Senin, 14 Maret 2016

Nilai-nilai Kemanusiaan Teo. IC - Kelompok V



Nama                          :  Anjas Tacia Linka Ginting
   Hendriko Siagian
                                       Jon Andre Damanik
                                       Krismay Pasaribu
                                       Rory Juliani Girsang
Tingkat / Jurusan      :  I-C / Teologia
Mata Kuliah               :  Ilmu Budaya Dasar
Dosen Pembimbing   :  Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th
Si Pengembala Cerita
I.                   Pendahuluan
Kita tak melelu mengurusi kata, kita mesti berjalan ke pengarang sebagai referensi. Pengarang itu bernama Y.B. Mangunwijaya (1929-1999). Penggembala cerita menjalani hidup bersama kata, menaruh ide, dan imajinasi di jagad kata. Amalan kata adalah amalan menjadi manusia. Y.B. Mangunwijaya adalah manusia kata. Selebrasi hidup bergemilang cerita. Kata-kata ibarat doa terabadikan, ada tanpa selesai. YBM adalah penggembala cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel, esai. YBM juga berperan sebagai “peminat kesusastraan”. Ungkapan ini mengandung arti “pembaca tekun” dan “tukang komentar”.[1] Manusia adalah makhluk yang berpikir. Manusia manuangkan ide, keinginan dan apa yang di pikirkan melalui kata-kata. Penggembala cerita merupakan seseorang yang hidup dengan banyak kata-kata (cerita) dan di tuangkan dan membuat orang terpesona melalui kutipan cerita, bersastra, lambang, hati nurani dan esai. Dalam sajian kali ini kami para penyaji akan memaparkan mengenai pemahaman si penggembala cerita. Semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita.



II.                Pembahasan
2.1. Kutipan
YBM (Yusuf Bilyarta Mangunwijaya)  lahir di Ambarawa, kabupaten Semarang 06 Mei 1929. Ia meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada usia 69 tahun. Dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa). Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah. Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.[2]
Kita bisa merasakan rangsang religiositas melalui pilihan kutipan-kutipan di pelbagai buku garapan YBM. Novel Romo Rahadi (1981) memuat dua kutipan impresif. Kutipan dari kitab Amos 5:20 “Bukankah hari Tuhan itu kegelapan dan bukan terang, kelam kabut dan tiada cahaya”. Kutipan dari Ernest Renan, penulis risalah moncer berjudul Qu’est ce qu’une nation?(1882) : “Keragu-raguan adalah sebentuk penghormatan kepada kebenaran”. YBM menaruh dua kutipan di halaman awal, sebelum pembaca masuk ke lembah cerita.
Kutipan puitis dimunculkan di halaman awal novel Burung-burung Rantau (1992). Kutipan berasal dari Robert Musil : “Yang terjadi/ bagi dia/ menjadi lambang dari sesuatu yang/ boleh jadi tidak terjadi/ tetapi yang dia hayati/ penghayatan manusia/ selaku keseluruhan dari kemungkinan-/kemungkinannya/ manusia potensial/ syair yang tak tertulis dari adanya dia/ yang menjumpai/ manusia/ sebagai tulisan dari yang nyata terjadi”. Pembaca berhadapan kutipan sebelum menikmati lembaran-lembaran cerita. YBM seolah berpesan bahwa kutipan kutipan itu adalah “pengantar” ke “perenungan”.[3]
2.2. Bersastra[4]
Ingatan pembaca memang sering ke cerita, menghadirkan ulang melalui tulisan ataupun ucapan merujuk ke “sinopsis” dan telaah penilaian. Siasat ini memang bakal membuat novel-novel YBM terus teringat, termiliki tanpa pembatasan ruang dan waktu. Cerita tentang politik, asmara, korupsi, sains, agama, seks, sejarah, keluarga, dalam novel-novel YBM adalah ejawantah “ketulusan”. Bersastra memerlukan ketulusan dengan pengertian kesungguhan.YBM tak sekedar mengasuh kata.Penghadiran cerita selalu memiliki keterlibatan dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontektual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai pelbagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan : kontemplasi[5]
YBM (1986) pernah berpetuah: “sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia”. Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis[6] atau diskriminatif.[7] Sastra ada dalam keseharian.Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang”, “keterpilihan”, “pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan.” Anutan ini memunculkan persembahan cerita berjudul : Romo Rahadi (1981), Burung-burung Manyar (1981), Ikan-ikan Hiu Ido, Homa (1984), Roro Mendut (1983-1986), Balada Becak (1985), Durga Umayi (1991), Burung-burung Rantau (1992), Balada Dara-dara Mendut (1993), Pohon Sesawi. Novel-novel bergelimbang makna, memuat pesan-pesan berkelimpahan tak selesai diperbincangkan.
Pilihan menggarap novel menjelaskan misi bersastra.YBM tak mengelak dari puisi.“Lembah prosa[8]” memang memikat ketimbang puisi dengan kesadaran tak terjerat bentuk ragawi.Pembaca sulit mengelak bahwa novel-novel YBM adalah lembah prosa, tapi mengandung “kelebatan puisi.” Puisi tanpa pengertian bait atau larik. Novel justru hamparan puisi : menghampiri pembaca dengan kontemplasi puitis. YBM tak harus dijuluki “manusia prosa” atau “manusia puisi.”Prosa adalah “perantaraan” hadir ke siding pembaca secara realitas.Puisi adalah “pendalaman” tanpa pengetatan struktur sastra.YBM memberi jani bahwa suguhan cerita-cerita berpijak ke kontemplasi.YBM (1997) pernah berpendapat bahwa penulis novel serius alias “susastra” senasib dengan dalang, berpamrih mewartakan kesakralan lakon atau cerita.Kita membaca novel-novel YBM sebagai pembuktian gairah susastra.
2.3. Lambang[9]
Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang.Novel-novel YBM adalah jagat lambang. Kita bias mengajukan kutipan di novel Burung-burung Rantau (1992) sebagai pengandaian : “Dunia lambang tak harus mengikuti logika dan etika tersendiri, bahkan boleh disebut juga suatu Supralogika[10] yang melayang bagaikan awan-awan diatas gunung dan lembah, namun yang mengandung uap air mati-hidup bagai segala yang dibawahnya” YBM menggunakan rujukan wayang, kita bias mengalihkan ke garapan novel. YBM pun mengakui wayang adalah referensi.Novel pun menjadi dunia lambang mirip lako-lakon wayang.Penafsiran atas lambang sering dikerjakan dengan pelbagai tendensi[11]. Novel-novel YBM biasa ditempatkan di urusan-urusan mengandung dilemma dan polemik[12]. Tukang tafsir mengajukan argumentasi-argumentasi, berikhtiar mengaitkan novel-novel dengan orbit pemikiran YBM. Novel perlahan bertaburan deretan gagasan muluk dan agung. Pembaca seolah menuruti pamrih YBM saat mengutip perkataan Franz Kafka : “Sastra terbang mencari kebenaran, tetapi dengan niat tegas, tanpa membiarkan sayap-sayapnya terbakar.”
YBM adaahl penabur lambang di novel. Pembaca bakal menemukan untaian renungan melalui pilihan-pilihan lambang merujuk ke flora dan fauna.Kosmologi cerita selalu mengembalikan pembaca ke lambang-lambang, menuntun ke pengertian-pengertian berjejak tanpa takabur atau memuja kemodernan dengan idiom-idiom sains dan teknologi. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu muktahir, tapi selalu mengembalikan cerita ke rumah alam : flora dan fauna. Cerita berlambang, pembaca mengembara ke jagat permaknaan.
Novel Burung-burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Pembaca bias termenung sat menikmati cerita dibagian satu dan dua. YBM mirip kawi, mengurai hidup dan mempersembahkan cerita berlebat lambang.Pemberian judul di babak-babak cerita tampak mengesankan, pikat lambang bertaburan imajinasi. YBM dibagian dua mencantumkan ungkapan-ungkapan merujuk ke jagat fauna : “anak harimau mengamuk”, “merpati lepas”, “singa mengerti”, “banteng-banteng muncul”, “elang-elang menyerang”, macan tutul meraung”, “ayam-ayam disamabar”, “cenderawasih terpanah”, “burung kul mendamba”. Pembaca mengalami pengembaraan imajinasi, membaca dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna.Kehadiran novel Burung-burung Manyar (1981) adalah ejawantah kosmologi pengarang di jagat kehidupan tradisional dan modern, berpijak keolahan referensi kebijakan lawas dan selebrasi sains. YMB (1987) memberi pengakuan bahwa novel Burung-burung Manyar (1981) berutang ke Adolf Portman, biology-antropolog  asal Jerman. Buku berjudul Biologie und Geist meresap ke novel.
Urusan flora-fauna juga mengingatkan kita dengan novel Romo Rahadi (1981).Latar Papua memberi rangsang imajinasi hutan, sungai, hewan, gunung.Tokoh-tokoh YBM menjalani hidup tanpa sungkan, menengok ke Barat dan Timur.Mereka memiliki penghidupan sulit teramalkan. Hildegard, Rahadi, Rosi adad di Papua, bercakap dengan lambang dari flora dan fauna, terbahasakan secara local dan “terbaca” oleh manusia modern sebagai materi dalam ilmu : biologi dan antropologi. Deskripsi YBM (1981) menegenai Papua atau Irian menamilkan aksentuasi[13] “imajinasi-mengalami” dan “imajinasi-kehadiran” : “Masuk Jayapura, orang dimanja oleh pemandangan yang menakjubkan. Selewat Danau Sentani kita dipameri daratan-daratan yang membentang diantara gunung-gunung rendah yang mengingatkan pada punggung agagk dan badak…”Pengetahuan YBM tentang flora dan fauna juga muncul berlatar kehidupan di Papua.
YBM mirip ahli waris sastra kuno, mengisahkan idup dengan lambang-lambang, merujuk ke flora dan fauna.Zoetmulder dalam buku Kalangwan (1983) memberi uraian tentang pikat flora-fauna.YBM meneruskan siasat penceritaan di masa silam untuk “berpetuah”tentag identitas, bangsa, kemanusiaan, multikulutalisme, agama bereferensi pengetahuan flora-fauna.
2.4. Hati Nurani[14]
Penggembala cerita tetap menginginkan cerita mengantarkan pesan-pesan berkaitan dengan misi manusia. YBM membahasakan bahwa susastra memiliki historis dan filsafat.YBM juga menghendaki diri sebagai “sastrawan hati nurani”.Sastra tak sekedar cerita.Sastra berurusan dengan hati nurani.Sastra menghampiripembaca sebagai suluh untuk mengalami dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani.
Pendaran pesan sastra berhati nurani bias ditilik di nukilan Burung-burung Rantau (1992). Tokoh bernama Neti memberi-menghadirkan diri didunia kaum miskin, berbagi ilmu penghidupan.Lakon empati dan keterlibatan diri menerangkan ada keberpihakan hidup, pewartaan nilai-nilai kemanusiaan, rengkuhan atas kebersamaan tanpa nalar dominatif[15] dan diskriminatif.Neti adalah sarjana dan lahir-tumbuh di keluarga berlimpah harta.Amalan ini memerlukan sengketa argumentasi, keraguan sebelum kelegaan. Neti bermenung alias menggugat misi : “Padahal bukankah kau seharusnya melakukan semua ini demi orang-orang kampung kumuh itu sendiri, jadi murni tanpa motivasi ekstern lain yang asing yang tidak ada sangkut pautnya dengan nasib kehidupan mereka yang ingin kau tolong itu!” YBM memang tak terbia menampilkan peristiwa-peristiwa berhati nurani tanpa pertimbangan-pertimbangan filosofis dan religious.
Kita bisa membuka halaman awal mengenai makna penggrapan dan penerbitan Burung-burung Rantau (1992). YBM mempersembahkan novel untuk : “…adik-adik sosiawati-sosiawan serta para peneguh Yayasan Dinamika Edukasi Dasar yang penuh dedikasi mengabdi ana-anak miskin dalam iman, harapan dan cinta saying segar muda.” Novel ini memang bercabang cerita, bergerak ke segala penjuru arah.YBM pun memberi aksentuasi bahwa cerita bermula dan berakhir demi hati nurani.Sejumput makna tentang keterlibatan dengan kaum miskin, kesadaran berbelas kasih dan menabur kebaikan menimbulkan terang dalam kehidupan.Pengakuan filosofis-religius muncul di lakon kehidupan Neti. Simaklah : "Neti merasa bahwa justru dia sendirilah yang ditolong oleh kaum kecil di kampung itu, apalai kalau mendengar khotbah di gereja, bahwa Sang Penolong pada hakikatnya hanyalah Tuhan sendiri, bukan kita manusia yang penuh pamrih dan dalih serong mencong oleh kesombongan”.
2.5.Intelektual
Menurut pendapat Aristoteles, rasio manusia mempunyai dua fungsi. Di satu pihak rasio memungkinkan manusia untuk mengenal kebenaran. Dalam arti ini rasio boleh disebut rasio teoretis. Di lain pihak rasio dapat memberikan petunjuk supaya orang mengetahui apa yang harus di putuskan dalam keadaan tertentu. Dalam arti ini rasio boleh dinamakan rasio praktis. [16] Aristoteles membedakan tiga macam ilmu pengetahuan, yakni: (1) Ilmu pengetahuan praktis (etika dan ilmu politik); (2) Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya atau produk jadi (teknik dan kesenian); (3) Ilmu  pengetahuan teoretis (fisika, matematika dan “filsafat pertama” yang kemudian disebut metafisika). Namun diluar pengetahuan ini, masih ada logika. Logika dimengerti sebagai kerangka atau peralatan teknis (organon) yang diperlukan manusia supaya penalarannya berjalan dengan tepat; dan dengan demikian, logika dapat diterapkan pada ketiga macam ilmu pengetahuan tadi sebagai batu uji untuk mengetahui sahnya keilmiahan mereka.[17] Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengonseptualisasikan fenomena-fenomena alam dalam sebab-sebabnya, dalam urutan-urutan sebab akibat dan mencari asas-asas umum. Seluruh proses ilmu pengetahuan dari 3000 tahun terakhir berkembang ke arah kepastian. Sebab-sebab simbolis atau mitologis makin lama makin diganti oleh sebab-sebab yang pasti yang dapat diverifikasi. “Knowledge is power” (F.Bacon) menjadi pedoman untuk menciptakan dunia ilmu pengetahuan yang semakin bercabang-cabang. Bila ilmu yang mengikuti dinamikanya tersendiri terlepas dari kesadaran akan kebutuhan masyarakat atau terlepas dari moral, itu sudah bukan mewakili nilai positif lagi. Ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu eksakta) dan humanities (sastra, filsafat, kebudayaan, sejarah, dan lain-lain). Nilai masing-masing ditentukan bukan saja oleh mutu masing-masing, melainkan juga oleh kedudukan dalam seluruh pola kebudayaan.[18]  Tentang perhubungan antara pengetahuan dan ilmu pada satu pihak, dan antara kebudayaan dan masyarakat pada pihak lain, maka dalam puluhan tahun yang terakhir ini telah terbit literatur yang banyak sekali. Masalahnya telah ditinjau dari berbagai sudut. Pertama oleh etnologi dibicarakan soal jenis pengetahuan apa yang terdapat dalam masyarakat primitif dan bagaimana peranan pikiran dalam pergaulan hidup semacam itu. Kedua, sejumlah sosiolog telah menyiarkan penyelidikan-penyelidikan yang menarik perhatian tentang fungsi sosial dari ilmu, teristimewa tentang cara ilmu dalam bentuk masyarakat kita yang terjalin-jalin seperti sekarang ini berpengaruh pada kebudayaan dan tanggung jawab apa yang ada pada pengusaha ilmu. Ketiga, kita sebut persoalan dari apa yang disebut “Wissenssoziologie” yang akan menyelidiki sampai seberapa jauh pikiran kita, juga pikiran ilmiah kita, dipengaruhi oleh kebenaran sosial.[19]
Tokoh-tokoh di novel-novel YBM sering sarjana, manusia intelektual, berpengetahuan dengan kiblat Barat-Timur. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata-intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiolitas. YBM menginginkan tokoh-tokoh itu ada di sarjana arifin, beriman, dan bijak dalam mengurusi pelbagai tema di kehidupan. YBM (1975) pernah menggunkana pemikiran Hatta (1957) berkata : “Berdiam diri melihat kesalahan dan kelemahan masyarakat atau diam berarti mengkhianati semua dasar kemanusiaan, yang seharusnya menjadi pedoman hidup bagi kaum intelektual umumnya. Kaum intelegensia tak saja harus mewujudkan tanggung jawab moral.”
Tokoh-tokoh intelektual dalam novel-novel YBM bergumul dengan seribu pamrih. Puja ide, godaan uang, ambisi profesi, amalan kemanusiaan, idealitas ilmu, dan moral selalu muncul untuk diperdebatkan, tak selesai di untaian kata dan peristiwa.YBM justru meneruskan perdebatan itu ke biografi pembaca saat memandang diri dan Indonesia. Suguhan-suguhan cerita berpolemik ala YBM  memang mengesankan ada jejak sejarah keintelektualan dan kultural di Indonesia. Pamela Allen (2004) menganggap kehadiran novel Burung-burung Manyar (1981) merupakan kesengajaan “mencomot” kesejarahan ideologi dan nalar-imajinasi kultural di masa silam leas ditafsirkan secara kontekstual oleh YBM berlatar Indonesia di masa pembangunan-modernisasi. Peran sarjana berkaitan amalan-amalan kemanusiaan, ujian moralitas, jerat teknologi, ejawantah ilmu di Negara berkembang, religiolitas di zaman bergegas disajikan oleh YBM dalam percabangan cerita. Penggembala cerita seolah ingin “menggoda” pembaca di episode-episode polemik. Suguhan-suguhan polemik dari penggembala cerita itu digenapi dengan dengan seruan: “Cinta akan kebenaran, setia pada kejujuran, penelanjangan kemunafikan, pandu yang menjembatani ide dan realita, detektif yang membuka tabir penipuan terselubung, maharsi yang tanpa gentar mencari yang sejati”. Seruan ini tampak diarahkan bagi kaum sarjana, tokoh di dunia cerita, dan lakon Indonesia.
Pembaca tentu mengingat julukan untuk tokoh Larasati dalam novel Burung-burung Manyar (1981). Larasati dikaruniai “jiwa yang arif”. Keserjanaan untuk berbagi, memberi diri ke seribu lakon kehidupan bersama orang-orang, mewartakan kebaikan-kebenaran-keadilan demi hidup bermartabat. Penampilan tokoh-tokoh dengan “kearifan” dan semaian kebijaksanaan juga mucul dalam novel Durga Umayi (1991). YBM mengajak pembaca merenungi biografi manusia dari pengertian-pengertian pertentangan, memilih dengan pertimbangan tak sepihak. Lacak intelektual diimbangi kesadaran atas hikmah mitologis.[20] Tokoh-tokoh dalam Durga Umayi (1991) mengesankan ada pertauan dari ingatan mitologis ke persesuaian kondisi manusia Indonesia di zaman tak karuan.[21]
2.6.Esai[22]
Penggembala cerita tak Cuma melenakan pembaca di kubangan imajinasi. Suguhan uraian-uraian berlagak esai sengaja dihadirkan oleh YBM. Esai itu rangsangan ide dan argumentasi untuk berpolemik. Kita bakal menemukan esai menjiwai novel-novel YBM, reprentasi dari kegandrungan memperkarakan pelbagai hal dalam kehidupan. YBM tak cuma penggembala cerita. Ratusan esai pun tersajikan, menghampiri pembaca sebagai untaian renungan, humor, kritik, celotehan, khotbah.
Esai hadir di halaman-halaman novel Burung-burung Manyar (1981). Penjelasan berlajak esai disampaikan melalui tokoh Larasati: “Sebab, siapa berkemauan untuk memilih, dia mengatasi nasib, ia raja yang menguasai dalil rutin belaka. Dari sebab itu, pengetahuan yang mendalam mengenai seluk-beluk pengambilan keputusan dari naluri nasib yang hanaya tunduk kepada kepastian buta, akan dapat menolong kita , memahami hal-hal kolektif, yang seolah-olah merupakan suatu insting keharusan adat maupun kebiasaan nasional; dalam perpaduannya yang serasi dengan segala kreatif, yang serba baru dan khas pribadi. Sebab, walaupun kita adalah manusia dan berbakat kesadaran serta berpotensi emosional mampu memilih dan mengambil keputusan yang berdaulat, kita tidak boleh lupa,kita tertambat dengan berjuta-juta benang halus sutera tak tampak dengan alam raya dan dunia flora dan fauna. Juga dengan tanah-air dan rakyat”.
YBM telah mewariskan novel, cerpen, esai. Warisan-warisan terus terbaca, mengundang orang selalu memberi arti, tak rampung. Penggembala cerita mengantar kita ke perdebatan-perdebatan panjang, menggairahkan, dan bergerak ke terang. Begitu.
III.             Analisa
Menurut analisa kami para penyaji, bahwa novel Burung-burung Manyar karangan Yusuf Bilyarta Mangunwijawa ini mengisahkan tentang  perjuangan seorang anak yang bernama Teto yang mulai tumbuh dewasa ditengah situasi politik yang tidak menentu. Pada saat itu sedang terjadi perebutan kekuasaan antara Belanda dan Jepang di Indonesia. Situasi ini menuntut semua pihak untuk menyesuaikan diri. Teto yang terbiasa hidup dengan predikat anak kolong harus mengalami suatu kondisi dimana ia dijadikan sebagai letnan KNIL oleh Komandan Verbruggen dari Belanda. Dia berjuang untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia, setiap hari dia melakukan patroli-patroli keamanan bersama serdadu-serdadunya. Kekalahan yang diderita pasukan KNIL Belanda terhadap pejuang Republik Indonesia membuat Teto frustasi. Teto sangat malu kepada Atik dan keluarga. Semangat hidup Teto melemah.
Kekalahan tentara KNIL Belanda membuat hati Teto menjadi ciut. Dia merasa malu pada dirinya, malu terhadap Larasati wanita yang sangat dicintainya. Bila Larasati berjuang membela bangsanya sendiri, dia malah membela musuh. Pada saat itu larasati mengabdi di departemen luar negeri. Karena perasaan malunya itu, Teto memutuskan untuk keluar dari Indonesia dan berangkat ke Amerika. Di negara tersebut, dia masuk Universitas Harvard mengambil jurusan komputer dan mendapat gelar doktor. Setelah tamat dari Universitas Harvard, Teto bekerja di sebuah perusahaan besar di Amerika bernama Pacifik Oil Wells Company sebagai tenaga analisis komputer.
Teto dan Atik sudah bersahabat sejak kecil. Teto hidup tidak bersama kedua orang tuanya. Ibunya, Marice menjadi gundik tentara Jepang sedangkan ayahnya, Kapten Basuki seorang prajurit KNIL hilang ketika perang. Jadi, keluarga Atiklah yang merawat Teto kecil. Atik yang pada awalnya malu mengakui rasa cintanya kepada Tet angathangutan yo pada akhirnya ia mengakui ketertarikannya secara terang-terangan di depan ibunya. Dia juga teringat Larasati, kekasih yang sangat dirindukannya. Semua itu berkecamuk dalam hatinya. Dia merasa malu kepada Larasati dan takut bertemu dengannya. Namun ia sangat merindukanna. Dua perasaan yang saling bertentangan berkecamuk dalam dadanya.
Secara diam-diam, Teto menghadiri acara presentasi gelar dokter yang akan dilakukan Larasati di Jakarta. Selama presentasi tersubut, dia hanya diam dan bersembunyi di balik orang-orang yang hadir. Setelah selesai membacakan disertasinya, Larasati mendapat sambutan yang hangat dari semua yang hadir. Ketika orang-orang berebutan memberi ucapan selamat kepadanya. Teto tidak berani melakukannya. Padahal, dia sangat ingin menyentuh tangan kekasihnya itu. Perasaan malu dan bersalah dalam dirinya semakin memuncak saat dia mendengar disertasi yang dibacakan Larasati. Disertasi itu membahas tentang burung-burung manyar itu persis seperti tingkah laku dirinya.
Disini dijelaskan bahwa sejarah dapat terdengar sangat menakjubkan saat sejarah itu bisa sebagai suatu pelajaran. Yaitu setelah setelah selama 200 tahun persoalan narasi sejarah Negara maupun bangsa tampak begitu jelas membawa kemerdekaan dan pembebasan manusia secara kolektif. Namun secara prinsipil sekarang mulai menampakkan perubahan-perubahan yang mengecewakan bahkan menggetirkan nurani. Seperti kata Ben Anderson bahwa sejarah-sejarah yang di buat oleh tim Negara sebagaimana di publikasikan pada abad XX yang tidak membangkitkan antusiasme yang cukup besar dan bahkan tampak memancing kegelisahan. [23]
Dalam hal ini, penulis atau sastrawan adalah salah satu media yang dapat membuat sejarah itu kembali terkenang sebagai suatu pengalaman bangsa yang dijadikan pengajaran. Seorang novelis bisa melampaui ironi yang di tanggung sejarawan resmi Negara. Seorang novelis memiliki kebebasan yang jauh lebih besar untuk merekonstruksi para tokohnya menjadi seorang nasionalis radikal. Dalam tataran tertentu kontruksi novel bisa jauh lebih membumi dalam semesta nasionalitas atau globalitas daripada kontruksi seorang sejarawan resmi. Tuntutan sastra yang berpijak di bumi Indonesia sudah memasuki pasca nasionalisme atau pasca Indonesia meminjam romo Mangunwijaya yang juga mengkonstruksi dalam novelnya, tetapi bukan berarti Negara maupun bangsa sudah mendekati ajal yang pasti maupun tidak cukup mendapatkan novel yang bisa melampaui sejarah batas nasionalitas yang begitu hegemonik.[24]

IV.             Kesimpulan
Kata-kata merupakan sebuah patokan untuk hidup karena di sepanjang hidup kita, kita pasti berkata-kata. Kita bisa menuangkan perkataan kita itu melalui tulisan, sehingga jalan kehidupan kita dapat di buat sebagai cerita  bahkan itu tidak di batasi oleh usia. Itu terlihat pada penggembala cerita yang bernama Y.B.Mangunwijaya (1929-1999), menjalani hidup bersama kata, menaruh ide dan imajinasi di jagat kata bahkan di sebut sebagai hidup bergelimang cerita. Pembaca bakal menemukan untaian renungan melalui pilihan-pilihan lambang merujuk ke flora dan fauna. YBM dikenal dengan karangan karyanya di cerpen, novel dan  esai. Y.B.M membuat kita menjadi takjub maupun terangsang religiolitas bahkan menafsir cerita agar mendapat kan pesan maupun tujuan melalui kutipan-kutipan yang di munculkan di halaman awal novel, melalui bersastra yang merupakan pewahyuan (mengandung aktualisasi diri) hidup manusia, melalui lambang yang tidak harus mengikuti logika dan etika tersendiri, melalui hati nurani di mana cerita mengantarkan pesan-pesan berkaitan dengan misi manusia, melalui intelaktual yang di mana pembaca merenungi biografi manusia dari pengertian-pengertian bertentangan dengan memilih pertimbangan tidak sepihak bahkan lacak intelektual di imbuhi kesadaran atas hikmah mitologis dan melalui esai yang menghampiri pembaca sebagai untaian renungan, humor, kritik, colethan dan khotbah. Penggembala cerita mengantar kita ke perdebatan-perdebatan panjang, menggairahkan dan bergerak ke terang.
V.                Refleksi Teologis
Ayat refleksi teologis yang kami angkat dari sajian kali ini yaitu tertulis di dalam Amsal 1:7 yang berisi : “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. Dari ayat ini dapat kita lihat bahwa seseorang yang bertalenta dalam berkarya itu di dasari dengan takut akan Tuhan karena dengan hal itu lah dia dapat menuangkan ide-ide nya dan berkerja keras bahkan berhikmat dan termulia nama Tuhan melalui karya-karya yang di buat.





VI.             Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Bertens. K., Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1999
Tjahjadi L. Simon Petrus, Petualangan Intelegtual, Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 2004
SJ. Bakker  J.W.M., Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1984
Bouman PJ., Sosiologi Pengertian dan Masalah, Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1971
Mangunwijaya Y.B., Humanisme, Jakarta: KOMPAS, 2015

Sumber Lain:
Koran Kompas,oleh M.Fauzi Sukri, Sejarawan dan Novelis, minggu 28 Februari 2016


[1]  Y.B. Mangunwijaya, Humanisme, (Jakarta: KOMPAS, 2015), 82-83
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Y.B._Mangunwijaya, Diunduh tanggal 17 Maret 2016 Pukul 23.14
[3] Y.B. Mangunwijaya, Humanisme, 83-84
[4] Ibid, 84-85
[5] Kontemplasi : renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh
[6] Hierarkis : bersifat hierarki
[7]Diskriminatif : membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya
[8]Lembah prosa : kumpulan karangan bebas  yang tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi
[9] Y.B. Mangunwijaya, Humanisme, 86-88
[10] Supralogika : diluar jalan pikiran yang masuk akal
[11] Tendensi : kecenderungan, kecondongan pada suatu hal
[12] Polemik : tukar pikiran antara dua pihak yang berbeda paham tentang masalah sastra, jika
berbentuk tulisan disebut (perang pena)
[13] Aksentuasi :pemberian tekanan suara pada suku kata atau kata
[14] Y.B. Mangunwijaya, Humanisme, 88-89
[15] Dominatif:  mempunyai unsur mendominasi
[16] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1999), 198
[17] Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelegtual, (Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 2004), 64
[18] J.W.M. Bakker  SJ, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1984),
38-39
[19] P.J. Bouman, Sosiologi Pengertian dan Masalah, (Yogyakarta: Penerbit Kanasius, 1971), 158
[20] Mitologis: Bangsa Yunani sangat kaya dan luas akan mitologi. Mitologi itu dapat dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat, karena mitos-mitos sudah merupakan percobaan untuk dimengerti. Mitos-mitos sudah member jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang hidup dalam hati manusia: dari mana dunia kita? Dari mana kejadian-kejadian dari alam? Apa sebab matahari terbit, lalu terbenam lagi? Melalui mitos-mitos, manusia mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di dalamnya. Mitos macam pertama yang mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta sendiri biasanya disebut mitos kosmogonis, sedangkan mitos macam kedua yang mencari keterangan tentang asal usul serta sifat dalam kejadian-kejadian dalam alam semesta disebut mitos kosmologis. Mitologi merupakan suatu faktor yang mendahului filsafat dan mempersiapkan ke arah timbulnya filsafat. Memang benar, filsuf-filsuf pertama menerima objek penyelidikannya dari mitologi, yaitu alam semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat saksikan di dalamnya. (lihat: K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hal. 19-21)
[21] Y.B. Mangunwijaya, Humanisme, 90-91
[22] Ibid, 91-92
[24] Koran Kompas,oleh M.Fauzi Sukri, Sejarawan dan Novelis, minggu 28 Februari 2016 halaman 27

49 komentar:

  1. Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
    NIM : 15-02-568
    Ting/Jur : 1/PAK

    Romo Mangun adalah seorang tokoh yang tidak hanya mememiliki multitalenta tetapi juga seorang penggembala cerita. Dimana melalui ceritanya yang dia sampaikan adalah dia ingin sekali mengembalakan nilai-nilai kemanusiaan. Romo Mangun sangat begitu produktif atau kaya dengan cerita-cerita yang mengadung pesan-pesan moralitas. Yang ingin disampaikan Romo Mangun sangatlah mudah dipahami, karena menyangkut pengalaman hidup sehari-hari. Cerita-ceritanya terkandung seperti renungan, humor, sebagai kritik, namun selalu keluar jiwa kepastorannya (jiwa berkhotbah).
    Sipengembala cerita sangat cocok bagi guru PAK dan Pendeta untuk dikembangkan, karena bisa menuntun hidup. Kesan yang penting adalah Pendeta (Guru) harus berbakat untuk membekali para pendengar supaya meningkatkan moralitas. Mengajarkan Alkitab tentu banyak sekali kisah-kisahnya dengan cara bercerita, suka menolong, dan merawat orang.

    Dari penjelasan di atas, tentu sangat berkaitan langsung bagi kita sebagai pelayan Tuhan terkhusus bagi kita Jurusan PAK dan Teologi. Kita juga tahu bahwa, kita juga akan menjadi Sipenggembala cerita. Lalu apa visi dan misi para penyaji untuk kedepannya dalam menyampaikan firman Tuhan yang dapat menarik perhatian sipendengar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih buat saudara kami Chandra Pasaribu (Jur. PAK) atas komentar yang anda berikan. Seorang Pendeta (Hamba Tuhan) harus menjadi seorang pengkhotbah yang baik dan menunjukkan wibawa kependetaannya sebagai seorang rohaniwan. Bukan melalui mimbar (umumnya tempat pemberitaan khotbah) dan khobah saja seorang pendeta dapat memberitakan kebenaran akan firman Tuhan, namun seorang pendeta juga dapat memberitakan kebenaran akan firman Tuhan melalui perbuatan-perbuatan pendeta tersebut. Yang terpenting menurut saya menjadi seorang pendeta atau seorang pengkhotbah, "Khotbahkanlah apa yang kamu lakukan, dan lakukanlah apa yang kamu khotbahkan".
      terima kasih
      syaloom.

      Hapus
    2. nama: fidewana sari saragih
      nim: 15.01.1263
      tingkat : 1-c/ teologi
      maaf sebelumnya buat saudara kami chandra yang sudah memberikan tanggapan kepada ruang komen kelas 1- c.saya mau bertanya kepada saudara , apakah saudara memang memberi komennya di ruang komen kelas kami karena saya melihat komen anda selalu di ruang komen kelas kami yang anda masukkan? tapi menurut penjelasan mengenai komen ini , hanya untuk kelas kami saja ini? terima kasih.

      Hapus
    3. Kisah seorang Tokoh yang luar biasa.
      Seorang Dokter yang Membangun Nilai Moral

      Berbicara tentang penggembala cerita tentu berkaitan langsung kepada semua orang tanpa terkecuali, seperti orang tua, kakak, abang, dan orang-orang yang memiliki umur yang lebih tua dari pada kita. Begitu juga dengan kisah seorang tokoh yang akan saya sampaikan kepada anda semua, dia adalah seorang tokoh yang kisahnya sangat menarik yang saya ambil dari acara Kick Andy pada tanggal 15 April 2016, semoga ini dapat menambah wawasan kita semua.
      Ada seorang dokter yang sangat sederhana yang memiliki segudang gelar tetapi tidak begitu pepuler. Kebanyakan dokter-dokter pada umumnya adalah orang-orang yang bisa dikatakan cukup mewah, karena pada umumnya mereka selain mendapatkan gaji dari pemerintah, mereka juga mengharapkan bayaran dari pasien dan bahkan kebanyakan dokter tidak mau membantu/menolong pasiennya karena alasan kurang biaya.
      Berbeda halnya dengan seorang dokter yang satu ini, sebut saja Aznan Lelo. Dia adalah seorang dokter yang banyak gelar, dia juga seorang guru, dan seorang professor. Beliau berasal dari keluarga yang kurang mampu dimana orang tuanya tidak tamat SD dan pekerjaan orang tuanya hanya sebagai tukang jahit. Tetapi itu tidak mematahkan semangatnya untuk berkeinginan menjalani kuliah, dengan semangatnya yang luar biasa beliau mengumpulkan kertas-kertas bekas yang tidak dipakai untuk dijual. Memang penghasilannya tidak seberapa tetapi itu dicukupinya untuk kebutuhan kuliahnya tanpa meminta lagi kepada orang tuanya.
      Setelah dia berhasil menjadi seorang dokter, dia tetap sangat sederhana sekali, dimana dia tidak mengharapkan bayaran dari pasien. Katanya ‘’dikasih syukur,tidak dikasihpun tidak apa-apa’’ , dia berpengangan kepada tiga prinsip sebagai seorang dokter, yaitu :’’ jangan meminta bayaran dari pasien, peduli kepada orang yang ingin berguru (belajar), tanggapilah orang yang meminta nasihat’’. Setiap harinya beliau harus mengobati minimal 30-150 orang setiap harinya. Dia hanya di bantu oleh istrinya dan beberapa kariawannya, dimana kariawannya ini juga tidak mendatkan gaji yang sesuai. Dia berkata ‘’uang itu tidak ada apa-apa, misalnya kamu memiliki dua rumah, lalu untuk apa kedua rumah itu, sementara kamu tidak bisa menempati keduanya sekaligus’’.
      Dan pesan terakhirnya kepada adak muda adalah ‘’ apa yang kamu cari dalam hidup ini? Kalau kamu menjawab uang, maka sampai kapanpun kamu tidak pernah bisa menikmati kenikmatan hidup, karena ada orang yang lebih mementingkan uang jarang sekali berkumpul dengan keluarganya karena sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Karena kenikmatan hidup yang sesungguhnya tidak bisa diukur lewat uang, tetapi adanya terjalin kebersamaan kepada orang-orang yang anda anggap berharga’’.

      Dari kisah seorang tokoh diatas tentu sudah membuka wawasan kita untuk kedepannya, namun pertanyaannya adalah apa tanggapan anda mengenai kisah tersebut?, lalu apa yang anda cari dalam hidup ini?, dan perencanaan atau langkah-langkah apa yang akan atau yang sudah anda lakukan untuk mewujudkan itu semua?

      Hapus
    4. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting/Jur : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      Syalom.
      Terimakasih buat tanggapan dan pertanyaan dari Chandra Syahputra Pasaribu, NIM :15-02-568
      menurut saya: menjadikan (Pendeta) pelayan Tuhan sebagai teladan dan sebagai pengikut Yesus yang tetap setia.
      melalui hal ini menimbulkan kesadaran kita sebagai pelayan Tuhan bisa menjadi garam dan terang dunia (matius 5:13-16).
      Membangun karakter yang dimana bukan hanya banjir dengan kata-kata (hanya berteori) melainkan melakukan suatu perubahan melalui teladan yang dimana menunjukkan sifat Allah itu sendiri.
      membangun pelayan Tuhan yang tidak serupa dengan dunia ini dimana kita harus menjadi cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
      Membangun Pelayan Tuhan yang tetap setia mengikut-Nya dengan cara menyangkal diri,tidak egois dan memikul salib.
      pertanyaan yang ke 2 mengenai "kisah seorang dokter yang luar biasa". Bahwa kisah seorang dokter yang bernama Aznan Lelo mengajari kita bahwa lebih penting atau lebih berharga manusia dari pada materi yang bersifat sementara, bahkan kita diajarkan untuk hidup sederhana karena dengan kesederhanaan itu kita jadi lebih memaknai perjalanan hidup kita yang sesungguhnya. Setiap orang pasti mencari sesuatu didalam kehidupan ini. Menurut Saya : mencari dan melakukan apa yang diinginkan Tuhan dari saya dalam sisa kehidupan saya ini.
      yang pertama saya akan menyangkal diri saya yaitu berjuang untuk tidak mengikuti keinginan daging, tetap berdoa dan tetap berpegng teguh pada firman Allah dan tetap bersemangat bahkan tersenyum walaupun datang pencobaan. hal itu saya lakukan dengan cara menanamkan kedalam hati bahwa hidupku berharga bagi Allah yang dimana Aku yang dulu telah berdosa bahkan pada saat aku lahir ke dunia sudah berdosa tetapi dengan darah-Nya yang kudus, aku menjadi hidup baru (menanggalkan sifat tidak berkenan di hadapan-Nya)aku menjadi berharga dihadapan-Nya.
      walaupun itu sulit sekali diwudkan tatapi dengan adanya keyakinan yang teguh maka akan dimampukan Tuhan karena kita sanga berharga dan kita segambar dan serupa dengan Allah.
      syaloom....

      Hapus
    5. Trima Kasih atas tanggapan anda saudari krismay pasaribu, kita akan tunggu perubahan-perubahan yang nyata dari saudari.

      Hapus
  2. Nama : Dewi Aprianna Br Pinem
    Fidewana Saragih
    Lisda Yani Purba
    Nova Kembaren
    Rexy Agriva Ginting
    Tingkat.Jurusan : I-C/Teologia
    Pembahas kelompok V
    Pada kesempatan kali ini kita masih membahas tentang karya-karya Romo Mangun pada sajian minggu lalu kita mengenal Romo Mangun hanya sebatas pastor, arsitek, budayawan, penulis novel, aktivis, seniman namun pada sajian minggu ini kita mengetahui bahwa Romo Mangun juga sebagai Penabur lambang, salah satunya adalah novelnya yang berjudul Burung-burung Manyar dimana dia mendapat penghargaan sastra se Asia Tenggara pada tahun 1996. Melalui novel Romo Mangun kita tidak bisa berfikir secara logika tapi supralogika, salah satunya dalam novelnya yang berjudul burung-burung Manyar diman dalam novelnya ini mengisahkan seorang laki-laki yang bernama Teto yang mulai tumbuh dewasa ditengah situasi politik yang tidak menentu. Latar belakang khidupan Teto adalah dimana ibunya dijadikan gundik oleh tentara Jepang, sedangkan ayahnya hilang ketika dia berperang. Karena tidak memiliki siapa-siapa lagi Teto kemudia dirawat oleh Atik dan ibunya yaitu teman masa kecilnya dulu. Dimana pada saat itu terjadi perebutan kekuasaan antara Jepang dan Belanda. Teto dijadikan sebagai letnan KNIL oleh tentara Jepang. Tentara KNIL ini berperan untuk mengembalaikan kekuasaan Belanda di Indonesia, setiap hari mereka melakukan patroli keamanan. Namun Belanda kalah melawan Indonesia sehingga Teto malu kepada Atik dan keluarganya sehingga membuat Teto frustasi. Malu terhadap dirinya aalagi terhadap Larasati perempuan yang sangat dicintainya. Larasati sangat berjuang untuk bangsa Indonesia sedangkan Teto malah membela musuh. Untuk menutupi rasa malunya Teto memutuskan untuk pergi ke Luar negeri aitu Amerika. Teto sekolah di universitas Harvard mengambil jurusan Komputer dan mendapat gelar Doktor serta setelah tamat dia bekerja sebagai aanalisis Komputer diperusahaan besar di Amerika. Setelah sekian lama Teto teringat kepada Larasati erempuan yang sangat dicintainya, namun dia malu untuk bertemu dengan Larasati tapi di satu sisi Teto sangat merindukannya. Disuatu saat Teto diam-diam menghadiri seminar yang dilakukan oleh Larasati di Jakarta namun Teto tidak berani untuk mejumpai Larasati. Satu kata-kata bijak dari kami pembahas ialah janganlah rasa gengsi karena kekalahan mengaburkan rasa cinta tapi biarlah rasa cinta mengaburkan kegengsian. Karena akan sangat membanggakan kepada kita ketika sejarah itu bisa dijadikan menjadi sebuah pelajaran.
    Syalom..
    Tuhan memberkati..

    BalasHapus
    Balasan
    1. syaloom bagi kita semua
      nama: dewi pinem
      fidewana sari saragih
      nova sembiring
      hendriko siagian
      lisda purba
      disini saya menambahkan sedikit mengenai judul kita yang akann kita bahas pada pertemuan ini.
      di dalam novel karya mangun yang mengenai si penggembala cerita ini dapat disimpulkan bahwa kenangan kenangan yang dialami pada masa lalu tidaklah menjadi penghalang untuk kita maju baik itu pengalaman buruk atau apapun itu.masa lalu yang buruk seharusnya dapat dijadikan motivasi untuk lebih maju dari keterpurukan yang dulu dulu dan kedepannya ada perubahan menjadi lebih baik.contoh :seorang anak yang ditinggal mati oleh orangtuanya.pasti dia akan menjauh dari orang orang atau teman temanya yang masih memiliki orang tua .hal inilah yang perlu untuk diubah agar si anak tersebut tidak merasa minder melihat teman temannya.
      syaloom.

      Hapus
  3. Nama : Hendriko Sigian
    NIM : 15.01.1268

    1) Saya akan menjawab pertanyaan dari DESIMA SIMANJUNTAK, yang mempertanyakan, “Apakah Romo Mangunwijaya mengambil ayat penggembalaannya dari Mazmur 23?
    Jawaban saya : Perlu kita ketahui bahwa bukan Romo Mangunwijaya yang menyebut dirinya sendiri sebagai “penggembala cerita”, namun dia mendapat sebutan itu dari B.Mawardi yang melihat Romo Mangunwijaya bukan hanya sebagai penggembala umat Katholik saja, namun B.Mawardi melihat penggembalaan yang diberikan oleh Romo Mangunwijaya adalah menyentuh pada penggembalaan lintas agama, lintas suku, lintas budaya melalu karya-karya tulisannya dalam bentuk novel maupun essai. Jika kita melihat Mazmur 23 yang diangkatoleh saudara Desima sebagai pertanyaan, memang Mazmur ini adalah Mazmur penggembalaan yang diberikan oleh Allah kepada umat pilihannya (bangsa Israel). Dalam konteks mazmur ini, Allah sebagai gembala yang baik yang senantiasa menggembalakan ternaknya menuju padang rumput hijau, dimana binatang ternak itu akan menemukan kepuasan. Sama halnya dengan konteks Mangunwijaya pada pembahasan ini, dimana memang Mangunwijaya adalah sebagai gembala yang menuntun orang-orang untuk menemukan pencerahan dalam hidupnya. Menemukan nilai-nilai yang sudah tertimbun dan hilang dalam diri seseorang. Ia melakukan hal itu melalui karya-karya tulisannya yang sangat mendidik. Oleh sebab itu, B.Mawardi menyebutnya sebagai “penggembala cerita”. Untuk menjawab pertanyaan dari saudari Desima, saya rasa hal itu bisa terjawab dengan melakukan wawancara dengan beliau sendiri untuk menanyakan apakah beliau menjadikan Mazmur 23 ini sebagai moto/ landasannya dalam melakukan penggembalaan. Namun sayangnya, beliau sudah berpulang.

    Terima kasih buat saudari Desima yang telah bertanya kepada kami. Semoga pandangan saya ini dapat menambah wawasan kita..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ingin menjawab pertanyaan dari saudari Ribka Sirait yang juga akan menjawab pertanyaan dari saudari Sri Fitriani Siahaan dan Elvinaria Ginting.
      1) Apa arti simbol-simbol ini dalam karya novel-novel Romo Mangunwijaya? (Ribka Sirait)
      2) Apa mamfaat dari simbol-simbol ini? (Fitri Siahaan)
      3) Simbol yang digunakan dalam novel-novel Romo Mangunwijaya biasanya mengarah pada flora dan fauna. Dalam pembahasan sebelumnya, yaitu “balada becak”, apakah balada becak ini adalah bagian dari flora dan fauna? (Elvinaria Ginting)
      Jawab : Simbol-simbol dalam karya-karya Mangunwijaya adalah sebuah penekanan yang diberikan akan topik pembahasan itu. Simbol ini sebagai pengantar atau sebagai gambaran akan cerita yang akan diceritakan dalam novel tersebut. Jadi dalam novel “burung-burung manyar”, itulah sebagai simbol dari novel tersebut. “Balada becak”,itulah simbol dari novel itu. Bahkan, B.Mawardi melambangkan atau memberi simbol pada Romo Mangunwijaya sebagai “penggembala cerita”, dimana simbol itu sebagai ciri khas dari Romo Mangun dan menjadi identitasnya. Jadi mamfaat dari penggunaan simbol-simbol ini dalam novel-novel Mangunwijaya adalah untuk mempermudah pembacanya untuk memahami novel tersebut. Simbol-simbol ini berrfungsi untuk menghantarkan pembacanya pada konteks cerita yang diceritakan pada novel tersebut, sehingga pembaca merasa seakan-akan berada pada konteks cerita itu. Simbol-simbol ini bermamfaat sebagai hal yang akan semakin memperindah ataupun akan semakin menambah rasa menarik pembaca akan novel tersebut. Simbol-simbol yang dipergunakan dalam karya novel-novel Romo Mangunwijaya memang umumnya mengarah pada flora dan fauna (binatang dan tumbuhan). Namun memang tidak menutup kemungkinan simbol yang dipergunakan adalah simbol benda mati. Contohnya “balada becak”, yang menjadi simbol dari novel tersebut. Hal itu boleh terjadi karena Romo Mangun bukan saja cinta dan perduli kepada kehidupan saudara-saudaranya (khususnya kaum kecil dan miskin), namun Mangunwijaya juga sangat perduli dan memperhatikan alam lingkungan dimana ia bertinggal. Romo Mangun mau membawa para pembaca novelnya akan penghayatan alam melalui simbol flora dan fauna dalam novelnya. Mangunwijaya juga hendak mendidik para pembacanya akan keperdulian dan perhatian penbaca novelnya akan alam sekitar.

      terima kasih buat saudara Ribka Sirait, Sri Fitriani Siahaan, dan Elvinaria Ginting yang telah memberikan pertanyaan akan sajian kami.
      semoga pandangan ini dapat menambah wawasan kita seluruhnya.

      Hapus
    2. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Solagratia Bangun, yang mempertanyakan,”Apa hubungan simbol-simbol ini dengan Humanisme”?
      Jawab : Simbol-simbol yang dipergunakan dalam karya novel-novel Romo Mangunwijaya adalah untuk menghantarkan para pembacanya pada inti cerita atau makna yang diceritakan pada novel tersebut. Simbol-simbol tersebut menghantarkan kemenarikan pembaca pada novel tersebut. Sangat perlu kita ketahui banwa karya-karya Mangunwijaya tidak lain dan tidak bukan adalah bertujuan untuk menciptakan manusia-manusia yang humanis, yaitu para pembaca Novel-novelnya, karena juga Romo Mangunwijaya sendiri adalah manusia yang humanis. Karya-karya Mangunwijaya bertujuan untuk membongkar nilai-nilai yang telah tertimbun dan menumbuhkan nilai-nilai yang sudah hilang. Karya-karya Mangunwijaya menghantarkan para pembacanya pada nilai-nilai kemanusiaan yang sesungguhnya. Mengapa? Karena karya-karya Mangunwijaya sendiri sangat penuh dengan pesan-pesan kemanusiaan. Karya-karyanya penuh dengan pesan moral yang akan menghantarkan pembacanya pada nilai-nilai yang dimaksud oleh Mangunwijaya dalam novelnya. Jadi sangat jelas kita lihat hubungan simbol-simbol ini dengan humanisme.
      Terima kasih buat saudiri Solagratia Bangun yang telah bertanya kepada kami dan semoga jawaban ini dapat menambah wawasan kita seluruhnya.

      Hapus
    3. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Yosua Tampubolon, yang mempertanyakan,”Bagaimana penerapan nilai-nilai kemanusiaan (Kebaikan, Kebenaran, Keadilan) ini dalam kehidupan sehari-hari”?
      Jawab : Tujuan dari semua karya-karya Mangunwijaya adalah menciptakan manusia-manusia yang humanis, manusia yang bermartabat, karena karya-karyanya tersebut penuh denga pesan moralitas dan pesan akan nilai-nilai kemanusiaan. Novel-novel mangunwijaya mendidik para pembacanya untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Novel-novel Mangunwijaya juga berusaha untuk menegakkan yang dinamakan “kebaikan, kebenaran, dan keadilan melalui novel-novelnya. Kalau saja kita dapat memaknai novel-novel Mangunwijaya ini dan kita terus mengikuti perkembangan karya-karyanya, besar kemungkinan bahwa kita akan menjadi pembaca-pembaca yang humanis dan kita dapat melakukan nilai-nilai kemanusiaan itu dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu contoh adalah novel “Balada Becak”, Mangunwijaya berusaha untuk menegakkan nilai—nilai kemanusiaan itu dengan mengangkat kisah hidup Yusuf (Yus) yang memiliki kehidupan yang sulit dan dia adalah seorang miskin. Mangunwijaya hendak menegakkan nilai keadilan bahwa orang miskinpun berhak untuk merasakan cinta dan cintanya itu berhak untuk bersatu meskipun ada penolakan yang diakibatkan oleh status ekonomi yang berbeda. Namun Mangunwijaya melihat itu sebagai hal yang harus ditegakkan. Mengapa? Karena “kebaikan,kebenaran, dan keadilan” itu bukan datang secara tiba-tiba, itu bukan datang dengan sendirinya. Namun nilai-nilai itu perlu untuk diperjuangkan, perlu untuk ditegakkan.
      Terima kasih buat saudara Yosua Tampubolon yang telah bertanya dan semoga jawaban ini dapat menambah wawasan kita seluruhnya.

      Hapus
    4. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Angelica Precilya, yang menanyakan: (1) Sejauh mana pandangan para penyaji mengenai judul ini? (2) Bagaimana penggembala cerita dalam hal ini?
      Jawab : (1) Melalui novel Mangunwijaya yang berjudul Burung-burung Manyar, dia mendapat penghargaan sastra se Asia Tenggara pada tahun 1996. Melalui novel Romo Mangun kita tidak bisa berfikir secara logika tapi supralogika, salah satunya dalam novelnya yang berjudul burung-burung Manyar diman dalam novelnya ini mengisahkan seorang laki-laki yang bernama Teto yang mulai tumbuh dewasa ditengah situasi politik yang tidak menentu. Latar belakang khidupan Teto adalah dimana ibunya dijadikan gundik oleh tentara Jepang, sedangkan ayahnya hilang ketika dia berperang. Karena tidak memiliki siapa-siapa lagi Teto kemudia dirawat oleh Atik dan ibunya yaitu teman masa kecilnya dulu. Dimana pada saat itu terjadi perebutan kekuasaan antara Jepang dan Belanda. Teto dijadikan sebagai letnan KNIL oleh tentara Jepang. Tentara KNIL ini berperan untuk mengembalaikan kekuasaan Belanda di Indonesia, setiap hari mereka melakukan patroli keamanan. Namun Belanda kalah melawan Indonesia sehingga Teto malu kepada Atik dan keluarganya sehingga membuat Teto frustasi. Malu terhadap dirinya apalagi terhadap Larasati perempuan yang sangat dicintainya. Larasati sangat berjuang untuk bangsa Indonesia sedangkan Teto malah membela musuh. Untuk menutupi rasa malunya Teto memutuskan untuk pergi ke Luar negeri aitu Amerika. Teto sekolah di universitas Harvard mengambil jurusan Komputer dan mendapat gelar Doktor serta setelah tamat dia bekerja sebagai aanalisis Komputer diperusahaan besar di Amerika. Setelah sekian lama Teto teringat kepada Larasati erempuan yang sangat dicintainya, namun dia malu untuk bertemu dengan Larasati tapi di satu sisi Teto sangat merindukannya. Disuatu saat Teto diam-diam menghadiri seminar yang dilakukan oleh Larasati di Jakarta namun Teto tidak berani untuk mejumpai Larasati. Dimana Teto menyimpan rasa rindunya pada Larasati karena ia malu akan masa lalunya.

      (2) B.Mawardi menyebut Romo Mangunwijaya sebagai “penggembala cerita” karena penggembalaan yang diberikan olah Mangunwijaya melalui novel-novelnya bukan hanya ditujukan pada umat Katholik saja, namun Mangunwijaya menggembalakan banyak orang lintas agama, lintas suku, lintar budaya. Mangunwijaya adalah penggembala yang inklusive, yang selalu berusaha mendidik banyak orang supaya memiliki nilai-nilai moralitas, bermartabad, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam dirinya. Mangunwijaya adalah manusia kata, yang selalu menuangkan pemikirannya dan ilmunya melalu karya-karya tulisannya yang sangat mendidik banyak orang. Kata-katanya penuh dengan pesan kemanusiaan yang sangat menggambarkan dan melukiskan identitas Mangunwijaya yang sebenarnya sebagai manusia yang humanis, manusia yang bermartabad dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Mangunwijaya kaya dengan kata-kata didikan.
      Terima kasih kepada saudari Angelica Precilya yang telah memberikan pertanyaan dan semoga jawaban ini dapat menambah wawasan kita seluruhnya.

      Hapus
  4. Nama: Dewi Aprianna Br Pinem
    NIM : 15.01.1240
    Syalomm..
    untuk memperjelas jawabab para penyaji saya ingin bertanya kembali kepada para penyaji untuk lebih memperdalam emahaman saya. Saya ingin bertanya kepada para penyaji bahwa bagaimana pandangan para penyaji mengenai Romo Mangun yang menggunakan banyak lambang-lambang dalam karya-karyanya sehingga membuat para pembaca sering bingung dan tidak mengerti apa maksud dari karya tersebut?
    terimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Jon Andre Samuel Damanik
      Kelas: I-C / Theologia
      Nim : 15.01.1280

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Dewi, yaitu apa pandangan penyaji mengenai Romo yang membuat banyak lambang-lambang dalam karya-karyanya?
      Baik, terimakasih atas pertanyaan Dewi, sebenarnya sederhana saja menarik sebuah pandangan terhadap karya sastra Romo yang menggunakan banyak lambang-lambang itu yang terkadang membuat kita kurang mengerti dan kadang membuat kita kebingunan. Kita mengetahui bahwa Romo bukanlah seorang sastrawan biasa. Dalam diskusi Forum Mangunwijaya VII di rumah dinas walikota Solo, mengatakan bahwa kosmologi cerita Romo Mangun mengembalikan pembaca kembali ke lambang-lambang yang menuntun pembaca untuk lebih berpikir menjejak dan lebih mengajak pembaca untuk lebih memaknai karya tersebut. Romo juga ingin mengajak pembaca untuk memperbanyak perbendaharaan kata. Sebab Romo Mangun dianggap tidak memuja kemodrenan dengan idiom sains dan teknologi. Romo lebih mendorong kita untuk berimajinasi dan lebih memaknai karya-karyanya tersebut.

      Terimakasih

      Hapus
    2. Nama : Hendriko Siagian
      NIM : 15.01.1268

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Dewi Pinem yang menanyakan pandangan kami para penyaji dimana Romo Mangun banyak mempergunakan simbol-simbol di dalam novelnya.
      Jawab : Penggembala cerita mengajak kita untuk mejadi tukang tafsir (bukan tukang sihir ya, hahahahahahaa) akan simbol-simbol yang dipergunakan pada novel-novel Romo Mangun. Novel-novel Romo Mangun kaya akan simbol-simbol. Dimana simbol-simbol itu tidak harus mengikuti logika maupun etika sendiri, namun boleh dikatakan supralogika. Menurut saya tidak ada yang salah dengan simbol-simbol itu, dan juga tidak ada yang salah dengan Romo Mangun yang banyak mempergunakan simbol dalam novelnya. Romo Mangun ingin menghantarkan kita para pembaca pada inti dari novel tersebut. Romo Mangun ingin membawa kita pada konteks atau peristiwa yang diceritakan dalam novel tersebut. Romo Mangunwijaya ingin mengasakemampuan berpikir kita untuk memahami 2 hal secara bersamaan, yaitu memahami arti darisimbol itu dan juga memahami hal yang diceritakan dalam novel tersebut.

      Hapus
    3. Nama : Krismay
      NIm : 15.01.1285
      Syalom
      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari dewi yang pertanyaan-Nya adalah bagaimana pandangan para penyaji mengenai Romo Mangun yang menggunakan banyak lambang-lambang dalam karya-karyanya sehingga membuat para pembaca sering bingung dan tidak mengerti apa maksud dari karya tersebut?
      Jawab : Bahwa Si Penggembala Cerita mengajak kita untuk memahami mengenai simbol-simbol atau lambang-lambang itu bukan secara hurufiah atau hanya sekedar kata-kata saja tetapi mengajak kita untuk menggali dan memperluas bahkan memaknai arti simbol atau lambang itu dengan menggunakan pemikiran kita. Selain itu melalui lambang atau simbol itu harus dimaknai tidak hanya mengikuti logika atau etika tetapi secara supralogika sehingga bagi kita yang merasa bingung, harus berjuang dengan mencari apa arti maupun makna dari simbol atau lambang tersebut karena kita dianggap Romo Mangun adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat Khusus dan sangat Istimewa yang mampu memecahkan kebingungan atau masalah yang dalam karya Romo Mangun tersebut.
      Syaloom

      Hapus
  5. nama : fidewana sari saragih
    nim: 15.01.1263
    syaloom......
    dalam pembahasan mengenai karya dari Romo Mangun , saya masih bingung akan apa tujuan serta mengapa Romo mangun mau membuat karya seperti ini sementara jika dilihat dari segi kata - kata dan maknanya sangat susah untuk dipahami oleh orang atau pembaca.apakah Romo mangun membuat karyanya ini dengan tujuan agar akan adanya kesadaran melihat orang - orang yang ada di sekitar kita?ataukah dia hanya dikarenakan memiliki banyak atau multiple talenta sehingga muncul dalam benaknya untuk membuat karya sastra seperti ini?tolong penyaji berikan alasannya karena saya masih bingung mengeni hal ini. terima kasih dan syaloom bagi kita semuanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Jon Andre Samuel Damanik
      Kelas : I-C/Theologia
      Nim : 15.01.1280

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Fidewana, yaitu apakah karya-karya Romo Mangun ini bertujuan untuk menyadarkan para pembaca untuk melihat kondisi orang-orang disekeliling kita, atau hanya karna dia mempunyai talenta yang luar biasa di bidang sastra?
      Baik, terima kasih atas pertanyaan Fide. Romo mampu menciptakan banyak karya-karya sastra karena beliau mempunyai sebuah talenta yang lebih di bidang sastra. Namun, bukan berarti sastra dari Romo Mangun ini hanyalah sebatas cerita fiktif. Tidak, justru karena beliau mempunyai talenta dalam bersastralah sehingga dia menciptakan novel-novel yang lebih mengarah kepada keadaan ataupun realita kehidupan masyarakat. Sehingga jelaslah bahwa beliau menciptakan Novel-novel tersebut dengan tujuan yang mulia. Yaitu, untuk mengajak pembaca lebih menerawang kehidupan di tengah-tengah masyarakat dan pembaca juga diajak untuk lebih menggunakan hati nurani dalam beragama dan bernasionalisme. Singkatnya, setiap karya pasti bertujuan untuk memberikan kesadaran diri sendiri dalam menilai setiap sudut kehidupan yang terjadi di kalangan masyarakat.

      Terimakasih

      Hapus
    2. Nama : Hendriko Siagian
      NIM : 15.01.1268

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Fide Saragih yang menanyakan: apakah Romo mangun membuat karyanya ini dengan tujuan agar akan adanya kesadaran melihat orang - orang yang ada di sekitar kita? ataukah dia hanya dikarenakan memiliki banyak atau multiple talenta sehingga muncul dalam benaknya untuk membuat karya sastra seperti ini?
      Jawab : Romo Mangunwijaya adalah seorang yang humanis,dia adalah orang bermoral dan bermartabat. Dia adalah orang yang bernilai kemanusiaan dan dia perduli akan kehidupan sesamanya yang dapat dikatakan membutuhkan perhatian, khususnya kehidupan kaum miskin. Mangunwijaya menulis karya-karyanya bukan untuk mencari ketenaran. Dia tidak ingin mencari nama. Semua dia tidak terpikir bahwa dia akan menjadi bintang kemanusiaan, namun melalui melalui karya-karya dan keperduliaan, dia menjadi orang yang banyak dibicarakan karena sifat kehumanisannya. Romo Mangun adalah orang yang cerdas dan penuh dengan kata-kata penuh dengan nilai kemanusiaan. Dia adalah orang yang perduli akan masa depan bangsa dan orang-orang lain yang tidak bernilai kemanusiaan dan dia berjuang untuk membangun nilai itu dalam diri setiap orang. Melalui karyanya, dia melakukan semua itu. Secara tidak langsung, dia sudah memberikan sunmbangsi yang sangat besar untuk kemanusiaan. Jadi bukan karna dia penuh talenta untuk menulis, tetapi memang karna dia adalah manusia yang humanis dan bernilai.

      Hapus
    3. Saya akan mencoba menambahi jawaban dari teman kami mengenai pertanyaan saudara fide yaitu sebenarnya selain Romo Mangun ini multi talenta untik menciptakan karya karya nya di samping itu juga dia ingin kita sebagai pembaca karya nya dapat lebih menghargai orang yang ada di sekitar kita walaupun bisa di bilang kita berbeda dengan orang tersebut. Kita harus bisa menjadi manusia yang humanis seperti keinginan Romo Mangun. Karena Romo Mangun adalah sosok yang sangat peduli dengan orang yang menderita jadi kita disini harus bisa menjadi orang yang humanis. Terimakasih

      Hapus
    4. Nama : Krismay Pasaribu
      NIm : 15.01.1285
      Syalom
      terimakasih untuk pertanyaan saudari fide dan saya akan menjawab pertanyaan dari saudari fide dimana pertanyan-nya yaitu apakah Romo mangun membuat karyanya ini dengan tujuan agar akan adanya kesadaran melihat orang - orang yang ada di sekitar kita? ataukah dia hanya dikarenakan memiliki banyak atau multiple talenta sehingga muncul dalam benaknya untuk membuat karya sastra seperti ini?
      Jawab : Bahwa Romo mangun adalah seorang Arsitektur, Rohaniawan dan Sastrawan (multi talenta)yang sangat luar biasa. Dimana melalui multi talenta-Nya terkhusus pada sajian kali ini yaitu si penggembala cerita yang memberikan wawasan yang baru dan imajinatif bagi kita para pembaca-Nya. Dan melalui multi talentanya ini terlihat jelas dalam perjalan kehidupan-Nya, Dia ingin agar kita tersadar dan peduli dengan orang sekitar kita bahkan Romo Mangun bukanlah orang yang suka pamer dengan talenta yang dimiliki-nya karena Romo Mangun adalah Manusia humanis dan bersifat pluralis dan universal. selain itu juga Dengan hadirnya karya-karya Romo Mangun ingin membuat kita bukan hanya terlena dengan dunia ini dengan mengikuti keinginan daging dan membuat kita tersadar dengan apa yang diinginkan Tuhan dari kita.
      Syaloom

      Hapus
  6. Nama : Krismay Pasaribu
    Ting/Jur : I-C/Theologi
    NIM : 15.01.1285
    Syalom.
    saya akan menjawab pertanyaan dari Ribka Sirait yaitu apa artinya simbol-simbol atau lambang-lambang dalam karya Y.B.Mangunwijaya sedikit menjelaskan bahwa banyak sebutan untuk seorang Y.B.Mangunwijaya bagi para pengagum-Nya.ada yang berkata Y.B.Mangunwijaya adalah seorang Rohaniawan, budayawan, arsitek,sastrawan dan aktivis dari indonesia tahun 1929-1999 bahkan si penggembala cerita dan mempunyai banyak cerita bahkan banyak makna dalam perjalanan hidupnya dan itu sangat memotivasi kita untuk menjadi manusia humanisme (bermoral dan mempunyai nilai-nilai kemanusiaan)sehingga melalui penjelasan itu.
    Melalui kisah itu dia ingin membuat arti lambang atau simbol seperti dalam kitab wahyu yang dimana Yesus membuat simbol-simbol maupun lambang-lambang itu sebagai tanda-tanda. sehingga simbol-simbol maupun lambang-lambang itu bukan untuk membuat kita menjadi bingung Simbol itu merupakan sebagai tanda, maksud serta peran tokoh utama dari karya itu seperti dalam novel “burung-burung manyar”, itulah sebagai simbol dari novel tersebut. “Balada becak”,itulah simbol dari novel itu. Bahkan, B.Mawardi melambangkan atau memberi simbol pada Romo Mangunwijaya sebagai “penggembala cerita”, karena dia menganggap bahwa Y.B.Mangunwijaya itu adalah seorang yang unik dan itu merupakan identitas dari Y.B.Mangunwijaya menurut B.Mawardi. Dimana melalui lambang atau simbol itu juga, kita diajak untuk tidak harus mengikuti logika dan etika tersendiri tetapi melebihi hal itu yaitu yang disebut suatu suatu supralogika tidak masuk akal dan mustahil seperti sesuatu yang melayang bagaikan awan-awan diatas gunung dan lembah namun disamping hal itu mengandung makna terdalam yang tersirat atau adanya nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan di balik simbol atau lambang itu.

    Pertanyaan Sri Fitri yaitu apakah simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut bermanfaat?
    bermanfaat karena:
    1. Melalui hal ini mangunwijaya ingin memperluas wawasan kita melalui lambang-lambang atau simbol-simbol itu.
    2. Memberikan keunikan tersendiri dalam karya itu
    3. Mengajak kita untuk berkreatifitas melalui hal apapun seperti melalui karya sastra dalam hal-hal simbol atau lambang.
    4. Membuat pembaca menjadi penasaran mengenai karya itu.

    saya akan menjawab pertanyaan dari Elvinaria Ginting yaitu Simbol yang digunakan dalam novel-novel Romo Mangunwijaya biasanya mengarah pada flora dan fauna. Dalam pembahasan sebelumnya, yaitu “balada becak”, apakah kaitan flora dan fauna jika dihubungkan dengan balada beca (BB)?
    bahwa karya Y.B.Mangunwijaya yang ditulis oleh para pengagum nya itu pasti saling berkaitan satu sama lain walaupun memandang dari sisi yang berlainan tetapi ada keterkaitan yang dilihat seperti dalam "balada becak" itu mengisahkan seseorang yang miskin dan berkekurangan tetapi tetap tegar, berjuang dan bersemangat demi kehidupan yang lebih baik lagi dari situ terlihat kemartabannya. di dalam flora-fauna dalam topik si penggembala cerita mengisahkan keindahan dunia atau alam ini serta keunikannya yang merangsang kita untuk tetap menjaganya agar tetap indah dan tidak punah.
    melalui hal itu terlihat jelas kaitanya yaitu adanya nilai-nilai kemanusiaan (nilai kebaikan, kebenaran, keadilan) yang dibangun, yang dimana kita disadarkan bahwa bukan manusia saja yang ada dan berperan penting didunia ini tetapi flora-fauna juga berperan penting sehingga harus adanya sifat untuk menjungjung nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan ini untuk kelangsungan hidup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  7. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Yosua Tampubolon, yaitu ”Bagaimana penerapan nilai-nilai kemanusiaan (Kebaikan, Kebenaran, Keadilan) ini dalam kehidupan sehari-hari”?
    Bahwa semua karya Y.B.Mangunwijaya itu ingin memanusiakan manusia dimana dibangunya nilai-nilai kemanusiaan itu (kebaikan, kebenaran, keadilan)dan setiap karya-Nya mempunyai sifat untuk menasehati dan mengajak pembaca menjadi manusia humanisme. penerapan nilai-nilai kemanusiaan ini yaitu kembali kepada pribadi lepas pribadi dimana jika kita kagum dan merasa terbebani dengan ajakan Y.B.Mangunwijaya untuk tidak hanya berteori tetapi mempraktekan atau melakukan manusia yang bermoral, beretika menjunjung nilai-nilai kemanusiaan maka kita akan menjadi manusia yang selangkah lebih maju dan bahkan itu akan sangat bermanfaat bagi orang sekitar kita dan setelah dari kita maka akan banyak yang mengikuti hal itu. Walaupun memang sulit untuk penerapan nilai-nilai itu tetapi dengan adanya kemauaan tinggi dari diri sendiri maka semuanya akan terjadi. Tetapi disamping hal itu tetaplah setia kepada Tuhan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting/Jur : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      syaloom.
      saya akan menjawab pertanyaan dari sola yaitu apa hubungan lambang-lambang atau simbol-simbol dengan Humanisme?
      Bahwa Simbol-simbol yang dijelaskan adalah sebagai tanda, identitas karya, gambaran suatu karya itu. sedangkan Humaniseme adalah manusia yang bermoral dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
      melalui hal ini terlihat jelas bahwa melalui simbol itu menggambarkan suatu karya itu yang dimana suatu karya itu berisikan nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung kebermoral-an. ini terlepas dengan karya Romo mangun yang menjunjung humanisme ini dimana dia ingin manusia ini berharkat dan bermartabat dan terciptanya keberanian-keberanian yang sangat tinggi dan semakin cerdas.

      Hapus
    2. saya akan menjawab pertanyaan dari desima simanjuntak yaitu Apakah sajian ini ada hubungannya dengan mengambil ayat penggembalaannya dari Mazmur 23?
      Y.B.Mangunwijaya(manusia humanisme) adalah seorang rohaniawan, arsitektur dan sastrawan. bahwa B.Mawardi adalah seseorang yang bukan beragama Kristen. Menurut B.Mawardi bahwa Y.B.Mangunwijaya itu adalah sosok penggembala cerita melalui kisah perjalanan hidupnya.
      menurut Mazmur Daud bahwa Tuhan adalah penggembala manusia dimana manusia diarahkan ke jalan yang benar dan jalan yang ditunjukkan Tuhan tidak pernah salah.
      dengan penjelasan diatas maka, dengan hal ini bisa dikatakan ada hubungannya karena menggunakan simbol atau lambang pada topik yang disinggung dalam kitab Wahyu yang memakai simbol atau lambang pada saat Tuhan menunjukkan sesuatu, bahkan karena Tuhan bekerja didalam setiap diri manusia dengan urapan roh kudus tanpa memandang rupa.

      Hapus
    3. saya akan menjawab pertanyaan dari Angelica Precilya, yaitu (1) Sejauh mana pandangan para penyaji mengenai judul ini? (2) Bagaimana penggembala cerita dalam hal ini?
      1. bahwa menurut B.Mawardi, Y.B.Mangunwijaya itu adalah penggembala cerita yang dalam perjalanan hidupnya tidak ada sama sekali membeda-bedakan agama, suku, derajat (tidak melakukan keberpihakan). dalam sajian ini Romo Mangun sebagai penggembala cerita (sastrawan). Dalam hal ini Romo Mangun memberikan beberapa konsep mengenai sastra, yaitu sastra merupakan suatu kontekstual untuk menuju ke sebuah realitas, pewahyuan hidup manusia, menghampiri pembaca sebagai suluh untuk mengalami hidup dan mengartikan hidup dan berpijak ke hati nurani dan religiolitas yang tujuannya untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan (keadilan, kebenaran kebaikan. seperti dalam kisah teto dan larasati dmana terlihat jelas bahwa walaupun teto sudah bersekolah di tempat yang bergengsi cerdas dalam pelajaran) tetapi tetap saja masih ada rasa ketidak beranian dalam mengungkapkan perasaanya kepada larasati.
      2. romo mangun bersifat prularis dan universal dan mempunyai komitmen maupun tujuan yaitu mengajak kita untuk berpengertian dan memaknai kehidupan. dimana memberikan kehidupan yang layak kepada kaum kecil (kaum pinggiran)dimana Romo mangun memberikan suatu pandangan hidup yang berorientasi pada masa depan yang lebih cemerlang. mengajak kita untuk saling memperdulikan satu sama lain, bergandengan tangan didalam kepelbagaian. selain itu kita juga diajak untuk menanamkan rasa kepercayaan diri kita dimana kita berani untuk menyatakan sesuatu.
      Terimakasih buat pertanyaan yang diberikan penanya, semoga dapat menambah wawasan kita.
      Syalom.

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  8. Nama :Boris Adi Puttra Manurung
    Tgkt/Jur: I-C/Teologia
    Nim: 15.01.1224

    Syalom....
    Berbicara tentang Romo Mangun Sebagai pengembala Cerita berarti pengembala ke seluruh umat manusia tanpa pandang agama dan setiap segi dan sudut kehidupan. Romo Mangun ingin menggembalakan setiap orang untuk menjadi manusia yang mempunyai kebenaran melalui sastra dan tindakannya. nah, saya ingin bertanya kepada para penyaji, apakah Romo Mangun sudah membuat suatu karya adat istiadat? jika ada bagaimana cara Romo mangun untuk mengembalakan suku-suku yang berbeda dimana adat istiadatnya juga berbeda?
    Terimakasih
    Salam.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      NIM : 15.01.1285
      Syaloom
      terimakasih atas pertanyaan saudara boris dimana dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu apakah Romo Mangun sudah membuat suatu karya adat istiadat? jika ada bagaimana cara Romo mangun untuk mengembalakan suku-suku yang berbeda dimana adat istiadatnya juga berbeda?
      Jawab : bahwa Romo mangun belum ada berkarya dalam adat-istiadat tetapai menunjuk atau berarah ke hal itu ada, karena melalui karya-karya-Nya (cerita maupun lambang) secara tidak langsung menghampiri seluruh kepelbagaian itu yaitu melalui lintas agama, suku, budaya, adat istiadat sehingga begitu banyak karya yang dituangkan melalui topik sajian ini seperti lambang-lambang. Itu semua merupakan perjalanan hidupnya yang membuat kita untuk bersatu dalam berbagai kepelbagaian dengan hadirnya Y.B.Mangunwijaya yang membuat dunia ini menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
      Dan ingatlah itu semua dilakukan Y.B.Mangunwijaya hanya karena kasih setia dan adanya hal yang dilakukan (melakukan praktek bukan hanya berteori saja), agar terwujud nya keindahan dan keunikan dalam kepelbagaian.
      Syaloom

      Hapus
  9. Nama: Ipo Sunarsya Malau
    Kelas: I-C/Theologi
    Nim: 15.01.1272

    Syalom bagi kita….
    Romo Mangun adalah seorang yang penuh dengan kekreatifan dalam karyanya, pad paper ini ada kata lambang, jujur saja saya belum mengerti yang dimaksud dengan lambang ini, apakah boleh para penyaji untuk menjelaskannya secara terperinci, agar saya lebih memahaminya.
    Terimakasih, syalom

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      NIM : 15.01.1285
      Syalom
      Terimakasih atas pertanyaan dari saudari ipo dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu apa yang dimaksud dengan lambang ini dan coba jelaskan secara terperinci?
      Jawab : Bahwa Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang.Novel-novel YBM adalah jagat lambang.
      Y.B.Mangunwijaya adalah seorang sastrwan yang penuh dengan kreatifitas dan imajinatif. Sehingga melalui lambang ini yang dimana lambang ini tidak hanya mengikuti etika dan logika tetapi mengikuti atau kearah supralogika sehingga kita diajak untuk berimajinasi untuk memaknai-Nya karena dibalik semua lambang dalam karya-Nya itu menyimpan suatu makna yang sangat dalam dam mempunyai keunikan khusus dibanding karya-karya yang lain. Seperti Burung-burung manyar, Balada Becak (BB), dan lain-lain. Bahkan lambang ini dapat menjadi pemersatu di dalam kepelbagaian. Selain itu Romo Mangun secara tidak langsung memberikan suatu penjaran yang sangat berharga bagi kita melalui lambang-lambang karya-Nya yaitu mengajak kita untuk berkreatifitas dan itu dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti menulis catatan kecil yaitu diary (kisah cerita pengalaman sehari-hari)yang nantinya dapat dibagikan dan dapat berguna untuk masyarakat, dan dari situ terlihat jugalah nilai-nilai kemanusiaan itu.
      Syaloom

      Hapus
  10. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara ipo yaitu apakah maksud dari lambang lambang ini. Sebenarnya lambang ini dibuat agar karya karya nya lebih unik dan kita sebagai pembaca lebih mudah memahami apa yang dia buat karena adanya lambang lambang ini. Otomatis apabila ada lambang mungkin kita lebih gampang memaknai apa yang dituliskan Romo Mangun dan itulah ciri Romo Mangun yang menggunakan lambang lambang. Terimakasih

    BalasHapus
  11. Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara ipo yaitu apakah maksud dari lambang lambang ini. Sebenarnya lambang ini dibuat agar karya karya nya lebih unik dan kita sebagai pembaca lebih mudah memahami apa yang dia buat karena adanya lambang lambang ini. Otomatis apabila ada lambang mungkin kita lebih gampang memaknai apa yang dituliskan Romo Mangun dan itulah ciri Romo Mangun yang menggunakan lambang lambang. Terimakasih

    BalasHapus
  12. RIAHTA SARAGIH
    1C/THEOLOGI
    15.01.1309

    Syalom..
    ya,, menurut sajian para penyaji dalam paper nya ada dibahas tentang lambang-lambang dan penyaji katakan lambang itu tujuan nya agar mudah dipahami dan mudah dimengerti, dan juga dari penjelasa bapak dosen latar belakang lambang-lambang itu tujuannya Romo ingin mengajak untuk kita berimajinasi, berkemauan untuk menarik suatu arti yang dalam, dan juga untuk mengajak kita untuk lebih dapat menikmati cerita tersebut. Jaidi, pertanyaan saya yaitu Bagaimana Romo Mangun bisa berfikir atau dari mana awalnya dia membuat lambang-lambang dalam novel-novelnya, apakah lambang itu ada diambil dari salah satu cerita atau pengalaman hidupnya yang sangat menonjol sehingga dia dapat pemikiran membuat lambang tersebut? terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      NIM : 15.01.1285
      Syalom
      Terimakasih pertanyaan-Nya dan saya akan menjawab pertanyaan-nya yaitu "Bagaimana Romo Mangun bisa berfikir atau dari mana awalnya dia membuat lambang-lambang dalam novel-novelnya, apakah lambang itu ada diambil dari salah satu cerita atau pengalaman hidupnya yang sangat menonjol sehingga dia dapat pemikiran membuat lambang tersebut"?
      Jawab : Romo mangun merupakan seorang yang sangat cerdas sehingga disebut multi talenta.
      Itu diawali karena perjalanan hidup-Nya dari Faham kemanusiaan Romo Mangun tidak terlepaskan dari faham religiusitas. Romo Mangun sepaham dengan pandangan Rudolf Otto bahwa manusia adalah makhluk religius (homo religiosus), demikian setiap manusia serta-merta bersifat religius; bahwa ada sifat yang disebut “suci” yang berbeda dari sekadar “rasional” dan”baik” dalam arti moral. Religius disini tidak harus diartikan sebagai pemeluk agama tertentu, melainkan adanya kecenderungan dan kesadaran akan yang Ilahi, yang mengatasi kekecilan manusia atau rasa kemakhlukan(creature-feeling), atau rasa ketergantungan (feeling of dependence) pada sesuatu yang lain. Bisa diperdebatkan apakah seseorang ateis (tidak percaya akan Tuhan) mesti berlawanan dengan religiositas, sebab biasa saja seseorang bersifat religius, meski pun tidak beragama. Isu yang menjadi keprihatinan Romo Mangun bukanlah soal dialog agama, atau pembicaraan tentang perbedaan ajaran agama-agama yang satu dengan yang lain, melainkan bagaimana mereka bekerja sama dalam berbagai macam bidang, dengan semangat kemanusiaan yang sama, merasakan keprihatinan yang sama sebagai manusia yang kecil.
      Romo Mangun sebagai pastor, yang tidak konvensional. Panggilan imamatnya berakar dan diinspirasikan oleh daya tarik rakyat yang miskin, dan bukan panggilan kegerejaan/keagamaan sebagaimana kebanyakan pastor. Sehingga begitu banyak pengalaman yang terlihat dalam perjalanan hidupnya yaitu Sampai pada saat ini Romo mangun sebagai penggembala cerita menurut B.Mawardi yang memberikan warna kehidupan. Bahkan semua karyanya itu merupakan pengalaman dalam perjalanan hidupnya, yang tergambar dari para pemeran-pemeran dalam karyanya, contoh yang paling menonjol adalah kisah teto dan larasati.
      syaloom

      Hapus
  13. VICTOR SEBASTIAN
    1C/THEOLOGI
    15.01.1339

    SYALOMMM
    dari pemaparan para penyaji saya ingin bertanya singkat saja, yaitu dari penjelasan dari bapak dosen pada beberapahari yang lalu yang mengatakan romo mangun sama seperti yesus yangmengajarkan banyak simbol simbol dan perumpamaan, yang ingin saya tanya kan yaitu, apakah para pembaca, dapat mengerti dan dapat menjalan kan ajaran ajaran yang diberikan romo mangun dalam kehidupan sehari harinya???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Hendriko Siagian

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Victor yang menanyakan, apakan ajaran-ajaran Romo Mangun dapat dijalankan oleh pembacanya dalam kehidupan sehari-hari?

      Saya akan menjawab : Menurut saya, pertanyaan seperti ini harus memerlukan sebuah penelitian untuk menjawabnya. Namun menurut saya dengan semakin banyaknya orang yang kagum dan menggali lebih banyak lagi tentang tokoh Romo Mangun dan karya-karyanya, maka saya berpendapat bahwa nilai-nilai yang diajarkan beliau dapat diterima oleh banyak orang.

      Hapus
    2. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting/Jur : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      Syalom
      Terimakasih untuk pertanyaan saudara Victo dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu "apakah para pembaca, dapat mengerti dan dapat menjalan kan ajaran ajaran yang diberikan romo mangun dalam kehidupan sehari harinya"?
      Jawab : bahwa itu kembali kepada pribadi lepas pribadi (kembali ke diri seseorang itu) apakah dia mau berjuang atau berusaha untuk mencari makna serta apa yang dinginkan oleh Romo Mangun. Menurut saya jika ditelusuri bahwa para pembaca karya Romo Mangun secara otomatis mengerti (adanya rasa terbebani dan rasa keingintahuan yang sangat tinggi mengenai karyanya terutama melalui simbol atau lambang tersebut), sehingga secara otomatis juga membuat kita tersadar akan apa artinya kehidupan ini walaupun sebagai masyarakat kebingungan mengenai lambang atau simbol tersebut. Itu tergantung pada kemauan pribadi lepas pribadi dan ini juga merupakan tugas kita untuk menyadarkan dan mengajak bahkan menerapkan sesuatu yang sudah dilakukan-Nya untuk masa depan yang lebih cemerlang.
      Syaloom

      Hapus
  14. Nama : Emisura Novelia
    Ting/Jur : 1-C/Theologi
    15.01.1252

    Syalom
    Dari pemaparan penyaji, saya ingin memberi pertanyaan.Jika dalam pernyataan Romo Mangun, dia selalu menggunakan lambang-lambang dalam hal yang dilihatnya dari sekelilingnya.
    Sedangkan dalam hal yang kita bahas, banyak dari lambang-lambang itu yang tidak kita mengerti, harus kita membacabya berulang-ulang.
    Jadi hal apa yang paling terbaik untuk dilakukan dalam hal tersebut, menggunakan lambang atau tidak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: Hendriko Siagian

      Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Emisura, yang menanyakan masalah penggunaan simbol-simbol, lalu saudari bertanya, lebih baik digunakan simbol-simbol ini ataau tidak? karena menimbulkan kebingungan pada pembaca.
      Saya rasa, sudah sangat jelas kami terangkang pada jawaban-jawaban kami sebelumnya, dan dikelas juga sudah kami jelaskan apa arti simbol-simbol ini, apa mamfaatnya, lalu mengapa Romo Mangun memakai simbol-simbol ini dalam novelnya. Namun dalam pembahasan kami ini, yaitu sajian kel.5 setelah UTS,menyebabkan banyak kebingungan pada teman-teman. Namun yang mau kami pertegas disini adalah tidak ada yang salah dengan simbol-simbol ini, dan tidak ada yang salah dengan Romo Mangun yang memakainya. Namun yang harus kita lakukan saat ini adalah kita harus membangun pola pemikiran kita dengan baik. Karena simbol-simbol dalam karya Romo Mangun masih bterus berlanjut, tidak terhenti pada bahasan kami ini. Romo Mangun menuntut kita untuk menjadi penafsir simbol-simbol tersebut. Romo Mangun menuntuk kta untuk memahami 2 hal secara bersamaan, yaitu memahami novel itu dan memahami simbol-simbol tersebut dalam dirinya.

      Terima Kasih!!!

      Hapus
    2. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting/Jur : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      Syaloom
      Teremakasih untuk pertanyaan saudari Emisura dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu "hal apa yang paling terbaik untuk dilakukan dalam hal tersebut, menggunakan lambang atau tidak"?
      Jawab : Bahwa melalui simbol maupun lambang yang ada dalam karya sastra itu bukan hanya mengikutu etika dan logika tetapi harus mengikuti supralogika. Romo Mangun merupakan seseoang yang imajinatif, dimana mengajak kita untuk berkreatifitas melalui simbol dan sekaligus memperluas wawasan kita. Sehingga Romo Mangun bukan ingin membuat kita menjadi binging tetapi membuat kita untuk memahami bukan hanya secara hurufiah (kata-kata) melainkan kita diajak untuk menafsir dan memaknai secara dalam, karena Romo Mangun percaya dan menganggap kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang sangat khusus dan sangat Istimewa dengan berbagai keunikan yang dapat untuk memecahkan kebingungan yang terjadi. Yakinlah melalui simbol atau lambang itu memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi kita untuk kedepanya (dalam perjalanan hidup). Tujuan Romo mangun hanya untuk membentuk kita sebagai manusia Humanisme melalui karya sastra dan pengalaman hidup-Nya.
      Syaloom

      Hapus
  15. Nama : Rexy Agriva Ginting
    Nim : 15-01-1308

    Syalom...
    Terima kasih saya ucapkan kepada para penyaji, jadi disini saya ingin bertanya jika kita tahu bahwa sastra adalah suatu karya yang begitu menyenangkan dan sebagai tempat pesastra untuk menuangkan isi hati nya, apalagi kita ketahui bahwa sastra tersebut sangat bagus dan dapat mendidik kaum para muda sekarang. Jadi demikian YBM yang juga pesastra dan karya begitu bagus dan kontekstual. Tetapi sayangnya akhir-akhir ini sangat jarang kita kita lihat muncul pesastra psastra yang bagus dan dapat mendidik anak muda sekarang. Jadi bagaimana tanggapan para penyaji jika tidak ada lagi muncul pesastra yang bagus seperti Romo Mangun dan YBM dan apakah yang mungkin terjadi kepada umat manusia di dunia ini?.
    Terima kasih
    Salam IBD

    BalasHapus
  16. Nama : Rexy Agriva Ginting
    Nim : 15-01-1308

    Syalom...
    Terima kasih saya ucapkan kepada para penyaji, jadi disini saya ingin bertanya jika kita tahu bahwa sastra adalah suatu karya yang begitu menyenangkan dan sebagai tempat pesastra untuk menuangkan isi hati nya, apalagi kita ketahui bahwa sastra tersebut sangat bagus dan dapat mendidik kaum para muda sekarang. Jadi demikian YBM yang juga pesastra dan karya begitu bagus dan kontekstual. Tetapi sayangnya akhir-akhir ini sangat jarang kita kita lihat muncul pesastra psastra yang bagus dan dapat mendidik anak muda sekarang. Jadi bagaimana tanggapan para penyaji jika tidak ada lagi muncul pesastra yang bagus seperti Romo Mangun dan YBM dan apakah yang mungkin terjadi kepada umat manusia di dunia ini?.
    Terima kasih
    Salam IBD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting/Jur : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      Syaloom
      Teremakasih untuk pertanyaan saudara Rexy dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu bagaimana tanggapan para penyaji jika tidak ada lagi muncul pesastra yang bagus seperti Romo Mangun dan YBM dan apakah yang mungkin terjadi kepada umat manusia di dunia ini?
      Jawab : sedikit menjelaska mengenai Y.B.Mangunwijaya bahwa YBM (Yusuf Bilyarta Mangunwijaya). Dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa). Jadi YBM dengan RomoMangun itu adalah seorang yang sama buka berbeda. Bahwa Seseorang menjadi pesastra yang bagus (dipang masyarakat) itu karena tidak adanya rasa kesombongan dan peduli (rendah hati)dan itu terlihat dari sosok seorang Romo Mangun. Yang terjadi maka dunia menjadi hambar (seperti sayur tanpa garam). sehingga kita yang sudah membaca karya-Nya dan bahkan kagum dengan sosok seseorang ini, maka kita harus menirukan dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan menjadi manusia humanisme. Agar tidak sia-sianya perjuangan Romo Mangun melalui karya sastra nya.
      Syaloom

      Hapus
  17. Nama : Anggika Ginting
    NIM : 15.01.1215
    Ting/Jur : I-C/ Theologia

    Dari sajian kelompok 5, yang berjudul “Si Pengembala Cerita”. Dimana kita mengetahui bahwa dalam topik tersebut mengisahkan seorang yang bernama Teto, yang malu ataupun “gengsi” bejumpa dengan Larasati karena kesalahan yang sudah dia lakukan.
    Yang menjadi pertanyaan saya adalah, apakah rasa “gengsi” itu salah? Dimana kita lihat bahwa dalam cerita tersebut Teto gengsi dan malu bertemu dengan Larasati, tetapi dengan “gengsi” tersebut membuat Teto berjuang untuk memperbaiki kesalahannya dan juga dengan “gengsi” tersebut yang membuat Teto mempunyai keinginan untuk maju…
    Tolong penyaji jelaskan kepada saya…!!
    Trima kasih…Salam IBD..

    BalasHapus
  18. Nama : Krismay Pasaribu
    Ting/Jur : I-C/Theologi
    NIM : 15.01.1285
    Syaloom
    Terimakasih atas pertanyaan Saudara Anggika dan saya akan menjawab pertanyaan-Nya yaitu apakah rasa “gengsi” itu salah?
    Jawab : Bahwa rasa gengsi itu tidak salah seutuhnya karena itu tergantung situasi dan kondisi dimana rasa "gengsi itu ditempatkan", Karena ada rasa gengsi yang positif conto pada saat belajar dia gengsi bertanya tetapi disamping kegengsian itu dia tetap berjuang untuk mencari jawabannya melalui akal budi. seperti dalam kisah ini juga bahwa tidak seutuhnya karena rasa gengsi tetapi karena kurang adanya kepercayaan diri untuk menyampaikan apa yang di dalam hatinya.

    BalasHapus
  19. Hari ini Sabtu, 30 April 2016, pukul 15.20 wib, ruang komen ini resmi ditutup. Terimakasih atas respons dan partitipasi saudara-saudari. Salam

    BalasHapus