Senin, 14 Maret 2016

Menyenangkan Hati Tuhan oleh IV A Kelompok VII



Nama              : Edy Kerisman Tarigan
                           Hafdon Tuah Purba
                           Septy Mega Silvia Purba
                           Wenty Karolina Surbakti
M.Kuliah        : Liturgika
Ting/Jur         : IV-A/ Theologia
Dosen              : Pdt. Edward Simon, M.Th
NYANYIAN dan PADUAN SUARA
I.            Pendahuluan
Paduan suara merupakan khotbah kedua setelah khotbah diatas mimbar. Banyak orang-orang bertobat setelah mendengarkan lagu pujian ataupun paduan suara. Selain itu juga tidak jarang orang beriman menuangkan pengalaman berimannya kepada Allah lewat sebuah lagu pujian baik itu suka maupun duka. Dalam menyenangkan hati Tuhan kita kita dapat melakukannya dengan berbagai cara dalam hidup kita. Ada melalui perbuatan atau tindakan, ada melalui hubungan pribadi dengan Tuhan yaitu doa. Dan ada juga menggunakan nyanyian-nyanyian pujian bagi Tuhan memalui suara yang kita miliki. Dan pada saat ini kita akan membahas bagimana nyanyian dan paduan suara yang digunakan dalam liturgi.

II.         Pembahasan
2.1  Pengertian Nyanyian dan Paduan Suara
Nyanyian adalah syair yang dilafalkan sesuai nada, ritme, birama, dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. Nyanyian sering juga disebut sebagai lagu yang berarti gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.Bernyanyi adalah melafalkan syair sesuai nada, ritme, dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. Paduan suara adalah paduan suara amatir, yaitu paduan suara yang terdiri dari orang-orang yang memiliki keinginan untuk menyanyi, sekedar sebagai kesukaan perorangan. Akan tetapi, kehadirannya dalam latihan paduan suara menunjukkan bahwa ia mengaharapkan mendapat suatu kemajuan tanpa pendiidkan suara bagi para penyanyiannya.[1]

2.2  Latar Belakang Nyanyian dan Paduan Suara
Madah atau nyanyian pujian , ibadat biasanya non-alkitabiah. Misalnya  Gloria  di kelompokkan dalam madah. Dalam ibadat harian madah merupakan unsur yang selalu ada dan disini madah selalu digubah berbait  dan bersanjak, madah selalu ditutup dengan doksologi trinitas. Nyanyian ibadat yang langsung diambil dari alkitab biasanya disebut kidung.[2] Menyanyikan sebuah madah (nyanyian pujian) berarti menyanyikan keunggulan Allah yang seringkali menyebut kualitas-kualitas-Nya. Hal ini terdapat dalam Mazmur 113. Jadi jelas merupakan bahwa disini madah tetap merupakan bentuk penggambaran, nyanyian syukur menurut pengertiannya adalah suatu ucapan trimakasih untuk sesuatu, yakni tindakan konkret dari Allah bagi pembicara atau jemaatnya. Allah turut serta dalam sejarah dan layak diberi ucapan trimakasih. Jadi ucapan syukur melihat ke dalam sejarah atau tetap pada perubahan baik yang telah terjadi.[3] Calvin dan kawan-kawannya memakai nyanyian-nyanyian seperti nyanyian pujian Zakaria, nyanyian pujian maria, nyanyian pujian Simeon, doa pagi, doa petang, Doa Bapa Kami, dasafirman di dalam ibadahyang berasal dari buku nyanyian prancis. Sesudah reformasi nyanyian jemaat terus berkembang. Dalam nyanyia-nyanyian ini sering kerygma (berita) tersedakke belakang oleh unsur ajaran. Pada waktu ortodoksi dan mistik, hal ini lebih mendapat tekanan:ppenderitaan dan kematian, kasih kepada Yesus Kristus dan kesalehan pribadi merupakan tema yang paling disukai. Salah satu ciri dari nyanyiannyanyian ini ialah ke “aku”-an manusia mendapat tempat yang netral. Ortodoksi dan mistik disusul oleh pietisme yang sangat banyak menghasilkan nyanyian jemaat yang tidak bernilai. Sesudah Pietisme menyusul Rasionalisme yang juga mempunyai pengaruh yang tidak sedikit atas nyanyian jemaat. Dari gereja-gereja tua di Eropa dan Amerika, nyanyian-nyanyian ini dibawa masuk (diimpor) ke gereja-geraja muda. Di Indonesia hampir setiap gereja mempunyai buku nyanyiannya sendiri, dalam bahasa Indonesia dan/bahasa daerah.

Dalam tata ibadah yang digunakan Luther dan pengikut-pengikutnya, nyanyian mendapat tempat yang penting. Musik Gregorian dari abad pertengahan masih dipelihara tetapi juga ditambah dengan nyanyian-nyanyian yang digubah Luther sendiri.  Nyanyian-nyanyian ini kemudian dihimpun di dalam kitab nyanyian yang ternyata sangat cepat popular. Kitab tersebut tidak hanya mengungkapkan gagasan-gagasan Luther tentang keberdosaan manusia dan kebenaran (kebaikan) Allah, melainkan juga menjadi bagian integral dalam setiap ibadah Lutheran.[4]
Sejak dulu kala ada paduan suara dalam ibadah. Istilah “paduan suara” telah ditemukan di dalam Alkitab Perjanjian Lama (misalnya Ezra 12:13, 38, 40). Sepanjang sejarah Gereja ada “Chorus” dalam liturgi. Dari kata itu berkembang kata “Koor” yang kita kenal. Ternyata terjadi beberapa perkembangan. Di Gereja Katolik pada abad pertengahan muncul koor-koor canggih yang lebih suka memperdengarkan kebolehannya daripada melayani secara liturgis. Lalu, dalam tradisi Protestan abad sekarang muncul paduan suara yang kurang canggih, mau melayani, tapi kurang liturgis juga , oleh karena itu tidak tahu liturgi itu apa. Pada akhir abad ke-20 ini situasi itu mulai berubah. Baik di gereja Katolik, maupun di gereja-gereja Protestan dirasakan perlunya paduan suara yang trampil, tapi yang dapat memahami fungsi liturgisnya. Salah satu unsur liturgi yang sangat penting ialah nyanyian jemaat. Tetapi sayang, unsur penting ini sering kali diabaikan, dianggap kurang berarti dan tidak perlu ditekuni dengan penuh perhatian. Namun, yang penting diperhatikan oleh seluruh Gereja, terutama oleh pihak pimpinan. Nyanyian jemaat perlu didukung oleh organisasi Gerejawi, dan salah satu penunjangnya ialah paduan suara. Para Reformator Gereja pada abad ke-16 sangat mementingkan nyanyian jemaat. Untuk itu mereka menugaskan para penyair dan musisi untuk pengadaan nyanyian, mereka mengangkat guru-guru nyanyi dan mengerahkan kaum muda-mudi untuk berfungsi sebagai “Chorus” yang menentukan nyanyian jemaat dan bernyanyi bergilir-ganti dengan jemaat, dipimpin oleh prokantor (Kordinator musik Liturgi: mempersiapkan sebuah bahan, termasuk untuk paduan suara dan penggiringnya). Cara itu telah menjadi pergerakan reformatories internasional pada waktu itu.[5]


2.3  Fungsi Nyanyian
Nyanyian umat dan nyanyian koor mempunyai fungsi mendidik dan mengembalakan. Tulis Van Dop, “setiap nyanyian berfungsi menyentuh, membangun dan menguatkan. Oleh karena itu, kebiasaan buruk untuk memassukkan terlalu banyak nyanyian jemaat dalam tata ibadah perlu ditinjau kembali.... lebih baik menyanyikan empat lagu yang lengkap daripada 8 lagu yang dipenggal-penggal”.[6] Yang paling mencolok dalam reformasi kebaktian yang dilakukan Calvin adalah bahwa mazmur-mazmur Perjajian Lama kembali dipergunakan sebagai lagu jemaat. Penggunaan psalter (Kitab Mazmur) dalam ibadah gereja malah dapat ditunjuk sebagai ciri Khas kebaktian Calvinis selama berebad-abad. Oleh karena itu, tidak perlu heran kalau di Indonesia juga Mazmur-mazmur mengambil tempat yang dalam sejarah nyanyian gerejawi. Untuk mengerti mengapa demikian, perlu kita mulai dengan Calvin, bahkan dengan tokoh-tokoh Reformasi sebelumnya. Salah satu hal yang dilakukanoleh Marthin Luther, waktu ia menyesuaikan misa Khatolik kepada kebutuhan baru Reformasi adalah memulihkan kembali nyanyian jemaat. Dikatakan demikian, sebsb dengan memberi nyanyian-nyanyian untuk dinyanyikan sendiri, ia mengangkat kembali tridisi gereja kuno bahwa jemaat yang beribadah itu bernyanyi. Pada akhir Abad Pertengahan tradisi ini dilupakan. Umat percaya masih menyanyi, misalnya pada waktu diadakan prosesi (=pawai rohani; nyanyian rohani rakyat semacam ini juga banyak dipergunakan sebagai sumber untuk lagu-lagu grejawi Protestan), akan tetapi dalam kebaktian tugas menyanyi diambil alih oleh koor. Luther sendiri juga mengubah nyanyian-nyanyian jemaat yang pertama dari dari zaman Reformasi, dengan mempergunakan lagu-lagu Abad pertengahan dan juga pelajaran katekisasi (bnd. Kidung Jemaat 284) sebagai titik tolak. Melodi-melodi yang pertama pun sering kali masih mempelihatkan pengaruh zaman sebelum reformasi. Disamping itu ia mempergunakan semua Mazmur menurut teks Alkitab, jadi tidak dalam bentuk sajak (pertama tema dalam bahasa Latin, kemudian dalam bahasa Jerman), yang dinyanyikan dengan gaya tradisional (gaya “Gregoriani”). Di samping itu reformasi mulai menghasilkn lagu-lagu gerejawi yang baru, baik dari segi isi maupun dari segi melodi. Sama seprti dalam hal-hal lain yang menyangkut ibadah, juga mengenai lagu-lagu, Calvin lebih hati-hati dari pada Luther. Cara gereja akhir abad Pertengahan memakai unsur musikaldalam ibadah menurut Calvin tidak sesuai dengan maksud nyanyian-nyanyian gerejawi, yaitu menopang penyerahan hati kepada Allah. Mazmur-mazmur, menurut Calvin, adalah nyanyian-nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah karena diciptakan oleh Roh Kudus. Kalau kita menyanyikan Mazmur-mazmur, kita memakai kata-kata yang berasal dari Allah sendiri. Alasan ini sesuai dengan ajaran Calvin tentang Alkitab. Dalam Alkitab, Roh Kudus berbicara melalui kata-kata manusia (dalam Kitab Mazmur Daud, menurut Calvin), sehingga bila kita menyanyikan Mazmur, Roh Kudus juga meletakan kata-kata dalam mulut kita untuk memuliakan nama Tuhan.[7]

2.4  Fungsi Paduan Suara
Fungsi utama paduan suara dipandang sebagai sarana saling berbagi dalam pelayanan firman, bernyanyi kepada jemaat. Ini mungkin perlu suatu lokasi yang menghadap ke jemaat. Namun, paduan suara itu dimaksudkan untuk didengarkan ketimbang dilihat dan lokasi ini  dapat menimbulkan persoalan. Semakin disadari bahwa salah satu fungsi utama paduan suara adalah memimpin nyanyian jemaat, bernyanyi dengan jemaat. Bagaimanapun, paduan suara harus seerat mungkin dengan jemaat, bahkan bila mungkin bercampur dengan mereka. Pengaturan basilica kuno (dengan paduan suara di depan ruang jemaat dan dikelilingi jemaat pada tiga sisi) banyak dianjurkan pada masa kini. Akhirnya, paduan suara kadang-kadang digunakan untuk memberikan suatu latar belakang musikal, yang membuat musik gereja sebagai hiburan. Dalam kasus ini, baik paduan suara maupun ruang paduan suara mungkin lebih baik sama-sama dihapuskan. Tetapi di manapun paduan suara itu ditempatkan akan menentukan arti dan makna paduan suara, dan jemaat mendengarkan apa yang dinyanyikannya. Jadi lokasi paduan suara itu mungkin merupakan satu masalah yang paling menganggu dalam mengorganisasikan ruang peribadahan pada masa kini. Namun yang penting juga disini ialah nyanyian jemaat. Nyanyian jemaat dibagi kedalam psalmody (menyanyikan mazmur-mazmur), hymody (menyanyikan madah pujian) dan sercice music (serangkaian kata-kata tetap dalam liturgy seperti Gloria Patria tau Sanctus). Agustinus menyebut madah pujian sebagai “puji-pujian kepada Allah dalam lagu”, namun dalam arti lebih sempit sebagian besar madah pujian adalah syair berirama yang digubah ke melodi-melodi. Semuanya sangat bervariasi dalam bentuk dan konteks. Nyanyian  rohani (gospel song) adalah tipe informal  dan sangat individualistic. Nyanyian ibadah (office song) terdiri atas music dan teks untuk digunakan dalam ibadah-ibadah doa umum harian  dan sering diakhiri dengan suatu bait syair pujian. Carlton R. Young mengatakan bahwa sering kali cenderung memperlakukan jemaat seolah-olah mereka adalah paduan suara. Paduan suara selalu hanya merupakan pelengkap bagi jemaat kecuali pada konser-konser rohani. Paduan suara eksis hanya untuk melakukan apa yang tidak dikerjakan jemaat atau untuk membantu jemaat melakukan tugas menyanyi agar menjadi lebih baik. Artinya musik paduan suara bukanlah pengganti nyanyian jemaat.[8]
Pertama, paduan suara yang dipakai dalam ibadah jemaat adalah paduan suara gereja, bukan perhimpunan penyanyi. Tiap jemaat hanya boleh mempunyai satu atau dua paduan suara. Dalam menjalankan tugasnya paduan suara harus takluk kepada peraturan yang telah ditetapkan oleh gereja. Tugasnya bukanlah untuk membuat konser di dalam ibadah melainkan untuk memuji Tuhan bersama-sama dengan jemaat. Kedua, dalam ibadah paduan suara berdiri di pihak jemaat. Van Der Leeuw dan beberapa pemimpin lainnya bersedia memberikan tempat dan tanggungjawab yang lebih besar kepada paduan suara yaitu sebagai wakil jemaat untuk menyanyikan bagian-bagian misalnya perasaan hikmat dan kasih, permohonan yang mesra, kegembiraan yang meluap-luap, dan lain-lain yang tidak dapat (tidak sanggup) dinyanyikannya. Ketiga, di dalam ibadah paduan suara tidak mempunyai tempat tersendiri. Pemimpin-pemimpin gerakan liturgia tidak setuju dengan pendirian ini menurut mereka paduan suara adalah sebagaian dari jemaat. Karena itu di dalam ibadah paduan suara hanya mempunyai satu tempat saja yaitu di pihak jemaat. Keempat, di dalam ibadah paduan suara bertugas melayani artinya paduan suara tidak boleh bernyanyi sendiri-sendiri tetapi bersama-sama dengan jemaat dengan berbagai cara. Kelima, di dalam ibadah paduan suara tidak boleh menyanyikan nyanyiannya sendiri. Nyanyian yang demikian hanya boleh diperdengarkan sebelum kebaktian mulai dan sesudah berkat.[9]




III.      Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa nyanyian merupakan syair yang dilafalkan sesuai nada, ritme, birama, dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. Nyanyian juga berperan di dalam liturgi, namun tidak memiliki ruang yang tersendiri.
Paduan suara merupakan perpaduan suara yang terdiri dari orang-orang yang memiliki keinginan untuk menyanyi, sekedar sebagai kesukaan perorangan. Akan tetapi, kehadirannya dalam latihan paduan suara menunjukkan bahwa ia mengaharapkan mendapat suatu kemajuan tanpa pendiidkan suara bagi para penyanyiannya. Fungsi utama paduan suara dipandang sebagai sarana saling berbagi dalam pelayanan firman, bernyanyi kepada jemaat. paduan suara juga merupakan memimpin nyanyian jemaat, bernyanyi dengan jemaat.
IV.      Daftar Pustaka
Abineno, J. L. Ch., Unsur-unsur Liturgi, Jakarta:BPK-GM, 2007.
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran Di Dalam dan Disekitar Gereja , Jakarta: BPK-GM, 2008.
Atmodjo, Subronto K., Memimpin Paduan Suara, Jakarta: BPK-GM, 2008.
Fokkelman,Jan.,  Menemukan Makna Puisi Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009.
Ismail,Andar., Selamat Berkarunia, Jakarta: BPK-Gm, 2008.
Jonge, Christian de., Apa itu calvinisme ?, Jakarta: BPK-GM, 2012.
Maryanto, Ernest., Kamus Liturgika Sederhana, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
White, James F., Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2009.
Yamuger, Telah Lahir Putera, Jakarta: BPK-GM, 1991.


[1] Subronto K. Atmodjo, Memimpin Paduan Suara, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 56
[2]Ernest Maryanto, Kamus Liturgika Sederhana, (Yogyakarta: Kanisius, 2004)  , 119
[3]Jan Fokkelman,  Menemukan Makna Puisi Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2009 ) ,184-185
[4]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam dan Disekitar Gereja , (Jakarta: BPK-GM, 2008), 50
[5] Yamuger, Telah Lahir Putera, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 31
[6] Andar Ismail, Selamat Berkarunia, (Jakarta: BPK-Gm, 2008), 24
[7] Christian de Jonge, Apa itu calvinisme ?, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 180-182
[8]James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2009) 102-107.
[9] J. L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgi, (Jakarta:BPK-GM, 2007) 110.

26 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Nama :Desi Permata Sari Br Ginting
    Desy Ristiana Saragih
    Fimanta Munthe
    Irna Bestania Damanik
    Naomi Eliana Br Tarigan
    Tingkat/Jur : IV-A/Teologia
    Mata Kuliah : Liturgika
    Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th

    NYANYIAN dan PADUAN SUARA
    I. Kritikan
    1. Dalam poin 2.1. Penyaji menuliskan “Paduan suara amatir” apa yang dimaksud dengan kalimat ini?
    2. Dalam penulisan masih banyak ditemukan pengetikan kata-kata yang salah, diharapkan penyaji agar lebih teliti dalam perbaikan.
    3. Dalam poin 2.2. dalam latar belakang nyanyian dan paduan suara pembanding melihat bahwa penyaji tidak sistematis dalam penulisannya. Ada baiknya penyaji menuliskannya secara abad per abad.

    II. Pertanyaan
    1. Tahun/Abad keberapakah nyanyian dan paduan suara muncul?
    2. Coba penyaji menjelaskan latar belakang munculnya nyanyian dan paduan suara secara abad per abad!
    3. Coba penyaji sebutkan siapa nama tokoh yang membuat nyanyian dan paduan suara berkembang hingga pada saat ini?
    4. Seberapa pentingkah nyanyian dan paduan suara dalam liturgi gereja?
    5. Haruskah didalam liturgi itu ada paduan suara?
    6. Menurut penyaji apa hubungannya nyanyian dan paduan suara sehingga harus secara bersamaan kita membahasnya?




    BalasHapus
  4. III. Kontribusi Pembanding
    3.1. Makna musik dalam Ibadah dan Liturgi
    Musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian besar porsi ibadah gereja memiliki unsur musik, baik vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya musik di dalam gereja, sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi. Makna musik dalam ibadah gereja dalam istilah lain dalam liturgi gereja adalah ungkapan simbolis perayaan iman jemaat gereja. Perayaan iman yang dimaksud adalah penghayatan terhadap misteri dalam agama Kristen dalam diri Kristus sebagai sosok penyelamat yang benar-benar menyentuh perasaan umat dalam nyanyian. Maka, musik liturgi dapat sungguh-sungguh menghadirkan misteri Yesus Kristus kepada umat dan umat dapat masuk betul dalam misteri Kristus melalui musik Liturgi Hubungan musik dan liturgi (seharusnya) bersifat harmonis, yaitu keseimbangan yang pas antara musik dan penghayatan iman menjadi tidak terpisahkan.Unsur musik dalam gereja seharusnya memiliki keterkaitan dengan gereja dalam hal pengembangan kehidupan spiritualitas, sumber daya, organisasi gereja, mentalitas, keahlian, integritas keteladanan umat beriman yang harus senantiasa dipikirkan oleh gereja sebagai organisasi. Dengan begitu musik menjadi alat teologi dalam mendidik umat yang bertujuan mencerdaskan umat untuk berperilaku yang baik sesuai ajaran gereja.
    Musik memiliki tempat atau kedudukan yang sangat penting dalam liturgi. Pentingnya musik liturgi ini dapat kita lihat berdasarkan Konstitusi Liturgi Vatikan II yang memberi satu bab tersendiri untuk menjelaskan musik liturgi (Bab VI:SC 112-121). Berdasarkan paham Vatikan II itu, kita dapat merumuskan tempat musik dalam liturgi dalam beberapa poin.
    a. Musik merupakan bagian liturgi sendiri yang penting dan Intergral.
    Bagi Konsili Vatikan II musik liturgi bukan sekedar untuk selingan, tambahan, atau “dekorasi” demi kemeriahan liturgi, melainkan” merupakan bagian Liturgi yang meriah yang penting atau integral”. Dengan kata lain, musik liturgi itu sendiri. Musik harus digunakan dan diadakan dalam rangka perayaan liturgi.



    b. Musik memperjelas misteri Kristus
    Konsili Vatikan menunjukkan tujuan musik liturgi sebagai sarana untuk memuliakan Allah dan menguduskan umat beriman. pemuliaan Allah dan pengudusan manusia merupakan isi karya penebusan Yesus Kristus yang dirayakan dalam perayaan liturgi.
    c. Musik mengungkapkan peran serta umat secara aktif
    musik Liturgi dapat membantu umat dalam berpartisipasi secara aktif dalam liturgi. sebuah lagu pembukaan yang tepat dan baik akan membantu umat memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat, serta mempersekutukan umat yang hadir.

    3.2. Jenis musik dalam ibadah dan liturgi
    1. Nyanyain Pembuka, nyanyiam pembuka biasa kita nyanyikan sambil berdiri untuk menyambut perarakan imam dan para petugas liturgi menuju altar.
    2. Sebagai permohonan (misalnya dalam Tuhan Kasihanilah, Bapa Kami, Anak Domba Allah);
    3. Mazmur Tanggapan, untuk memperdalam renungan atas sabda Allah,yang diambil dari kitab sci.
    4. Nyanyain syukur (misalnya dalam Kemuliaan, Kudus, Madah Syukur sesudah komuni);
    5. Seluruh persiapan persembahan: perarakan dan persiapan/pendupaan altar (nyanyian persembahan);
    6. Nyanyian pemecahan roti (nyanyian Anak Domba Allah);
    7. Nyanyian Komuni mengiringi umat dalam menyambut Tuhuh Kristus
    8. Nyanyian pembasuhan kaki (Kamis Putih);
    9. Nenyembahan salib (Jumat Agung).
    10. Nyanyain Penutup

    BalasHapus
  5. Nama : Tiar Mauli Sinambela
    Nim : 12.01.971
    Ting/Jur : IV-A/Theologia

    Analisa Sajian Kelompok VII Tentang :
    Unsur Liturgi: Nyanyian dan Paduan Suara
    dalam Thema Peribadahan (Liturgi) dalam Menyenangkan Hati Tuhan dengan Nats-nats Thematis Alkitab

    Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menuliskan tentang kerinduan Tuhan agar kiranya umat percaya memuji Tuhan dengan penuh kesungguhan dan kekudusan. Sebagai orang percaya kita harus mempersiapkan hidup kita dalam memuji Tuhan. Ini adalah sikap orang percaya. Ibadah ini berkaitan dengan himne (nyanyian) yang sebagai ungkapan atas rasa syukur atas tuntunan Allah di dalam ibadah. Ini tentu berkaitan dengan musik. Di dalam Mazmur ini ada ajakan untuk memuji Tuhan.
    Mazmur ini didaraskan/dinyanyikan di dalam ibadah. Alat-alat musik menopang nyanyian itu sendiri. Musik akan memuji Tuhan saat umat percaya bernyanyi dengan baik. Peranan musik (rohani) juga amat penting di dalam menenangkan hati, sebagaimana Daud memainkan kecapi di hadapan raja Saul.

    Makna Nyanyian Pujian.
    Ibadah selalu diawali dengan Nyanyian Pujian. Nyanyian pujian adalah suatu ungkapan pengagungan, penyembahan, pengudusan, pengharapan, pengakuan, penyesalan, penyerahan diri, doa serta keyakinan kepada Tuhan. “Pujilah Allah kita, hai kamu semua hambaNya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil maupun besar…” –baca Wahyu 19:5-7—“Pujilah Tuhan hai jiwaku, pujilah namaNya yang kudus hai segenap batinku“ –Mazmur 103 : 1— kedua ayat inilah antara lain yang menjiwai setiap umat dalam menyanyikan pujian kepada Tuhan. Melalui nyanyian pujian, kita menyatakan keyakinan bahwa Tuhan Allah hadir untuk memimpin ibadah itu seperti termuat jelas dalam Kidung Jemaat No. 18 “Allah Hadir Bagi Kita”. Dalam setiap menyanyikan kidung pujian kepada Tuhan, haruslah dari dalam hati dan jiwa yang penuh sukacita dan dalam pemujian yang benar baik dan penuh hormat. Pemandu kidung dan Pemusik Gereja sangat diharapkan dapat memandu sidang jemaat agar selalu bernyanyi dengan benar dan baik dan penuh dengan nyala emosi penyembahan dan pemujian kepada Tuhan Yesus.
    Nyanyian-nyanyian dalam tata ibadah merupakan respon atau jawaban jemaat yang berisi ucapan syukur, permohonan, pengharapan serta pengakuan, dsb -- yang dinyanyikan -- terhadap Tuhan Allah yang berbicara kepada kita melalui pelayan liturgi dalam urutan-urutan tata ibadah.
    Selain itu makna teologis music liturgy dan nyanyian pujian dalam ibadah/kebaktian, adalah hubungan antara nyanyian dan pemberitaan firman. Untuk itu text nyanyian itu menjadi unsur yang sangat penting. Hal yang prinsip dalam pemberitaan Firman Allah melalui teks nyanyian terlihat dalam tiga hal: Pertama, isi text itu terutama merupakan garis vertical yang dari atas ke bawah. Umat membutuhkan Firman yang memberi hidup itu, dan itu datang dari pihak Allah. Kedua, serentak dengan itu, nyanyian itu juga merupakan garis vertical dari bawah ke atas, yaitu ucapan syukur serta pujian umat kepada Allah. Ketiga, jemaat melayani sesamanya melalui nyanyian itu.



    BalasHapus
  6. Paduan suara haruslah bernyanyi bersama-sama dengan jemaat dengan cara: “menyokong” nyanyian jemaat, yaitu membantu jemaat menyanyikan lagu-lagu yang sulit, dan membawa semangat kepada jemaat, serta menyanyi bergiliran dengan jemaat, misalnya satu bait dinyanyikan oleh paduan suara, satu bait dinyanyikan oleh jemaat, kemudian bersama-sama. Nyanyian yang dinyanyikan sendiri, menurut Abineno, hanya boleh diperdengarkan sebelum kebaktian dimulai dan sesudah berkat.
    bagaimana tanggapan penyaji akan pemahaman Abineno ini apakah penyaji stuju dengan pendapat itu atau tidak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kepada saudara Jefri Damanik atas masukan dan pertanyaannya. Yang mau saya katakana kepada saudara Jefri Damanik adalah saudara perlu lebih teliti lagi dalam hal memahami isi buku tersebut. Bisa jadi pendapat buku yang anda baca itu mengatakan “paduan suara dalam gereja/liturgy tahun berapa?” karena seiring berkembangnya jaman seperti yang anda katakana bahwa paduan suara haruslah bernyanyi bersama-sama dengan jemaat dengan cara: “menyokong” nyanyian jemaat, yaitu membantu jemaat menyanyikan lagu-lagu yang sulit, dan membawa semangat kepada jemaat, serta menyanyi bergiliran dengan jemaat, misalnya satu bait dinyanyikan oleh paduan suara, satu bait dinyanyikan oleh jemaat, kemudian bersama-sama dan bisa jadi juga terpisah-pisah. Dan itulah yang kita lihat dalam gereja-gereja sekarang ini. Dan saya setuju dengan ini.

      Hapus
  7. nama : Eka Surya Darma Purba
    jika saya lihat dari kesimpulan para penyaji. Penyadi mengatakan paduana suara sama seperti songlider yang membawakan jemaat untuk bernyanyi. Namun kenyataannya pada saat ini jemaat hanya sebagai pendengar saja dan mengimani apa yang telah dinyanyikan olem paduan suara. bagaimana tanggapan para penyaji dengan hal tersebut..?

    BalasHapus
  8. Nama:MastonSilitonga
    NIM:11.01.818
    Ting/Jur:IV-A/Theologia
    Judul : nyanyian dan padua suara

    Dari masa Perjanjian Lama hingga kini, paduan suara memegang peranan penting di dalam ibadah jemaat.Di Abad Pertengahan, schola cantorum (kelompok penyanyi) adalah kelompok yang bertugas untuk menyanyikan lagu-lagu yang ada di dalam ibadah.Pada masa Reformasi, Luther menggunakan paduan suara (anak) untuk mengajarkan nyanyian baru kepada jemaat. Calvin bahkan hanya memperkenankan paduan suara untuk mengiringi nyanyian jemaat di gereja.Baik Luther maupun Calvin memandang muziek gereja itu penting demi pertumbuhan iman jemaat. Seringkali paduan suara yang bertugas, tidak mau menjadi kantoria yang bertugas menuntun jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Andaikata ada kantoria, para anggota sebagian besar mengganggap remeh karena hanya menyanyikan satu suara. Padahal justru menyanyi unisono itu amat sulit. Hal yang juga harus diperhatikan adalah fungsi paduan suara di dalam ibadah adalah sebagai salah satu unsur ibadah. Tidak ada unsur pertunjukan sama sekali jika paduan suara tersebut berfungsi di dalam ibadah. Karena lagu yang dinyanyikan adalah satu kesatuan dalam keseluruhan ibadah dan bukan merupakan konser. Itu sebabnya, jika kita ingin menyampaikan apresiasi kita kepada paduan suara tersebut karena telah menyentuh hati kita Itu sebabnya pembinaan sangat diperlukan. Ada berbagai macam cara untuk membina jemaat, antara lain melalui musik gereja. Bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak, para remaja serta pemuda-pemudi, mereka dapat belajar banyak melalui musik gereja.

    BalasHapus
  9. Nama : Efran M.I. Pasaribu
    NIM : 12.01.922
    Tingkat/Jur : IV-A/Theologia

    saya akan mengulangi pertanyaan saya di kelas pada hari kamis kemarin Paduan suara adalah kelompok bernyanyi yang bertujuan untuk memuliakan nama Tuhan. Dalam gereja-gereja suku terkhusus HKI banyak sekali paduan suara yang mengikuti berapa sektor gereja tersebut, alangkah baiknya hal itu diselaraskan agar peribadahan itu tidak menjadi bosan dan jemaat juga tidak akan cepat bosan dan dapat beribadah dengan menyenangkan hati Tuhan. yang menjadi pertanyaan saya, berapa banyak paduan suara yang ideal yang harus terdapat dalam sebuah gereja ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih buat saudara Efran Pasaribu, sepaham dengan apa yang anda katakana bahwa paduan suara adalah kelompok bernyanyi yang bertujuan untuk memuliakan nama Tuhan. Sejalan dengan pertanyaan anda yang menanyakan bahwa dalam gereja-gereja suku terkhusus HKI banyak sekali paduan suara yang mengikuti berapa sektor gereja tersebut, alangkah baiknya hal itu diselaraskan agar peribadahan itu tidak menjadi bosan dan jemaat juga tidak akan cepat bosan dan dapat beribadah dengan menyenangkan hati Tuhan. Lalu berapa banyak paduan suara yang ideal yang harus terdapat dalam sebuah gereja ?
      Dalam tata liturgy memang diwajibkan untuk memilih lagu itu harus disesuaikan atau diselaraskan dengan unsur peribadahan, dan berkesinambungan agar nantinya dalam bernyanyi itu dapat menuntun serta dihayati dengan baik terhadap unsure yang mana mau kita masuki. Contoh mau memasuki unsur pengakuan dosa maka lagu yang dipilih akan dinyanyikan adalah lagu penghayatan sesuai untuk pengakuan dosa.
      Mengenai berapa banyak paduan suara yang ideal dalam sebuah gereja itu adalah terserah gereja itu sendiri seberapa banyak mereka dapat membentuk kelompok paduan suara tersebut. Semakin berlomba jemaat membuat paduan suara semakin berpotensi mereka dalam hal bernyanyi. Sehubung dengan bernyanyi maka sebaiknya saudara Efran Pasaribu menanyakan berapa banyak paduan suarakah yang ideal atau berapa lagukah yang ideal dinyanyikan paduan suara dalam suatu kebaktian?
      Kalau demikian pertanyaan saudara Efran Pasaribu maka saya akan mengatakan bahwa nyanyian umat atau nyanyian koor ataupun yang dibawakan oleh paduan suara itu mempunyai fungsi mendidik dan mengembalakan jemaat serta menyenangkan hati Tuhan. Dan sesungguhnya setiap nyanyian berfungsi menyentuh, membangun dan menguatkan setiap orang yang mendengarnya dan yang paling utama adalah harus dutujukan untuk penyembahan Tuhan. Oleh karena itu, kebiasaan buruk untuk memassukkan terlalu banyak nyanyian jemaat dalam tata ibadah perlu ditinjau kembali, dan lebih baik menyanyikan empat lagu yang lengkap daripada 8 lagu yang dipenggal-penggal, karena hal tersebut sangat mengganggu dalam hal penghayatan. Jadi pengaturan dalam liturgilah yang penting dalam hal bernyanyi.

      Hapus
  10. trimakasih untuk saudara Efran yang bertanya
    kami akan menjawab dari pertanyaan dari saudara yang pertamada dari:
    Efran:
    Penting juga bahwa nyanyian itu harus disesuaikan atau diselaraskan dengan unsur peribadahan, dan berkesinambungan agar nantinya dalam bernyanyi itu dapat dihayati dengan baik misalnya contoh unsur pengakuan dosa sesuai itu juga dibuat , Jadi dalam ibadahnya juga perlu adanya penyesuaian agar nantinya ibadah itu dapat dihayati karena berkesinambungan dan bisa fokus kepada Tuhan, karena jika tidak berkesinambungan bisa saja terganggu. Artinya terganggu disini yaitu dalam hal konsentrasi, dimana jika awalnya sudah fokusnya bisa tidak tercapai sampai pada puncaknya (tidak konsentrasi dalam mendengar firman Tuhan). Maka dari sini kami katakan bahwa nyanyian itu perlu diatur dalam sebuah peribadahan sehingga nantinya berjalan dengan baik. Dan di gereja-gereja tertentu nyanyian itu sudah diatur seperti GBKP, HKI, dan gereja lainnya memang sudah diatur. Kalau dalam GBKP memang sudah diatur dari pusat yang sudah disesuaikan dengan liturgi dalam setiap peribadahan. Oleh karena itu nyanyian itu tidak boleh dibuat dengan sesuka hati. Tapi dilakukan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan nyanyian jemaat. Dan mengenai paduan suara idealnya dalam sebuah ibadah ialah maksimal tiga, dan penting dipegang bahwa paduan suara itu janganlah terlalu banyak, karena bisa saja karena kebanyakan membuat ibadah kurang efisien. Jadi penting bahwa paduan suara itu harus disesuaikan dengan liturgi peribadahan dengan baik. Agar peribadahan yang sedang dijalankan sejalan dengan nyanyian dan paduan suara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih juga kepada saudara Rindu yang telah bertanya
      Jawaban: Mengenai sejarah nyanyian dan paduan suara dalam buku dikatakan bahwa sejak dahulu kala paduan suara itu sudah ada dalam ibadah, dimana paduan suara sudah ditemukan di dalam Alkitab perjanjian lama (misalnya Ezra12:13, 38, 40), namun berdasarkan menurut para ahli tidak tahu secara pasti munculnya paduan suara, tapi bisa juga dikatakan bahwa paduan suara itu memang sudah mempunyai sejarah juga dan cukup panjang sejarahnya itu. Dimana pada awalnya istilah paduan suara ini dikenal dengan membawakan nyanyian-nyanyian lagu pujian di Sumeria kira-kira tahun 3000 SM. Dan di Yunani paduan suara ini diajarkan di sekolah-sekolah di mana pada saat itu sering berlangsung perlombaan paduan suara. Dalam perkembangannya bisa juga kita dalam abad pertengahan dimana pada masa ini seperti di Gereja Katolik muncul koor-koor canggih yang lebih suka memperdengarkan kebolehannya daripada melayani secara liturgis. Tapi perkembangan ini juga seiring dengan perkembangan musik dan nyanyian. Pada masa reformator pada abad 16 sangat mementingkan nyanyian jemaat. Untuk itu mereka menugaskan para penyair dan musisi untuk pengadaan nyanyian; mereka mengangkat guru-guru nyanyi dan mengerahkan kaum muda-mudi untuk berfungsi sebagai “chorus” yang menentukan nyanyian jemaat dan bernyanyi bergilir ganti dengan jemaat, dipimpin oleh prokantor. Cara itulah menjadi pergerakan reformatoris internasional pada saat itu. sampai juga pada zaman barok berkembang music vocal instrumental, paduan suara ditempatkan pada tempat penting dalam ibadah gereja seperti renungan liris (lagu koor yang tenang). Sampai juga pada zaman klasik ini musik instrumental tetap ada mengiringi musik vocal. Hingga pada zaman sekarang kita dapat melihat perkembangan music ini sangat berkembang dengan pesat.

      Hapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Nama: Dalton Simanullang
    Nim 1201912

    Dalam sebuah peribadahan, Liturgis berperan ganda sebagai perwakilan jemaat untuk datang kepada Allah dan juga sebagai representasi Allah untuk berbicara kepada umat. Dalam hal paduan suara, apakah paduan suara merupakan prwakilan umat untuk menyampaikan pujian kepada Allah atau representasi Allah untuk menyampaikan pesan kepada umat. Karena jika kita lihat dari tema lagu yang dinyanyikan oleh paduan suara, ada yang bersifat puji-pujian kepada Allah, dan ada juga yang merupakan topangan, pesan kepada jemaat melalui nyanyian. Tolong diberi penjelasan mengenai hal ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kepada saudara Dalton Simanullang, Tolopan Silalahi, Anova Sembiring dan Irna Damanik yang sudah memberikan pertanyaan kepada kami. Karena pertanyaan saudara saudiri adalah pertanyaan yang sangat berkaitan maka saya akan merangkumnya dalam satu jawaban.
      Setiap ibadah Minggu, biasanya ada paduan suara yang membawakan satu atau dua lagu. Bahkan banyak paduan suara dibentuk oleh anggota jemaat untuk menjalankan fungsi-fungsi lain seperti mengikuti lomba atau mengadakan konser. Secara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa paduan suara adalah sekelompok orang yang bernyanyi, yang dipandang sebagai sarana saling berbagi dalam pelayanan firman, dan bernyanyi kepada jemaat. Semakin disadari bahwa salah satu fungsi utama paduan suara adalah memimpin nyanyian jemaat, bernyanyi dengan jemaat, karena bagaimanapun, paduan suara harus seerat mungkin dengan jemaat, bahkan bila mungkin bercampur dengan mereka dalam hal bernyanyi demi menciptakan lagu yang indah sesui dengan not atau nada dalam nyanyian tersebut. Dan yang terpenting dalam hal bernyanyi demi menyenangkan hati Tuhan adalah ketulusan hati, dan kita berikan persembahan yang terbaik. Jadi paduan suara bukan wakil jemaat dalam hal menyampaikan puji-pujian kepada Tuhan.
      Banyak dari paduan suara yang ada belum menjalankan fungsinya dengan baik, begitu juga nyayian dalam jemaat. Untuk dapat mendukung ibadah dengan baik, paduan suara harus dapat bernyanyi dengan baik, artinya harus memiliki kemampuan vokal yang cukup, yang bisa didapatkan dengan latihan yang sungguh-sungguh. Paduan suara tidak bisa hanya sekadar menyanyi saja, melainkan harus bisa membawa nuansa kemegahan sehingga menggugah jemaat untuk turut serta bernyanyi untuk kemuliaan Tuhan.

      Hapus
  13. apa sebenarnya esensi dari paduan suara ini. karena kita lihat bahwa tidak semua gereja memiliki paduan suara. seperti di GBKP jarang sekali ada paduan suara. coba penyaji jelaskan.

    BalasHapus
  14. apakah cara kita bernyanyi mempengaruhi untuk menyenangkan hati Tuhan? bagaimana sebenarnya cara benrnyanyi yang menyenangkan hati Tuhan?

    BalasHapus
  15. seberapa besar fungsi Paduan suara bagi suatu Ibadah? menurut saya nyanyian jemaatlah yang paling penting dalam ibadah daripada fungsi paduan suara. bagaimana pandangan penyaji menurut pemikiran saya ini?

    BalasHapus
  16. Ruang komen ini resmi ditutup, Sabtu 14 Mei 2016, Pk. 14.21 wib. Salam

    BalasHapus
  17. setelah membahas sajian ke VII ini, jika dilihat secara realitanya tidak semua gereja mempunyai paduan suara, sementara paduan suara merupakan hal yang penting, jadi bagaimana menurut penyaji gereja yang tidak memiliki paduan suara?

    BalasHapus
  18. sekedar memberi informasi sekaligus menyangga, memang ada informasi sejarah bahwa paduan suara sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu, tetapi ini tidak bisa dijadikan sumber yang akurat. ada sumber yang lebih akurat bahwa paduan suara ada sejak abad pertengahan dimulai dari terciptanya musik gregorian. waktu itu paduan suara menjadi penyanyi dalam ibadah jemaat karena hanya mereka yang mengerti musik gregorian

    BalasHapus
  19. .buat saudara efran tentang pertanyaan di ruang kelas sepaham juga dengan yang dikatakan bapak dosen bahwa yang paling lama dalam ibadah adalah khotbah. jadi menurut saya juga bahwa nyanyian koor ataupun persembahan yg dilakukan oleh jemaat seharusnya bisa diseimbangkan agar tidak ad kejenuhan di dalam peribadahan. lebih baik bernyanyi 2 lagu menyenangkan hati Tuhan daripada 8 lagu tetapi hanya menjadikan kejenuhan bagi oranglain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. .terimakasih buat saudara tolopan atas pertanyaannya...
      memang nyanyian jemaat itu paing penting dalam ibadah tetapi tidak menutup kemungkinan untuk kita tetap menyenangkan hati Tuhan yaitu lewat paduan suara.. dan lewat nyanyian kita dapat menyentuh hati seseorang sesuai dengan pengalamannya dengan Tuhan. begitu juga dengan paduan suara dapat memuji Tuhan dengan pembagian suara.

      Hapus
    2. .terimakasih buat pertanyaan saudara irna bahwa cara bernyanyi yang menyenangkan hati Tuhan ketika menyanyikan nyanyian jemaat dari hati dan mampu mengimani apa sebagai makna dari lagu yang dinyanyikan. itulah yang menyenangkan hati Tuhan

      Hapus
  20. Nama: Afdi Joniamansyah Purba
    Nim: 11. 01. 766
    (PERBAIKAN)
    Paduan suara bisa dikatakan tangan kanan pendeta atau pelayan firman, yang harus menunjukkan kemuliaan Surga. Pujian yang dinaikkan oleh paduan suara haruslah merupakan pujian di dalam Roh dan Kebenaran, dan paduan suara harus mendukung jemaat untuk dapat melakukan hal yang sama. dalam realitanya, memang indah dan merdu di dengar oleh telinga suara dari para paduan suara. namun sangat disayangkan terhadap perealisasianya di dalam peribadahan. kenapa? para paduan suara kurang memahami fungsi mimbar dalam ibadah.
    Kita harus jujur, beberapa solois, trio, kwartet, vocal group atau paduan suara secara tidak sengaja menunjukkan beberapa kekeliruan khususnya dalam tradisi protestan. Kenapa beberapa solois hanya ingin tampil saat jemaat berjubel di gereja? Kenapa beberapa vocal group ketika menyanyi harus berdiri di depan, membelakangi mimbar yang dalam tradisi Protestan adalah pusat perhatian dalam ibadah, dan karena itu diletakkan di tengah depan? Apresiasi kita harus berikan kepada para arsitek gereja zaman dahulu yang selalu membuat balkon kecil di belakang atas ruang ibadah yang dikhususkan untuk paduan suara sehingga saat mereka menyanyi, mereka tidak kelihatan namun syair-syair lagu yang dilantunkan terdengar dengan jelas dan keras. Kita tidak dapat melihat baju apa yang mereka pakai, lengkap atau tidak anggota tubuh mereka, makan sirih atau bergincu merah, bersepatu, sandal, atau bahkan tanpa alas kaki. Kita juga tidak melihat ekspresi mereka dan karena itu, kalaupun mereka berekspresi, ekspresi mereka bukan untuk dilihat jemaat. bagaimana pendapat penyaji atas paduan suara yang membelakangi mimbar? Salam.

    BalasHapus