Nama : Devi Setiani Ginting
Joni Pittor Saragih
Noni Zeine Sinaga
Obedi
Hia
Winda
Ariantri Br. Sitepu
Ting/Jur : IV-B/ Theologia
M. Kuliah : Liturgika
Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th
Unsur Liturgi: Doa,
Pembacaan Alkitab, dan Khotbah
I.
Pendahuluan
Beberapa unsur liturgi yang perlu
untuk dibahas adalah mengenai Doa, Pembacaan Alkitab dan Khotbah. Yang dimana doa
merupakan unsur liturgi yang bertujuan untuk menyampaikan permohonan kepada
Allah dalam melakukan peribadahan. Dan pembacaan Alkitab dan khotbah merupakan
unsur yang palling penting dan sentral menurut teologi reformasi. Sehingga pada
kesempatan ini kita akan membahas tentang bagaimana ketiga unsur liturgi ini
dalam setiap liturgi peribadahan.
II.
Pembahasan
2.1
Doa
(Epiklese)[1]
a. Menurut
tata kebaktian, yang dipakai di jemaat-jemaat di belahan Barat. Sejak abad ke-5
ditemui dalam ritus Gallia dan Romawi, sesudah Gloria in excelcis Deo, imam yang memimpin ibadah berbalik kepada
jemaat, memberi salam kepadanya dan sesudah itu ia mengucapkan collecta yaitu doa dengan dan untuk
jemaat. Tiap Minggu mempunyai kollektanya sendiri. Untuk hari raya Natal
dipakai kollekta dalam Missale Romanum. Luther tetap memakai kollekta di dalam
kebaktian jemaat. Butzer dan Calvin meniadakan kollekta dan menggantikannya
dengan epiklese yakni doa yang
memohon kedatangan Roh Kudus agar firman Allah dapat diberitakan dan didengar
dengan baik. Berhubungan dengan itu, tata kebaktian yang dipakai di Strazsburg
memberi izin kepada pelayan untuk mengganti kollekta dengan suatu epiklese. Epiklese ini kemudian dipindahkan tempatnya dan dihubungkan dengan
khotbah.
b. Kebiasaan
ini diambil alih oleh gereja-gereja di Nederland, tetapi doa untuk pemberitaan
firman (khotbah) sering dicampurbaurkan dengan doa syafaat (sesudah khotbah)
sehingga hilang fungsinya yang semula. Para pemimpin Gerakan Liturgia umumnya
sependapat dengan Kuyper. Mereka menekankan bahwa doa untuk pemberitaan firman
Allah tidak sama dengan doa syafaat. Dalam doa untuk pemberitaan firman Allah,
jemaat memohonkan pimpinan roh Allah sehubungan dengan pelayanan khotbah yang
segera akan berlangsung.
c. Untuk
epiklese ada gereja yang memakai doa
formulir. Buku ibadah dari Gereja Hervormd di Nederland memuat sebagai contoh
beberapa “doa untuk penerangan Roh Kudus” yang ditempatkan sebelum pembacaan
Alkitab.
2.2
Pembacaan
Alkitab
2.2.1
Pembacaan
Alkitab dalam Gereja Lama dan Sesudahnya
Yustinus
Martir[2]
menulis ibadah jemaat yakni pada hari Minggu, semua orang Kristen berkumpul di
suatu tempat dan dibacakan kenangan-kenangan para rasul atau kitab nabi-nabi.
Kalau pembacaan telah selesai, maka dilanjutkan dengan memberi pengajaran dan
memberi nasihat supaya jemaat mengikuti dan menghidupi segala contoh apa yang
terkandung dalam pembacaan nats tersebut. Origenes[3] di
dalam liturgi membaca bahwa nats untuk khotbahnya ia memilih dari pembacaan
yang berlangsung sebelum khotbah.[4]
Dalam
abad selanjutnya prinsip Gereja Lama teguh dipegang. Augustinus memilih nats
dari bagian-bagian Alkitab yang dibacakan dalam ibadah. Missale Romanum masih
tetap memelihara struktur ibadah ini dalam ibadah jemaat. Sesudah pembacaan
Alkitab maka selanjutnya penyampaian khotbah (kalau ada khotbah dan nasihat).
Buku Undang-undang Gereja Khatolih Roma mengharapkan supaya pada hari Minggu
imam memberikan semacam nasihat atau homilia.[5]
2.2.2
Pembacaan
Alkitab Zaman Reformasi sampai Kini
Martin
Luther sangat menekankan bila bagian Alkitab yang dibacakan itu tidak
ditafsirkan, bagian ini tidak ada gunanya bagi jemaat. Yohanes Calvin dan
pemimpin-pemimpin gereja yang lain pun erat menghubungkan pembacaan Alkitab
dengan khotbah. Sebelum pembacaan Alkitab diucapkan suatu doa untuk memohon
anugerah Roh Kudus. Kuyper mengakui bahwa ada gunanya bila khotbah erat
berhubungan dengan pembacaan Alkitab. Dengan jalan demikian, pelayan tidak
dapat memilih nats atau pembacaannya semau-maunya saja sehingga pikiran maupun
perhatian jemaat tetap fokus.[6]
2.3
Khotbah
Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan.[7] Dalam
tradisi Kristen, pesan ini didasarkan pada apa yang tertulis di dalam Alkitab
atau yang biasa disebut Kabar Baik.[8] Dalam
bahasa Yunani, Kabar Baik ini disebut Yunani eungalion. Alkitab sebagai
sumber pemberitaan Firman Tuhan adalah melalui proses.[9] Pemberitaan
firman tidak merupakan suatu kesatuan dengan unsur-unsur liturgika yang lain.
Pemberitaan firman dan sakramen adalah satu, sebab setiap kali kamu makan
roti ini dan minum dari cawan ini, kamu
memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
Pertama: khotbah adalah sebagian ibadah, yang paling penting ialah
ibadah secara keseluruhan. Kedua: lamanya khotbah, tidak boleh lebih dari dua
puluh menit. Ketiga: khotbah tidak boleh menguasai kebaktian. Khotbah yang
benar merupakan bagian yang berdiri sendiri, tetapi bagian-bagian yang lain
tidak takluk padanya. Keempat: khotbah
harus membangun jemaat untuk turut aktif mengambil bagian di dalam ibadah.[10] Sehingga khotbah yang
disampaikan bukan pemikiran subjektif si pengkhotbah, pesan dari teks Alkitab
itu yang menjadi inti khotbah.[11]
Trillhaas mengatakan “antara firman dan sakaramen tidak ada perbedaan derajat”.
Sakramen tidak memberikan lebih banyak Roh atau Anugerah daripada firman. Firman
dan sakramen tidak mempunyai dua macam anugerah daripada firman. Firman dan
sakramen tidak mempunyai dua macam anugerah atau dua macam Roh. Keduanya mau
memimpin kepada satu percaya, satu kepastian, dan menjadikan kita milik dari
satu Tuhan juga. Sungguhpun demikian Firman Roh tidak sama, keduannya saling
membutuhkan karena sakramen memerlukan Firman.[12]
Khotbah dalam
kekristenan pertama kali muncul dari praktik Yahudi. Kemudian, praktik tersebut
berkembang di dalam liturgi Kristen. Khotbah di dalam gereja zaman Perjanjian
Baru bersifat Injili, yaitu pidato dari perkembangan komunitas dan sebuah
perluasan perkembangan misionaris. Khotbah bertujuan untuk menyampaikan pesan
dalam Alkitab, seperti inti di dalam kehidupan, kematian, kebangkitan, dan
pengharapan akan kedatangan Yesus Kristus. Pada masa kehidupan gereja awal,
pengkhotbah itu adalah guru, pemimpin spiritual, dan apologetis. Gereja-gereja
awal juga tidak membedakan khotbah dengan pengajaran. Dengan kata lain
pengajaran adalah khotbah.[13] Dengan
demikian maka Luther sendiri mengatakan bahwa baptisan tanpa Firman adalah
suatu pemandian biasa yang tidak memiliki kekuatan dan bisu. Tanpa Firman,
perjamuan kudus adalah adalah suatu perjamuan biasa yang bisu. Jadi pada
intinya bahwa sakramen membutuhkan firman. Tapi firman juga membutuhkan
sakramen, dalam dua arti. Pertama: sakramen
memberikan norma dan dasar kepada Firman. Tanpa hubungan rohani dengan sakramen
khotbah adalah suatu pidato yang biasa. Kedua: sakramen menetapkan isi Firman. Tanpa sakramen dapat ditafsirkan
atas rupa-rupa jalan. Khotbah dan sakramen, keduanya saling membutuhkan.[14] Adapun fungsi khotbah yakni bersifat
pendidikan, sosial, etis, dan politis. Pengkhotbah memberikan pengetahuan, cara
beribadah, dan norma yang bersifat sosial dan etis di dalam sebuah komunitas.
Pengkhotbah yang juga dipahami sebagai seorang guru, menjadi pemimpin di dalam
ibadah, pengajar di dalam peraturan etis, dan guru spiritual di dalam
komunitasnya. Khotbah sangat erat kaitannya dengan fungsinya sebagai pengajaran.
Di dalam gereja, khotbah menjadi alat seorang pemimpin dalam mengajar umat.
Khotbah pun membantu umat Kristen dalam memahami kehendak Allah dan Injil yang
menjadi inti dari pengajaran ini.[15] Dalam
satu karangan yang lain menjelaskan wujud dan fungsi pemberitaan seperti
berikut, “memberitakan firman ialah mengumumkan keselamatan dan hukuman yang
akan berlangsung di sini dan kini pada kita, dan dalam pengumuman itu sendiri
datanglah keselamatan dan hukuman yang diumumkan.”[16] Mengenai
pemberitaan firman atau khotbah, Rasul Paulus berkata, “Beritakanlah firman,
siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah,
tegurlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2 Tim.
4:2). Khotbah adalah sesuatu pesan
Alkitab yang penting untuk disampaikan kepada jemaat Tuhan, karena melalui
pendengaranlah maka iman akan timbul. “Jadi, iman timbul dari pendengaran dan pendengaran
oleh firman Kristus.” (Rm. 10:17).
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ibadah pemberian salam
diberikan oleh imam, kemudian mengucapkan kollekta yaitu doa dengan dan untuk
jemaat. Epiklese juga dipindahkan
dalam khotbah. Doa untuk pemberitaan firman Allah tidak sama dengan doa
syafaat. Dalam doa untuk pemberitaan firman, jemaat memohon pimpinan roh Allah
dengan pelayanan khotbah yang akan berlangsung. Doa (epiklese) digunakan sebagai penerangan Roh Kudus dan memohon Roh
Kudus agar firman Allah dapat diberitakan dan di dengar dengan baik. Pembacaan
Alkitab dengan khotbah juga harus saling berhubungan, dan sebelum pembacaan
Alkitab diucapkan suatu doa untuk memohon anugerah Roh Kudus. Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan. Dalam tradisi Kristen, pesan ini didasarkan pada apa
yang tertulis di dalam Alkitab atau yang biasa disebut Kabar Baik.
IV.
Daftar
Pustaka
a.
Sumber
Buku
Abineno, J.L.Ch., Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1999.
Browning, W.R.F., Khotbah terj. Lim Kim Yang dan Bambang Subandrijo, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Eliade, Mircea, The Encyclopedia of Religion, New York: Macmillan Publhising
Company, 1987.
Jongeneel,
J.A.B., Hukum Kemerdekaan Etika Kristen, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1980.
Sutanto, Hasan, Homiletika:
Prinsip dan Metode dalam Berkhotbah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wellem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam
Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011.
b.
Sumber
Elektronik
https://id.wikipedia.org/wiki/Origenes,
diakses pada hari Senin, 14 Maret 2016.
[1] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 44-47.
[2] Yustinus Martir
dilahirkan di Samaria pada tahun 95. Pada akhir hayatnya ia mati syahid menjadi
martir sehingga namanya disebut sebagai Yustinus Martir. Ia bertobat menjadi
Kristen pada tahun 130. Sesudah
pertobatannya, Yustinus mengajar di Efesus. Ia sering melihat bahwa banyak
orang Kristen yang dihambat dan dianiaya. Oleh karena rasa keprihatinannya, ia
membela kekristenan dari serangan yang dilancarkan pemerintah yang tidak
beragama Kristen. Menurutnya ibadah dilakukan pada hari Minggu, hal ini
dikarenakan Allah beristirahat pada hari ke tujuh. Dalam perjalanan hidupnya ia
selalu berargumentasi tentang iman yang diyakininya. F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 149.
[3] Origenes lahir di Aleksandria pada tahun 185.
Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh. la menjalani kehidupan asketis,
menghabiskan waktunya pada malam hari dengan belajar dan berdoa, serta tidur di
lantai tanpa alas. Mengikuti petunjuk Yesus, ia memiliki hanya satu jubah dan tidak
mempunyai alas kaki. Ia bahkan mengikuti Matius 19:12 secara harafiah, menjauhkan dirinya untuk
mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat setia pada gereja dan membawa
kehormatan bagi nama Kristus. Sebagai seorang penulis yang sangat produktif
Origenes dapat membuat tujuh sekretarisnya sibuk dengan diktenya. Ia telah
menghasilkan lebih dari dua ribu karya, termasuk tafsiran-tafsiran atas setiap
kitab dalam Alkitab serta ratusan khotbah. https://id.wikipedia.org/wiki/Origenes, diakses pada hari Senin, 14 Maret 2016.
[4] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 54.
[5] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 54.
[6] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 55.
[7] W.R.F. Browning, Khotbah
terj. Lim Kim Yang dan Bambang
Subandrijo, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 201.
[10] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 57.
[12] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh Gereja-gereja
di Indonesia, 58.
[13] Mircea Eliade, The
Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publhising Company, 1987),
494-496.
[14] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 59.
[15] Hasan Sutanto,
Homiletika: Prinsip dan Metode dalam
Berkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 18-28.
[16] J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Oleh
Gereja-gereja di Indonesia, 62.
Nama kelompok V : Chaterine O. Manurung
BalasHapusFetra W.S.H. Sipayung
Hotni Malau
Jhon Rein Thamrin Panjaitan
Kami dari penanggap kelompok V kepada kelompok III
Yang kami dapatkan dari bahan sajian liturgi kali ini adalah
Dalam point Doa
Luther tetap memakai collecta yaitu doa dengan dan untuk jemaat di dalam kebaktian jemaat. Sedangkan Butzer dan Calvin meniadakan collecta (doa dengan dan untuk jemaat) dan menggantikannya dengan epiklese yakni doa yang memohon kedatangan Roh Kudus agar firman Allah dapat diberitakan dan didengar dengan baik
Dalam point Pembacaan Alkitab dalam Gereja Lama dan sesudahnya
Ketika semua orang kristen berkumpul dan dibacakan mengenai kenangan-kenangan para rasul atau kitab nabi-nabi. Setelah itu diberi pengajaran untuk jemaat menghidupi segala hal yang terkandung dalam nats itu.
Dalam point Pembacaan Alkitab Zaman Reformasi sampai Kini
Arti dan makna pembacaan Alkitab sudah berubah yaitu pada zaman reformasi. Di mana Luther menekankan pembacaan Alkitab itu tidak ditafsirkan, karena tidak ada gunanya bagi jemaat. Dan pembacaan Alkitab juga dihubungkan dengan khotbah dan harus berdoa untuk memohon Anugerah dari Roh Kudus. Dengan demikian banyak perkembangan yang terjadi mulai dari zaman Reformasi sampai pada masa kini mengenai pembacaan Alkitab ini.
Dalam point Khotbah
Hapus4.Dalam kekristenan pertama kali muncul dari praktik Yahudi. Kemudian, praktik tersebut berkembang di dalam liturgi Kristen. Khotbah bertujuan untuk menyampaikan pesan dalam Alkitab, seperti inti di dalam kehidupan, kematian, kebangkitan, dan pengharapan akan kedatangan Yesus Kristus.
5.Dalam point khotbah ada pendapat menurut Trillhaas di mana “antara firman dan sakaramen tidak ada perbedaan derajat”.
Yang kami kritik adalah
1.Masih terdapat salah pengetikan terlebih dalam point Pembacaan Alkitab dalam Gereja Lama dan sesudahnya, masih terdapat salah pengetikan yaitu kata “Khatolih” seharusnya Khatolik
2.Dalam point pembacaan Alkitab dari zaman reformasi sampai masa kini seharusnya penyaji membuat penjelasannya secara sistematis. Sehingga memang pembaca dapat mengetahui bagaimana perbedaan pembacaan alkitab dari zaman reformasi sampai pada masa kini.
3.Dalam point khotbah pembahasan penyaji tidak sistematis. Di mana pada awal kalimat penyaji sudah menjelaskan tentang pengertian khotbah namun di akhir juga masih dijelaskan tentang pengertian khotbah. Seharusnya pengertian khotbah hanya dijelaskan dalam satu paragraf. Dan setelah itu dijelaskan bagaimana sejarah dari khotbah tersebut.
Yang menjadi pertanyaan kami adalah
Hapus1.Apa latar belakang pemahaman Calvin dan Luther tentang kollekta sehingga keduanya memiliki pandangan yang berbeda?
2.Bagaimana tanggapan penyaji tentang doa yang panjang sebelum khotbah?
3.Apa makna dari Doa Formulir?
4.Mengapa di setiap minggu kollekta yang diucapkan berganti-ganti, apakah hal ini disesuaikan dengan kelender gerejawi?
5.Apa sebenarnya makna penafsiran Alkitab bagi Luther pada masa reformasi yang diperhadapkan dengan masa sekarang?
6.Apakah prinsip pembacaan Alkitab dalam gereja lama masih relevan dengan konteks pada masa kini?
7.Bagaimana sebenarnya pembacaan alkitab pada zaman reformasi?
8.Apakah Khotbah itu sama esensinya dengan pemberitaan Anugerah?
9.Durasi khotbah yang ideal adalah 15-20 menit. Padahal dalam kenyataannya masih sering dijumpai pengkhotbah yang menggunakan waktu lebih dari 15-20 menit. Menurut penyaji apakah khotbah itu masih ideal? Karena dalam kenyataannya, kemampuan manusia untuk mendengar khotbah dengan tenang hanya sekitar 15-20 menit dan selebihnya kebanyakan jemaat sudah merasa bosan, bagaimana tanggapan penyaji mengenai hal tersebut?
10. Dalam pemberitaan khotbah atau firman Tuhan, gereja-gereja arus utama masih menggunakan buku pedoman UEM. Namun kami dari penanggap melihat bahwa nats yang ditawarkan oleh UEM terkadang kurang menjawab pergumulan yang terjadi di beberapa gereja terlebih dalam konteks pedesaan. Jadi dalam hal ini apa tanggapan dari para penyaji, apakah memang bisa tidak sesuai dengan tawaran UEM atau dengan kata lain menggunakan bahan khotbah yang benar-benar mampu menjawab pergumulan jemaat ?
Kontribusi pembahas :
1.Dalam buku Homiletik Prinsip dan Metode Berkhotbah dikatakan bahwa khotbah adalah menyampaikan pesan yang berasal dari Allah, yaitu suatu pesan yang otoritatif dan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Melalui khotbah, pendengar diajak mengenal dan bertemu dengan dengan Tuhan. Itu sebabnya khotbah bukanlah sekadar suatu pembicaraan tentang Allah, melainkan Allah sendiri berbicara melalui Alkitab.
2.Dalam buku Tinjauan Teologia, Litirgis dan Pastoral pada halaman 182 terdapat dua bagian epiklese yaitu:
a. Epiklese konsekratoris
Ditempatkan sebelum kisah dan kata-kata Institusi. Ini juga merupakan seruan doa agar Roh Kudus turun dan menguduskan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus,
b. Epiklese komuni
Ini merupakan seruan doa permohonan agar dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus Roh Kudus mempersatukan umat yang hadir itu dengan Kristus sendiri dan juga dengan seluruh umat beriman dalam kesatuan satu tubuh Kristus.
berhubung semalam saya tidak bertanya, saya mau bertanya disini. Melihat judul dari para penyaji muncul pertantyaan saya yaitu tentang hal apa yang sebenarnya ditekankan dalam liturgi tersebut yang membahas tentang doa, membaca Alkitab, serta Khotbah??? Coba penyeji berikan inti-inti tentang bagaimana hubungan antara unsur liturgi dengan doa, membaca Alkitab, serta khotbah tersebut???
BalasHapusTrimaksih buat teman teman saya yang sudah memberikan pertanyaan kepada kelompok kami, jadi saya akan berusaha semampu saya menjawab pertanyaan teman-teman sekalian dan mungkin akan dapat ditambahai juga oleh teman saya yang lainnya nanti Trimakasih
BalasHapusPertanyaan Sri kaban dan Doni: apakah ada doa yang salah?
Jawaban menurut saya pribadi, bahwa tidak ada doa yang salah, ketika kita meminta dengan tulus dan hati yang besih kepada Tuhan dan tidak dengan bertele-tele. Jelas bahwa setiap doa yang kita panjatkan dan tujuannya baik maka doa itu sangat besar kuasanya (Yakobus 5:16). Sebagaimana bahwa doa merupakan ungkapan hati. Dan ungkapan hati itu akan dapat tercermin didalam kehidupan yang nyata. berdoa merupakan sesuatu, bagian alami dari hubungan kita dengan Tuhan. Dan ketika kita berdoa dengan tulus maka kita akan merasa nyaman karena Tuhan akan menjawab semua kebutuhan, kegelisahan, dan apapun hal yang sedang kita alami.
Pertanyaan Sri : apaka relevan ketika berkhotbah digunakan ilustrasi
Jawaban menurut saya masih relevan, karena selama ilustari itu tidak lari dari maksud kebenaran firman Tuhan. Yang salah itu adalah ketika ilutrasi yang digunakan tidak ada hubungannya dengan firman Tuhan, tapi jika selama ilustrasi itu masih ada hubungannya dengan firman Tuhan maka itu tidak salah menurut saya. Malahan jika menggunakan ilustarasi mungkin akan dapat lebih mudah diterima oleh jemaat.
Pertanyaan doni : mengenai pemberitaan anugerah dan pemberitaan firman
Jawaban menurut saya tidak ada bedanya pemberitaan anugerah dan pemberitaan firman karena dimana keduanya menyangkut tentang bagaimana menggumumkan keselamatan dan hukuman yang akan berlangsung sesuai dengan yang tertulis di dalam paper kami. Karena sebagaimana halnya ialah tujuannya sama-sama untuk mewujud nyatakan kemuliaan Allah yang Maha Esa.
Pertanyaan sweetry: apa sinergi yang didapatkan dari khotbah, doa dan pembacaan firman
Jawaban menurut pribadi saya bahwa sinergi yang didapatkan dari ketiga unsur ini dalam suatu ibadah ialah sinergi yang membawa kedamaiaan dan kenyamanan didalam hati saya karena ketika ketiga unsur ini dilakukan dalam pribadahan maka ibadah itu akan terlihat hikmat dan bermakna. dan jika ada orang yang tidak dapat merasakan sinergi itu mungkin atau bisa jadi ada yang salah dengan spiritualitasnya dengan Tuhan. Maka dengan itu cara untuk mengatasinya perlunya pengosongan diri seperti Ttuhan Yesus yang mengosongkan dirinya dan menjadi hamba artinya bahwa hendaklah kita selalu rendah hati dihadapan Allah agar apa yang kita ikuti dalam setiap ibada dapat membuahkan hasil yang baik dan kita dapat menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTerima kasih buat saudari Devi, atas jawaban pertanyaan dari teman-teman, namun yang saya lhat bahwa pertanyaan ku belum ada saudari jawab, supaya ditanggapi kembali, terima kasih.
HapusKepada semua mahasiswa-i saya beritahukan, hari ini Sabtu, 09 April 2016, pikul 15.00 wib sore, ruang komen topik bahasan ini resmi saya tutup.
BalasHapusTerimakasih bagi saudara-i yang sudah memberikan komen-nya, dan tetaplah memberikan komen di sajian-sajian berikutnya, hingga sampai sajian ke-7 nantinya, salam.
Nama : Joni Pittor Saragih
BalasHapusNim : 12.01.936
Ting/ Jur : IV-B/Theologia
trimakasih untuk saudara Jhoni Pranata Purba atas pertanyaannya.
Jhoni P. Purba. Pertanyaan: Bagaimanakah tangggapan penyaji terhadap doa dalam GKPI dan HKI yang memakai doa “Kiranya damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal.....dst apakah itu Ketetapan karena di GBKP sendiri itu tidak ada?dan pembacaan Alkitab secara Responsoria dan tunggal?
Jawaban: Saya rasa apa yang jhoni pahami tentang doa sebelum Khotbah terkhususnya di GKPI dan HKI yang memakai doa “Kiranya damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal.....dst, menurut saya tidak menjadi sebuah ketetapan doa yang harus dipakai oleh setiap pendeta yang akan menyampaikan Khotbah. Tapi bagi saya yang perlu dalam doa sebelum ibadah adalah doa yang bertujuan untuk memohon pertolongan Roh Kudus agar Firman itu bolehdi mengerti dan digumuli setiap orang yang mendengar, sehingga Firman itu boleh hidup melalui perbuatan dan boleh menjawab pergumulan jemaat. Namun Luther dalam doanya ia selalu memakai collecta yaitu doa dengan dan untuk jemaat. Dan persoalan pembacaan Alkitab dengan metode resfonsoria dan tidak itu juga tidak menjadi ketetapan metode dalam liturgi pembacaan Alkitab, namun sering sekali kita memakai metode responsoria dalam membacakan nats Alkitab jika nats itu panjang. Dan kedua metode ini tidak ada yang lebih baik dan tidak baik. Namun semuanya bisa dipakai.
Nama : Joni Pittor Saragih
HapusNim : 12.01.936
Ting/ Jur : IV-B/Theologia
Srimuliana Kaban dan Doni Sinulingga. Pertanyaan : Apakah ada doa yang salah? Doa yang mengajari Tuhan?
Jawaban : Menurut saya yang pertama yang perlu kita pahami tentang apa tujuan dari sebuah doa dalam katekismus Luther ia mengaitkan doa dengan hukum taurat yang kedua yaitu bahwa doa itu adalah kewajiban, dimana kita berdoa karena perintah Allah, bukan karena kelayakan kita. Luther mengutip Yesaya 1:4, yang menyatakan bahwa Allah masih murka kepada mereka yang terpukul akibat dosa-dosa mereka, karena mereka tidak kembali kepada Allah dan melalui doa mereka meredakan murka Allah serta mencari kasih karunia-Nya. Luther menegaskan bahwa Allah tidak melihat doa berdasarkan orang yang berdoa, melainkan berdasarkan firman-Nya (yang menjadi dasar dari doa tersebut) dan ketaatan kehendak kita Kedua, menurut Luther, kita seharusnya terdorong untuk berdoa karena Tuhan adalah Tuhan yang berjanji. Tuhan berjanji untuk memberikan pada mereka yang meminta kepada-Nya. Jika kita menghargai janji-janji Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, kita pasti terdorong untuk bertekun dalam doa. Keempat, bagi Luther, melalui kesengsaraan/penderitaan yang menekan kita, kita dapat berdoa senantiasa. Karena setiap orang yang meminta harus mengingini sesuatu, dan tanpa keinginan ini tidak ada doa yang sejati. Dan ketika dipertanyakan apakah ada doa yang salah, menurut saya ada, dimana ketika doa kita ini, kita tujukan untuk memuaskan hawa nafsu kita ini bisa kita lihat dalam Yakobus
Antonio Hutagalung. Pertanyaan : Sejak kapankah berdoa dengan formula tutup mata dalam sejarah Liturgi?
HapusJawaban : maaf sejauh ini saya tidak menemukan sumber yang memberitahukan tentang sejarah berdoa dengan metode tutup mata. Namun menurut analisa saya berdoa dengan tutup mata merupakan salah satu cara atau formula yang kita konsumsi sampai sekarang ketika berdoa. Dimana jika kita menutup mata menurut saya esensinya adalah kita boleh memfokuskan diri kita untuk berbicara kepada Allah tanpa melihat dunia ini yang bisa menjadikan kita tidak fokus lagi.
Tribina Meysana Ginting. Pertanyaan : ketika kita berdoa bersama dan dipimpin oleh salah seorang, namun sering kita juga ikut berdoa dengan topik doa yang berbeda bagaimanakah tanggapan penyaji? Dan kita selalu berdoa agar Roh Kudus hadir dalam hati kita, bukankah Roh Kudus sudah ada dalam hati kita, untuk apa diundang lagi?
HapusJawaban : Menurut saya ketika kita doa bersama yang dipimpin oleh seseorang, dan kemudian ketika pemimpin itu sudah berdoa namun kita juga ikut berdoa menurut saya itu tidak salah. Dan metode ini biasanya banyak dianut oleh gereja-gereja aliran Kharismatik. Namun yang terpenting adalah doa itu tulus dari hati dan melalui iman kita. Dan tujuannya tidak untuk memuaskan hawa nafsu kita. Dan Memang benar sewaktu kita di sekolah Minggu kita sering diajarkan jikalau Roh Kudus bersemayan di hati Kita. Namun yang perlu kita ketahui bahwa Roh Kudus harus tetap kita undang untuk hadir dalam kehidupan atau hati kita. Karena tidak sealamanaya Roh Kudus akan hadir dihati manusia, tanpa kita memohon atas kehadiran-Nya.
Uten P. Marbun. Pertanyaan : Menurut Luther pusat dari ibadah adalah Khotbah, namun menurut pengalaman saya, ketika saya menjadi pengkhotbah di salah satu gereja, saya melihat banyak sekali Kornya. Sehingga karna banyaknya seorang pertua menyatakan kepada saya “inang singkat aja khotbahnyaya!” bagaimanakah menurut tanggapan penyaji dengan kasus ini? Dan sakramen memerlukan Firman dan sebaliknya Firman memerlukan sakramen, sejauhmanakah Firman memerlukan Sakramen?
HapusJawaban : Menurut saya tidak salah kalau di dalam gereja memiliki kebiasaan banyak persembahan Kor, terkhususnya di kalangan gereja-gereja suku seperti HKI, HKBP, GKPI dan GKPS. Karena persembahan Pujian seperti paduan suara (Kor), juga merupakan salah satu unsur Liturgi yang mungkin akan kita bahas dalam pembahasan berikutnya. Dan ini juga tidak bisa terlepas dari kearifan lokal yang dimiliki oleh suku terkhususnya suku Batak yang sangat terbiasa untuk bernyanyi. Namun Luther sendiri mengatakan bahwa kabar baik itu penuh dengan nyanyian dan permainan musik, serta iman dan percaya itu menginginkan kita menyanyi dan musik dan nyanyian dapat membantu untuk membangkitkan iman. Hal ini memperlihatkan bahwa nyanyian atau persembahan pujian juga mampu dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan firman serta menumbuhkan iman terkhusunya ketika harmonisasi suara dalam persembahan pujia tersebut sesuai dengan tuntutan lagu, sehingga melalui persembahan pujian itu jemaat boleh mendengar dengan hati dan mengambil apa yang menjadi pesan dari lirik demi lirik lagu tersebut. Namun dari pertanyaan saudara yang menurut saya salah adalah ketika sebuah gereja banyak kornya dan membuat Khotbahnya dipersingkat itu salah, karena tidak ada yang bisa membatasi Allah untuk berbicara bagi umatnya. Dan dalam kajian Liturgika tidak ada satu unsur liturgi yang bisa menaklukkan unsur liturgi yang lainnya (tidak ada yang lebih besar atau yang lebih penting). Dan Menurut saya gereja yang baik adalah ketika Firman diberitakan dan sakramen dijalankan. Dan Sakramen adalah Firman yang hidup, sehingga kedua-duanya saling berhubungan.
Srimuliana Kaban. Pertanyaan : ketika pengkhotbah memakai sebuah Ilustrasi, relevankah dengan pemahaman Luther dengan Calvin?
HapusJawaban : Menurut saya pengunaan Ilustrasi dalam ibadah itu tidak salah, memang benar kebanyakan ketika kita memakai Ilustrasi banyak jemaat yang hanya mengingat Ilustrasinya saja, bukan Firmannya. Tapi menurut saya inilah yang perlu kita ketahui bahwa ketikapun kita memakai Ilustrasi kita juga harus menemukan Kristus dalam Ilustrasi itu, dengan memberikan makna Injil di dalam Ilustrasi tersebut. Karana menurut saya Yesus sendiripun sepanjang pengajaran-Nya Dia memakai Ilustrasi yang menurut saya tidak jauh berbeda dengan sebuah Ilustrasi.
Sweatry N. Sitohang. Pertanyaan: apakah sinergi dari doa, Alkitab, dan Khotbah
HapusJawaban : Dalam Liturgi Doa, Pembacaan Alkitab dan Khotbah merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dan menurut saya sinerginya adalah dalam doa, pembacaan Alkitab, dan Khotbah yang harus ditemukan dan diingat adalah Kristus.
Nama : Obedy hia
BalasHapusNim : 12.01.949
Ting/ Jur : IV-B/Theologia
trimakasih untuk saudara Jhoni Pranata Purba atas pertanyaannya.
Antonio Hutagalung. Pertanyaan : Sejak kapankah berdoa dengan formula tutup mata dalam sejaraah ?
Jawab : saya minta maaf buat saudara antonio karena dalam alkitab sendiri tidak ada dituliskan cara berdoa dengan tutup mata tapi hanya sikap berdoa dalam Matius 6:6.
Tribina Meysana Ginting. Pertanyaan : ketika kita berdoa bersama dan dipimpin oleh salah seorang, namun sering kita juga ikut berdoa dengan topik doa yang berbeda bagaimanakah tanggapan penyaji? Dan kita selalu berdoa agar Roh Kudus hadir dalam hati kita, bukankah Roh Kudus sudah ada dalam hati kita, untuk apa diundang lagi?
HapusJawaban : tidak ada yang salah dalam hal itu, karena setiap orang memiliki cara untuk merasakan kehadiran Tuhan bukan berarti ketika seorang yang memimpin doa itu ia tidak merasakan kehadiran Tuhan tapi cara ia ingin lebih dekat dengan Tuhan itulah yang ia hayati danitu dilakukan dengan tulus kepada Tuhan.
Srimuliana Kaban. Pertanyaan : ketika pengkhotbah memakai sebuah Ilustrasi, relevankah dengan pemahaman Luther dengan Calvin?
HapusJawaban : Menurut saya pengunaan Ilustrasi dalam ibadah itu tidak salah, memang benar kebanyakan ketika kita memakai Ilustrasi banyak jemaat yang hanya mengingat Ilustrasinya saja, bukan Firmannya. Tapi kita juga harus tahu bahwa ilustrasi sebagai sarana untuk mempermudah dalam memberikan pengerian kepada jemaat dan menurut saya ketika ia mengingat ilustrasi maka ia mengingat firman Tuhan.
Sweatry N. Sitohang. Pertanyaan: apakah sinergi dari doa, Alkitab, dan Khotbah
HapusJawaban : Dalam Liturgi Doa, Pembacaan Alkitab dan Khotbah merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. dimana doa adalah komunikasi kita kepada Tuhan dalam mengatkan atau memampukan kita dalam proses peribadahan, pembacaan alkitab adalah sarana penghantar bagi kita dalam mengerti firman Tuhan dan khotbah adalah penjelasan atau penafsiran yang dilakukan agar setiap yang mendengar dimampukan oleh Tuhan melalui doa yang kita sampaikan dan dimengerti oleh setiap jemaat Tuhan sehingga itu dapat memberikan ksesadaran bagi setiap jemaat Tuhan.
Pertama saya ingin minta maaf kepada bapak dosen dan teman-teman atas keterlambatan saya menjawab pertanyaan dari teman-teman. Doakan saya agar lebih disiplin dalam mengerjakan tugas.
BalasHapusJawaban kepada Tribina Meysana Ginting. Pertanyaan: ketika kita berdoa bersama dan dipimpin oleh seseorang, namun sering kita juga ikut berdoa dengan topik doa yang berbeda bagaimanakah tanggapan penyaji? Dan kita selalu berdoa agar Roh Kudus hadir dalam hati kita, bukankah Roh Kudus sudah ada dalam hati kita, untuk apa diundang lagi? Saya tidak dapat menjawab itu benar atau salah. Namun saya rasa yang namanya doa syafaat doa itu adalah doa bersama, tidak ada doa di atas doa. Doa syafaat itu berarti berdoa atas nama orang lain. Contoh syafaat yang indah dapat ditemukan dalam Daniel 9. Bagian ini memiliki semua unsur dari doa syafaat yang sejati. Doa ini merupakan respon terhadap Firman Tuhan (ay. 2), diwarnai dengan kesungguhan (ay. 3) dan penyangkalan diri (ay. 4), secara tidak egois mengidentifikasikan diri dengan umat Allah (ay. 5), diteguhkan dengan pengakuan dosa (ay. 5-15), bergantung pada karakter Allah (ay. 4,7,9,15), dan tujuannya untuk kemuliaan Allah (ay. 16-19).
Seperti Daniel, orang-orang Kristen harus datang kepada Allah atas nama orang lain dengan sikap hati yang hancur dan penyesalan, mengakui ketidaklayakan diri dan dengan penyangkalan diri.
Roh Kudus dicurahkan oleh Allah kepada setiap orang, namun kita harus ingat bahwa Roh Kudus itu tidak selalu menetap di hati manusia. Oleh karena itu sebagai manusia yang lemah harus selalu meminta agar Roh Kudus hadir di hatinya untuk dibimbing dan dipimpin dalam menjalani kehidupan ini.
Jawaban kepada Sri Muliana Kaban. Pertanyaan: ketika pengkhotbah memakai sebuah Ilustrasi, relevankah dengan pemahaman Luther dengan Calvin?
HapusMenggunakan ilustrasi dalam menyampaikan khotbah kepada jemaat tidaklah salah dan itu relevan dengan pemahaman Luther dan Calvin. Namun, ilustrasi yang disampaikan harus berkaitan dengan nats khotbah dan tema khotbah, dan harus kita ingat dibalik ilustrasi khotbah tersebut kita harus menempatkan Yesus Kristus sebagai sentralnya. Supaya ketika jemaat pulang dari gereja dan hanya mengingat ilustrasi khotbah, itu ada faedahnya bagi mereka. Karena di dalam ilustrasi yang disampaikan esensinya adalah Yesus Kristus itu sendiri.
Jawaban kepada Antonio Hutagalung. Pertanyaan: sejak kapankah berdoa dengan formula tutup mata dalam sejarah Liturgi?
HapusMenurut sumber yang kami baca tidak ada dijelaskan sejak kapan berdoa itu tutup mata. Hanya saja di dalam kitab Matius ada dijelaskan bagaimana sikap berdoa yang benar dan menyenangkan hati Tuhan (Mat. 6:5-8).
Jawaban kepada Jhoni Pranata Purba. Pertanyaan: Bagaimanakah tangggapan penyaji terhadap doa dalam GKPI dan HKI yang memakai doa “Kiranya damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal... dan seterusnya. Apakah itu Ketetapan karena di GBKP sendiri itu tidak ada? Dan pembacaan Alkitab secara Responsoria dan tunggal?
HapusMenurut saya itu tidaklah menjadi suatu ketetapan. Namun doa sebelum khotbah yang biasanya dipakai oleh pendeta GKPI dan HKI itu juga pada esensinya adalah benar. Mengapa? Karena pengkhotbah meminta supaya damai sejahtera yang daripada Allah yang menguasai hati dan pikiran kita. Ada baiknya juga seorang pengkhotbah di dalam doanya juga meminta supaya kuasa Roh Kudus yang membimbing dan memberi pengertian kepada setiap jemaat yang akan mendengarkan Kabar Baik.
Pembacaan nats Alkitab baik secara responsoria maupun tunggal bukan merupakan suatu ketetapan dalam liturgi. Hanya saja perlu disesuaikan yang mana yang cocok untuk dibacakan secara responsoris dan yang tidak. Karena saya rasa tidak semua ayat Alkitab cocok untuk dibacakan secara responsoria.
Jawaban kepada Sri Muliana Kaban dan Doni Rezky Sinulingga. Pertanyaan: apakah ada doa yang salah? Doa yang mengajari Tuhan?
HapusMenurut pemahaman saya ada doa yang salah. Doa yang benar adalah doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dengan ucapan syukur dan tulus (Mat. 6:5-8). Seperti yang dijelaskan dalam Yakobus 4:3, “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu SALAH BERDOA, sebab yang hendak kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Doa yang salah adalah doa yang di dalam permintaannya hanya mementingkan hawa nafsu (duniawi).
Jawaban kepada Sweatry Noverlindra Sitohang. Pertanyaan: apakah sinergi dari doa, pembacaan Alkitab dan khotbah?
HapusPada saat belajar Homiletika I yang diampu oleh bapak Pdt. Pardomuan Munthe, M.Th dijelaskan bahwa doa, pembacaan Alkitab dan khotbah memiliki sinergi. Kalau lemah dalam hal doa, masih ada dua hal yang dinilai. Kalau lemah dalam hal pembacaan Alkitab, masih ada satu hal agar berhasil yaitu khotbah. Kalau ketiganya lemah, maka harus rela dalam hal teknik berkhotbah, jadi harus mengambil hal-hal lain seperti perkunjungan rumah tangga.
Teknik adalah gaya atau tata cara dari cara menyampaikan khotbah. Teknik ini dinilai selama berada di atas mimbar. Teknik ini berkaitan dengan gaya penyampaian firman Tuhan di atas mimbar.
Jawaban kepada Uten P. Marbun. Pertanyaan: menurut Luther pusat dari ibadah adalah khotbah, namun menurut pengalaman saya, ketika saya menjadi pengkhotbah di salah satu gereja, saya melihat banyak sekali kornya. Sehingga karena banyaknya seorang penatua menyatakan kepada saya “inang singkat aja khotbahnya ya.” Bagaimanakah menurut tanggapan penyaji dengan kasus ini?
HapusJadi menurut saya hal tersebut terjadi dalam hal praktisnya. Memang ada sebagian gereja suku pada saat ibadah memberikan persembahan pujian kepada Tuhan dalam bentuk kor sampai 5-7 kali. Menurut saya ini kurang efisien, karena konsentrasi jemaat untuk mendengarkan firman Tuhan akan berkurang karena telah banyak waktu yang dihabiskan untuk persembahan kor. Kita harus mengembalikan pemahaman jemaat bahwa khotbah adalah sentral dari ibadah, sentral dalam artian bahwa di dalam khotbah tersebut Allah berbicara kepada anak-anak-Nya melalui hamba-Nya. Bukan berarti kor itu salah untuk dinyanyikan dalam gereja, hanya saja perlu diperhatikan keefisiensian tingkat konsentrasi jemaat.
Jawaban kepada Uten P. Marbun. Pertanyaan: sakramen memerlukan Firman dan sebaliknya Firman memerlukan sakramen, sejauh manakah Firman memerlukan sakramen?
HapusGereja yang benar adalah gereja yang di dalamnya Firman disampaikan kepada jemaat dan sakramen dilayangkan kepada jemaat. Karena Yesus sendiri mengajarkan kedua-duanya di dalam dunia ini. Yesus pemberita Firman, khotbah di bukit (Mat. 5:1-12), dan Yesus juga melaksanakan sakramen, baik itu sakramen baptisan dan perjamuan kudus. Sakramen memerlukan Firman artinya bahwa hanya orang-orang yang telah mendengarkan kabar Kebaikanlah yaitu Yesus Kristus yang dapat menerima sakramen, dan demikian juga sebaliknya.Syalom, Tuhan Memberkati.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus