objektif karena perbedaan kekuatan tidak memainkan peranan, melainkan masalah
sendiri manjadi tolak ukur. Dan rasional, karena cara pemecahan berdasarkan
pertimbangan yang dapat dipahami dan ditanggapi, jadi pemecahan konflik
objektif, sesuai dengan situasi; kalau hukum berlaku, maka konflik tidak
ditentukan oleh kekuatan pukul mereka yang bersangkutan, melainkan secara masuk
akal.
Berikut ini
kami akan membahas dua macam kekerasan atas nama agama: kekerasan
komunal dan kekerasan bermotivasi agama.
2.6.1 Kekerasan Komunal
Kekerasan komunal dimaksud konflik-konflik di
antara komunitas-komunitas yang ciri khasnya bersifat di antara komunitas-komunitas yang cirri khasnya bersifat
kesukuan regional, kebudayaan, atau agama. Misalnya konflik di maluku dan poso
pada permulaan abad ini khas konflik komunal
Konflik komunal
terjadi kalau suatu konflik antara individu atau beberapa orang melibatkan
komunitas primordial tempat individu atau orang-orang itu menjadi anggotanya.
Konflik
komunal berciri agama jarang berkaitan dengan ekstremisme dan radikalisme
religius, melainkan biasannya dengan perasaan solidaritas berdasarkan keumatan.
Latar
belakang konflik-konflik komunal adalah situasi tertekan,terancam, persaingan
keras- misalnya para pendatang terasa lebih terampil dan bekerja lebih keras
sehingga penduduk asli merasa tersingkir. Ada kecenderungan dalam masyarakat
untuk segera bereaksi secara kekerasan (yang sendiri merupakan tanda
ketidakmantapan psikis), ada perasaan adanya ketidak adailan dan penindasan
oleh aparatur Negara, tekanan karena transformasi raksasa yang dialami
masyarakat dalam transisi ke masyarakat modern-global, frustasi bahwa orang
lain maju dan kita sendiri tetap tertinggalan
Kelu
ar dari sikap yang negatif ke sikap
yang positif sangat tidak gampang, tetapi bagaimana kita dapat mengharapan
toleransi dan perdamaian dalam masyarakat majemuk kalau pada tokoh dan panutan
agama sendiri tidak mem
peloporinya.
2.6.2 Kekerasan
Bermotivasi Agama
Kekerasan
bermotivasi agama adalah keekrasan yang paling mengkhawatirkan dan juga
mengerikan dalam sejarah , menindas, menupas meniadakan mereka yang
berkeyakinan lain. Kristianitas mengenal kekerasan itu sejak abad pertengahan.
Ajaran-ajaran yang disebut sesat ditindas dengan kejam, misalnya kaum Albigens
dan kaum waldens.
Pecahnya Protestanisme di abad ke-16 melahirkan pelbagaian penindasan maupun
perang antara pelbagai aliran kristiani yang memerang sering tercampur dengan
kepentingan politik.
Goncangan-goncangan
perubahan sosial, kultural politik, dan ekonomi abad ke-20, serta warisan ideologi-ideologi
sekular barat (terutama tiga: nasionalisme keras, komunisme dan
fasisme-nasionalsosialisme) membawa asia, afrika,dan Amerika latin.
Kekerasan
itu amat memalukan dan dipakai oleh kaum ateis untuk menarik kesimpulan bahwa
agama adalah malapetaka bagi manusia.
Harus dikatakan
bahwa dalam segi ini situasi di Indonesia semakin memburuk. Dari situasi
terhormat saat semua pihak bersedia menghormati kebebasan beragama dan
menujukkan toleransi, kita sejak 20 tahun semakin merasakan suasana yang
bernapaskan intoleransi, kepicikan, kebencian, dan kekejaman atas nama agama.
Sikap barbar tak
berbudaya ia Taliban yang mau menghancurkan budaya bangsa atas nama keagamaan
yang picik tidak boleh dibicarakan dan tidak boleh dianggap sepele. Mereka
harus secara keras diprotes dan dipermalukan sebgai barbar dan orang-orang primitif.
Kekuatan-kekuatan mayoritas moderat/mainstream semua agam tidak boleh dia saja,
mereka harus bersatu untuk menghentikan tindakan barbar
.
2.6.3 Analisa
Pemerintah
Indonesia gagal melindungi kaum minoritas dari kekerasan dan intoleransi atas
nama agama, menurut laporan Human Rights Watch hari ini. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono harus tegas dan minta zero tolerance terhadap siapapun
yang main hakim sendiri atas nama agama.
Naiknya
kekerasan terhadap minoritas agama—dan kegagalan pemerintah bersikap
tegas—melanggar UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama, maupun hukum
internasional. Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang
diratifikasi Indonesia pada 2005, menetapkan, “Orang-orang yang tergolong dalam
kelompok minoritas tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama
anggota kelompok lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan
dan mengamalkan agamanya sendiri.”
Setara
Institute, lembaga yang memantau kebebasan beragama di Indonesia, melaporkan
naiknya kekerasan pada minoritas agama, dari 244 pada 2011 jadi 264 pada 2012.
Wahid Institute, kelompok sipil lain yang juga berbasis di Jakarta,
mendokumentasikan 92 pelanggaran kebebasan beragama dan 184 peristiwa
intoleransi agama pada 2011, naik dari 64 pelanggaran dan 134 peristiwa
intoleransi pada 2010.
Presiden
Yudhoyono harus mendukung kebebasan beragama sebagai prinsip pemerintahannnya,
dan memastikan para pejabat pemerintah untuk tidak mempromosikan pelanggaran
terhadap minoritas agama,
lembaga-lembaga
donor untuk Indonesia harus mengambil sikap bahwa kegagalan membela kebebasan
beragama sebagai masalah mendesak.
2.6.4 Perlu Penyembuhan
Kekerasan oleh
orang-orang beragama dan atasa nama agama bagi kita semua menjadi tantangan.
Kekerasan itu tanda bahwa dalam masyarakat ada sesuatu yang sakit sehingga
perlu penyembuhan. Kemampuan untuk bertoleransi perlu dibangun kembali. Perlu
kita bangun kesadaran bahwa Allah menuntut abdi-abdinya agar mereka membawa
diri secara beradab. Perlu kita sepakati bahwa konfli-konflik tidak boleh
diselesaikan dengan
cara kekerasan.
Memiliki kekerasan atas nama agama sebenarnya membantah pesan keagamaan itu
sendiri karenakekerasan berarti bahwa seseorang, atau sekelompok orang
menemptkan diri di tempat Allah. Keagamaan yang sejati adalah rendah hati dan
menyerahkan penilaiannya akhir kepada sang pencipta. Agama hanya mutu apabila
sepenuhnya menghormati kebebasan beragama karena manusia hanya dapat menyembah
ya ng IIahi dari lubuh hatinya yang bebas.
III.
Refleksi Theologis
Kami mengambil refleksi thologis dari
Kolose 3:12-13, Karena itu ,sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan
dan dikasihani-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati,
kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain apabila
yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah
mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.
Dari ayat ini kita dapat berefleksi bahwasannya,
sebagai anak-anak Kerajaan Allah kita harus menunjukkan sikap sebagai umat-umat
pilihanya yang tidak menaruh dendam
terhadap yang lain, tetapi biarlah buah-buah roh berdiam dalam hati kita. Agar
tercipta Syalom di tengah-tengah bangsa kita.
Kemudian kami mengambil refleksi theologis dari Bilangan
14:42, Janganlah maju, sebab Tuhan tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan
kamu dikalahkan musuhmu. Melalui ayat ini kita dapat mengambil makna,bahwa
Tuhan yang akan melihat setiap perlakuan orang lain terhadap kita,. Kita tidak
ada hak untuk menghadapi musuh yang menghampiri kitaa, karena pasti kita akan
dikalahkan sebab kita tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkannya. Tetapi
melalui Tuhanlah, Tuhan berkarya terhadap musuh yang menghalau kita.
IV.
Kesimpulan
Perlu
disadari bahwa bangsa semajemuk
Indonesia hanya bisa tetap bersatu apabila semua komponen memang mau bersatu.
Tak mungkin mempertahankan persatuan bangsa dengan paksaan. Namun semua
komponen hanya akan mau bersatu apabila identitas mereka dihormati dalam
Indonesia yang satu itu. Orang tidak perlu melepaskan kekhasan agamannya,
budayanya, kesukuanya, untuk menjadi orang Indonesia.indonesia adalah bhinneka
tunggal ika. Indonesia adalah milik kita semua,kita dengan segala macam
kebhinnekaan.
Keluar dari sikap yang negatif ke sikap yang positif sangat tidak
gampang, tetapi bagaimana kita dapat mengharapan toleransi dan perdamaian dalam
masyarakat majemuk kalau pada tokoh dan panutan agama sendiri.
Kemampuan untuk
bertoleransi perlu dibangun kembali. Perlu kita bangun kesadaran bahwa Allah menuntut
abdi-abdinya agar mereka membawa diri secara beradab. Perlu kita sepakati bahwa
konflik-konflik tidak boleh
diselesaikan dengan cara kekerasan.
V.
Daftar Pustaka
Sumber Buku
Knitter,Paul.F, Satu Bumi Banyak Agama,
Jakarta:BPK-GM,2012..
Suseno,F.M, Agama dan Pluralisme.
Catatan Akademik, Analisa Dosen mengenai Agama
dan Masyarakat,2015.
Sumber Elektronik
http//Peradaban Agama Di Indonesia.com, diunduh 15 Maret
2016, 08.45
http// http//Kekerasan Beragama.com, diunduh 15 Maret
2016,10.00
http//Seminar Nasional Universitas Satya Wacana.com,
diunduh 15 Maret 2016, 08.30