Nama :Dalton Manulang
Maston
Silingota
Nelta
Valentina Br. Tarigan
Reka
Cristiani Purba
Tolopan Ria Silalahi
Tingkat/Jur : IV-A/Teologia
Mata Kuliah : Liturgika
Dosen : Pdt. Edwad Simon Sinaga, M.Th
Unsur-Unsur Liturgi:
Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah
I.
Pendahuluan
Ada
banyak teori mengenai unsur-unsur liturgi. Bahkan dalam Tata Ibadah gereja kita
pada masa kini, kita bisa melihat beragam unsur, dan banyak model-model
daripada ibadah terrsebut dan masing-masing memiliki unsurr-unsur yang
tersendiri.
Setiap unsur dikembangkan di dalam setiap liturgi di semua kalangan kristen, hanya dengan metode dan pola pengembangan yang tentu berbeda pada masing-masingnya. Dan pada saat ini kita akan melihat bagaimana sejarah dan perkembangan dari setiap unsur-usnsur tersebut khususnya pada unsur-unsur liturgi tentang Doa, Pembacaann Alkitab dan Khotbah. Dan pada kesempatan kali ini juga kita akan melihat bagaimana hubungan pembacaan Alkitan dengankhotbah.
Setiap unsur dikembangkan di dalam setiap liturgi di semua kalangan kristen, hanya dengan metode dan pola pengembangan yang tentu berbeda pada masing-masingnya. Dan pada saat ini kita akan melihat bagaimana sejarah dan perkembangan dari setiap unsur-usnsur tersebut khususnya pada unsur-unsur liturgi tentang Doa, Pembacaann Alkitab dan Khotbah. Dan pada kesempatan kali ini juga kita akan melihat bagaimana hubungan pembacaan Alkitan dengankhotbah.
II.
Pembahasan
2.1
Doa
2.1.1
Pengertian
Doa
Doa
adalah tindakan menghubungkan diri denga Tuhan, atau tanpa perkataan.
Percakapan antara Allah dan manusia yang tertulis dalam kitab Perjanjian Lama
(Kej 15:1-6). Berbicara dengan Tuhan secara pribadi dan ungkapan iman secara
pribadi dan bersama-sama.[1]
Doa sejak abad ke-V ditemui dalam ritus Galia dan Romawi. Gloria in excelcis deo, imam yang memimpin ibadah berbalik kepada
jemaat, memberi salam kepadanya dan sesuadah itu ia mengucap Colecta,[2]
yaitu doa dengan dan untuk jemaat.
2.1.2
Fungsi
Doa
Mengkomunikasikan
dan mempersatukan diri dengan Tuhan. Mengungkapkan cinta, kepercayaan dan
harapan kita kepada Tuhan.[3]
2.2
Pembacaan
Alkitab
Pembacaan
Alkitab adalah suatu unsur tetap dari setiap kebaktian gereja. Pembacaan itu
telah temui dalam ibadah sinagoge. Disana dibacakan kitab taurat dan kitab
nabi-nabi. Kebiasaan ini diambil alih oleh perjanjian baru, salah unsur dari
ibadah jemaat pada waktu itu ialah pembacaan surat-surat rasul paulus.[4]
Sejak
dahulu pembacaan Alkitab erat hubungannya dengan khotbah. Hal ini telah terdapat
dalam ibadah sinagoge. Dalam lukas 4 :16-22 dicerikan bahwa ketika Tuhan Yesus
datang di Nazaret pada hari sabat, seperti biasa, pergi ke sinagoge. Hubungan
yang erat antara pembacaan Alkita dan khotbah ini kita dapati juga dalam kisah
para rasul 13:15. Itu diceritakan dalam ibadah sinagoge di Antiokhia yang
dikunjungi oleh Rasul Paulus dan Barnabas. Kebiasaan ini diambil alih oleh
gereja lama. Dalam Apologia I Justinus Martir menulis tentang ibadah jemaat
antara lain seperti berikut, “pada hari minggu (hari yang disebut menurut dewa
matahari) semua (orang Kristen) yang diam di kota-kota dan di daerah-daerah
pedalaman, berkumppul di suatu tempat dan dibacakan kenang-kenangan Rasul-rasul
atau kitab-kitab nnabi-nabi jika waktu mengizinkan”. Kalau pembacaan telah
selesai, ketua mengajar dan memberikan nasehat supaya kami mengikuti segala
contoh (apa yang terkandung dalam pembacaan) itu. Tentang Origenes (185-254)
kita membaca nast untuk khotbah dan bahwa Khotbahnya itu biasanya melingkupi
seluruh prikop yang dibacakan.
Dalam abad-abad yang berikut
prinsisp ini teguh dipegang. Baik Chrysostomus maupun Augustinus memilih nas
mereka dari bagian-bagaian Alkitab yang dibacakan dalam ibadah. Missale Romanum
masih tetap memelihara struktur dasar ini dalam ibadah jemaat. Sesudah
pembacaan Alkitab menyusul khotbah. Buku undang-undang gereja katolik Roma
mengharapkan supaya hari minggu imam memberikan semacam nasihat atau homilia.
Yang penting bagi kita di sini ialah bukan soal nasehat atau homilia. Yang
penting bagi kita disii ialah bukan soal apakah nasehat didebut khotbah,
walaupun kenyataannya khotbah erat hubungan dengan pembacaan Alkitab. Luther
sangat menekankan hubunagn ini, “Bilamana bagian Alkitab yang dibacakan itu
ditafsirkan, bagian itu tidak ada gunanya bagi jemaat”.
Calvin dan pemimpin-pemimpin gereja
yang lain pun erat menghubungkan pembacaan Alkitab dengan hotbah: sebelum
pembacaan Alkitab diucapkan dahulu suatu doa untuk memohon anugrah Tuhan-
seperti yang dikatakan oleh tata kebaktian Calvin di Geneva pada Tahun 1542-
firman Allah diterangkan dengan baik (murni) untuk kemuliaan nama-Nya dan untuk
pembangunan gereja dan agar firman itu diterima dengan kerendahan hati dan
dengan ketaatan. Baiklah pelayan-pelayan firman Allah dinasehati juga supaya
meraka dalam khotbah merreka jangan
terlampau menimpang dari nas mereka. pengajaran, nasehatm, pembangunan, kecaman
dan penghiburan mereka haruslah (sedapat-dapatnya) mereka dasarkan atas nsa
(prikop) yang dibacakan.
Kuyper mempunyai pandangan yang
sedikit berbeda. Pada satu pihak, ia
mengakui bahwa ada gunanya bila khotbah erat hubungannya dengan pembacaan
Alkitab. Dengan jalan demikian, katanya,pelayan tidak dapat memilih nas atau
pembacaannya semau-maunya saja sehingga pikiran (perhatian) jemaat tidak tertarik ke berbagai jurusan. Tetapi di
pihak lain, Kuyper tidak dapat menerima prinsip ini seluruhnya. Sebab menurut
pandangannya, hubungan yang erat saja belum dapat menjamin suatu pengertian
cendrung untuk menganggap pembacaan Alkitab sebagai suatu bagian yang berdiri
sendiri dari ibadah jemaat. Anggapan ini dianut juga oleh van der Leeuw. Hanya
ia lebih tegas, “pembacaan Alkitab mempuanyai sifat sakramental. Pembacaan
Alkitab bukan saja berguna dan mengandung unsur membangun. Fungsinya bukanlah
sebagai persiapan khotbah. Pembacaan Alkitab adalah pemberitahuan tentang
kedatangan sang Raja. Pada dasarnya, pembacaan Alkitab adalah injil, kabar
kesukaan, proklamasi bahwa Allah menerima pemberitaan-Nyya sabagai raja.
Jadipembacaan Alkitab bukanlah pembacaan hubungan nas yang perlu untuk khotbah.
Kalau hal ini perlu, baiklah pembacaan Alkitab dilakukan pada waktu membacakan
nas. Lekkerkerker lebih menyetujui anggapan para reformator (Luther dan Calvin)
dan karena itu tidak dapat menerima pandangan Kuyper dan van de Leeuw. Hubungan
yang erat antara pembacaan dan khotbah menuntut bahwa Alkitab dibaca supaya
ditengkan (ditafsirkan) dan diterapkan. Berdasarkan prinsip ini tidak mungkin
ada pembacaan Alkitab yang berdiri sendiri, artinya yang sama sekali terlepas
dari khotbah. Juga tidak mungkin untuk menggantungkan khotbah itu pada nas yang
tertentu: lebih tepat kalau pelayan berkhotbah tentang suatu prikop seluruhnya.
Bila pelayan tetap mau memakai nas, maka
nas itu hendaknya merupakan rangkuman (inti) dari pembacaan Alkitab atau
eyungguhan dari apa yang dimaksudkan oleh pembacaan itu”.[5]
2.3
Khotbah
2.3.1
Pengertian
Khotbah
Adapun yang menjadi
defenisi khotbah adalah:[6]
a. Percakapan
iman. Khotbah harus membangkitkan dialog, percakapan iman dalam pendengar.
Percakapan efektif mengandung unsur pertanyaan dan jawaban. Agar khotbah dapat
merupakan percakapan ima dan tidak bersifat nonolog, pengkhotbah harus belajar
mengidentifikasi dri dengan pendengar.
b. Percakapan
dari hati ke hati. Khotbah bukan karena engkau harus mengatakan sesuatu. Tetapi
karena engkau mempunyai sesuatu yang harus dikatakan.
c. Kesaksian
iman tentang kristus, tentang Allah (1 Yohanes 1:1-4). Menyaksikan berarti
menjadi sakksi dari apa yang yang dilihat, dari apa yang dialami, dari apa yang
dihayati.
Kotbah
adalah sebagian dari ibadah, yang paling penting ialah ibadah, bukan kotbah,
kotbah tidak boleh lebih dari dua puluh lima atau tiga puluh menit, dan kotbah tidak
boleh menguasai kebaktian, kotbah benar merupakan bagian yang berdiri sendiri,
tetapi bagian-bagian yang lain tidak takluk padanya, kotbah harus membangun
jemaat untuk turun aktif dan mengambil bagian di dalam ibadah. Menurut Trillhas
“antara firman dan sakramen tidak ada perbedaan derajat”. Sakramen tidak
memberikan lebih banyak roh atau Anugerah daripada firman. Firman dan sakramen
tidak mempunyai dua macam anugerah atu dua macam Roh. Sakramen memerlukan
firman. Tanpa firman, baptisan menurut Luther, adalah suatu permandian biasa
yang tidak memiliki kekuatan bisu. Tanpa Firman perjamuan kudus adalah suatu
perjamuan biasa yang bisu. Jadi, sakramen membutuhkan firman, tetapi firman
juga membutuhkan sakramen, dalam dua arti, pertama, Sakramen memberikan norma
dasar kepada firman. Tanpa hubungan rohani dengan sakramen kotbah adalah suatu
pidato yang diskutabel kedua, Sakramen menetapkan isi firman. Tanpa Sakramen
firman dapat ditafsirkan atas rupa-rupa jalan.Kotbah dan sakramen, keduanya
saling membutuhkan, kotbah keluar dari sakramen dan kembali lagi kepadanya,
kotbah berlangsung “diantara baptisan dan perjamuan”. Namun Stam mempunyai
pandangan lain. Ia mengatakan bahwa Sakramen dan pemberitaan erat berhubungan,
yang satu membutuhkan yang lain. Sakramen tidak dapat tanpa pemberitaan. Tetapi
pemberitaan dapat tanpa sakramen. Tanpa pemberitaan sakramen kehilangan
artinya. firman yang memberi isi kepada
sakramen, yang olehnya ia menjadi apa yang dimaksudkan oleh Tuhan Allah.
Noordmans mengatkan bahwa yang paling
penting di ibadah Perjanjin Baru ialah
pemberitaan; kristus sebagai satu-satunya imam besar dengan mezbah dan korbanNya verada di sorga.
Karena itu korban itu tidak hanya diberitakan. Luther dalam bukunya Deutsche messe menggap pemberitaan dan
pengajaran tentang firman allah sebagai unsure yang paling penting di
dalam semua ibadah, bahwa pembertitaan
adalah lebih daripada persiapan perjamuan malam. Dan menurut lekkerker
menjelaskan wujud dan fungsi pemberitaan ialah mengumumkan keselamatan dan hukuman
yang akan sendiri datanglah keselamatan dan hukuman yang diumumkan. Sebagai
salah satu konsekuensi dari pemusatan ibadah pada pemberitaan firman Tuhan,
kotbah merupakan hal yang sangat penting dan menjadii perhatian banyak pihak.
Kotbah merupakan bagian terpanjang atau terlama dalam ibadah.[7]
Kotbah itu mempunyai tempat yang sentral , karena tugas gereja yang utama ialah
mengabarkan Firman Tuhan di dalam dunia.[8]
Tata ibadah sering disebut “Liturgi”, yang
berasal dari bahasa Yunani leitourgia, yang
berasal dari dua kata; leitos yang
berarti “rakyat” atau umat dan ergon yang
berarti “pekerjaan”, perbuatan, tugas.
Jadi kata liturgy berarti melakukan suatu pekerjaan untuk umat. Didalam PL ini untuk menggambarkan tugas para
imam dan orang Lewi dalam Bait Allah, terutama untuk pelayanan mezbah.
Sementara itu dalam PB banyak pemakaiannya, selain pekerjaan para Imam, juga
pekerjaan yesus Kristus (Ibr 8:2,6), para rasul dan pemberitaan Injil (Rm
15:16), pengumpulan persembahan untuk orang miskin (Rm 15:27; 2 kor 9:12) dan
kumpulan orang yang beribadah kepada Tuhan dan berpuasa (Kis 13:2).[9]
Votum adalah pengakuan bahwa allah hadir dalam ibadah. Biasanya berupa
pembacaan dari Mazmur “pertolongan kita
adalah dalam nama Tuhan yangmenciptakan langit dan bumi.[10]
2.3.2
Sejarah
dan Perkembangan Khotbah
Sifat
khotbah dalam abad pertengahan erat hubungannya dengan pertumbuhan gereja.
Tiap-tiap taraf pertumbuhan mempunyai jenis hotbahnya sendiri. Secara kasar
kita dapat membedakan jenis khotbah sebagai berikut:
1. Khotbah
Misioner.[11]
Pada
abad V dan VI gereja mulai mendapat hubungan dengan bangsa-bangsa jerman yang
berpindah kesebelah barat ddan kesebelah selatan Eropa. Bangsa ini berusaha
memberitakan Firman Allah. Pemberitaan itu terranglah tidak sama dengan khotbah
yang diucapkan didalam ibadah jemaat. Ia lebih bersifat misioner. Namun
sesungguhnya dalam beberapa hal ia tetap sama yakni yang pertama ia diucapkan
dalam bahasa daerah. Kedua, ia mempunyai fungsi kembbar. Ia pertama-tama
dipakai sebagai alat menobatkan orang-orang jerman yang memimpin mereka.
disamping tu ia juga dipakai sebagai alat pedagogis: mendidik mereka yang telah
bertobat dan menjadikan anggota jemaat dalam hidup dan ajaran gereja. Ketiga,
metode khotbah dipakai oleh misionaris sering disesuaian dengan dunia berpikir
bangsa jerman.
2. Khotbah
gereja-bangsa.[12]
Oleh
pekerjaan misionaris banyak orang berpindah dari agama kafir keagamaan kristen.
Gereja makin lama makin bertambah besar. Dimana-mana terdapat jemaat Kristen.
Berhubung dengan itu mendapat satu tugas
yang lain. Ia tidak dipakai lagi sebagai alat missioner untuk menerangkan
kebenaran injil kepada orang-orang yang mau masuk agama Kristen, tetapi sebagai
alat pedagogis untuk mendidik dan “membentuk” anggota-anggota jemaat yang baru.
Jenis khotbah ini dalam sejarah dikkenal dengan nama khotbah gereja-bangsa,
karena ia bertolak dari pikiran, bahwa semua penduduk yang diam disuatu daerah
adalah orang-orang kristen. Peraturan yang dahulu dikeluarkan oleh Gregorius
besar, konsili Toledo dan Chrodegang dari Metz, sekarang makin diperkeras.
Uskup-uskup dan imam-imam terus menerus diingatkan akan tugas sebagai
pengkhotbah. Anggota-anggota jemaat tak berhenti-hentinya mendapat nasehat
untuk mengikuti ibadah-ibadah dan mendengar pengajaran para klerus. Hal ini
tidak begitu mudah. Pelaksanaanya banyak menemui kesukaran. Yang paling besar
diantaranya ialah: pengetahuan yang sangat rendah dari para klerus. Untuk
mengatasi kesukaran ini kaisar (karel Besar) turut campur tangan dalam
pendidikan dan usaha mempertinggi pengetahuan mereka. ditetapkan bahwa
tiap-tiap orang yang mau mengikuti pendidikan imam klerus harus memmenuhi
dahulu beberapa syarat minimal. Disamping perjalanan khotbah kepada imam-imam
ditugaskan pelajaran pengembalaan (pemeliharaan
jiwa) dan biecht (pengakuan dosa).
Khotbah sendiri harus dikutip dalam bahasa daerah dan dalam bentuk yang
sederhana, sehingga mudah dipahami orang. Ia harus memenuhi syarat-syarat yang
tertentu, antara lain : ia harus didasarkan atas kesaksian Alkitab. Isinya
harus terdiri dari penjelasan tentang simbol-simbol baptisan, doa bapa kami,
ichtisar ajaran agama Kristen, terutama
ajaran tentang dosa, hukuman kepada orang-orang yang berbuat dosa dan
pembangunan kepada angota-anggota jemaat untuk berbuat baik. Selain daripada
sebagai alat pedagogis khotbah juga mempuanyai tugas untuk membasmi
anggapan-anggapa magis didalam jemaat.
Karel besar memainkan peranan yang
penting. Dengan memakai Comes, yang dahulu diterbitkan oleh Alkuin (),
sebagai pedoman ia menyuruh paulus Diakonus ()
menyusun suatu homiliarium merut tahun gereja. Homiliarium ini pertama-tama
dimaksudkan untuk ibadah petang pada hari-hari minggu dan hari raya di
biara-biara dan di jemaat-jemaat pusat.
3. khotbah
Uskup
Dalam
sejarah khotbah ada orang yang cendrung untuk menganggap abag X dan XI sebagai
waktu dari chotbah uskup-uskup. Sebabnya ialah kerena pada waktu ini beberapa
uskup yang didorong pembesar-pembesar negara bukan saja terus-menerus menjaga,
sehingga dalam wilayah mereka tetap diadakan perjalanan chotbah oleh para
klerus, tetapi yang juga pemberitaan firman Allah sebagai tugas mereka yang
paling utama dan karena itu sendiri berkhotbah tiap-tiap minggu ditempat mereka
dan ditempat-temapat yang lain.
4. Khotbah
Biarawan.[13]
Abad
XII membawa perubahan yang penting di bidang khotbah. Sampai pada abad XI isi
khotbah hanya merupakan reproduksi saja dari warisan yang ada. Tetapi sekarang,
oleh rupa-rupa, oleh sebap pengaruh teologia (skolastik, mistik) dan
pengaruh-pengaruh lain pada waktu di bidang politik dan kebudayaan ( yang
terutama disebabkan oleh perang salib) peribadahan pengkhotbah makin nampak
dalam pemberitaannya. Yang paling besar mengalami perubahan ialah bentuk
khotbah. Bentuk percakapan (homilia) yang sangat digemari dan banyak dipakai
pada waktu yang lalu, sekarang makin lama makin terdesak oleh bentuk pidato
dari teologia skolastik. Teologi ini tidak puas dengan tradisional yang telah
usang. Ia mau menyelidiki sendiri bahan-bahan lama yang ditinggalkan oleh
bapak-bapak gereja. Dan ia mau menyusunnya secara bebas. Dalam susunannya ini
ada suatu hal yang menarik perhatian: pendahuluan (exordium) merupakan unsur
yang penting dan tetap didalam khotbah. Pandahuluan ini panjang dan biasanya
diakhiri dengan doa, umumnya doa Ave Maria yang mulia lazim pada waktu itu.
Khotbah
sendiri terdiri dari tafsiran dan terapan. Yang ditafsirkan bukanlah prikop
yang dibacakan, tetapi hanya satu ayat saja dari padanya, kadang-kadang malahan
hanya satu atau beberapa kata saja dari ayat itu, yang menurut pengkhotbah
mengandung pikiran inti dibahas panjang lebar, tetapi biasanya terlepas dari
ayat dan prikop yang merupakan konteksnya. Dengan jalan demikian lama-kelamaan
timbullah apa yang kemudian kita sebut khotbah thema. Sungguh demikian terapan
lebih baik daripada khotbah-khotbah yang dahulu. Ia langsung ditunjukkann
kepada pendengar-pendengar (anggota jemaat) di dalam situasi hidup mereka yang
riil. Hanya isinya yang tidak berobah. Ia tetap mengandung lukisan-lukisan
hitam tentang dosa dan ajakan-ajakan yang tidak putus-putusnya untuk bertobat.
Selain daripada lukisan-lukisan tentang dosa dan ajakan-ajakan untuk bertobat
khotbah biarawan-biarawan mengandung juga konfrontasi terhdap ajakan bidah.[14]
Dan ketman-ketman terhadap keburukan-keburukan yang terdapat didalam jemaat.
Pengkhotbah yang terkenal pada waktu itu adalah Norbet dari Xanten (),
Fulco dari Neuilly ()
dan Bernhard dari Clairvaux.[15]
Khtbah Bernhard dari Clairvaux umumnya jauh lebih baik daripada khotbah yang
dipakai oleh orang-orang lain pada waktu ini, terutama khotbah skolastik dalam
abad XIII dan XIV, yang banyak menjumpai uraian ilmiah: banyak memakai
defenisi-defenisi, bukti-bukti dan dasar-dasar dogmatis. Juga khotbah biarawan
dari ordo minta (ordo fransiskan Dominikan, Agustin) dalam abad XIII umumnya lebih
baik daripada khotbah skolastik. Khotbah mereka lebih ril dan lebih sederhana.
Dengan secara sadar mereka mengelakkan pemakaian pikiran-pikiran yang sulit dan
gaya bahasa yang indah, seperti yang teerdapat dalam buku, dan langsung
menghadapkan berita kepada pendengar (anggota jemaat mereka). isi khotbah pada
waktu itu masih tetap sma seperti dulu: dosa, penjelasn dan pertobatan. Ketiga
aspek ini dari karya ini merupakan satu-satunya tema pemberitaan. Ia dipakai
dalam segala waktu dan dalam segala keadaan dan ditunjukkan kepada semua orang:
kepada orang-orang yang angkuh, supaya mereka merendahkan diri, kepada
orang-orang yang bermusuhan supaya merekan berdamai dan hidup dalam perdamaian.
Hal
itu berubah dalam abad XIV. Chotbah-khotbah dalam abad ini berangsur-angsur
kehilangan sifatnya yang serius diatas. Untuk menari perhatian
pendengaran-pendengaran biarawan memperbanyak pemakaian dngeng-dongeng dan
cerita-cerita aneh, yang telah lama merupakan unsur tetap dari pemberitaan
gereja. Pengkhotbah yang dikenal pada waktu itu Berthold dari Regensburg ().[16]
Biarawan-biarawan ini lebih banyak berkhotbag dluar dari pada didalam jemaat.
Hal ini memiliki sisi positifnya yakni dengan jalan it
mereka dapat menyampaikan Firman Allah kepada lebih banyak orang, terutama
kepada mereka yang tidak ataujarang mengunjungi ibadah resmi. Tetapi selain
dari pada itu ia juga ada sisi negatifnya yakni kerena kotbah diucapkan
diluar tempat kebaktian, ia sadar atau
tidak sadardilepaskan diri dari hubungannya dengan unsur-unsur ibbadah yang
lain, terutama dengan perjamuan malam. Perkembbangan ini , seperti yang akan
kita lihat kemuadian, akhirnya memimpin kepada timbulnya dua ibadah.[17]
5. Khotbah
kaum mistik.[18]
Dalam
sejarah khotbah kaum mistik memainkan peran yang penting. Pengaruh mereka tidak
terbatas pada abadabad perrtengahan saja. Ia terasa uga dalam abad-abad yang
berikut. Salah satu sebab dari pengaruh ini ialah mungkin bahsa daerah yang
mereka pakai. Sama sepperti biarawan dari ord minta mereka juga lebih banyak
berkhotbah diluar ibadah jemaat. Mereka lebih banyak menarik
pendengar-pendengar baik dari kalangan biarawan-biarawan dan biarawati maupun
diantara anggota-anggota jemaat biasa. Mereka tidak menafsirkan seluruh prikop
yang mereka pakai, tetapi hannya satu atau dua ayat saja daripadanya.
Pengkhotbah yang terkenal di bidang ini adalah Meister Eckhart (),
johann Tauler (130361), Heinrich Seuse () dan jan dari Ruysbroeck (1239-1381). [19]
6. Khotab
sebelum Reformasi.[20]
Sebelum
reformasi perjalanan khotbah- didesaodesa dan didaerah-daerah pedalaman rupanya
tidak berjalan dengan teratur. Di kota-kota keadaan ini lebih baik. Menurut
penyelidikan Kitter dalam abad XVI kehidupan jemaat di kota jelas menunjukkan
pengaruh khotbah gereja. Hal ini terutama berlaku di kota jerman. Disana
mempunyai suatu fungsi penting. Ia diapakai sebagai alat untuk mengkritiks
keburukan-keburukan yang terdapat dalam jemaat dan masyarakat. Sebelum
reformasi maka khotbah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yakni sebagai berikut
a. Khotbah
yang tradisionil.
b. Khotbah
yang meniti beratkan unsur-unsur: dosa, penjelasan dan pertobatan.
c. Khotbah
mistik.
d. Khotbah
yang mengkritik keburukan-keburukan dalam jemaat dan masyarakat.
e. Khotbah
politik.
2.3.3
Pentingnya
Khotbah
Bagaimana
mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?
Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengar tentang
Dia? Bagaimana mereka dapat mendenar tentang Dia, jika tidak ada yang
memberitakan-Nya. Dan bagaimana mereka dapat memberitankan-Nya, jika mereka
tidak diutus? (Rom. 10:14-15).[21]
Jadi
khotbah itu itu memiliki peranan yang sangat penting, karena memalalui khotbah
mereka yang tidak pernah sama sekali datang keperibadahan melalui khotbah
mereka akan percaya dan mendengarkan firman Tuhan.
2.3.4
Mempersiapkan
Khotbah
Dalam
kita ingin berkhotbah maka kita harus memperseipkan terlebih dahulu khotbah
kita, jika seseorang yang ingin berkhotbah tetapi tidak mempersiapkannya
terlebih dahulu maka itu tidak khotbah namanya, dan tidak ada nilainya. Adapun
yang mejadi unsur dalam mepersiapkan khotbah adalah:[22]
a. Menentukan
teks.
b. Mencari
pesan asli teks.
c. Mencari
pesan untuk jemaat.
d. Menuliskan
khotbah dan menyampaikan hasil khotbah.
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas maka dapat disimpulkan:
1. Doa
harus erat hubungannya dengan firman, doa harus diucapkan sebelum firman Allah
diberitakan.
2. Pembacaan
Alkitab dilakukan diusulkan agar dibaca secara sistem prikop atau pembacaan
secara berkesinambungan.
3. Pembacaan
Alkitab harus memperhatikan tahun gerejawi dan perikop-perikop yang telah ada.
4. pembacaan
Alkitab erat hubungannya dengan khotbah. Hal ini telah terdapat dalam ibadah
sinagoge. Dalam lukas 4 :16-22 dicerikan bahwa ketika Tuhan Yesus datang di
Nazaret pada hari sabat, seperti biasa, pergi ke sinagoge. Hubungan yang erat
antara pembacaan Alkita dan khotbah ini kita dapati juga dalam kisah para rasul
13:15. Itu diceritakan dalam ibadah sinagoge di Antiokhia yang dikunjungi oleh
Rasul Paulus dan Barnabas.
IV.
Daftar
Pustaka
Abineno,
J.L.Ch. , Unsur-unsur Liturgi, Jakarta: BPK-GM, 2000
Abineno, J.L.Ch., Ibadah Djemaat dalam Abad-Abad pertengahan, Jakarta: BPK-GM,
1965
Browning, W.R.F., Kamus
Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2007
I.H.Enklaar & H. Berkhof , Sejarah Gereja, Jakrta: BPK-GM, 1950
Nierbergall, A., Leiturgia
II, Kasel , 1995
Pareira, Berthold Anton, Peranan Kitab Suci dalam Liturgi, Yogyakarta: KANISIUS, 1991
Rothlisberger,
H., Homiletika, Jakarta: BPK-Gunung
Mulia, 2000
Setiawan
, H.M Nur Kholis, Meniti
Kalam kerukunan 1,Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2010
[1] W.R.F.Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007),
83.
[2] Colecta ialah penyingkatan
dari oratio ad collectam plebem artinya doa dengan dan untuk rakyat (jemaat
yang berkumpul), J.L.Ch, Abineno, Unsur-unsur Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 45.
[4] Ibid, 49
[5] J.L.Ch, Abineno, Unsur-unsur Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 52-56.
[6] Berthold Anton Pareira, Peranan Kitab Suci dalam Liturgi,
(Yogyakarta: KANISIUS, 1991), 47-48.
[7] Phil. H.M Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam kerukunan 1,(Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2010),478
[8] H. Rothlisberger, Homiletika,
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2000),5
[9] ibid ,475
[10] ibid, 478
[11] A. Nierbergall, Leiturgia II, (Kasel , 1995), 236 .
[12] J.L.Ch, Abineno, Ibadah Djemaat dalam Abad-Abad pertengahan, (Jakarta: BPK-GM, 1965), 22.
[13] Ibid, 24.
[14] H. Berkhof &
I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakrta:
BPK-GM, 1950), 91.
[15] Khotbah-khotbahnya masih
ada yang terpelihara sampai sekarang. Isi khotbah-khotbah itu ialah ajakan
untuk percaya kepada kasih dan anugrah Allah dalam Yesus Kristus yang telah
melepaskan manusia oleh ketaatan, kerendahan, penderitaan dan kematiannya dan
untuk mengkutinya. Mengikutinya sampai menjadi satu dengan Dia. Jiwa dianggap
sebagai mempelai perempaun dari mempelai laki-laki yang yang ada dalam sorga.
Khotbahnya mempuanyai pegaruh yang besar, juga dibidang politik (gereja). Perjalanan perang salib yang kedua misalnya
adalah akibat dari pegaruh ini. Lih
J.L.Ch, Abineno, Ibadah Djemaat dalam
Abad-Abad pertengahan, (Jakarta: BPK-GM, 1965), 26.
[16] Banyak sekali khotbahnya
(400 buah dalam bahsa latin dan 70 buah dalam bahasa jerman) yang masih
terpelihara sampai sekarang. Diantara khotbah-khotbah itu ada yang lama dipakai
sebagai contoh. Pengaruhnya sangat besar
bukan saja dijerman, tetapi juga di swiss. Khotbahnya juga sangat
menarik: langsung, jelas dan sederhana. Sama dengan kawannya dulu ia sagat
menentang keburukan-keburukan dalam jemaat dan masyarakat: riba, kekikiran,
penipuan, zina, percaulan, perceraian. Dalam khotbanya ia kurang memakai
tafsiran. Temanya ia lebih pentingkan daripada nas atau prikop yang ia pakai.
Ia banyak menjumpai pengikut juga di luar jerman. Ibid, 27.
[17] Ibid, 27 .
[18] A. Nierbergall, Leiturgia II, (Kasel , 1995), 248.
[19] Meister Eckhart adalah
seorang guru dan pengkhotbah, yang sangat dipengaruhi oleh neoplatonisme dan skolastik Thomas dari
Aquino, ia banyak mempunyai pengikut-pengikut, terutama dikaangan bidat. Karena
itu ia di curigai oleh gereja
terutama di daerah Rhein, dimana
ia bekerja. Pada akhir hidunya ia dipersalahkan, karena ajaran bidah. Pada
tahun 1329 datang keputusan: separuh dari dalil-dalilnya dianggap sesat dan separuhnya dianggap
berbahaya. Menurut dia manusia mengandung dalam batinnya suatu bunga api kecil,
yang bersal dari Allah. Johann Tauler adalah murid erkhart. Sama seperti
gurunya ia juga mengajar tentang
keahiran Allah di dalam dasr jiwa manusia dan penghambaan diri yang memimpin
kepada unio msitica (keatuan mistik). Hendrick Sause juga adalah murid Eckhart
sama seperti Tauler ia juga menganut mistik gurunya. Jan dari Rusbroeck sama
seperti Tauler dan Seuse ia juga murid Eckhart. Mistinya biasanya disebut
mistik-trinitas. Bapa menatap anak, bapa dan anak saling mengasihi dalam roh
kudus. Lih J.L.Ch, Abineno, Ibadah
Djemaat dalam Abad-Abad pertengahan, (Jakarta: BPK-GM, 1965), 28-29.
[20] J.L.Ch, Abineno, Ibadah Djemaat dalam Abad-Abad
pertengahan, 29-31.
[21] Berthold Anton Pareira, Peranan Kitab Suci dalam Liturgi, 48-49.
[22] Ibid, 49-53 .
Nama Kelompok V: Longbet F. Rumahorbo
BalasHapusMalem Kerina Tarigan
Parinduan Tambunan
Riosa Sembiring
a. Yang kami dapatkan dari bahan sajian Liturgika kali ini adalah:
Kami kelompok V sebagai penanggap kepada kelompok III. Ada pu hal-hal yang kami dapat sebagai ringkasan dari makalah yang telah di buat oleh kelompok III adalah sebagai berikut:
1. Doa
Doa menjadi bagian yang esensial dalam kehidupan manusia yang beragama. Doa memegang peranan penting untuk kelangsungan dan perjalanan hidup manusia, untuk itu hampir disetiap perjalanan hidup manusia beragama, ia akan berdoa untuk melakukan segala sesuatu agar ia memperoleh selamat dan sejahtera.
Dalam bahasan ini, kelompok pembanding menemukan bahwa doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Dalam kaitan ini juga, berdoa artinya adalah mengucapkan (memanjatkan) sesuatu yang berasal dari hati kepada Tuhan. Berarti doa adalah suatu permohonan yang ditujukan kepada Allah yang didalamnya ada harapan,permintaan dan pujian.
2. Pembacaan Alkitab
Dalam point pembacaan Alkitab, penyaji memberikan informasi bahwa pembacaan Alkitab adalah unrur tetap dari sebuah kebaktian gereja. Mulai dari zaman PL (khususnya Ezra dan Nehemia) sampai kepada zaman jemaat mula-mula, pembacaan Alkitab telah sering dilakukan. Yesus seperti biasa pada hari sabat datang ke sinagoge untuk membaca Alkitab. Mulai dari abad pertama sampai pada abad ke tiga, pembacaan Alkitab ini semakin sering dilakukan. Yustinus Martir, Origenes, Chrysostomus maupun Agustinus mereka adalah membuat pembacaan Alkitab itu menjadi nats khotbah. Itu sebabnya pada masa ini pembacaan Alkitab ada hubungannya dengan berkhotbah.
Calvin juga menghubungkan pembacaan Alkitab dengan khotbah. Sebelum pembacaan Alkitab di ucakapkan dulu suatu doa untuk memohon anugrah Tuhan agar firman Allah diterangkan dengan baik.
3. Khotbah
Khotbah adalah bagian penting dari ibadah. Karena ibadah adalah wadah utnuk menumbuhkan iman maka khotbah merupakan percakapan yang menumbuhkan iman. Penyaji memaparkan khotbah itu terikat dengan waktu, khotbah tidak boleh menguasai kebaktian dan khotbah juga merupakan bagi yang berdiri sendiri.
Khotbah juga berkembang setiap zaman. Karena khotbah itu tujuannnya adalah pertumbuhan gereja. Khotbah juga dapat dibedakan kedalam beberapa jenis yaitu:
1. Kotbah misioner
2. Khotbah gereja bangsa
3. Khotbah uskup
4. Khotbah biarawan
5. Khotbah kaum mistik
6. Khotbah sebelum reformasi
Khotbah itu menjadi bagian penting dalam ibadah karena visi khotbah adalah untuk membuat orang percaya kepada Dia dan pernah mendengar tentang Dia. Sehingga mereka mampu memberitakanNya ketika mereka diutus. Dalam mempersiapkan khorbah, yang perlu dilakukan adalah:
1. Menentukan teks
2. Mencari pesan asli teks
3. Mencari pesan untuk jemaat
4. Menuliskan khotbah dan menyampaikan hasil khotbah
Hapusb. Pertanyaan
1. Doa adalah hubungan pribadi dengan Tuhan. Itu artinya ada dialog khusus antara kita yang berdoa dengan Dia sebagai tujuan doa itu. ada pemahaman ketika gereja telah diakui negara dan Katolik memuncak pada masa itu, doa yang diucapkan harus melalui Bunda Maria atau ibu Yesus. Mengapa bisa ada pemahaman seperti itu dan bagaimana bisa sekarang orang berdoa di dalam nama Tuhan Yesus? Tolong beri penjelasan yang mendalam kepada kami!
2. Perlu ada pelurusan kepada kita, sebenarnya kita berdoa kepada siapa? Kepada Yesus atau kepada Bapa? Dan mengapa doa orang kristen trucap kalimat “ya Yesus” dan kemudian diakhiri dengan kaliamat “di dalam nama Yeus kami berdoa”? lalu bagaimana dengan Roh Kudus? Bagai mana kita menghubungkan tri tunggal di dalam doa kita?
3. Penyaji mengatakan bahwa pembacaan Alkitab erat hubungnnya dengan khotbah. Padahal kita mengetahui bahwa dalam PL kitab taurat hanya dibacakan. Sewaktu memang akan ditafsirkan bila orang Israel tidak mengerti. Bahkan di sinagoge sebenarnya yang dilakukan adalah pembacaan kitab bukan khotbah. Mengapa penyaji mengatakan pembacaan Alkitab erat hubungannya dengan khotbah?
4. Mengapa dalam ibadah gereja-gereja suku di Indonesia saat ini tidak ada lagi pembacaan Alkitab? Apakah penyaji hendak mengatakan epistel itu sama dengan pembacaan Alkitab?
5. Apa alasan penyaji mengatakan bahwa berkhotbah tidak boleh lebih dari 20 – 30 menit?
6. Dalam sajian ini kami sebagai penanggap menemukan bahwa khotbah merupakan bagian yang berdiri sendiri. Apa maksud dari pernyataan ini? Karena kami beranjak dari pemahaman Luther tentang ibdah. Luther mengatakan bahwa puncak ibdah adalah khotbah. Dalam liturgi mulai dari awal dan sampai pada khotbah itu adalah yang menghantarkan kita pada firman yang disampaikan melalui khotbah. Setelah khorbah sampai pada akhir ibadah itu adalah respon kita kepada firman yang telah diwartakan. Jadi kesimpulannya khotbah tidak dapat berdiri sendiri. Jadi kami meminta kepada penyaji untuk menanggapi pertanyataan ini!
c. Kritik
1. Kami melihat dari pembanding bahwa masih banyak salah pengetikan kata-kata dan kami meminta supaya penyaji lebih teliti lagi.
2. Kami melihat bahwa di dalam pengertian khotbah penyaji belum menjelaskannya dengan baik.
3. Kami melihat ada beberapa point dari penyaji tidak memiliki catatan kaki.
d. Kontribusi sebagai analis:
1. Khotbah: Khotbah bersumber dari nats Alkitab. Khotbah itu adalah Kabar baik yang disampaikan dan mengundang pendengar untuk menerimanya. Khotbah mengandung aspek pembinaan, penghiburan dan nasihat. Martin Luther mengatakan bahwa isi khotbah adalah firman. Maksudnya ialah khotbah menjadi sentral dalam gereja, maka analisis khotbah secara terminologi adalah penyampaian firman Allah yang berisi pengajaran.
2. Pembacaan Alkitab yang paling bermanfaat dimulai, bukan dengan membaca, melainkan dengan berdoa. Doa merupakan hak istimewa yang luar biasa. Halnya seolah-olah kita mulai mendalami sebuah buku tentang subjek yang dalam dengan menghubungi pengarangnya untuk meminta bantuan dalam memahami apa yang akan kita baca.
Jangan membaca sekadar untuk mengikuti jadwal. Jangan terburu-buru. Simaklah apa yang sedang kita baca. Ketika menemukan suatu pokok yang menarik, lihatlah referensi silangnya jika terdapat dalam Alkitab kita. Sambil membaca, tandai atau salinlah ayat-ayat yang khususnya ingin kita ingat.
Nama :maston silitonga
HapusNim : 11.01.818
Ting/jur : IV-A/Theologia
Unsur-Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah
Terimakasih buat kelompok lima atas pertanyaan nya tentang sebenarnya kita berdoa untuk siapa? Seperti yang telah saya jelaskan dalam perkuliahan kamis tanggal 7 april 2016, bahwa kita berdoa tidak bisah terlepas dari Allah bapa, Anak, dan Rohkudus ( TRINITAS) mengapa demikian! Bila kita baca dalam buku charisma versus charismania pada bagian bab yang ke 2, disana di jelaskan bagai mana karya Allah bapa, anak, dan Rohkudus, didalam kehidupan manusia, sehingga disana di gambarkan menjadi tiga pribadi Allah yang satu, mungkin lebih akurat menggambarkan Allah, dia tidak 1+1+1=3, tapi 1x1x1=1. Oleh sebab itu, kita tetap berdoa kepada tiga pribadi Allah yang satu.
Kelas Liturgika " Kamis, 07 April 2016 "
BalasHapusKelompok I:
Unsur-Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah
Doa Pembacaan Alkitab dan Khotbah.
Dalam ibadah Protestan, pembacaan Alkitab dan Renungan mendapat tempat yang sentral atau mendapat porsi waktu yang cukup lama dari unsure-unsur lainnya karena ibadah Protestan sentralnya adalah Firman Tuhan (Sola Skriptura). Dalam Bacaam Alkitab itulah tercermin bagaimana Tuhan bertemu dengan umat-Nya. Tetapi karena sabda Tuhan itu ditulis dalam budaya (Ibrani dan Yunani) maka perlu diberi penjelasan atau homilia sehingga jemaat mengerti Tuhan yang berbicara kepada-Nya. Atau Tuhan yang dijumpai di Ibadah Gereja. Supaya isi Alkitab yang dibacakan dapat dimengerti maka perlu berdoa mohon pencerahan Roh Kudus.
Pembacaan Firman Tuhan (Epistel)
Sebagai jemaat yang sudah diampuni dosa-dosanya maka jemaat harus menampakkan pembaharuan dalam seluruh aspek hidupnya. Pelayan pun membacakan Epistel (arti dasar: surat rasuli) sebagai petunjuk hidup baru bagi jemaat yang sudah diampuni dosanya. Pembacaan itu diakhiri dengan sebuah berkat bagi yang mau mendengar dan melakukan firman Tuhan.
Pembacaan firman Tuhan sebagai Epistel dibacakan untuk menghantar jemaat kepada khotbah. Pembacaan firman Tuhan yang diambil dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengikuti tradisi Gereja dari abad pertama. Pembacaan ini dikaitkan dengan nas khotbah supaya saling melengkapi. Fungsi pembacaan ini membawa jemaat ke dalam suatu hubungan yang hidup dengan firman Allah di dalamnya ada ajaran, penguatan, tuntunan hidup baru, pengharapan dan penghiburan.
Khotbah mendapat tempat yang penting dalam ibadah, karena melalui khotbah warga jemaat terbangun dalam iman, mendapat peneguhan, penghiburan serta tuntunan hidup ke arah jalan yang dikehendaki Tuhan. Dalam pelaksanaannya di awali dengan doa permohonon tuntunan Roh kudus, pembacaan firman yang sudah ditentukan dan penyampaian khotbah dengan durasi waktu 25-30 menit. Pembacaan firman Tuhan yang sudah ditentukan selalu dihubungkan dengan isi khotbah. Khotbah selalu diarahkan untuk pertobatan, pembangunan rohani warga jemaat serta diupayakan untuk dapat menjawab pergumulan warga jemaat.
Hubungan yang erat antara pembacaan Alkitab dan khotbah dapat dijumpai dalam Kis.13: 15 dyb. Di sana diceritakan tentang ibadah sinagoge di Anthiokia yang dikunjungi oleh Rasul Paulus dan Barnabas. Sesudah pembacaan Taurat dan Kitab Nabi-nabi, Khadim bertanya kepada mereka, apakah mereka mau mengatakan sesuatu.
Kebiasaan ini diambil alih oleh Gereja lama. Dalam Apologia I (ps. 67) Justinus Martyr menulis tentang ibadah jemaat antara lain seperti berikut, “Pada hari Minggu semua orang Kristen yang diam di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman, berkumpul di suatu tempat dan dibacakan kenang-kenangan Rasul Paulus atau Kitab-kitab Nabi-nabi jika waktu mengizinkan. Kalau pembaca telah selesai, ketua mengajar dan memberikan nasihat-nasihat supaya kami mengikuti segala contoh apa yang terkandung dalam pembacaan itu”
Pembacaan Alkitab mengikuti buku Almanak setiap aliran gereja. Ini memberi keuntungan bahwa tema khotbah selalu komprehensif. Pendeta tidak boleh hanya menyampaikan khotbah berdasarkan ayat-ayat kesukaannya. Pendeta tidak punya agenda pribadi, tetapi agenda Gereja. Menurut penulis penyusunan bahan khotbah berdasarkan Almanak ini memberi keuntungan jemaat mendapatkan kekayaan Alkitab (sebab bagaimanapun setiap pribadi pengkhotbah selalu memiliki keterbatasan termasuk memilih ayat).
Pendeta menutup khotbahnya dengan doa. Isinya adalah respons jemaat terhadap khotbah, sekaligus permohonan agar Roh Kudus memampukan jemaat melaksanakan khotbah dalam hidup sehari-harinya.
Maaf Pak, Kelas Liturgika Kamis, 07 April 2016 ini adalah pembahasan sajian kelompok III bukan kelompok I, maaf Pak saya salah ketik.
HapusNama : Jefri Hamonangan Damanik
BalasHapusNIM : 12.01.932
Tingkat/Jur : IV-A/ Theologia
Doa, pembacaan alkitab, dan khotbah adalah unsur liturgi yang juga ada di dalam Liturgi aliran protestan dan Calvinis. Bagaimana sebenarnya sejarah dari ketiga unsur ini apakah ini juga adalah warisan dari GKR atau memang di bentuk dan dibuat oleh Marthin Luther atau Calvin? Agar memang kita dapat memaknai apa sebenarnya makna dari ketiga unsur tersebut.
Nama : Desna Sonia Sembiring
BalasHapusNim : 12.01.914
Tingkat/Jurusan : IV-A/Teologi
Setelah membahas sajian ke tiga ini yaitu Unsur-Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah, yang menjadi pertanyaan saya mengenai khotbah. Nah yang saya pertanyakan adalah
1. Jika penyaji mengatakan bahwa berkhotbah tidak boleh lebih dari 20 – 30 menit? Jadi berapakah durasi khotbah yang tepat? Jika durasi khotbah hanya berkisar 10-15 menit apakah khotbah itu tidak terlalu singkat?
2. Jika dilihat realita sekarang ini jika ada acara kegiatan gereja seperti paskah, natal, untuk pengkhotbah jemaat berkata “pendeta yang ini sajalah pengkhotbahnya karena pendeta ini seru, banyak humornya begitulah kira-kira kata jemaat”. Jadi Bagaimanakah sebenarnya khotbah yang baik itu apakah karena ada humornya atau tidak?
3. Dalam berkhotbah bolehkah memakai fasilitas seperti infokus?
jawaban
Hapus1.menurut saya bahwa berkotbah lebih dari 30 menit itu menurut mata kuliah homiletika dapat membuat jemaat atau si pendengar menjadi bosan dan batas konsentrasimendengar itu hanya sekitar 15-30 menit saja.
2.kotbah itu secara sederhana adalah menggali isi alkitab tentang firman Tuhan sehingga menyampaikan isi dari Alkitab tersebut sehingga membawa perubahan bagi pendengar. jadi menurut saya humor tidak salah untuk menghindari rasa bosan dari pendengar
3. boleh memakai infokus, karena banyak orang melalui melihat dan mendengar mudah mengerti kotbah. jadi infokus dapat membantu orang untuk lebih mengerti dan lebih paham tentang khotbah tersebut.
Nama : Efran M.I. Pasaribu
BalasHapusNIM : 12.01.922
Tingkat/Jur : IV-A/Theologia
saya akan mengulangi lagi pertanyaan saya di kelas tadi : apakah unsur liturgi yang kita bahas ini yaitu doa, pembacaan alkitab, khotbah adalah rangkaian dari pemberitaan firman Tuhan ? karena pada saat penyaji memberi tanggapan atas pembahas, penyaji mengatakan bahwa doa yang dilakukan adalah doa sebelum khotbah. dan selanjutnya penyaji juga mengatakan bahwa pembacaan alkitab sama dengan epistel. jadi tolong dipertegas agar tidak membuat kebingungan.
selanjutnya, bagaimana pemberitaan firman Tuhan yang dapat menyenangkan hati Tuhan ? sering saya temukan pemberitaan firman didahului dengan pembacaan alkitab dan setelah pembacaan alkitab baru berdoa ? tolong ditanggapi.
memang benar doa yang kami bahas disini adalah doa sebelum kotbah atau epiklese, bukan doa yang lain tetapi doa epiklese yang sebelumnya doa ini disebut collecta. dan menanggapi yang kedua ini menurut saya tetap menyenangkan hati Tuhan walaupun pembacaan Alkitab dulu baru berdoa, namun itu tidak lagi doa epiklese. namun doa colekta
HapusNama : Parinduan Tambunan
BalasHapusNIM : 12.01.951
Tingkat/Jur : IV-A/Theologia
terimakasih kepada penyaji yang telah memberikan pemahaman tentang doa, pembacaan kitab dan Khotbah.
berdasarkan pemahaman inidan apa yang telah kita bahas di kelas saya masih dibingungkan oleh doa ynag dipraktekkan dalam gereja dan belum di jawab di dalam kelas. kita sudah mengetahui bahwa doa salam maria masih dilakukan oleh Luther. tetaapi mengapa orang lutheran malah menghilangkan itu? bagaimana proses peralihan cara berdoa yang selalu menggunakan doa salam maria menjadi tidak lagi menggunakan doa salam maria?
dan yang kedua, apakah saya sebagai protestan boleh berdoa dengan cara doa salam maria?
Nama: longbet Finaldo Rumahaorbo
BalasHapusNim: 12.01.938
tingkat: IV-A
3. Dalam pembahasan tentang doa, pembacaan Alkitab dan khotbah. Dalam pertemuan ini ketepatan menjadi salah satu menjadi pembanding ataupun sebagai penanggap. Dan dalam pertemuan di kelas saya merasa ada pertanyaan yang belum terjawab dan menurut saya masih ambigu tentang pernyataan para penyaji bahwasanya khotbah adalah bagian yang tersendiri. Mohon diberi arahan yang lebih jelas tentang maksud pernyataan tersebut! Karena dalam pemahan saya juga bahwa ketiga unsur yang dimaksud yaitu doa, pembacaan Alkitab, dan khotbah adalah berkesinambungan dalam liturgi namun dengan adanya penyataan bahwa khotbah adalah berdiri sendiri saya merasa bimbang. Dan mohon diberi arahan juga bagaimana sejarah perubahan yang dilakukan oleh para reformator tetang liturgi yang ada dalam GKR yang mengatakan punjak dari peribadahan adalah misa dan berbeda dengan paham reformator bahwa puncak ibadah adalah permberitaan firman atau khotbah, apa yang menjadi dasar pemikiran dan apa perbedaan pengaruh jika puncak ibadah adalah misa dan khotbah? Mohon diberi arahan!
Nama : Irna Bestania Damanik
BalasHapusNIM :12. 01. 931
Tingkat : IV-A
Saya mengucapkan terimakasih kepada penyaji kelompok ini yang telah memberikan pemahaman yang baru tentang doa, pembacaan kitab dan juga Khotbah.
Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana sebenarnya khotbah yang menyenangkan hati Tuhan karena ada juga yang saya jumpai dalam peribadahan pembacaan kitab dulu lalu berdoa dan juga sering saya jumpai setelah pembacaan kitab lalu bernyanyi dan dilanjutkan dengan penjelasan khotabh. bagaimana para penyaji menanggapi hal ini?
terimakasih....
khotbah yang menyenangkan hati Tuhan ialah kotbah yang penggalian isi Alkitabnya benar-benar teologis dan menggali isi Alkitab serta mampu memberi pengaruh bagi pendengar. namun jika ditanyya tentang doa sebelum kotbah dan nyanyian setelah pembacaan firman, menurut saya itu tidak salah namun ada baiknya memang menurut sejarah doa yang kami bahas bahwa doa itu dilakukan terlebih dahulu sebelum kotbah. dan nyanyian setelah kotbah menurut saya itu tidak ada masalah, karena sudah ada gereja yang memakai tata ibadah seperti itu, contohnya GKPS, dimana setelah firman dibacakan lalu jemaat menyanyikan lagu yang ada di agenda GKPS tersebut.
HapusNama : Dear Mando Purba
BalasHapusNim : 12.01.913
Tingkat : IVA/Teologi
Pembahasan dengan topik ini sungguh sangat berguna bagi saya secara pribadi. Namun saya masih kurang setuju dengan pendapat penyaji yang mengatakan bahwa kotbah haruslah dibatasi oleh waktu. Memang kotbah tidak boleh menguasai seluruh liturgi. Hanya saja, menurut saya bukan waktunya yang harus dibatasi, namun cara dalam penyampaian kotbahnya yang perlu untuk diperbaiki agar jemaat tidak merasa mengantuk dan bosan. Bisa saja lama, asalkan memang sejauh itu memang sangat perlu bagi jemaat. Kalaulah dibatasi oleh waktu, bagaimanakah ketika masih ada begitu banyak yang perlu disampaikan oleh pengkotbah. Tentu terburu-buru dalam menyampaikan kotbah juga tidak baik bagi seluruh pendengar dan pengkotbah. Mohon tanggapannya.
Nama :Hafdon Tuah Purba
BalasHapusNIM :12.01.929
Ting / Jur :IV-A / Teologi
Berdasarkan kesimpulan penyaji yang pertama yakni, “Doa harus erat hubungannya dengan firman, doa harus diucapkan sebelum firman Allah diberitakan.” Berdasarkan penyataan penyaji, saya beranggapan bahwa doa, pembacaan alkitab, lalu khotbah itu adalah satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa saling mendahului. Apakah pernyataan penyaji yang salah atau kalimat penyaji yang kurang lengkap? Tolong jelaskan!
jadi kalimat "doa harus erat hubungannya dengan firman, doa harus diucapkan sebelum firman Allah diberitakan" benar adanya, maksudnya ialah seperti yang saya jelaskan di kelas, bahwa doa yang kami bahas disana ialah tentang doa epikklese yaitu doa sebelum pembacaan firman, jadi sebelum firman diberitakan telah didahului oleh doa, tujuannya untuk mengundang kehadiran Roh kudus agar hadir dan mengurapi setipa pendengar dan mengurapi si pembawa Firman, sehingga firman itu hidup ditengah-tengah kehidupan jemaat.
HapusUnsur-Unsur Liturgi: Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah ini coba para penyaji jelaskan kembali dan berikan kaitan dan hubungan yang kongkrit dalam unsur ke tiga liturgi ini???
BalasHapusDoa ialah Doa adalah tindakan menghubungkan diri denga Tuhan, atau tanpa perkataan. Percakapan antara Allah dan manusia yang tertulis dalam kitab Perjanjian Lama. Berbicara dengan Tuhan secara pribadi dan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Kotbah adalah sebagian dari ibadah, yang paling penting ialah ibadah, bukan kotbah, kotbah tidak boleh lebih dari dua puluh lima atau tiga puluh menit, dan kotbah tidak boleh menguasai kebaktian, kotbah benar merupakan bagian yang berdiri sendiri, tetapi bagian-bagian yang lain tidak takluk padanya, kotbah harus membangun jemaat untuk turun aktif dan mengambil bagian di dalam ibadah.
HapusNama: Afdi Joniamansyah Purba
BalasHapusNIM: 11. 01. 766
Doa, Pembacaan Alkitab, dan Khotbah
Setelah Yesus terangkat ke surga, Ia menjanjikan Roh Kudus kepada manusia untuk membimbing, menuntun. Dalam melaksanakan tugasnya, Roh Kudus membutuhkan Alat, sebab Roh Kudus tidak mempunyai mulut. Oleh sebab itulah Roh kudus memakai Gereja untuk memberikanaj injil. Baik itu dari pelaksanaan sakramen maupun pemberitaan firman melalui khotbah. Jadi, Berkhotbah adalah penyampaian kebenaran ilahi melalui kepribadian insan, Khotbah dengan otoritas, antusias dan bukan arogan Tujuan utama sebuah khotbah adalah untuk kemuliaan Allah Tujuan utama dalam menyampaikan khotbah adalah untuk membangun iman di dalam hati pendengar. Bahasa khotbah bukanlah hanya alat dari pemikiran pengkhotbah saja, tetapi bahasa firman yang bersifat transcenden, yang artinya mengatasi kemampuan kita dan kelemahan kita sendiri. Bahasa khotbah bukanlah bahasa sejarah, dan bukan bahasa diplomasi, tetapi bahasa Allah sendiri yang diberikan melalui mulut manusia. Memang kita memakai bahasa manusia, tetapi Allah memakai bahasaNya yang transcenden itu untuk mengatasi bahasa manusia itu. Di dalam khotbah yang kita khotbahkan Allah akan tetap sebagai subjek. Pertanyaanya, sebenarnya dimana kedudukan khotbah dalam ibadah? Jika kita melihat dalam unsur-unsur liturgi, maka semua unsur dalam unsur-unsur liturgi tidak ada yang mendominasi, apakah ketika dengan mengikuti ibadah dari awal sampai akhir kemudian barulah kita mendapat makna ibadah tersebut? Salam
Kepada semua mahasiswa-i saya beritahukan, hari ini Sabtu, 09 April 2016, pikul 15.00 wib sore, ruang komen topik bahasan ini resmi saya tutup.
BalasHapusTerimakasih bagi saudara-i yang sudah memberikan komen-nya, dan tetaplah memberikan komen di sajian-sajian berikutnya, hingga sampai sajian ke-7 nantinya, salam.