Nama : Boston Sinaga
Dina Laura Sirait
Enhot Efraim Girsang
James Simson Simanullang
Rovina Helpriani Silalahi
Tingkat/Jurusan : I-D/Theologia
Mata Kuliah :
Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M. Th
Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M. Th
Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka,
Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya
I.
Pendahuluan
Romo
Mangun adalah seorang penulis Religius, budayawan, pendidik, intelektual,
arsitek, penulis novel, aktivis sosial, pemikir politik, dan lain-lain. Romo
Mangun juga mempunyai peran yang besar dalam bidang pendidikan, tetapi
gagasannya barangkali masih kurang banyak dikembangkan dalam wacana publik.
Misalnya pemikirannya tentang ‘Gereja Diaspora’ yang dalam teologi katolik
pasti menjadi sesuatu yang kontroversial atau inkonvensional. Ada butir- butir
yang cukup jelas dalam pemikirannya, namun masih bersifat embrional dan masih
potensial untuk dilanjutkan dengan segala implikasinya, misalnya humanisme
religius, nasionalisme yang terbuka, manusia Pasca-Indonesia dan
Pasca-Einstein. Romo Mangun meninggal menjelang milenium ketiga ini, beliau
tidak sempat memasuki era itu, tetapi sudah mengantisipasinya dalam berbagai
pemikiran. Kematian Romo Mangun seperti membawa pesan simbolis, bahwa
pemikiran-pemikiran Romo Mangun memang berperan mengantar kita untuk memasuki
era baru.[1]
Dan disini kami akan memaparkan tentang humanisme religius dan nasionalisme
yang terbuka, dan prospek pendidikan dalam manusia pasca Indonesia. Besar
harapan kami, sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1
Humanisme
Religius[2]
Ada
dua sikap menghadapi humanisme di millenium ketiga saat itu: sikap optimistis
dan sikap pesimistis. Sikap optimistis dicerminkan misalnya oleh sebuah
simposium, yang diselenggarakan oleh kelompok Forum 2001, yang dirintis oleh
Fons Elders (Humanism Toward the Third
Millenium, 1993) sejak runtuhnya tembok Berlin 1998. Forum ini menyadari
adanya keragaman budaya di satu pihakdan saling ketergantungan satu sama lain
di lain pihak, maka Forum 2001 mengupayakan kerja sama mencari titik temu dalam
berbagai hal. Simposium pertama diselenggarakan di Tempio Pausiana, 1992
menghasilkan gagasan ke depan tentang humanisme baru. Harapan-harapan akan
munculnya humanisme yang lebih terbuka, toleran. Para pemrasaran diminta dari
berbagai macam aliran pemikiran, tak kurang dari Mohammed Arkoun (Aljazair),
DuoDuo (Tiongkok), Franco Ferucci (Italia), Grazia Marciano (Italia), Andrei
Piseu (Romania), Mogobe Ramose (Zimbabwe), Fons Elders (Belanda) sendiri.
Di
pihak lain ada pesimisme seperti digambarkan Francis Fukuyama dalam The End of History and the last man (1992)
yang menginsinuasikan, tidak adanya lagi harapan akan kebaruan dalam prospek
kemanusiaan, meski pun diktator-diktator sudah tumbang satu demi satu, dan
totalitarianisme (komunisme) hancur oleh perkembangan “masyarakat-warga” (Civil Society), pembaruan politik ada
dimana-mana, perestroika di Rusia dan demokrasi di Barat, namun menurut
Fukuyama, sejarah berakhir dengan bentuk demokrasi liberal dan ekonomi
kapitalis.
Pendidikan
selalu bertolak dari humanisme kiranya bukan hal yang asing. Driyarkarya mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk “pemanusiaan manusia” melalui proses “humanisasi” dan
“homanisasi”, atau dengan ringkas disebut sebagai pendidikan humaniora.
Demikianpun keyakinan Romo Mangun, setiap sistem pendidikan ditentukan oleh
filsafat tentang manusia dan citra manusianya yang dianut, sehingga tidak
pernah netral”. Maka, visi seseorang tentang manusia, sangat menentukan isi
pendidikannya dan berpengaruh dalam uraiannya; apakah ia penganut faham
pesimistis ataukah optimistis tentang masa depan manusia, apakah ia religius
atau sekuler, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlulah disini mulai dengan
melihat isi kemanusiaan Romo Mangun, untuk sampai pada visinya pendidikannya.
Faham
kemanusiaan Romo Mangun boleh dikata tak terlepaskan dari faham religiusitas. Ketika
pandangan Romo Mangun dibandingkan dengan pendapat Rudolf Otto (The Idea of the Holy, London, Oxford
Univ, 1952) bahwa manusia adalah mahluk religius (homo religiosus), demikian
setiap manusia serta-merta bersifat religius; bahwa ada sifat yang disebut
“suci” yang berbeda dari sekadar “rasional” dan “baik” dalam arti moral.
Religius disini tidak harus diartikan sebagai pemeluk agama tertentu, melainkan
adanya kecenderungan dan kesadaran yang akan ilahi, yang mengatasi kekecilan
manusia atau rasa kemahlukan (creature
feeling), atau rasa ketergantungan (feeling
of dependence) pada sesuatu yang lain. Dan dalam arti ini, bisa
diperdebatkan apakah seseorang ateis (tidak percaya aakan Tuhan) mesti
berlawanan dengan religiositas, sebab bisa saja seseorang bersifat religius ,
meskipun tidak beragama. Bagi Romo Mangun hal demikian tidak mustahil, karena
sifat manusia yang religius itu. Isu yang menjadi keprihatinan Romo Mangun
bukanlah soal dialog agama, atau pembicaraan tentang perbedaan ajaran
agama-agama yang satu dengan yang lain, melainkan bagaimana mereka bekerja sama
dalam berbagai macam bidang, dengan semangat kemanusiaan yang sama, merasakan
keprihatinan yang sama sebagai manusia kecil.
Faham
humanisme religius ini juga tampak dalam penghayatan Romo Mangun sebagai
Pastor, yang tidak konvensional. Panggilan imamatnya berakar dan diinspirasikan
oleh daya tarik rakyat yang miskin, dan bukan panggilan kegerejaan/keagamaan
sebagaimana kebanyakan pastor. Iman Kristennya, jabatan imamnya, hanyalah titik
tolak, sedang tujuannya adalah kemanusiaan umum. Maka, baginya agama lain bukan
menjadi saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega di dalam
membangun kemanusiaan, khususnya dalam melayani rakyat yang miskin. Tekanan
kemanusiaan dalam kegiatan sosial, pembelaan korban, atau pun pemberdayaan
orang-orang kecil itu begitu besar pada diri Romo Mangun, sehingga aspek
religiositasnya kadang tenggelam di dalamnya, atau menyatu, identik dengan
kemanusiaan itu sendiri. Mangunwijaya tidak memberikan uraian komprehensif
tentang visi humanisme religius; ia tidak memaparkan secara khusus atau
memberikan rumusan tentang visinya itu, tetapi hal itudengan mudah bisa kita
tangkap dari penghayatan hidupnya dan dari karangan-karangannya. Demikian pun
pandangannya dalam hal pendidikan, lebih bersifat visioner dan profetis,
mengkritik pendidikan yang mengarah pada persaingan dan mengangkat pendidikan
yang membangun kerja sama.
2.2
Nasionalisme
yang Terbuka
Humanisme
Romo Mangun bukanlah ideologi universal
yang abstrak, melainkan mempunyai akar juga pada keindonesiaan dan nasionalisme
yang konkret, tanpa harus jatuh pada chauvinisme, yang sering dikutipnya
sebagai moto Britania Raya (Jenderal Louis Mountbatten), right or wrong my country atau xenophobia
(anti-orang asing/negara asing); karena dalam pemikirannya, nasionalisme ini
nantinya harus berkembang menjadi Pasca-Indonesia.
Untuk
memulai akar nasionalisme ini, pokok kedua yang bisa dielaborasi adalah
keyakinan Romo Mangun pada keunggulan angkatan 1928, yang dia bedakan dari
angkatan lain, tetapi terutama angkatan 1945. Menurut Romo Mangun generasi 1928
merupakan arketipe generasi pembaharu, dengan munculnya intelektual, pemikir-pemikir
nasionalis, yang menghasilkan “Sumpah Pemuda”, di Belanda para mahasiswa
Indonesia mendirikan “Perhimpunan Indonesia”, di Indonesia sendiri muncul dua
kelompok studi, Indonesische Studie Club
di Surabaya yang didirikan oleh Dr. Soetomo, Algemene Studie Club di Bandung dipimpin oleh Soekarno; dan sesudah
munculnya partai-partai politik sejak 1912, mereka menggalang “Pemufakatan Perkumpulan-perkumpulan
Politik kebangsaan Indonesia”(PPKI). Dalam kongresnya yang kedua pada Oktober
1928 itulah PPKI menyatakan “Sumpah Pemuda” yang fenomenal. Corak intelektual
dari kaum muda didikan Belanda ini menurut Romo Mangun sangat berlainan dengan
corak militeristik kaum muda didikan Jepang, yang menumbuhkan angkatan 1945.
Corak intelektual adalah kemampuan berpikir kritis dan berani, berpandangan
luas dan universal, mampu berwacana dan berdiplomasi, menghasilkan
gagasan-gagasan pembaruan yangs segar. Tetapi, Romo Mangun tidak banyak menaruh
perhatian pada generasi sebelum 1928, yakni generasi 1908 yang merupakan awal munculnya
pemikiran tentang bangsa, dengan lahirnya Boedi Oetomo. Acapkali Romo Mangun menyamakan
keduanya dalam corak semangat yang sama, padahal ada perbedaan yang cukup
signifikan. Angkatan 1908 lebih banyak bergerak di wilayah budaya dibandingkan
politik, hal ini dapat dimaklumi karena mereka masih dalam pemikiran kebangsaan
yang awal.Era awal Renaisans Indoneisa dapat dikatakan hasil politik etis (ethisce politiek) yang diresmikan Ratu
Wihelmina pada tahun 1901 adalah munculnya priayi baru, elite baru,
menggantikan priayi lama, para elite bangsawan, dan dengan itu juga pergantian
kepemimpinan sosial. Kebanyakan “priayi baru” intelektual golongan ini adalah lulusan
dokter dan guru, yang dari sifat dan pekerjaannya memang lebih mandiri dan
mempunyai kebebasan bergerak dan pergaulan dengan masyarakat luas, daripada
para pegawai pemerintah (ambteenar)
atau pegawai perusahaan. Merekalah yang menghasilkan pemikiran-pemikiran
mendalam tentang kebangsaan dan kemanusiaan, yang dikagumi oleh Romo
Mangunwijaya.Tanpa mengelaborasi perbedaan corak intelektual dari kedua priayi
baru awal, yang masih bergerak dalam bidang pelayanan pemerintahan kolonial,
Romo Mangun tanmpaknya menyamakan
keduanya dan membeeri penilaian positif pada inisiatif dan kebangkitan kaum
intelektual yang bergerak dalam perlawanan politik dan kesadaran berbangsa,
karena peran pembaruan dan pernyataan kekerdekaan mereka. Yang mengagumkan
menurut Romo Mangun, “sebagai karya raksasa, nyaris mukjizat” adalah keberhasilan
mereka menyatakan kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa, mengingat bangsa kita,
sebelum adanya politik devide et impera
sudah terpecah-belah dan saling baku hantam mati-matian.[3]Nasionalisme
modern ini menggunakan landasan pengalaman bersama sebagai kaum terjajah dan cita-cita
untuk mendirikan sebuah nation state yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.[4]
2.3
Prospek
Pendidikan: Manusia Pasca-Indonesia[5]
Untuk
mencari dasar-dasar humanism untuk mileniun ketiga, Mohammed Arkou, professor
Sorbonne kelahiran Aljazair, dalam forum 2001 membedakan dua macam Negara
secular Eropa. Yang pertama adalah “skular natural”, dimana negara dan agama
dipisahkan dan Negara tidak mengurus sama sekali agama; yang lain adalah
“sekuler pluralis” dimana Negara mempunyai kepedulian pada semua agama dan
memperlakukan mereka secara sama. Arkoun menyatakan bahwa Negara “ sekuler
pluralis” seperti Belanda (sich)
menjaga, “masyarakat warga” (civil
society)dan menjamin kebebasan semua orang. Ideologi kebebasan (the ideology of liberation) semacam ini
belum bisa diharapkan dari masyarakat Timur Tengah, karena mereka baru saja
mengalami kebebasan dari penjajahan. Meteka belum mengalami evolusi historis
yang mmemungkinkan perkembangan pluralisme; pengalaman penjajahan dan dominasi
dari bangsa asing yang kaya merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam
rangka pendekatan humanis.
Dalam forum
2001 itu pula Andrei Plesu, professor sejarah politik dan agama dari Romania
menambahkan bahwa retorika humanisme dewasa ini didominasi pemikiran Barat
Eropa, seolah-olah ide mereka merupakan satu-satunya yang harus dicapai.
Humanisme semacam itu, kata Plesu adlah humanism abstrak, imperasonal, yag
tidak mempunyai karaakter-karakter khas dari berbagai komunitas. Pelsu setuju
dengan Arkoun tentang Negara “sekuler pluralis”, tetapi menambahkan bahwa
humanisme harus mempunyai sikap yang jelas terhadap agama. Ada dua kemungkinan,
humanisme bisa menolak agama yang dogmatis dan absolutis, dan humanisme bisa
menyesuaikan diri dengan agama. kedua posisi ini layak di diskusikan, terkait
juga dengan konsep mereka tentang agama, sebab jika mereka menolak agama. Semua
pemeluk agama mempunyai konsep sendiri dan ingin merumuskan “agama” menurut
prespektif penghayatannya sendiri. Akan tatapi, yang jelas mereka menolak
jikalau humanisme justru menjadi inti agama, atau menjadi “agama” itu sendiri. Humanisme
memang harus menentukan sikap terhadap agama, tetapi tidak bisa
menggantikannya. Dan pancasila adalah hasil finalnya, diman “humanisme”
terumuskan dalam sila kedua dan sikap terhadap “agama” dirumuskan dalam sila
pertama. Pendidikan haruslah bersifat terbuka kea rah masa depan, mencerahkan
dan mengembangkan kebaruan, melawan status
quo atau reproduksi dan penerrusan ide-ide lama, yang oleh Romo Mangun
disebut sebagai sekadar “sosialisasi”, sebagai mana dianut kaum feudal dan orde
baru.
Romo Mangun
banyak mengkritik program pemerintahan yang bersifat penyeragaman, brainwashing, formal, dan birokratis dan
kurang member ruang bagi kretivitas anak didik dan menekankan kreativitas,
eksplorasi, penyadaran dan pengaturan diri. Untuk itu perlu perbaikan sistem
pendidikan, hubungan guru-murid harus di perbaiki dalam situasi kekeluargaan
dan hidup bersama (convivium), pola
pendidikan harus memberi lebih banyak peluang untuk anak didik dalam
mengungkapkan pengalaman mereka, membina kerjasama (dan bukan persaingan) dalam
kelompok. Seluruh kepentingan unsur dan dimensi pendidikan yang mengarah
kedepan ini dapat direngkuh dalam kerangka besar yang sesuai dengan pandangan
tentang manusia Indonesia.
III.
Analisa
Romo
Mangun adalah seorang humanis religius dan juga seorang pastor yang seluruh hidup dan karyanya untuk
memperjuangkan terwujudnya humanisme. Romo Mangun juga mempunyai peran yang
besar dalam bidang pendidikan. Humanisme menuntut pembaruan hidup dan terlebih
sikap yang terus-menerus mau menjadi manusiawi dan menghargai kemanusiaan.
Menurut Romo Mangun ada dua sikap menghadapi humanisme yaitu, sikap optimistis
dan sikap psimistis. Sikap optimistis dicerminkan oleh sebuah simposium yang akan mengasilkan gagasan kedepan tentang humanisme
baru dan harapan akan munculnya humanisme yang lebih terbuka. Dan sikap pesimis
digambarkan Francis Fukuyama dalam The
End of History and the last man(1992), yang menyatakan bahwa tidak ada lagi
harapan akan kebaruan dalam prospek kemanusiaan, meskipun diktator-diktator
sudah tumbang satu demi satu. Pendidikan selalu bertolak belakang dengan
humanisme dan bukan karena hal asing, Diryakara menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk “pemanusiaan manusia”, melalui peroses “humanisasi” dan
“hominasi” atau dengan singkat disebut sebagai pendidikan humaniora. Kami juga dapat memahami bahwa pendidikan harus bersifat
terbuka kearah masa depan, mencerahkan dan mengembangkan kebaruan, melawan
reproduksi dan penerusan ide-ide lama. Isu yang menjadi keprihatianan dari Romo
Mangun adalah bagaimana agama bekerjasama dalam berbagai bidang, meningkatkan
rasa keinklusivismean dengan semangat kemanusiaan yang sama, merasakan
keprihatinan yang sama sebagai manusia yang kecil. dan disini juga dijelaskan
bahwa humanisme harus mempunyai sikap yang jelas terhadap agama. Humanisme bisa
menolak agama yang dogmatis dan absolutis, dan humanisme bisa menyesuaikan diri
dengan agama.Humanisme memang harus menentuka sikap terhadap agama, tetapi
tidak bisa menggantikannya. Dan Panacasila adalah hasil akhir dimana
“humanisme” terumuskan dalam sila kedua sikap terhadap “agama” dirumuskan dalam
sila pertama. Sila pertama Pancasila mengamanatkan agar antar pengikut agama saling
hormat menghormati dan hidup berdampingan secara damai, dan kemanusiaan dan
humanisme yanng terkandung dalam sila kedua. Kami juga menganalisa tentang
presiden pertama Indonesia Bung Karno yang terkait dengan Nasionalisme Humanis.
Menggagas
Nasionalisme Humanis Bung Karno
Kesengsaraan
dan
penderitaan rakyat Indonesia dan masyarakat dunia ketiga, tidak hanya
melahirkan pemikiran humanisme universal. Kedua etos itu melahirkan gagasan
nasionalisme humanis yang merupakan kritik terhadap nasionalisme barat yang
agresif, dan didorong oleh etos kapitalisme yang kemudian melahirkan
imperialisme modern. Imperialisme inilah, diyakini Bung Karno sebagai penyebab
masyarakat negara-negara dunia ketiga sulit ke luar dari kemelut kemiskinan dan
keterbelakangan. Kritik terhadap nasionalisme barat inilah, yang menjadi
gagasan utama nasionalisme humanis Bung Karno. Nasionalisme humanis dibangun
atas dasar prinsip, setiap bangsa mampu memberikan sumbangan dalam menegakkan
harkat dan martabat manusia, serta untuk pengembangan nilai-nilai humanisme
sesuai dengan karakteristik dan sifat-sifat bangsa itu. Tidak hanya paham
kebebasan, keadilan dan kesetaraan, tetapi paham toleransi adalah hal yang
perlu mendapat perhatian dalam tata pergaulan internasional. Nasionalisme yang
berlandaskan pada toleransi ini tidak hanya dapat menciptakan perdamaian dunia,
tetapi dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gagasan nasionalisme
humanis itu merupakan garis besar pemikiran Bung Karno yang didiskusikan dalam
tulisan ini. Meskipun
dalam berbagai tulisan dapat ditelusuri, bahwa dasar pemikiran Bung Karno dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan hakiki
bersifat universal, prinsip utama (asas) pemikiran bersumber pada tuntutan
hati/budi nurani manusia (the social
consicience of man). Tidak mengherankan bila Bung Karno muda dari awal
berjuang, senantiasa menegaskan tuntutan revolusi rakyat Indonesia. Tidak hanya
sekadar merdeka, tetapi lebih dari itu yaitu memperjuangkan kebebasan sesuai
dengan kodrat manusia (hak-hak asasi manusia). Pemikiran ini tercermin antara
lain dalam pidato Bung Karno.
"....bahwa
revolusi kita ini adalah sebagian saja daripada revolusi kemanusiaan. Cita-cita
revolusi kita adalah, kataku, konggruen dengan the social consicience of
man".
"....bahwa
semboyan kita adalah freedom to be free,
bebas untuk merdeka. Buat apa ada freedom
of speech, freedom of creed, freedom from want, freedom of form fear,
jikalau tidak ada kebebasan untuk merdeka". Kutipan di atas dapat
dimaknai, perjuangan rakyat Indonesia yang dikobarkan Bung Karno tidak hanya
sebatas merebut kemerdekaan dari kolonial dan tercukupinya sandang pangan,
tetapi juga sebuah perjuangan aspirasi kemanusiaan yang di dalamnya terkandung
perjuangan untuk menegakkan harkat dan martabat manusia. Tidak mengherankan
bila arah perjuangan Bung Karno adalah pembebasan anak manusia dari segala
macam bentuk penindasan dan ketidakadilan.
Di masa Kolonial
Tahap awal
perjuangan, Bung Karno berupaya membekali diri dengan pengetahuan tentang
sosialis liberal, seluk beluk sistem Imperialisme, memahami kerangka analisis
(epistimologis) Marxian, memperkaya pengalaman empiris, serta berusaha memahami
realitas sosial dinamika kehidupan masyarakat, internasional dan nasional, pada
awal dan pertengahan abad ke- 20. Berdasarkan pengetahuan itu Bung Karno
berusaha mengkonstruksi sistem pengetahuan dan memformulasikan plat form
perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari penindasan kolonial. Plat form dirumuskan
dalam bentuk azas Marhaenisme sebagai landasan organisasi perjuangan (PNI). Disusun berdasarkan realitas sosial bahwa
tanpa melakukan perlawanan secara revolusioner terhadap feodalisme,
kolonialisme, kapitalisme, dan imperialisme sangat tidak mungkin membebaskan
anak bangsa dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan penindasan manusia
atas manusia, serta penindasan bangsa atas bangsa. Pemikiran ini dijadikan
konsep dasar dalam menentukan strategi dan arah perjuangan. Pada tahap ini Bung
Karno merumuskan pemikiran itu ke dalam asas Marhaenisme. Asas
Marhaenisme bila ditelusuri dari berbagai tulisan Bung Karno, mengandung
sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi. Karena dalam asas Marhaenisme sarat
dengan nuansa untuk memperjuangkan kepentingan kaum tertindas, dengan upaya
menghapuskan pemerasan dan mempersatukan semua golongan yang tertindas
(Marhaen). Mempersatukan kekuatan semua golongan tertindas yang antikapitalis
dan imperialis, tampaknya, diletakkan sebagai pilar utama untuk memperjuangkan tegaknya
nilai-nilai kemanusiaan. Pada masa perjuangan mencapai kemerdekaan, di tataran
nasional semangat Marhaenisme dijadikan kekuatan ideologi dalam menggalang dan
menyusun kekuatan, dan mengarahkan kekuatan masa aksi untuk melawan dan
melepaskan diri dari penjajahan. Kesadaran politik kolektif kaum Marhaen yang
tertindas, dijadikan alat perekat dalam membangun semangat kerjasama dan gotong
royong untuk mencapai tujuan perjuangan, yakni merebut kekuasaan dalam upaya
melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme. Di
ambang pintu kemerdekaan, pemikiran Bung Karno itu menjadi sumber inspirasi
dalam merumuskan dasar negara, Pancasila. Pancasila dasar negara yang di
dalamnya terkandung semangat toleransi "semua buat semua". Pemikiran
itu jelas sebagai upaya untuk menyatukan semua golongan dan menyatukan semua
kepentingan golongan ke dalam satu kepentingan bangsa, dengan semboyan
berbeda-beda tetapi satu (Bhineka Tunggal Ika). Pancasila sebagai perekat
kepentingan bangsa mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan (humanistik),
kebangsaan (persatuan), demokrasi dan keadilan.
Pasca Kemerdekaan
Setelah
kemerdekaan dicapai dan dapat dipertahankan, cita-cita luhur untuk menegakkan
nilai-nilai kemanusiaan universal mulai diperjuangkan. Usaha-usaha perbaikan
sosial menuju kehidupan lebih manusiawi terus ditegakkan. Salah satu upaya
untuk mencapai gagasan itu, diwujudkan dengan melawan kekuatan kolonialis,
kapitalis, imperialis, melalui penggalangan kekuatan bangsa-bangsa tertindas
melalui gerakan non-blok yang diawali dengan konsperensi Asia Afrika di
Bandung. Gerakan ini melahirkan kesepakatan-kesepakatan penting menyangkut
nasib bangsa-bangsa terjajah. Penggalangan kekuatan nasionalisme negara-negara
tertindas ini, menyebabkan kolonialisme penjajah berangsur-angsur runtuh
ditandai dengan lenyapnya penjajahan, dan satu per satu bangsa-bangsa Asia
Afrika merdeka dan terbebas dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan.
Setelah itu konstelasi masyarakat internasional mengalami perubahan. Meskipun
kemerdekaan telah terwujud, tetapi kolonialisme dan imperialisme tetap eksis.
Melalui metamorfosa institusi, kapitalisme dan imperialisme menjelma menjadi
apa yang diyakini Bung Karno sebagai kapitalisme modern dan imperialisme
modern. Memanfaatkan lembaga-lembaga internasional (PBB, IMF, dll), perusahaan
multi dan trans nasional praktek imperialisme tetap eksis, dan dengan berbagai
upaya berusaha mendominasi serta mensubordinasi bangsa-bangsa baru merdeka
dunia ketiga. Dominasi tidak secara fisik lagi, tetapi lebih bersifat ideologi
di bungkus teori mission sacree (misi
suci) melalui kebijakan politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Dengan
bahasa yang berbeda, Bung Karno menggambarkan bahwa imperialisme modern
menjadikan Indonesia sebagai daerah penanaman modal (daerah pengusahaan dari
kapital lebih) dalam kegiatan perdagangan dan industri, membuat rakyat menjadi
bodoh. Ketika konstelasi politik dunia masih diwarnai oleh dua kekuatan
ideologis, yaitu ideologi kapitalisme dan komunisme, masyarakat dunia mengalami
perang dingin. Kedua kekuatan itu secara nyata berusaha dengan berbagai cara
untuk mendominasi dunia. Dalam menyikapi situasi perang dingin itu dan tetap
berpegang teguh pada tuntutan hati/budi nurani manusia, yakni pembebasan dari
penindasan, eksploitasi kapitalis dan imperialis serta untuk menciptakan
perdamaian dunia, Bung Karno berusaha mengembangkan beberapa pemikiran.
Pertama, pada tataran internasional Bung Karno berusaha membangun kekuatan
politik dengan menggalang kekuatan negara-negara dunia ketiga ke dalam kekuatan
politik Non Blok. Kemudian kekuatan Dunia Ketiga ini oleh Bung Karno disebut
dengan New Emerging Forces (Nefo).
Dengan penuh keyakinan Bung Karno mengharapkan bahwa kekuatan Dunia Baru yang
terdiri dari kekuatan negara-negara Islam, Sosialis dan Nasionalis ini dapat
mengurangi dan menghalangi serta membebaskan negara-negara Asia dan Afrika dari
belenggu dominasi dua kekuatan dunia. Untuk mendapat dukungan dan menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa, dan dihadapkan dengan realitas sosial serta
kehidupan politik saat itu, di dalam negeri Bung Karno membentuk kekuatan
politik dengan mengembangkan strategi Nasakom (Nasional, Agama, dan Komunis).
Strategi ini banyak menapat sorotan dan kritikan tajam dari berbagai pihak,
baik di dalam negeri maupun luar negeri, karena dianggap memberikan peluang
pada komunis untuk berkembang dan berpengaruh di Indonesia. Bahkan, strategi
ini oleh lawan politik Bung Karno, terutama yang memihak kepentingan kaum
kapitalis dan imperialis, dipakai sebagai alat untuk menyerang dan melemahkan
posisi Bung Karno. Menghadapi serangan itu, sikap nonekonomi Bung Karno
terhadap imperialisme modern semakin radikal. Sebagai upaya menegakkan
kedaulatan di bidang politik, salah satu strategi yang diterapkan Bung Karno
adalah menarik diri dari PBB, yang saat itu dipandang sebagai instrumen
imperialisme modern dalam rangka memenuhi hasrat menguasai dunia ketiga. Kedua,
untuk tidak tergantung dengan kapitalis dan imperialis, Bung Karno berusaha
menegakkan kedaulatan ekonomi dengan prinsip self help dan self reliance. Pada
tararan nasionalis diterapkan sistem ekonomi Berdikari bersifat self
containing. Kekuatan ekonomi rakyat diupayakan lepas dari bayang-bayang dan
pengaruh imperialisme modern. Sistem ekonomi Berdikari bukan tertutup untuk
investasi asing, tetapi memperluas kerjasama internasional yang sejajar dan
saling menguntungkan, serta tidak menciptakan ketergantungan. Ketiga, dalam
bidang budaya diupayakan Berkepribadian dalam Kebudayaan. Secara konsisten Bung
Karno menekankan bahwa perlu mengikis eksistensi budaya feodalis.[6]
Dari paparan
di atas dapat kita cermati bahwa paham nasionalisme humanis Bung Karno tidak
hanya dijadikan sebagai landasan utama perjuangan menegakkan kemerdekaan
Indonesia, tetapi juga diupayakan sebagai dasar untuk memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan universal, dengan mengorbankan toleransi dan semangat
nasionalisme negara-negara dunia ketiga, agar terbebas dari penindasan dan
ekploitasi. Juga dapat dicermati bahwa paham nasionalisme humanis
dikonstruksikan berdasarkan pada prinsip humanistik egaletarian, menolak
individualisme dan menolak dengan tegas penindasan (eksploitasi) serta
menyerukan berjuang secara revolusioner untuk menghancurkan sistem kapitalis
dan imperialis yang menindas anak manusia. Memperjuangkan kebebasan, menegakkan
kesamaan, keadilan, kedaulatan dan self
suffcient (kemandirian) adalah jalan untuk menciptakan dunia baru yang
damai.
IV.
Kesimpulan
Nilai
nasionalisme yang berlandaskan budaya religius dapat dilakukan dengan cara
melakukan tindakan preventif terhadap budaya-budaya asing yang masuk di
Indonesia, meminimalisir kegiatan yang berhubungan dengan dunia maya dan tidak
ada unsur pendidikan. Dan lebih melakukan kegiatan-kegiatan yang mengajak
orangtua menerapkan sistem pendidikan keluarga yang humanis religius.Sudah
saatnya para pemuda dan pemudi Indonesia di zaman modern ini melakukan
perubahan . Maka dibutuhkan komitmen orang tua, guru, dan pemerintah dalam
menerapkan nilai-nilai nasionalisme yang bernafaskan budaya humanis religius.
V.
Daftar
Pustaka
Sumber Buku
Hikam Muhammad A.S, Politik Kewarganegaraan: Landasan Redemokratisasi di Indonesia,Jakarta:
Erlangga, 1999
Y.B. Mangumwijaya, Humanisme,
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015
Sumber Elektronik
http://elcheirefy.blogspot.co.id/2012/03/menggagas-nasionalisme-humanis-bung.html diakses pada
tanggal 17 Maret 2016 Pukul 09.45
WIB
[1]. Y.B Mangumwijaya, Humanisme,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015), 2-4
[2]. Y.B Mangumwijaya, Humanisme,4-9
[3]. Y.B Mangumwijaya, Humanisme,
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015
[4] Muhammad A.S. Hikam, Politik Kewarganegaraan: Landasan
Redemokratisasi di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1999), 101
[5]. Y.B Mangumwijaya, Humanisme,
9-13
[6] http://elcheirefy.blogspot.co.id/2012/03/menggagas-nasionalisme-humanis-bung.html diakses pada
tanggal 17 Maret 2016 Pukul 09.45
WIB
Arnold Brahmana
BalasHapus1-D/Theologi
15.01.1218
Pembahasan hari ini (01/04) cukup "menantang" sebenarnya, namun saya merasa dari pembahasan kelompok-kelompok yang presentasi kurang up to date dengan isu-isu hangat saat ini.
Sederhana saja, bicara mengenai humanisme religius, nasionalisme yang terbuka dan pendidikan, sebenarnya itu adalah hal personal sebagai hak kita sebagai manusia. Jika mau maju, lakukan, jika merasa "nyaman" pertahankan, dan jika merasa kurang puas, lakukan apa yang anda rasa bisa diluar ekspetasi.
Dan melanjutkan hal itu, sejenak mari kita lihat nasib saudara-saudari kita yang saat ini di sandera oleh perompak dari Filipina yaitu kelompok Abu Syaaf. Bagaimana aksi kita terhadap hal itu? Dimana letak humanisme yang religius? Dimana letak nasionalisme yang terbuka?
Malah menurut saya, permasalahan yang menimpa artis dangdut ZG tidaklah sebuah masalah besar. Mengapa? Anda harus tahu terlebih dahulu bagaimana situasi acara tersebut, bagaimana peran yang dimainkan artis tersebut. Jika anda mau tahu, harusnya bisa memahami media secara luas. Ini juga sikap yang saya rasa bertentangan dengan sikap humanis religius yang menilai hanya dari satu lensa saja.
Terima kasih atas komennya Arnold Brahmana, maaf jika pembahasan kami tadi siang tidak ada yang menyangkut dengan peristiwa pembajakan yang dilakukan oleh Teroris terhadap Warga Negara Indonesia, informasinya sebgai berikut:
HapusTRIBUNSUMSEL.COM- Pemerintah Indonesia kembali dibuat pusing oleh ulah teroris.
Kali ini, 10 Warga Negara Indonesia (WNI) disandera oleh kelompok Abu Sayyaf, Filipina.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menjelasakan mengenai kasus tersebut.
Melalui keterangannya, Selasa (29/3/2016), Kemlu membenarkan bahwa telah terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batu bara dan 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Saat dibajak kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting (Kalsel) menuju Batangas (Fililina Selatan). Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak.
"Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf," demikian isi keterangan tertulis Kemlu kepada Tribun.
Lebih lanjut dijelaskan Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan saat ini sudah di tangan otoritas Filipina.
Sementara itu kapal Anand 12 dan 10 orang awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya.
Dalam komunikasi melalui telepon kepada perusahaan pemilik kapal, pembajak/penyandera menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan.
"Sejak tanggal 26 Maret, pihak pembajak sudah 2 kali menghubungi pemilik kapal," sebut Kemlu.
Dalam peristiwa ini, kembali Negara kita Indonesia pusing setelah mendapat informasi dari kelompok Abu Syaaf dari Filipina. hal ini merupakan sebuah peristiwa yang menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan tidak ditunjukkan lagi oleh Kelompok Abu Syaaf terhadap Warga negara Indonesia yang mereka sandera. Namun kita harapkan saja pemerintah Indonesia segera mungkin dapat menyelesaikan peristiwa ini. Indonesia bukanlah negara yang dipandang sebelah mata dalam bidang pertahanan, Indonesia mempunyai alutsista yang kuat. Namun dalam hal ini kembali indonesia kecolongan dalam menjaga perairan Indonesia. Dan juga kita berharap ada Respon dari Pemerintah Negara Filipina dalam menggapi hal ini. Berbicara tentang humanisme religius dalam hal ini, Pemerintah Indonesia pasti akan berusaha untuk mengembalikan Warga Negara Indonesia yang di sandera oleh Kelompok Teroris Abu Syaaf, walaupun dengan berbagai cara. Seperti kasus yang pernah terjadi di Negara Arab Saudi yang ada beberapa TKI terancam hukuman mati, dan terbukti Pemerintah Indonesia dapat mengembalikan WNI ke tanah air , walaupun dengan cara memberi tebusan ke negara Arab Saudi agar TKI yang terancam hukuman mati bebas dari hukuman. Dan kasus penyaderaan WNI yang dilakukan oleh kelompok Teroris Abu Syaaf, pemerintah Indonesia pasti tidak tinggal diam dalam hal ini. Indonesia pasti berusaha penuh dalam mengembalikan WNI yang disandera ke tanah air.
Boris Adi Puttra Manurung
BalasHapusI-C/Theologi
15.01.1224
Dalam pembahasan hari ini (02/04/2016), saya memahami bahwa Romo Mangunwijaya adalah seorang Pastor yang Eksklaustrasi, dalam bahasan dengan topik “Humanisme Religius dan Nasionalisme yang terbuka dengan Faham dasar pendidikan Mangunwijaya”. disini dipahami bahwa pendidikan humanisme religius dari Mangunwijaya adalah proses pengajaran untuk mengembangkan pontensi yang berorientasi pada manusia seutuhnya dengan memperhatikan aspek tanggungjawab hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan sehingga memiliki kekuatan spirtual keagamaan, kesalehan individu yang diperlukan oleh diri, masyarakat bangsa dan negara.
Praktik pendidikan humanisme Religius ini bertujuan memanusiakan manusia muda sehingga seluruh potensinya dapat tumbuh secara penuh dan menjadi pribadi utuh yang bersedia memperbaiki kehidupan. Romo Mangunwijaya membangun pola pikir tentang kemanusiaan yang tidak terlepas dari religius. Religius disini boleh dipahami tentang yang ilahi dan menunjukkan adanya yang mengatasi kekecilan manusia yang ketergantungan.
Romo Mangun ingin ada kerja sama diantara sesama manusia. Saya melihat yang dibangun Romo disi adalah Nilai-nilai kemanusiaan yang menuju kesempurnaan dan kesetaraan sesama manusia, karena ia sangat memerhatikan rakyat miskin yang melarat.
Romo juga membangun rasa Nasionalisme yang terbuka dimana yang saya pahami Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan seseorang yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa seseorang sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.
Romo ingin Pendidikan haruslah bersifat terbuka kearah masa depan, mencerahkan dan mengembangkan kebaruan, melawan status quo atau reproduksi dan penerusan ide-ide lama, yang oleh Romo Mangun disebut sebagai sekadar “sosialisasi”, sebagai mana dianut kaum feudal dan orde baru. Membangun nilai-nilai kemanusiaan dari Nasionalisme merupakan suatu langkah untuk hidup adil, dan Makmur. Singkatnya Romo ingin membangun pembaharuan Nilai-nilai kemanusiaan.
Tetapi yang menjadi pertanyaan disini adalah paham Seperti Romo Mangun sulit dilakukan saat ini, malah yang terjadi saat ini boleh dikatakan meningkatnya sekularisme. Hal ini boleh menjadi pergumulan kita saat ini yang harus diselesaikan. Bagaimana kita akan menanggapi hal ini??.
Nama : james simson simanullang
HapusNim : 15.01.1273
Kelas : I – D
Memang benar romo mangunwijaya mengajarkan kita untuk mengembangkan pola pikir dan membangun rasa nasionalisme untuk mengembangkan potensi yang berorientasi. Kita kembali kepada pemerintahan kita saat ini. Kita mengetahui pemimpin bangsa kita saat ini ( presiden ) sudah mulai memerhatikan rakyat yang kurang mampu atau rakyat miskin. Pemerintah sudah membuat program seperti yang kita ketahui seperti bantuan social,BPJS, dan pendidikan gratis XII Tahun. Masyarakat miskin memang menikmati yang telah diberikan pemerintah terhadap masyarakat tersebut. Tetapi masyarakat salah menggunakan yang telah diberikan pemerintah tersebut. Malah orang-orang yang berada mendapatkan bantuan tersebut. Dan masyarakat yang serba kekurangan tidak mendapatkannya. Disini kita melihat bahwa manusia sering kali hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak ingin saling membagi. Padahal Tuhan mengajarkan kita untuk saling tolong menolong , dan saling peduli terhadap sesama. Menurut saya pendidikan yang lebih tinggi tidak selalu menjadi patokan kita untuk menjadi seorang yang akan berhasil. Banyak kita lihat seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi malah merusak bangsa Indonesia. Kita mengetahui korupsi sudah meraja lela karna mereka mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang tinggi. Terkadang pendidikan tinggi dapat membuat seseorang menjadi sombong dengan pengetahuannya tersebut. Dengan mempunyai pendidikan yang tinggi dia beranggapan bahwa dia dapat membodoh-bodohi masyarakat kecil. Sedangkan masyarakat yang tidak mempunyai pendidikan rendah malah selalu tunduk atau percaya terhadap orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi tadi. Seharusnya kita sadar bahwa kita sebagai mahasiswa harus menggunakan pendidikan itu untuk kearah yang baik. Apalagi kita sebagai calon hamba Tuhan kita harus menerapkan rendah hati, sopan, rama, saling tolong menolong. Supaya pendidikan yang telah kita pelajari itu bisa menjadi contoh bagi masyarakat.
Dian Lasmauhur Damanik
BalasHapusI-D/Theologi
15.01.1241
Pembahasan kita pada hari ini, 02/04/2016 "Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya"
Humanisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa manusia dapat memahami dunia serta keseluruhan realita dengan menggunakan pengalaman dan nilai-nilai kemanusiaan bersama. dalam pembahasaan ini, Romo Mangunwijaya menekankan Humanisme Religius dimana kita dalam berperikemanusiaan harus menghargai nilai-nilai kemanusiaan itu seperti, nilai keadilan, nilai kebenaran, dan nilai kebaikan. artinya dalam pluralisme kita (keberagaman)haruslah kita menjadi manusia yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut dalam diri kita.
dan mengenai pendidikan, Pendidikan selalu bertolak belakang dengan Humanisme, karena apa??? Membahas pendidikan Indonesia bagaikan “mengupas bawang”, semakin dikupas, maka semakin banyak air mata yang mengalir .
Sebagian besar Praktik pendidikan di Negara kita cenderung tidak humanis. Pendidikan di Indonesia lebih banyak menampilkan ciri pendidikan tradisional, seperti: guru cenderung otoriter, menekankan buku teks, siswa merekam informasi dari guru, ruang belajar terkurung di kelas dan mengutamakan hukuman fisik atau menakut-nakuti siswa dalam membangun kedisiplinan. Ini menumbuhkan kepatuhan semu, alias manusia hipokrit.
Selama ini kita hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen “ritualisasi”. Makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apalagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter manusiawi. Pendidikan kita sangat miskin dari pengetahuan atau keilmuan .
Pendidikan hanya menjadi “barang dagangan” yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya, pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam pikiran masyarakat keseluruhan. Kapitalisme pengetahuan pada sejumlah besar konsumen pengetahuan, yakni orang-orang yang membeli banyak persediaan pengetahuan dari sekolah akan mampu menikmati keistimewaan hidup, punya penghasilan tinggi, dan punya akses ke alat-alat produksi yang hebat.
Pendidikan kemudian “dikomersialkan”. Sehingga tidak ada kepedulian seluruh elemen pendidikan untuk lebih memperhatikan nasib pendidikan bagi kaum tertindas. Yang mampu mengakses adalah mereka yang memang mempunyai banyak uang karena pendidikan adalah barang dagangan yang mewah. Hal ini nampak dalam kondisi pendidikan bangsa kita. Akhirnya, kita semua terpaksa harus membayar mahal demi memperoleh pendidikan. Padahal, belum tentu kualitas yang dihasilkannya akan menjamin atas pembentukan kepribadian yang memiliki kesadaran atas kemanusiaan.
Praktik pendidikan di Indonesia bercorak religius sebab pendidikan agama telah diajarkan kepada kita sejak SD sampai perguruan tinggi. Terlebih di lembaga pendidikan keagamaan seperti sekolah Kristen, sekolah Katolik ataupun sekolah Tinggi Theologia.
Nah, kita sebagai generasi penerus sekolah Keagamaan, apa tanggapan kita mengenai kaum yang tertindas dan kaum miskin yang tidak bisa medapat pendidikan dan pengetahuan???
Nama : Epi Dosniroha Sihombing
HapusTing/Jur : I/Theologia
Nim : 15.01.1255
Saya sangat tertarik dengan penjelasan saudara dian tentang orang yang miskin yang tidak mampu mengecap pendidikan saya akan menanggapinya tapi sebelumnya , disini saya akan menjelaskan sedikit tentang keadaan pendidikan di Negara kita di Indonesia ini. Pendidikan adalah sebuah budaya manusia modern, meskipun manusia purba pun sudah mengenal namanya pendidikan. Tetapi pendidikan manusia masa kini jauh lebih canggih daripada manusia purba. Meskipun lebih canggih, benarkah pendidikan masa kini lebih dapat memanusiakan manusia? Menurut saya sih belum tentu. Mengapa? Karena pendidikan masa kini tidak menjamin seseorang yang memperolehnya menjadi manusia yang benar-benar manusia. Lho, memang manusia apa yang dihasilkan pendidikan masa kini? Lihat saja kenyataan yang dapat Anda temui di masyarakat. Apakah orang yang berpendidikan tinggi sudah dijamin dapat menjadi manusia beradab? Bandingkan dengan mereka yang tidak menempuh pendidikan. Tentu saja pendapat saya ini tidak berlaku untuk semua orang. Pendapat saya bahwa orang pintar akan memakan orang bodoh. Misalnya para pejabat yang korrupsi, itu orang pintarkan? Bila kita lihat hasil pendidikan di negara kita, banyak di antara kita yang mengatakan belum menghasilkan apa-apa. Coba saja kita lihat produk-produk kebutuhan kita sehari-hari, apakah ada yang dihasilkan oleh bangsa kita? Ada sih ada. Tapi berapa persen? Coba kita amati, beberapa tahun belakangan ini, betapa menjamurnya alat komunikasi yang dapat kita gunakan dengan berbagai merek. Apakah ada yang berlabel Indonesia? Kita diserbu oleh berbagai macam merk yang berasal dari negeri orang, dan tanpa merasa bersalah sedikitpun kita pun rame-rame menggunakan berbagai macam produk itu dalam waktu yang relatif sebentar. Setiap bulan kita dapat mengganti handphon atau kendaraanpun sekalipun. Apakah salah? Tidak juga kalau Anda memang mampu membelinya. Tetapi sadarkah kita bahwa kita sebenarnya sudah menjadi tamu di negeri sendiri? Apa-apa yang kita perlukan dipenuhi oleh hasil pemikiran orang lain. Di kemanakan sebenarnya pemikiran kita. Kemana orang-orang hasil tempaan pendidikan kita atau orang-orang yang sudah diberi tugas pemerintah kita untuk belajar ke negeri orang. Kita tahu hukum di negara kita bagaimana, ekonomi kita bagaimana, dan hasil pendidikan kita bagaimana? Mungkin ada yang salah yah dalam sistem pendidikan kita? Terlepas ada tidaknya yang salah dari sistem pendidikan yang ada di negara kita, mungkin sudah waktunya bagi kita untuk mencoba secara perlahan memeprbaiki sitem tersebut meskipun hanya diri kita yang dapat melakukannya. Sedikit demi sedikit, lama-lama akan menjadi lebih baik lagi
Nama : Epi Dosniroha Sihombing
HapusTing/Jur : I/Theologia
Nim : 15.01.1255
Dan saya ingin mencoba menjawab pertanyaan saudara dian,,,bagaimana tanggapan kita mengenai orang miskin yang tidak bisa memperoleh pendidikan.baiklah saya akan menanggapinya .Kenapa orang miskin? Karena penghasilannya rendah.
Kenapa penghasilannya rendah? Karena tidak memiliki pekerjaan yang layak
Kenapa tidak memiliki pekerjaan yang layak? Karena tidak memenuhi syarat untuk melamar pekerjaan Kenapa tidak memenuhi syarat? Karena tidak sekolah dan memiliki ijazah sebagai syarat Kenapa tidak sekolah? Karena sekolah mahal STOP!
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, pendidikan adalah hal yang penting untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Kenapa? Karena dengan menempuh pendidikan tinggi, kita bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang lumayanTetapi, pendidikan itu mahal! Lalu bagaimana caranya orang yang miskin mendapatkan pendidikan? disini saya mau memberikan analisa dan analisa saya ini mungkin sudah pernah didengar kawan semua.ini sebagai contoh ya,,
1. Saya punya 9 orang anak. Biaya 1 anak sekolah misal Rp.100.000/bulan. Gaji saya misal Rp.1.000.000/bulan. Tentu biaya sekolah tersebut akan terasa sangat mahal karena saya harus mengeluarkan Rp.900.000/bulan untuk menyekolahkan anak sehingga hanya sisa Rp.100.000/bulan untuk kehidupan sehari-hari.
2. Saya punya 2 orang anak saja. Biaya sekolah akan terasa ringan karena saya hanya perlu mengeluarkan Rp.200.000/bulan untuk menyekolahkan anak sehingga masih ada sisa banyak Rp.800.000/bulan untuk kehidupan sehari-hari. Jadi intinya selain karena memang biaya pendidikan masih mahal, paham bahwa banyak anak banyak rezeki juga merupakan faktor tidak langsung yang menyebabkan pendidikan sangat sulit untuk diperoleh bagi orang miskin (biaya pendidikan akan makin besar jika anak semakin banyak).Jadi gimana solusinya. Untuk mengurangi kemiskinan?Disini semua pihak bisa melakukan sesuatu: Masyarakat Menengah ke Atas:Didik anak dengan baik, ajarkan pentingnya pendidikan untuk si anak. Hindari kemungkinan anak untuk terjerumus ke hal yang enggak-enggak, yang berdampak buruk buat masa depannya. Gapapa punya anak banyak! Asalkan bisa membiayai pendidikan semuanya. Lebih bagus lagi kalau dididik supaya menjadi pengusaha, untuk membuka lapangan kerja bagi orang-orang yang lagi berjuang keluar dari rantai kemiskinan!untuk Masyarakat Tidak Mampu : Jangan punya anak banyak-banyak! Cukup satu atau dua, tapi sekolahkan semuanya sampai tinggi!Gizi sangat penting untuk perkembangan otak anak, pastikan gizi mereka cukup dengan gaji yang halal! Kerja, kerja, kerja!! Gapapa orang tuanya miskin, yang penting anaknya jadi orang kaya!! Persiapkan semuanya buat pendidikan si anak. Untuk Keluarga Tidak Mampu kita adalah harapan keluarga, tanggung jawab kita besar! Semangat untuk belajar! Jangan malas! Kita harus berusaha lebih dibandingkan yang lain demi mengubah nasib keluargamu!
saya rasa hal ini kita lakukan maka rantai kemiskinan akan putus. Trimakasih
Dian Lasmauhur Damanik
Hapus15.01.1241
I-D/Theologi
Terimakasih buat penjelasan saudara Epi Sihombing.
memang benar yang saudara katakan, bahwa jumlah anak menentukan untuk meraih pendidikan. sebenarnya tuntuntan saya dalam pertanyaan saya bukan menuntut agar anak Indonesia yang bersekolah agar menjadi kaya walaupun orangtuanya miskin. tapi bagaimana agar anak Indonesia bersekolah meraih pendidikan dan pengetahuan dan akan menjadi pemimpin yang bermoral, bertanggung jawab, peduli, serta mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. jadi untuk itulah ada tanggapan kita pada kaum tertindas dan kaum miskin agar melahirkan pemimpin-pemimpin kelak, bukan menjadi pengangguran dan kemungkinan besar akan melakukan kejahatan, seperti mencuri, membunuh demi mendapatkan uang dan kesenangan hidup.
dan kita tahu jika kita meraih pendidikan maka kita akan menjadi pemimpin yang bermoralitas, bertanggungjawab, peduli dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, sehingga di Indonesia ini terjadi perubahan.
terimakasih
salam IBD
HapusNama : Krismay Pasaribu
NIM : 15.01.1285
Ting/Jur : I-C/Theologi
Syaloom....
sedikit ingin menanggapi pendapat saudari Dian.
sebagian besar masyarakat terkhusus Indonesia masih
menganut yang namanya ketidak pedulian satu sama lain di mana yang kaya semakin kaya dan yang yang miskin semakin miskin. sehingga melalui hal itu terlihat jelas bahwa terciptanya rasa egois yang membuat Negara kita masih Negara berkembang bukan Negara maju (seperti Amerika Serikat maupun Jepang). jadi menurut saya sendiri bagaimana agar anak Indonesia bersekolah meraih pendidikan dan pengetahuan dan akan menjadi pemimpin yang bermoral, bertanggung jawab, peduli, serta mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.Yaitu kembali kepada pribadi masing -masing, menyadari untuk apa dia dei ciptakan oleh Tuhan dan apa yang harus dilakukan agar terciptanya kedamaian, kesehjateraan, bahkan di junjungnya harkat dan martabat Indonesia. Bahkan anak Indonesia terkhusus mahasiswa yang mengontrak IBD kita di sini di ajak untuk menjadi contoh bahkan mengambil peran dalam Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya, agar tidak terjadinya sesuatu hal yang dapat merugikan Negara kita ini.
Meraih pendidikan memang akan menciptakan pemimpin yang bermoralitas, bertanggung jawab, peduli dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan tetapi di samping meraih pendidikan kita juga harus memupuk kerohanian kita yaitu iman kita semakin bertumbuh (mengimani apa yang kita lakukan dalam dunia ini serta apa yang harus di lakukan sesuai kehendak Tuhan) agar adanya keseimbangan dan terciptalah kelak pemimpin yang kita inginkan.
Terimakasih
Salam Budaya.
terimakasih buat penjelasan saudara Krismay Pasaribu. memang juga kita berharap agar semua kembali kepada diri masing-masing mengutamakan pendidikan yang akan membuat kita menjadi manusia yang bermoralitas, bertanggungjawab, peduli, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri masing-masing.
Hapusnama : james simson simanullang
Hapusnim : 15.01.1273
kelas: I-D
terima kasih atas jawaban yang telah saudari berikan epi sihombing. sedikit menambahi jawaban yang telah saudari berikan terhadap pertanyaan dian lasmauhur. memang benar pendidikan diindonesia saat ini sangat susah diperoleh karena mahalnya tingkat pendidikan dan kebutuhan yang diperoleh. kita mengetahui memang tingkat kemiskinan yang dihadapi indonesia saat ini sangat meningkat. padahal bangsa indonesia sangat kaya akan sumber daya alam. tetapi hasilnya pemerintah tidak bisa mengelolah dan memanfaatkan hasil sumber daya alam tersebut malahan hasil sumber daya alam diindonesia selalu diekspor ke luar negeri. pemerintah kurang sigap dalam membuka lapangan pekerjaan. jika pemerintahan kita tidak selalu mengekspor keluar negeri, otomotis lapangan pekerjaan diindonesia sangat minim. Jika kita mengelolahnya sendiri pasti lowongan pekerjaan sangat banyak. dan pengangguran diindonesia pasti menurun dan masyarakat pasti hidup sejahtera. dan pasti orang tua akan berlomba-lomba menyekolahkan anaknya sampai keperguruaan tinggi.dan tingkat pendidikan diindonesia semakin berkembang. kita mengetahui harga barang-barang sangat mahal sedangkan getah, sawit,pinang,coklat dan sumber daya lainnya sangat murah.
Dan bagaimana tanggapan kita melihat kaum yang tertindas dan orang miskin yang tidak dapat pendidikan dan pengetahuan. Sebenarnya pendidikan tidak selalu menentukan suatu keberhasilan kita. Memang benar bila kita telah mempunyai pendidikan yang tinggi hidup kita akan terjamin. Tetapi tidak kemungkinan besar jika kita mempunyai pendidikan tinggi menentukan kehidupan kita. Banyak kita lihat setelah sudah tamat kuliah dia tidak dapat pekerjaan yang layak dengan pendidikan nya tersebut. Padahal sudah bertahun-tahun dia menjalani pendidikan tersebut. Malah menjadi penarik becak dan pekerjaan yang tidak layak. Itu disebabkan karna kurangnya skil yang diperoleh mahasiswa tersebut. Sebenarnya jika kita tidak kuliah pun atau tamatan SD, tetapi kita mempunyai skil yang dia punya pasti menolong kehidupannya. Contohnya bengkel atau otomotif. Jika dia tekun dalam menjalaninya pasti dia akan berhasil dan menjadi orang yang berguna. Jadi menurut saya pendidikan yang tinggi itu tidak menentukan kehidupan kita jika tidak diiimbangi dengan skil yang kita punya
Pembahasan diatas adalah Bahasan kami sebagai Kelompok Pembahas dari I-D Kelompok IV:
BalasHapus-Avin Geovani Purba
-Dian Lasmauhur Damanik
-Januar Mamanda Sitepu
-Roni Rezeki Manihuruk
Nama : Angelica Precilya
BalasHapusTingkat/Jur: I-C/Teologi
Nim:15.01.1214
Syalom..
Mengingat tentang sikap Romo yang sangat pluralis ke semua agama, sangatlah terlihat dari aksi yang dilakukan Romo pada saat itu, yaitu beliau lebih Megutamakan Penghayatan daripada visi, lebih bersifat visioner daripada profetis. Hal ini sangat menggambarkan sosok yang welcome terhadap semua agama. sangat berbeda dengan sekarang ini, yang lebih membahas teori daripada praktiknya. Saya teringat akan pernyataan sebut saja NN yang mengatakan bahwa berdasarkan Test Psikologi, hampir semua Mahasiwa Tamatan STT di Kota Medan prodi Teologia tidak layak Lulus menjadi Calon Vicaris, padahal rata-rata memiliki prestasi yang cukup baik untuk dapat mengikuti Test Calon Vicaris. Miris rasanya mendengar pernyataan beliau karena yang kita ketahui, sebagai calon-calon pelayan Tuhan harus menjadi contoh ditengah-tengah jemaat, tetapi dari hasil test psikologis tersebut, jelas terlihat bahwa mahasiswa teologis belum mampu memberikan cerminan bagi dirinya sendiri.
Dari peryataan ini, bagaimana penyaji menanggapinya dilihat dari sisi humanisme yang religius, tolong berikan penjelasan para penyaji !
Nama : Dina Laura Sirait
HapusTingkat/Jur : I-D/Theologi
Nim : 15.01.1242
baiklah, saya akan mencoba menanggapi pertanyaan saudari angelica tentang kasus tersebut. Nah dalam hal kita berarti kita dapat melihat bahwa sebagai calon hamba Tuhan yang akan menjadi contoh ditengah-tengah masyarakat kita tidak boleh hanya dibekali dengan yang namanya kecerdasan intelektual,atau kecerdasan dalam keakademisan serta teori semata, melainkan kita sebenarnya dituntut untuk melakukan praktik dari apa yang kita ketahui atau yang kita pelajari, karna segala sesuatu nya pasti membutuhkan yang namanya bukti nyata dari apa yang sudah kita pelajari tersebut. Namun banyak di antara kita yang jarang sekali melakukan praktek yang memperlihatkan bahwa kita adalah contoh atau pedoman ditengah lingkungan kita. Oleh sebab itu Romo Mangun menantang kita agar melalui pendidikan yang kita emban,yang kita jalani kita tidak hanya memahami yang namanya "Teori" tetapi mari kita "mempraktikkan" nya di dalam kehidupan kita,agar pendidikan yang diharapkan sebagai dasar terwujudnya Humanisme tersebut.
Terimakasih...Salam IBD
Nama: Angelia Precilya
HapusTingkat/Jur: I-C/ Teologi
NIM : 15.01.1214
Syalom
Terima kasih untuk tanggapannya, tetapi yang saya pertanyakan disini,bagaimana respon kita terhadap pernyataan beliau setelah kita membahas mengenai kehumanisan ini. kita tahu disetiap teori juga harus ada praktik, sebagai bukti nyata berhasilnya atau tidak penerapan teori tersebut,. Bagaimana penyaji dapat menyikapi keadaan kemerosotan humanisme yang ada sekarang agar ke depannya, apabila dilakukan test Calon Vicaris, kita mampu lulus dari test Psikologi tersebut dengan memperoleh pedikat Konstruktif bukan Destruktif, seperti yang dikatakan Bapak Dosen kepada kita.
Terima kasih
Syalom
Nama : james simson simanullang
HapusNim : 15.01.1273
Tingk/jur : I-D/ Theologi
Baik saya akan menambahi jawaban dari dina laura sirait sebenarnya itu tergantung dari dalam diri kita. jika kita sungguh-sungguh menjalani apa yang telah tuhan firman kepada manusia dan kita tidak menyimpang dari situ pasti Tuhan akan memakai kita. jemaat pasti menilai bagaimana sikap dan perilaku kita, apakah kita baik, atau buruk. Dan rasa keingintahuaan kita akan firman Tuhan tinggi. Jika kita sering berkomunikasi kepada Tuhan pasti pikiran kita akan dibukakan dan diberikan jalan untuk menghadapi test vicar tersebut.
Saya ingin bertanya terhadap saudari angelica precilya apakah Tuhan tidak pernah memberikan apa yang anda inginkan?????? Tentu Tuhan pasti mengabulkannya jika kita sungguh-sungguh meminta kepadanya. Tiada yang mustahil bagi Tuhan…
Demikian hasil jawaban saya jika ada kata2 yang kurang berkenan dihati saudari mohon dimaafkan
Syaloom…
Nama: Januwar Mamanda Sitepu
BalasHapusNim : 15.10.1274
Tig/Jur : I-D/Theologi
Shalom..
Bagi saya sendiri topik pembahasan kita kali ini yang dipaparkan oleh para penyaji kelompok 1 sangatlah menarik,sebagaimana Romo mengugas ide-ide manusia,dimana dia seorang budayawan dan bisa dikatakan sebagai bapak pereformasi pendidikan bagi kaum muda.
Namun hal yang sangat membingungkan bagi saya dimana dikatakan bahwa tujuan pendidikan untuk pemanusiaan manusia,bagaimakah dimaksud?? serta proses-proses seperti apa yang akan dialami manusia dalam meraih yang namanya humanisasi ??
Dan juga di sajian itu disinggung tentang visi dalam pendidikan menurut Romo serta kenapa pendidikan di identikkan bertolak belakang dengan humanisasi.Coba penyaji jelaskan ??
Terima Kasih
Salam Ilmu Budaya Dasar.
Nama : Ipo Sunarsya Malau
BalasHapusNim : 15.01.1272
Kelas : I-C
Syalom bagi kita,
Romo Mangun adalah sosok tokoh yang sangat memperdulikan bagaimana nantinya keadaan manusia di Indonesia yang humanis, sosok seorang Romo adalah sosok seorang tokoh yang pengasih. Jadi, saya tertarik dalam membicarakan tentang “kasih”. Nah,, pertanyaan saya kepada para penyaji adalah bagaimana pendapat para penyaji tentang seorang pemuda, kita isyaratkan dia suku batak toba, pemuda ini lebih mengasihi budaya lain, istilahnya dia lebih suka pada budaya lain kita contohkan budaya simalungun. Bagaimana pendapat para penyaji tentang pernyataan tersebut. apa yang harus dilaksanakan oleh manusia yang humanis.
Syalom, terimakasih..
Terima kasih atas komen dan pertanyaannya Ivo Sunarsya Malau.........
HapusDalam kehidupan ini, satu hal yang sangat diperlukan adalah kasih. Seperti dalam 1 Korintus 13 : 1- 7 yang berbunyi:
1. Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
2. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
3. Dan sekalipun aku membagi- bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.
4. Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
5. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
6. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
7. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Dalam ayat Alkitab diatas, menggambarkan bahwa Kasih itu merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Bagaimana anda membayangkan jika tidak ada kasih ataupun cinta diantara manusia, pasti moral dan perbuatan manusia akan rusak. Nah, anda tadi menyatakan jika seorang pemuda Toba lebih mengasihi budaya lain, contohnya pemuda tersebut mencintai budaya Simalungun. Seperti saya sendiri, saya adalah orang suku Simalungun tapi saya cinta pada budaya Toba, terutama dalam bidang musik suku Toba. Walaupun saya menyukai ataupun cinta terhadap budaya Toba. Namun saya tetap ingat terhadap budaya asli saya yaitu budaya Simalungun. Tidak dapat seseorang itu disalahkan jika seseorang itu mencintai budaya lain, seperti pendapat anda tadi tentang seorang pemuda suku Toba yang mencintai budaya Simalungun. Dalam realita hidup ini, seorang manusia itu ketika ia mencintai dan mempelajari budaya lain, juga merupakan alat untuk lebih mengenal dan bahkan membuka ruang untuk berelasi atau berkomunikasi dengan suku lain. Dan hal ini juga menjadikan pengetahuan kita lebih maju. Dimana kita lebih tau bagaimana menyesuaikan sifat atau perilaku kita terhadap budaya seseorang, dan disanalah kita dituntut bagaimana nilai kemanusiaan itu ditempatkan pada kebudayaan seseorang dengan kebudayaan kita. Hal yang perlu kita ketahui dalam hal ini, yaitu tidak salah seseorang untuk mencintai budaya lain, karena hal ini juga akan mendatangkan hal positif, yaitu dimana rasa kemanusiaan seseorang itu akan lebih terlihat, ketika seseorang berekspresi dengan sebuah karya yang ia sukai dari budaya lain.
iya,, terimakasih buat saudara enhot girsang
Hapusiya memang tapi itu pada saat pemuda tersebut masih menghiraukan budayanya
nah.. sekarang yang saya maksud adalah pemuda toba tersebut sama sekali tidak meghiraukan budayanya sendiri
bagaimana tanggapa para penyaji?
apakah ada solusi untuk membuat supaya pemuda tersebut kembali menghiraukan atau lebih mengasihi budayanya, tetapi dia tetap inklusif, mau menghargai budaya orang lain
tolong saudara jelaskan
syalom
Dalam 1 Timotius 4: 12 yang berbunyi: “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataannmu, dalam tingkah lakukmu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”. Dalam ayat ini dinsehatkan bahwa setiap pemuda harus menjadi teladan dan jangan seorang pun menganggap seorang pemuda itu rendah karena masih muda, namun pemuda ditekankan agar menjadi teladan bagi orang-orang percaya, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan dalam kesuciannya. Di era globalisasi ini banyak kaum remaja yang mengira kalau budaya yang mereka miliki adalah kampungan , mereka lebih memilih budaya asing yang mereka anggap budaya modern dari pada budaya yang dimiliki sehinga banyak di antara kaum remaja sendiri tidak mengerti kebudayaan yang iya miliki , mereka malah lebih memahami kebudayaan luar seperti kebudayaan korea atau kebudayaan barat dan meninggalkan kebudayaan yang mereka miliki. Terkadang kita juga tidak bisa menyalahkan para remaja yang lupa dengan budayanya Banyak juga orang tua yang enggan untuk mengajari anaknya kebudayaan yang dia miliki bahkan banyak juga di antara orang tua yang tidak mengetahui budaya yang ia miliki sebagai salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan kita harus menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita punya agar tidak di klaim oleh negara lain, contohnya saja Negara tetangga Malaysia mereka terus berusaha untuk mengklaim kebudayaan yang kita miliki apa jadinya kalau generasi penerus bangsa ini lupa akan budaya yang iya miliki sudah pasti negara ini akan kehilangan identitas nya sebagai negara yang memiliki banyak kebudayaan. Kita harus melestarikan budaya yang kita miliki supaya tidak di klaim lagi oleh negara lain. Pemerintah seharusnya memberi fasilitas kaum remaja untuk mempelajari kebudayaan nya dengan memasukan kebudayaan daerah kedalam kurikulum sekolah ,dengan cara ini mungkin banyak remaja yang tidak melupakan kebudayaan yang iya miliki ,apa jadinya kalau Negara Indonesia yang kita cintai ini kehilangan identitasnya di masa yang akan dating. Negara yang memiliki beraneka ragam budaya ini bisa kehilangan identitas nya kalau tidak ada lagi generasi muda yang melestarikan nya, banyak di jaman ini turis-turis asing yang melestarikan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia, mereka datang ke Indonesia bertujuan untuk mempelajari kebudayaan yang nusantara miliki , berbanding balik dengan generasi muda kita sekarang yang enggan utuk mempelajari kebudayaannya mereka malah senang mempelajari kebudayaan Negara lain, kemungkinan besar kalau kita tanya kepada touris-touris yang datang ke Indonesia mungkin mereka lebih mengetahui kebudayaan yang kita miliki di bandingkan kaum remaja kita ,apa jadi nya Negara ini kalau kau mudanya sendiri saja tidak mengetahui kebudayaan nya. Dan sebenarnya disini lah kita di ajak para kaum muda untuk lebih melestarikan budaya yang di tinggalkan oleh leluhur kita ,jangan sampai budaya Negara ini berpindah ke Negara lain.
HapusSyalom dan damai sejahtera bagi kita maha siswa/i stambuk 2015 yang unggul dan kreatif
BalasHapusSaya sebagai penyaji mengucapkan Trimakasih buat penjelasan dan tanggapan teman-teman mengenai topik kita Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya. Yang dijelaskan oleh sosok seorang tokoh yang begitu peduli akan Nasionalisme dan Pendidikan yaitu Romo Mangunwijawa. Dimana teman-teman sudah pasti mengetahui akan kepeduliannya serta kebijakannya terutama di bidang pendidikan.
Saya sangat terinpirasi dengan penjelasan teman-teman semua yang mengatakan bahwa humanisme religius, nasionalisme yang terbuka dan pendidikan, sebenarnya itu adalah hal personal sebagai hak kita sebagai manusia. Jika mau maju, lakukan, jika merasa "nyaman" pertahankan, dan jika merasa kurang puas, lakukan apa yang anda rasa bisa diluar ekspetasi. Dan ada yang mengatakan bahwa Pendidikan haruslah bersifat terbuka kearah masa depan, mencerahkan dan mengembangkan kebaruan dan Membangun nilai-nilai kemanusiaan dari Nasionalisme merupakan suatu langkah untuk hidup adil, dan Makmur. Apa yang teman-teman jelaskan sudah melengkapi pembahasan kita mengenai Humanisme dan Nasionalisme. Dan saya sangat tertarik sekali dengan penjelasan teman kami Dian Lasmauhur Damanik dan Epi Dosniroha Sihombing dalam ilustrasinya mengenai pendidikan yaitu kaum yang tertindas dan kaum miskin yang tidak bisa medapat pendidikan dan pengetahuan. Dari penjelasan teman kami Epi mengatakan bahwa pendidikan adalah hal yang penting untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Biaya pendidikan masih mahal, paham bahwa banyak anak banyak rezeki juga merupakan faktor tidak langsung yang menyebabkan pendidikan sangat sulit untuk diperoleh. Bagi orang miskinuntuk Masyarakat Tidak Mampu : Jangan punya anak banyak-banyak! Cukup satu atau dua, tapi sekolahkan semuanya sampai tinggi!
Dan saya menarik sebuah kesimpulan tentang penjelasan teman kami Epi bahwa masyarakat sebaiknya menjalankan program pemerintah sekarang ini yaitu melakukan sistim KB. Selain meringankan beban keluarga yang ekonominya rendah sistim KB ini juga membantu untuk menguranginya kepadatan penduduk dan mengurangi pengangguran-pengangguran.
Dan ada beberapa pertanyaan teman-teman yaitu pertanyaan dari :
HapusBoris Adi Puttra Manurung/I-C/ Theologi/ 15.01.1224
yang menanyakan bahwa bagaimana cara kita menjalankan nilai-nilai kemanusiaan jikalau meningkatnya sekularisme. Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Jika kita ketahui faktor yang menyebabkan hal ini adalah karena keinginan untuk menyelesaikan konflik-konflik internal yang ada. Sekularisme dan keagamaan memang adalah dua hal yang saling berlawanan. Namun bagaimanapun juga mereka tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Sekularisme yang berjalan sendirian akan pada akhirnya berpotensi menimbulkan ancaman kepada mereka yang berpegang teguh kepada doktrin keagamaan dan akhirnya berujung kepada sebuah usaha radikal untuk menghancurkan sekularisme, meskipun mereka menawarkan kemajuan teknologi dan inovasi. Jadi dua hal ini saling memberikan manfaat yang sama, oleh sebab itu sudah seyogyanya dua hal ini saling bersinergi satu sama yang lain. Sekularisme tanpa agama hanya menimbulkan peradaban yang konstan. Seperti pernyataan Albert Einstein : “ Ilmu Tanpa Agama adalah sesat, dan Agama Tanpa Ilmu adalah Lumpuh.”
dan pertanyaan dari : Angelica Precilya/ Tingkat/Jur: I-C/ Teologi/ Nim:15.01.1214
HapusYang menanyakan tentang tes psikologi yang di lakukan bagi calon-calon vicaris dari sisi humanisme yang religius. Dulunya atau dapat kita katakan 5 tahun sebelumnya untuk menjadi calon vicaris atau pendeta tidak sesulit seperti yang sekarang ini. Setelah sekolah selama 4 atau 5 tahun, sudah bisa menjadi seorang vicaris dan tidak harus menjalani ujian-ujian terutama ujian psikotes, hanya saja melakukan beberapa pelatihan. tapi berbeda dengan cara yang sekarang. Sekarang untuk menjadi seorang pendeta harus melalui banyak tahap-tahap. Prestasi tidaklah cukup untuk menentukan segalanya. Untuk apa kita pintar, memiliki prestasi yang tinggi, kalau kita tidak memiliki karakter yang baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang baik. Itu sama saja sia-sia. Seorang pendeta itu harus memiliki karakter yang baik karena dialah sebagai guru yang akan membawa jemaat dalam hal kebenaran. Nah jadi tujuan dilakukan ujian psikologi untuk menguji dan menilai karakter seseorang. Dan jika kita perhatikan, banyak mahasiswa/i yang gagal melewati ujian ini, karena karakter yang kurang baik. Nah, dari sisi humanisme perkara tersebut sangatlah mengharukan. Banyak Calon-calon pemimpin yangkurangnya berkarakter yang baik. Tapi bapak Romo Mangunwijaya yang adalah seorang pastor bertindak dalam perkara ini. Romo memberikan beberapa pandangan-pandangannya dan ide-ide pemikirannya mengenai Humanisme Religius terutama dibidang pendidikan. Jika kita memahami akan penjelasan dari bapak Romo mangunwijawa wawasan kita sebagai kaum muda mudi yang akan menjadi penerus bangsa ini akan bertambah. Kita bisa belajar memiliki karakter yang baik, terutama kita yang akan menjadi calon pemimpin. Milikilah karakter yang baik agar menjadi calon-calon pendeta yang dapat menjadi cermin yang baik untuk jemaat.
Selanjutnya pertanyaan dari :Januwar Mamanda Sitepu/ Nim : 15.10.1274/ Tig/Jur : ID/Theologi
Hapusbahwa apa yang dimaksud dengan “manusia yang dimanusiakan”.
Memang Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus meningkatkan diri menjadi human. Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat pada dirinya. Karena manusia memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa atau prikemanusiaan. Prikemanusiaan inilah yang mendorong prilaku baik sebagai manusia. Jadi maksud dari memanusiakan manusia adalah tidak menindas sesama, tidak menghardik dan tidak kasar juga tidak menyakiti sesama. Jika ketahui ada keuntungan jika kita memanuisakan manusia. Yaitu keuntungan bagi diri sendiri, menunjukkan harga diri dan nilai luhur pribadinya sebagai manusia, dan keuntungan bagi orang lain, memberikan rasa percaya, hormat dan kedamaian dan kesejahteraan hidup.
Demikianlah yang dapat saya jelaskan mengenai“Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan”. Smoga apa yang telah saya jelaskan kepada teman-teman yang terkasih khususnya bagi teman-teman yang bertanya dapat memahaminya. Dan smoga penjelasan ini dapat menambah wawasan kita bersama.
Salam IBD
Oke. terima kasih banyak buat kelompok penyaji 1 yang sudah bersedia menjawab pertanyaan saya yang kemaren saya bingungkan tapi setelah anda memberikan penjelasan maka sedikit saya sudah memahaminya.
HapusTerima Kasih banyak
GOD BLESS YOU
SALAM IBD
Nama : Tino Sinaga
BalasHapusNIM : 15.01.1334
Ting/Jur : I-D/Theologia
Sebelum Saya bertanya, memang Saya suka pengajaran Romo mangun, banyak mengajarkan tentang arti dunia kehidupan.
Jadi, Terakhir sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi semakin hambar ketika masyarakat pencari keadilan harus selalu dihadapkan pada mekanisme hukum yang tidak berpihak dan tidak membela kepentingan rakyat, sementara mereka yang menuntut pemerataan sosial dengan begitu mudah dicap sebagai sosialis-komunis dan subversif? Semua tindakan-tindakan di atas tidak akan memberikan nutrisi dan nilai pengayaan bagi Pancasila. Sebaliknya, bahkan hanya akan menjadikan Pancasila menjadi ideologi yang semakin kering, kosong dan tidak berjiwa. Salah satu dasar Negara Indonesia adalah tentang kemanusiaan. Ia berbicara tentang hakekat manusia dipandang dari berbagai aspek. Kemudian dari situ akan menghasilkan pandangan baru tentang kemanusiaan. Suatu pandangan yang dalam dunia Barat disebut dengan humanisme. Dimana aspek-aspek yang melingkupi manusia dan kehidupannya akan dibahas dan dirumuskan.
Dalam perumusannya, Pancasila tentulah tidak sama dengan perumusan humanisme yang ada di dunia Barat, karena masing-masing mempunyai latar belakang yang berbeda. Namun, gejala yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan adanya kecenderungan untuk mengadopsi pandangan humanisme tersebut, yang dalam status ontologinya yang sarat akan nilai-nilai.
Pertanyaan selanjutnya apakah humanisme yang lahir dari rahim peradaban Barat itu sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang mayoritas beragama Islam? Apa pula konsep Islam tentang manusia sebenarnya? Kemudian apakah ada kesesuaian antara humanisme dan kemanusiaan?
Maka disini kita akan menyelusuri apakah relasi antara humanisme dan pancasila sebagai dasar negara indonesia. Apakah sama perumusan humanisme di dalam pancasila dengan humanisme di dunia barat?
Trimakasih, semoga saudara penyaji dapat menjelaskan secara konkrit dan jelas.
Salam IBD
Indonesia Bersatu.
Terima kasih atas komen dan pertanyaannya saudara Tino Sinaga..........
HapusNah dalam pernyataan anda mengenai negara Indonesia dengan dasar negaranya yaitu Pancasila, yang menyatakan bahwa salah satu dasar negara Indonesia adalah tentang kemanusiaan, dan juga anda mempertanyakan tentang negara Indonesia yang mayoritas Muslim dan bagaimana pandangannya terhadap humanisme di peradaban Barat.
Sejarah Humanisme di Barat
Arti Istilah humanisme akan lebih mudah dipahami kalau kita meninjaunya dari dua sisi; sisi histories dan sisi aliran-aliran dalam filsafat. Dari sisi yang pertama, humanisme merupakan gerakan intelektual dan kesusteraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh abad ke-14 Masehi. Gerakan ini boleh dikatakan sebagi motor penggerak kebudayaan modern, khususnya kebudayaan Eropa, berapa tokoh yang sering disebut sebagi pelopor gerakan ini misalnya Dante, Petrarca, Boccaceu dan Michael Angelo. Dari sisi yang kedua humanisme sering diartikan- sebagimana telah disebutkan diatas- sebagai faham dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sehingga manusia menempati posisi yang sangat penting dan sentral, baik dalam perenungan fisafati maupun praktisi dalam kehidupan sehari-hari, salah satu asumsi yang melandasi pandangan filsafat ini adalah manusia pada prinsipnya meupakan pusat dari realitas, berbeda dengan filsuf abad pertengahan, para filsuf humanisme berpegang teguh bahwa manusia pada hakikatnya adalah bukan Viator Mundi.(peziarah dimuka bumi) melainkan Vaber Mundi (pekerja atau mencipta dunianya) (Abidin; 26; 2000). Gerakan yang berawal dari Italia dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa, dimaksudkan untuk manusia dari tidur panjang abad pertengahan, yang dikuasai dogma-dogma agamis. Abad pertengahan adalah abad dimana otonomi, kreatifitas dan kemerdekaan berfikir manusia dikungkung oleh kekuasan agama yg mayoritas di eropa pada saat itu.
Abad ini ini sering disebut “Abad Kegelapan” karena cahaya akal budi manusia tertutup kabut dogma-dogma agama di sana. Kuasa manusia dipatahkan oleh pandangan agama yang menyatakan bahwa hidup manusia telah digariskan oleh kekuatan Illahi dan akal budi manusia tidak akan pernah tidak akan pernah sampai pada misteri dari kekuatan-kekuatan itu. Pikiran –pikiran manusia yang menyimpang dari dogma-dogma kaum spiritual di eropa tersebut adalah pikiran-pikiran sesat dan karenanya harus dicegah dan dikendalikan. Dalam zaman itulah gerakan humanisme muncul dan gerakan kaum humanis bertujuan untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasan lembaga keagamaan dan membebaskan kungkungan agama yang mengikat. Kaum humanis menggunakan seni liberal sebagai materi dan sarana utamanya. Alasan utama dijadikan sarana terpenting pada waktu itu (disamping retorika, sejarah, etika dan politik) adalah kenyataan bahwa hanya dengan seni liberal manusia akan tergugah untuk menjadi manusia, menjadi mahluk bebas yang tidak terkungkung kekuatan diluar dirinya . Mereka percaya bahwa hanya dengan seni liberal, maka manusia akan dapat dibangunkan dari tidurnya yang sangat panjang pada abad pertengahan itu. Model pendidikan itu adalah model pendidikan yang didorong oleh semangat zaman antik (Yunani kuno), yang ditandai oleh adanya kehidupan demokratis, pada zaman antik klaim atas otonomi manusia dijunjung tingggidan dalam batas-batas tertentu manusia mempunyai kewenangan sendiri dalam keterkibatanya dengan alam dan dalam penentuan arah sejarah manusia. (Abidin; 27;2000) Hal senada juga dikatakan oleh Ali syariati bahwasanya teori humanisme barat dibangun atas asas yang dibangun mitologi yunani kuno yang memandang bahwa antara langit dan bumi, alam dewa-dewa dan alam manusia, terdapat pertentangan dan pertarungan, sampai-sampai muncul kebencian dan kedengkian antara keduanya . Para dewa adalah kekuatan yang memusuhi manusia. seluruh perbuatan dan kesadarnnya kekuasannya yang zalim terhadap manusia yang dibelenggu kelemahan dan kebodohannya. Hal itu dilakukan karena dewa-dewa takut menghadapi ancaman kesadaran, kebebasan, kemerdekan dan kepemimpinan manusia atas alam. Setiap manusia yang menempuh jalan ini dipandang telah melakukan dosa besar dan memberontak kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam mitologi yunani adalah penguasa segala sesuatu dan manifestasi dari kekuatan fisik yang terdapat dialam semesta; laut, sungai bumi hujan, ekonomi, penyakit dan kematian (Syariati; 40; 1992).
HapusItu sebabnya, maka menjadi wajar dan logislah bila dalam pandangan yunani kuno yang memitoskan alam tersebut, humanisme mengambil bentuk sebagi penentang kekuasaan para dewa, yakni tuhan-tuhan dan sesembahan mereka. Dari sini terbentuklah pertarungan antara Humanisme dan Theisme. Berdasar itu maka humanisme yunani berusaha untuk mencapai jati diri manusia dengan seluruh dengan seluruh kebenciannya kepda Tuhan dan dan pengingangkarannya atas kekuasanNya. Serta memutuskan tali penghamban manusia dengan langit, ketika ia menjadikan manusia sebagi penentu benar atau tidaknya sesutu perbuatan dan menentukan segala potensi keindahan terletak pada tubuh Manusia (Syariati;40; 1992) . Kalau kita bisa mengatakan humanisme pasca Renaissance di Eropa modern merupakan kelanjutan dari humanisme yunani Kuno, karena kungkungan dogma agama mayoritas di eropa yang demikian kuatnya terhadap nilai kemanusiaan, maka humanisme Eropa modern mengambil bentuk yang sama terhadap humanisme yunani kuno yaitu melakukan pengagungan kembali terhadap harkat dan martabat pada nilai kemanusiaan. Dan setelah kita mengetahui bagaimana perkembangan humanism di Barat. Kita juga perlu tau bagaimana humanism dalam perspektif Muslim. Islam mempunyai pandangan yang unik dan komprehensif tentang kemanusiaan (Humanisme). Pandangan Islam mengenai nilai—nilai kemanusiaan diawali dengan semangat Pembebasan melalui konsep Tauhid. Yaitu pembebasan manusia dari segala seseuatu selain kepada Allah. Menurut Nurcholish Majid Islam mempunyai konsep dan efek konsep dari pembebasan Tauhid (Nurcholish Majid;72;1995). Kedatangan agama Islam sebagai agama pembebas ketertindasan manusia dari penghambaan dunia diungkapkan oleh Ali Syariati; Akhirnya datanglah Islam, mata rantai terakhir yang menyempurnakan agama–agama dalam sejarah, yang tampil dalm ajaran Tauhid dan kemenangan, yang menurut seorang prajurit Islam adalah “mengajak manusia pindah dari kerendahan bumi menuju ketinggian langit dan dari penyembahan manusia atas manusia kepada penyembahan manusia kepada Tuhan Semesta Alam.
HapusEgaliterianisme dalam Islam
Efek konsep mengenai pembebasan manusia pada pemeluknya (Tauhid) terbukti pada pemeluknya Afrika Hitam terhadap penindasan bangsa kulit putih, Dampak pembebasan yang paling penting adalah dengan terjadinya Egaliterianisme (Majid;74; 1995).
Maka dengan melihat perkembangan Islam di Afrika sebagai contoh nyata itu lanjut Cak Nur, efek semangat pembebasan Tauhid antara lain merupakan kelanjutan langsung pandangan kemanusiaan yang melekat dan menjadi konsukuennya.. Yaitu bahwa salah satu rangkaian Tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa ialah paham tertentu tentang hakikat dan martabat manusia. Dapat ditegaskan bahwa tidak ada tauhid tanpa menghasilkan pandangan tertentu tentang tentang harkat dan martabat manusia.
HapusKeserbamencukupan manusia
Adalah Sachiko murata yang mengungkapkan dan mencoba melihat secara utuh tentang keistimewan manusia : Dalam dunia mahluk, manusia menempati secara khusus yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Sifat posisi ini diungkapkan dengan banyak cara, seperti amanat yang diterima manusia tapi ditolak langit , bumi dan gunung–gunung (QS; 33; 72) Dalam upaya menjelaskan akar-akar ontologis dan dan kosmologis dari situasi manusia yang unik ini, para pengarang kita sering kali mengkontraskan cara bagaimana kualitas kualitas itu muncul dalam makrokosmos dan mikrokomos. (Murata;59;1997)
Konsep Pembebasan Manusia dalam Islam
Konsep pembebasan manusia tauhid ini merupakan turunan dari Kalimah Tauhid yaitu: ”Tiada Tuhan selain Allah” yang merupakan kalimat negasi konfirmasi; Dengan negasi itu dimulai proses pembebasan, yaitu pembebasan dari belenggu kepercayan kepada hal yang palsu. Tetapi demi kesempurnaan kebebasan itu, manusia harus mempunyai kebebasan yang benar. Sebab hidup tanpa kepercayan sama sekali itu adalah hal yang mustahil. Sebagaimana ditunjukan eksperimen komunisme yang telah disinggung diatas, seseorang dapat memulai dengan tidak percaya sama sekali, namun kekosongan dari kepercayaan itu memberi tempat bagi timbulnya kepercayaan baru yang justru lebih mencekam dan lebih membelenggu. Ini sejajar dengan ucapan bijak Bung Hatta bahwa kebebasan yang tak terbatas atau bertanggung jawab akan justru mengundang lawan kebebasan itu sendiri yaitu tirani. Atau dengan ungkapan lain, kebebasan terwujud dengan ketundukan tertentu, yaitu ketundukan kepada yang secara intrinsik benar, yakni benar pada dirinya sendiri, tidak pada faktor luar secara tidak sejati. Islam yang berati pasrah atau tunduk-malah menurut Smith- justru merupakan pangkal kebebasan kaum muslim dan sumber energi merka yang hebat, sebagimana terbukti ledakan politik orang-orang Arab Muslim abad ke 7 (Majid; 80;1995). Konsep Islam Mentang Manusia Sebagai Pemimpin dimuka bumi. Dalam Islam sebagimana agama monoteis lainnya , manusia nampak sebagai mahluk yang mempunyai keistimewaan karena dipilih Tuhan sebagai wakil-Nya di dunia (Al-Quran ;Al-Baqarah;30) dan mempunyai kemampuan yang khusus. Dalam kondisinya yang asli dan tinggi, menurut Al-Quran (Fussilat;53) manusia itu adalah tanda ajaib dari kekuasaan Tuhan. Manusia sempurna adalah ; alam kecil (micro cosme) yang menyinarkan kesempurnaan alam besar (macro cosme) dan dengan begitu berhak untuk menjadi khalifah Tuhan di atas bumi . Adanya manusia sebagi bukti adanya Tuhan memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia itu sendiri (Marcel A;Boissard; 104;1980).
Kebebasan (Ikhtiyar), Keharusan Universal (Takdir) dan Tanggung Jawab
HapusKebebasan dalam Islam digambarkan Islam dalam terminologi Ikhtiyar. Sebagimana digambarkan oleh sebuah Organisasi keIslaman Mahasiswa (HMI) di Indonesia yang bergerak dalam core pemikiran Islam modern ; Pusat Kemanusian yang adalah terletak pada diri pribadi manusia dan kebebasan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaannya itu. Kebebasan dalam arti kerja sukarela (pilihan) yang tanpa paksaan yang didorong kemauan yang murni, kebebasan dalam pengertian merdeka memilih sehingga pekerjaan itu dengan benar-benar dilakukakan sejalan hati nurani. Hal ini bersumber daari keikhlasan. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang dari kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting dari gambaran manusia sejati. Individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir; dari kemanusiaan, serta letak kebenarannya dari nilai kemanusia itu sendiri. Karena inividu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak dari awal perbuatannya, maka kemerdekaan/kebebasan pribadi adalah haknya yang pertama dan asasi. Tetapi Individualitas hanyalah pernyatan asasi dan primer saja dari kemanusiaan . Kenyataan lian sekalipun sekunder, ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya . Manusia hidup di tengah alam sebagai mahluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari seluruh alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kebebasan harus diciptakan untuk pribadi dalam konteks hidup ditengah masyarakat (kebebasan sosial-penulis). Sekalipun kemerdekaan/kebebasan adalah esensi dari kemanusiaan, tidak berarti manusia selalu di mana saja bebas, adanya batas dari kemedekaan adalah kenyataan. Batas-batas tertentu itu karena adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap mengusai alam dan tidak tunduk ataupun bergantung pada manusia (hukum yang mengusai benda dan masyarakat) ((Nilai Dasar Perjuangan HMI; 2002). Pemulian manusia sebagai Pemimpin (The ruler, leader) dimuka bumi dalam Islam. Sebagai pemimpin dimuka bumi manusia dalam pandangan Islam, manusia diberikan ilmu pengetahuan dan dengannya manusia manusia dapat berfikir dan bertindak bebas tetapi segala sesuatu harus dipertanggungjawabkan di akhirat (eskatologis) konsep yang sebenarnya adalah untuk menghormati diri si mukmin itu sendiri, dan orang lain disekitarnya dan menjadi makna dari pembebasan individu kepada pembebasan sosial. Hal ini dungkapkan Prof. Marcell A. Boisard (105-106; 1980) ; Wahyu Qur’an dimaksudkan untuk memperbaiki kemanusiaan atas dasar “seorang manusia yang terbaik” . Pengetahuan yang diberikan Tuhan yang Maha Kuasa, hukum yang dilakukan dan ancaman sanksi yang diumumkan, semua itu hanya berakibat meninggikan derajat orang mukmin. Takut kepada Tuhan adalah suatu hal yang berlainan dan yang lebih tinggi dari kegelisahan. Taqwa menunjukan dan menjelaskan keagungan rasa tanggung jawab yang dibawa oleh manusia. Kekejaman neraka dalam rangka ini, harus dihubungkan dengan kebesaran manusia yang bertanggungjawab dan diberi akal fikiran. Dengan begitu Islam menggabungkan dua konsepsi yang selalu menjadi bahan pertentangan antara filosof-filosof yaitu ”faham manusia itu berdiri sendiri dalam kebesaran jiwanya dan faham bahwa manusia itu pada dasarnya sangat lemah. Dengan menerima secara sukarela untuk menundukan diri kepada perintah hukum yang dihukum, manusia menemukan kehormatannnya. Kejahatan pada pokoknya adalah pembangkangan kepada hukum Allah. Manusia kehilangan keseimbangan karena ia tidak mau berbuat sesuai yang dikehendaki Tuhan dan karena ia menolak sendiri kebesaran yang terpendam dalam dirinya. Kesalahan adalah rasa kurang hormat kepada diri sendiri yang berarti kurang hormat kepada nilai seorang manusia Baik disebutkan di sini bahwa kebesaran manusia dan sikap hormat terhadap orang lain telah dijelaskan dengan sangat oleh ajaran Islam (Boissard;105-106; 1980)
Tujuan Hidup Manusia
HapusDeskripsi tentang tujuan hidup eksistensial manusia sebagai tujuan nilai keTuhanan dalam Islam digambarkan dengan baik oleh Cak Nur (36;1995); Maka sebagai jalan manusia untuk menyempurnakan jati dirinya itu Tuhan juga menampilkan diri melalui “berita” yang dibawa nabi-nabi, dalam bentuk kualitas-kualitas moral. Melalui pesepsinya terhadap kualitas Ilahi seperti sifat Maha Kasih Sayang, Maha Pengampun, Maha Adil, dll itu manusia menghayati nilai-nilai luhur kejatidirian, keahlakan dan moralitas. Dan penghayatannya yang intensif akan membuka jalan dalam dirinya (kalbu) bagi nilai-nilai itu untuk di internalisasi. Manusia tidak akan menjadi Tuhan tetapi rasa Ketuhanan yang mendalam (Rabbaniyah Taqwa) ia akan menjadi mahluk ahlaki yang luhur, yang meresapi unsur-unsur kualitas Illahi. Tetapi meskipun perjuangan manusia menyempurnakan jati dirinya itu berpedoman kepada –Nya, namun tidaklah berarti utuk kepentingan Tuhan sendiri melainkan untuk kepentingan manusia sendiri. Karena itu ia harus hidup mengaktulisasikan dalam sikap hidup yang menempatkan diri sebagai kemanusiaan universal dan dengan nyata menunjukan kepedulian kepada kehidupan manusia yang lain. Maka kesimpulan dari semuanya adalah bahwa nilai ke Tuhanan merupakan wujud tujuan dan makna hidup kosmis dan eksistensial manusia dan nilai kemanusiaan merupakan wujud makna terrestrial (keduniawian) hidup manusia. Dari seluru pandangan ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Perbedaan yang paling mendasar antara Islam dan Eksistensialisme adalah sudut pandang Islam yang Theosentris (Tuhan) sedangkan Eksistensialisme sangat anthropocentric (manusia sebagai pusat nilai). Yang kemudian akan melahirkan persamaan dan perbedaan dalam pandangan (walaupun tidak semua eksistensialis atheis dan para eksistensialis melakuka pemberontakan ide dengan agama mereka di eropa bukan Islam). Ada sebuah kesamaan dalam hal konsep dasar tentang humanisme dalam Islam dan Eksistensialisme, keduanya mempunyai tujan sama bahwa yaitu untuk mempertinggi martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, jika dalam Eksistensialisme merupakan “pemberontakan Intelektual” terhadap dominasi dogma kehidupan oleh agama yang mendominasi eropa, maka dalam Islam dimulai dengan pemberontakan atas penghambaan paganisme dan penindasan manusia (perbudakan, gender, kebodohan, perilaku asusila) rusaknya tatanan norma sosial dll.
Eksistensialisme mendahului konsep humanismenya dengan mengatakan Eksistensi mendahului esensi bahwa keberadaan manusia ada dengan sendirinya seperti terlempar keberadaannya kedalam dunia ini (tak ada esensi-Sartre), sedangkan Islam mengatakan bahwa esensi penciptaan manusia di bumi ini sebagai Khalifah (wakil Allah dimuka bumi) untuk mengemban tugas mulia (amanat- Sachiko murata). Hal yang diungkapkan eksistensialisme tentang hakikat penciptaan ini menurut penulis akan melahirkan kegamangan dalam hidup manusia karena dengan begitu akan sulit bagi kita untuk membedakan hakikat penciptaan seseuatu misalnya antara manusia dengan air misalnya (air diciptakan Tuhan untuk diminum). Keberadaan manusia dalam dunia menurut eksistensialis adalah menupakan sesuatu yang harus dijalani (experience) dengan begitu maka manusia akan mengetahui “eksistenznya” (Heidegger). Sedangkan bagi Islam hidup adalah merupakan upaya pemantulan (refleksi) manusia sebagai mikro cosme dari Tuhan yang macro cosme (Boissard) dalm wujud dalam nilai positif kemanusiaan. Tak ada yang lebih jelas dari seseorang selain kebebasannya demikian kata Sarte, hal ini senada dengan Islam, kebebasan dalam konsep ikhtiyar (mnrt syariati dan HMI) adalah perilaku yang di dasari kemauan orang itu sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain bahkan Tuhan itu sendiri, dan Islam sendiri tidak mengenal dosa keturunan sebagimana serangan eksistensialis pada kaum pendeta yang menurut mereka mengungkungi manusia. Islam dalam sisi kebebasan mengenali konsep Keharusaan Universal (takdir) bahwasanya seseorang adalah dinyatakan mempunyai takdir jika ia sudah menjalani hal tersebut dan ini sama sekali bukan konsep predestinasi yang menyesatkan. Tetapi juga, bahwasanya konsekwensi dari kecerdasan pikiran dan kebebasan itu menyebabkan adanya keterbatasan kebebasan dengan kebebasan orang lain (kebebasan sosial), dan juga masalah pertanggungjawaban eskatologis di akhirat nanti sebagai khalifah dari muka bumi. Mengenai model manusia sempurna yang secara kontroversial diungkapakan oleh Nietszhe dengan Ubermansch-nya (Superman) dalam Zaratustra nya, Nietzsche mengungkapkan bahwa manusia unggulan adalah manusia yang mempunyai kemampuan superior dan mempunyai kemampuan untuk terus mencipta sebagai keunggulan komparatif adanya manusia dan harus menghilangkan aspek kasih sayang moralitas karena hanya melemahkan manusia. Sedangkan Islam dikenal dengan kosep Insan Kamil (manusia sempurna) dengan berbagai keunggulan komparatif yang harus dimiliki seprti Ulil Albaab (orang yang berfikir). Pengertian Boissard manusia adalah selain khalifah (pemimpin ) manusia juga harus memantulkan sifat manusia dari Tuhannya.
HapusDan Kasih adalah merupakan sifat Tuhan yang akan menimbulkan perasaan bahagia dalam diri manusia. Mengenai Tujuan hidup sebagimana dinyatakan dan Nietszhe bahwasanya tidak ada tujuan yang tertinggi, manusia harus lebih takut pada gairah dan hawa nafsu seksualnya ketimbang lain sedangkan Islam (Nurcholish Majid) nilai ke Tuhanan merupakan wujud tujuan dan makna hidup kosmis dan eksistensial manusia dan nilai kemanusiaan merupakan wujud makna terrestrial (keduniawian) hidup manusia. Hal diatas berarti bahwa tujuan hidup manusia menurut eksistensialisme adalah untuk ditujukan untuk manusia itu sendiri sedangkan Islam mengatakan bahwa Tujuan hidup pada Tuhan tidak hanya pada Tuhan sendiri tetapi untuk kepentingan manusia itu sendiri. Dan hal yang perlu kita ketahui bahwa pada dasarnya posisi humanisme sama dengan sila ke dua .Keduanya sama-sama mengunggulkan pencapaian individu, akan tetapi perbedaannya adalah bahwa humanisme, kebenaran yang mereka pikirkan tidak terikat pada kebenaran Tuhan dimana manusia adalah pusat bukan Tuhan. Pemikiran tersebut dipengaruhi oleh ilmu alam,Sebaliknya sila ke dua tidak mengimani manusia dan keindahan, tetapi mengimani Tuhan Sila ke dua ini di liputi dan di jiwai oleh sila pertama Hal ini berati bahwa kemanusiaan yang adil dan berdap bagi bangsa indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa Dan dapatlah kita ambil maknanya bahwa sesungguhnya Indonesia adalah suatu Negara yang sangat mendukung pengakuan HAM namun yang tidak menyalahi aturan agama karena dalam sila ke dua . Kebahagiaan bukan di dunia, melainkan di surga.
HapusTrimakasih saudara Enhot atas jawaban anda. Berarti dapat saya simpulkan jawaban anda semua agama mempunyai "kebebasan". Kalau memang kita ada kebebasan, kenapa sampai skrang kita tidak terbebas dari rakyat miskin, Koruptor, dll. Dimanakah rasa humanis pemerintah sekarang?
HapusNama : Tino Sinaga
BalasHapusNIM : 15.01.1334
Ting/Jur : I-D/Theologia
Sebelum Saya bertanya, memang Saya suka pengajaran Romo mangun, banyak mengajarkan tentang arti dunia kehidupan.
Jadi, Terakhir sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi semakin hambar ketika masyarakat pencari keadilan harus selalu dihadapkan pada mekanisme hukum yang tidak berpihak dan tidak membela kepentingan rakyat, sementara mereka yang menuntut pemerataan sosial dengan begitu mudah dicap sebagai sosialis-komunis dan subversif? Semua tindakan-tindakan di atas tidak akan memberikan nutrisi dan nilai pengayaan bagi Pancasila. Sebaliknya, bahkan hanya akan menjadikan Pancasila menjadi ideologi yang semakin kering, kosong dan tidak berjiwa. Salah satu dasar Negara Indonesia adalah tentang kemanusiaan. Ia berbicara tentang hakekat manusia dipandang dari berbagai aspek. Kemudian dari situ akan menghasilkan pandangan baru tentang kemanusiaan. Suatu pandangan yang dalam dunia Barat disebut dengan humanisme. Dimana aspek-aspek yang melingkupi manusia dan kehidupannya akan dibahas dan dirumuskan.
Dalam perumusannya, Pancasila tentulah tidak sama dengan perumusan humanisme yang ada di dunia Barat, karena masing-masing mempunyai latar belakang yang berbeda. Namun, gejala yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan adanya kecenderungan untuk mengadopsi pandangan humanisme tersebut, yang dalam status ontologinya yang sarat akan nilai-nilai.
Pertanyaan selanjutnya apakah humanisme yang lahir dari rahim peradaban Barat itu sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang mayoritas beragama Islam? Apa pula konsep Islam tentang manusia sebenarnya? Kemudian apakah ada kesesuaian antara humanisme dan kemanusiaan?
Maka disini kita akan menyelusuri apakah relasi antara humanisme dan pancasila sebagai dasar negara indonesia. Apakah sama perumusan humanisme di dalam pancasila dengan humanisme di dunia barat?
Trimakasih, semoga saudara penyaji dapat menjelaskan secara konkrit dan jelas.
Salam IBD
Indonesia Bersatu.
Nama : Beritanta Surbakti
BalasHapusKelas : I-A
Nim : 15.01.1222
Humanisme, yang bisa saya tangkap adalah manusia merupakan makhluk egois dan sosialis. Saya menganggap setiap agama memiliki egois dan sosialis. Dan pendapat saya mengenai Humanisme Agama juga memiliki prinsip egois keagamaan dan sosialis keagamaan.
Egois punya sifat liberal yang pada dasarnya, bersifat pribadi. Karena keliberalan seseorang adalah pribadi yang bebas tanpa batas.
Walau manusia adalah makhluk egois atau individualis namun keegoisan atau keindividualisan itu hanya pilihan pada aturan kesosialan saja, baik aturan dalam agama islam, kristen, dll.
Jadi, sesuai hukum kesosialan, manusia tidak bisa bebas untuk egois atau individualis. Sehingga manusia benar-benar adalah makhluk bersosial, karena keyakinan sifatnya adalah egois +fokus. Artinya menurut saya kita boleh egois dengan keyakinan kita, tapi jangan melupakan kesosialan dengan agama lain. Keyakinan sendiri pada dasarnya adalah bebas/egois. Namun karena adanya tempat/wadah tertentu akhirnya bebas secara teratur dan menjadi fokus. Kita bersosial dengan keyakinan agama lain dengan tidak meninggalkan aturan agama kita. Bila pribadi seseorang yang bebas namun ia terikat hak dan wajib maka tidak disebut liberal namun sudah membentuk diri pada aturan kesosialan atau bebas secara beraturan. Seperti yang pernah dikatakan Mario teguh bahwa kurang lebih manusia bebas itu adalah manusia yang baik yang menjalankan aturan-aturan kesosialan.
Kalau begitu timbul pertanyaan saya bagaimana Romo Mangunwijaya memandang pluralisme agama yang ada di indonesia?
Terima kasih..
nama : dina laura sirait
Hapusnim : 15.01.1242
tingkat : I-D/Theologi
baik saya akan mencoba menjawab pertanyaan saudari beritanta Surbakti.
Romo Mangunwijaya memandang pluralisme agama yang ada di Indonesia dengan cara dimana Romo bersikap Inklusive terhadap kepluralisan yang ada di negara ini. Dimana Romo tidak membeda-bedakan orang-orang yang dia layani. Romo tidak menjadikan perbedaan yang ada sebagai benteng penghalang untuk perduli antara sama lain, melainkan Romo mencoba meruntuhkan tembok itu agar kita sebagai satu bangsa tetap bersatu dan Romo berharap kita dapat melihat perbedaan yang ada sebagai sesuatu yang positive,dimana sebenarnya ketika kita hidup di tengah-tengah kepluralismean maka disitulah kita lebih ditantang untuk bersikap humanis tanpa membeda-bedakan antara satu sama lain. Dengan hidup dan bertindak secara baik dan benar dan juga tidak membeda-bedakan antara satu sama lain, maka terwujudlah kehidupan yang damai dan harmonis sesuai dengan tujuan humanisme tersebut. Terima kasih
Nama : judika sitorus
BalasHapusNim : 15.01.1821
tingkat : ID
Setiap manusia diberi Tuhan akal dan fikiran, untuk bisa membangun dan bahkan merusak segala yang sudah ada,
berbicara mengenai pendidikan manusia sekarang ini rata-rata sudah mempunyai pendidikan namun manusia sekarang ini juga banyak yang tidak memiliki moral, bahkan hanya mementingkan diri sendiri, tanpa melihat segala yang ada di sekelilingnya, begitu banyak yang menderita, demikian hal nya yang terjadi di indonesia saat ini, semakin tinggi pendidikan yang dimilikinya semakin tinggi juga egonya, sehingga banyak kaum miskin saat ini yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, karna tidak mendapat perhatian dari kaum yang sudah mampu, atau bahkan pemerintah,
melalui ajaran Romo Mangun ini, kita di ajarkan untuk lebih peduli, dan saling membangun demi kebaikan bersama.
Membangun adanya humanisme, membuang segala sifat keegoisan, dan menciptakan sosialisasi dalam masyarakat, membuang citra negatif yang dimiliki setiap manusia,jangan menindas orang miskin, supanya tidak banyak lagi yang menderita, saling membantu, menolong satu-sama lain, supaya bangsa indonesia menjadi lebih baik lagi.
HapusNama : Netti Purnama Sari Pasaribu
BalasHapusTing/Jur : I-D/Theologi
NIM : 15.01.1297
syalom buat teman-teman semua..
Pembelajaran kita saat ini sangat menarik. Saat ini kita membicarakan tentang pendidikan yang ada dalam negara kita ini. Pendidikan itu bersifat multidimensional, berdimensi banyak, seperti pendidikan harus mencerdaskan kehidupan dengan memberi kebebasan pada para anak didik. Berbicara tentang kebebasan pada para anak didik untuk memilih pendidikannya sesuai dengan bidangnya, masih ada saja kita lihat di sekitar kita anak didik melanjutkan pendidikannya bukan karena dari hatinya akan tetapi karena permintaan dan pemaksaan dari orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, orangtua ingin anaknya menjadi seorang dokter namun kemampuan atau talenta yag dimiliki anaknya dibidang teknik mesin. Jadi anaknya dipaksa untuk melanjutkan pendidikan ke bidang kedokteran bukan ke bidang mesin. Padahal pendidikan yang ia jalani itu tidak sesuai dengan kemampuan dalam didrinya. Hal inilah yang membuat pendidikan itu tidak berjalan dengan baik karena ada unsur paksaan. Jadi peserta didik tidak serius dalam mendalami pendidikan yang sedang ia jalani. Ia melanjutkan pendidikan hanya sebagai formalitas saja. Biasanya anak didik yang seperti ini putus pendidikannya di tengah jalan, atau pun ada juga yang sampai menyelesaikan pendidikan itu. Namun, ia tidak mendapat ilmu apapun karena ia bukan di bidangnya. Hal ini hanyalah sia-sia, pendidikan sudah dapat di selesaikan namun, hasil dari pendidikan itu tidak ada. Ini bisa juga menimbulkan yang namanya pengangguran. Karena ia tidak bisa berkarya atas pendidikan yang sudah ia selesaikan. Dan saya ingin bertanya pada para penyaji, bagaimana cara yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah seperti ini yaitu menjalani pendidikan hanya karena paksaan bukan karena dibidang sesuai dengan kemampuannya?
syalom, terimakasih..
Nama : Dina Laura Sirait
HapusNim : 15.01.1242
Tingkat : I-D/Theologi
Terimakasih untuk pertanyaan saudari Netty.Kasus ini memang sering sekali terjadi dimana orangtua kurang memberikan kebebasan atau bahkan kurang mengenal kemampuan anaknya di bidang pendidikan yang membuat pendidikan yang diemban atau yang dijalani si anak menjadi kurang maksimal atau bahkan pendidikan itu seolah-olah menjadi tidak berguna dalam kehidupan si anak karna si anak tidak tulus atau terpaksa sehingga membuat si anak menjadi tidak berkualitas. Menurut saya, dalam menghadapi masalah seperti ini ialah harus terjalinnya hubungan yang baik antara orangtua dan anak, serta orangtua yang mengerti talenta atau bidang yang dimiliki oleh anaknya, dan juga orangtua seharusnya memberikan kebebasan kepada anak dalam menentukan pilihannya dibidang pendidikan yang dia inginkan yang mana telah adanya pembicaraan antara kedua pihak sehingga akan mencapi keputusan yang dapat mencegah yang namanya "pemaksaan kehendak". Begitu juga dengan si anak, seharusnya si anak juga bersikap terbuka kepada kedua orangtua nya, dan dapat memikirkan semua pilihan yang ada dengan matang dan sebaik-baiknya. Jika ya katakan ya,dan jika tidak katakan tidak. Intinya semua masalah yang ada dapat diselesaikan jika kita bermusyawarah dan berunding. Namun ada juga kasus seperti ini, yang mana orangtua menyuruh anaknya memilih pendidikan yang dipilih oleh orangtuanya, dengan alasan yang begitu tidak dapat ditolak seperti pesan terakhir dari orangtua yang akan meninggal misalnya. Nah dalam kasus ini,memang tidak ada yang bisa disalahkan. Hanya saja ketika si anak memang mau melakukan pesan itu maka dia harus bersedia melakukan dan menjalani pendidikan itu dengan mencoba tulus dalam menjalani nya. Meskipun mungkin bukan bidangnya,namun ketika kita mau mencoba dan berusaha maka kita pasti akan bisa dan berhasil menjalani pendidikan itu. "alah bisa karna biasa"
Jangan pernah mencooba menjalani pendidikan itu tanpa adanya tekad dan kemauan dari diri sendiri. karna semua nya berasal dari diri kita. ketika kita memang niat dan siap untuk menjalani nya maka lakukanlah yang terbaik. karna kita merupakan orang-orang yang beruntung masih bisa merasakan bangku pendidikan. Dimana masih banyak sekali orang-orang diluar sana yang tidak atau bahkan belum mampu merasakaan apa yang kita rasakan.
Terimakasih
Nama : Ella Angelina Surbakti
BalasHapusNIM : 15.01.1248
Kelas : I-B
Syalom bagi kita semua.
Disini kita membahas tentang Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya
Dimana arti dari Humanisme yaitu aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik.
Dan disini dijelaskan bahwa Humanisme religius memiliki dua sikap menghadapi humanisme di millennium ketiga saat itu yaitu sikap optimistis dan sikap pesimistis. Sikap optimistis menyadari adanya keragaman budaya disatu pihak dan saling ketergantungan satu sama lain dilain pihak.
Sedangkan sikap pesimisme menggambarkan tidak adanya lagi harapan akan kebaruan dalam prospek kemanusiaan, sejarah berakhir dengan bentuk demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis.
Driyarkara mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk “pemanusiaan manusia” melalui proses “humanisasi”. Demikian juga keyakinan Romo Mangun yang mengatakan bahwa setiap sistem pendidikan ditentukan oleh filsafat tentang manusia dan citra-manusianya yang dianut, sehingga tidak pernah netral, maka visi seseorang tentang mausia, sangat menentukan visi pendidikannya.
Dan yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana cara kita untuk membuat seseorang untuk menjadi humanisme dan mempunyai Nasionalisme terbuka.?
Dan apa nilai nilai yang terdapat di dalam sikap optimis dan pesimis?
Nama : Ronika Nursagi Panjaitan
BalasHapusNIM : 15. 01. 1316
Tingkat/Jurusan: I-B / Teologi
Syalom
Sebelumnya Terimakasih buat Bapak Dosen kami yang telah berusaha menyediakan pokok pembahasan ini di kelas dan Terimakasih buat saudara-saudari Penyaji dan Pembahas.
Romo Mangun pernah mengatakan bahwa “Hati Nurani akan dibentuk oleh Pendidikan. Hal ini berawal dari pengalamannya yang mengibaratkan sekolah adalah “sorga” yang memberikan bukan hanya latihan kecerdasan, melainkan juga pendidikan kemanusiaan dan berbagai keterampilan, seperti berbicara di muka umum, menulis, bercerita, menyanyi, memainkan peran sandiwara. Sayangnya, masa menyenangkan itu dirusak dengan datangnya Jepang pada tahun 1942. Sebagai anak keci ial menjadi shock karena situasi itu berbanding terbalik sehingga mengakibatkan banyak terjadi kelaparan dimana-mana dan sekolah-sekolah ditutup.
Yang menjadi pertanyaan saya :
1. Coba saudara penyaji menjelaskan Pendidikan seperti apa yang dapat membentuk hati nurani kita dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan?
2. Jika memang pendidikan itu bisa membentuk hati nurani seseorang, berarti dapat kita simpulkan bahwa orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki hati nurani dan nilai kemanusiaan yang tinggi juga. Lalu apabila kita bandingkan dengan para koruptor yang notabenenya adalah orang-orang yang memiliki Pendidikan yang tinggi. Bagaimana tanggapan kita mengenai para koruptor itu sendiri ?. Dapatkah pendidikan yang tinggi itu menjamin seseorang memiliki hati nurani yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang lainnya yang mungkin tidak berpendidikan?. Dapatkah Koruptor itu dikatakan manusia humanis?
3. Lalu bagaimana tanggapan para penyaji mengenai pendidikan di Indonesia kita tercinta ini. Apakah sudah dapat dikatakan membentuk hati nurani dan membentuk manusia Humanis itu sendiri? Jika kita baca di media social mengenai pelaksanaan Ujian Nasional 2016 yang dilaksanakan tingkat SMA sederajat bahwa Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) membuka posko pengaduan UN yang menampung berbagai aduan baik terkait kendala teknis hingga temuan kecurangan dilapangan. Meskipun tahun ini laporan kecurangan turun drastis namun pada tanggal 7 April 2016 pada hari ketiga UN diterima Oke Zone aduan dari Lampung, Pontianak, Jakarta, Surabaya, Cikampek, dan bahkan Medan. Di daerah Pontianak dan Cikampek ditemukan Sindikat jual beli jawaban UN 2016 dikalangan SMK. Lampung Para Guru dilaporkan memasuki ruang Ujian Atas perintah Kepala Sekolah. Dan di Medan Laporan Konvoi Para siswa SMA Kota Medan dengan Kendaraan beroda empat dan roda 2 usai mengikuti UN.
Terimakasih
Salam IBD.
Nama : Inmawani br Saragih
BalasHapusTing/Jur : 1-B/Theologia
NIM : 15.01.1271
Syalom bagi kita semua.
Terimaksih untuk para penyaji dan pembahas dan juga dosen kami yang sudah memaparkan bahasan kita kali ini.
Bahasan kita saat ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Karena untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan berperan paling penting sesuai dengan pemaparan penyaji yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk “pemanusiaan manusia”. Pendidikan yang dikatakan disini adalah pendidikan baik secara formal maupun tidak. Lalu bagaimana pandangan para penyaji tentang Amsal 1:7 yang mengatakan bahwa "takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan". Jadi apa yang lebih penting, pendidikan atau Tuhan yang merupakan awal dari semua pengetahuan dan pendidikan sesuai dengan iman Kristen (atau kata lainnya adalah kereligiusan)? Saya berharap penyaji dapat menjawab pertanyaan saya ini.
Terimakasih.
Tuhan Yesus memberkati. Syalom.
Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
BalasHapusNIM : 15-02-568
Ting/Jur : 1/PAK
Berbicara tentang pendidikan, tentu ini sanagat menarik sekali di perbincangkan, terkhusus terhadap kita mahasiswa. Mungkin sebagian orang beranggapan pindidikan itu tidak dapat di raih jika perekonomiannya rendah, akan tetapi kita harus ingat bahwa sesungguhnya pendidikan dapat di raih tidak hanya di tentukan oleh uang, tetapi bisa juga lewat pengalaman.
Contoh : anak desa sering bermain dilingkungan sekitar mereka, tentu permainan mereka berhadapan langsung dengan alam berbeda dengan anak kota yang lebih cenderung heboh dalam dunia elektronik. Dari situ tentu secara tidak langsung anak-anak desa belajar lebih memahami tentang alam dibandingkan anak kota. Dan jika anak tersebut mulai terfokus terhadap pembelajarannya tentu anak tersebut dapat sekolah di Negeri baik mulai dari SD-SMA dan bahkan anak tersebut akan mendapat biaya siswa untuk meanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Jadi menurut saya pengalamnlah yang kerap kali menjadi pendidikan yang berkualitas tentu didukung oleh kedua orang tua dan ada kemauan berusaha yang tinggi untuk mencapai impian yang di inginkan.
Dari pendapat saya di atas, apa tanggapan penyaji dan langkah apa yang akan anda lakukan sebagai hamba Tuhan untuk mewujudkan hal tersebut? Sekian, Syaloom,,,
Kepada semua mahasiswa-i saya beritahukan, hari ini Sabtu, 09 April 2016, pikul 15.00 wib sore, ruang komen topik bahasan ini resmi saya tutup.
BalasHapusTerimakasih bagi saudara-i yang sudah memberikan komen-nya, dan tetaplah memberikan komen di sajian-sajian berikutnya, hingga sampai sajian ke-7 nantinya, salam IBD.
Sulastri Putri
BalasHapus15.01.1330
1-D
Kel. I
Syalom,
Seorang Humanis yang Religius (Romo Mangun) dan juga seorang Pastor ini mempunyai suatu tekad untuk memperjuangkan Humanisme dalam kehidupan ini. Hal ini mengajak kita untuk menjunjung tinggi Nilai- nilai Kemanusiaan (keadilan, kebenaran, dan kebaikan) yang berlandaskan Humanisme yang Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, karna memang itu merupakan suatu hal sangat penting dalam kehidupan ini, untuk dapat kita dipraktekkan. Dalam masalah ini, kita kembali pada diri kita masing-masing yang mana kita sebagai satu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini untuk sama-sama berjuang dalam mewujudkan suatu kebenaran dalam kehidupan ini. Hal ini diawali dengan cara menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan budaya nasionalisme. Kemudian kita juga harus mau membuka ruang sempit kita dengan cara mau dipengaruhi oleh Pendidikan (paham pendidikan) yang menguntungkan. Karna berawal dari pendidikanlah kita bisa menemukan, mengembangkan, dan mencoba mempraktekan kehumanismean yang kita miliki itu. Karena dari pendidikan yang humanisme inilah kita sebagai penerus (terutama kita sebagai calon pendeta) dalam bangsa ini untuk memajukan Negara tercinta ini. Dalam pendidikan ada pengalaman, dan hal itu sangat berpengaruh besar dalam kemajuan suatu bangsa. Tidak masalah pengalaman seperti apa itu, yang penting sebagai seorang yang berpendidikan kita harus cakap dalam memilih hal maupun contoh untuk yang dapat memajukan manusia dan bangsa kita. Dalam pengalaman dan pendidikan ini kita harus dapat berbagi dengan yang lain demi mewujudkan Humanisme yang Religius. Kita dapat melihat seorang Romo Mangun berbagi dengan sesama melalui pengetahuan yang dimilikinya dalam hal pembangunan. Sebagai penerusnya kita juga harus mampu berbagi pengetahuan dan pengalaman kita. Supaya kemajuan dan kebenaran itu dapat terwujud dan dapat diteruskan oleh generasi berikutnya. Hal ini mengajak kita untuk selalu setia pada nilai-nilai kemanusiaan yang religius. Tentu memerlukan suatu usaha yang baik dan benar. Karna kualitas pendidikan tergantung pada kualitas humanisme yang religius dan nasionalisme yang paham pendidikan.
Syalom,
Salam IBD…
Nama : Susanto Marpaung
BalasHapusKelas : 1-D/theologia
Nim : 15.01.1331
Topik pembahasan ini sangat menarik untuk di bahas dimana pendidikan diulas penuh, contoh pendidikan di indonesia yang dimana zaman penjajahan jepang dan belanda terdapat perbedaan pendidikan.jepang tidak membuat sekolah pendidikan sedangkan belanda membuat sekolah pendidikan dimana belanda mengajari bangsa indonesia tentang dunia pendidikan,tinggal bangsa indonesia yang tidak mampu atau kurang mengembangkan pendidikan belanda itu dimana masa sekarang. Masuk kita ke topik pembahasan sajian kita dimana berbicara tentang Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, dalam Faham Dasar Pendidikan.jika pancasila adalah hasil akhir dari humanisme,adakah peran undang-undang tentang Humanisme dan Nasionalisme yang terbuka....?
Syalommmm.....
Salam sebangsa setanah air........
Willy Yones Siregar. 15.01.1341
BalasHapusmelalui pembahasan ini saya dapat mengambil suatu pemahaman bahwa humanisme religius adalah proses pengajaran untuk mengembangkan pontensi yang berorientasi pada manusia seutuhnya dengan memperhatikan aspek tanggungjawab hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan sehingga memiliki kekuatan spirtual keagamaan, kesalehan individu yang diperlukan oleh diri, masyarakat bangsa dan negara, dimana tujuannya adalah untuk memanusiakan manusia sehingga seluruh potensinya dapat tumbuh secara penuh dan menjadi pribadi utuh yang bersedia memperbaiki kehidupan. pemahaman akan humanisme religius juga mendorong kita untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral dan menyiapkan diri kita terkhusus mahasiswa untuk hidup sederhana dan bersih hati.
itu semua tidak terlepas dari paham pendidikan Romo Mangun. bahwa humanisme rligius juga harus berjalan bersama dengan pendidikan yang baik pula, untuk membentuk suatu manusia yang humanisme religius dan mempunyai rasa nasional yang tinggi. Terimakasih.. Salam IBD..