Nama : Christian Darma Putra Saragih
Netti Purnama Sari Pasaribu
Rio
Laoli
Tino Sinaga
Tomy J. Sipayung
Wahyu Bayu Tarigan
Ting/Jur : I- D/Theologia
M. Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th Kelompok VI
Dehumanisme Politik
Agama di Indonesia[1]
I.
Pendahuluan
Pembahasan
ini dalam mengenai “Dehumanisme Politik Agama di Indonesia” itu bagaimana
Indonesia dalam membangun kebijakan Dehumanisme di dalam pemerintah dalam
bidang pembangunan agama ditandai dengan berbagai kebijkan dan dominasi yang
melahirkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap penganut agama-agama diluar 6
agama yang diakui pemerintah. Bicara tentang agama, hakikatnya adalah bicara
tentang interpretasi agama, dan faktanya tidak ada interpretasi tunggal dalam
agama dan kepercayaan manapun.
II.
Pembahasan
2.1. Perlukah Kolom Agama
dalam KTP?
Sebagai bangsa negara Indonesia, bangga dengan
slogan “Bhinneka Tunggal Ika”, dalam pengertiannya sadar akan bahwa keberagaman
atau pluralitas adalah fakta sosiologis. Keberagaman terlihat nyata dalam
etnisitas, agama, kepercayaan, warna kulit, bahasa, dan tradisi, semua itu
menjadi modal sosial yang amat penting dalm kehidupan berbangsa dan bernegara. Bicara
tentang agama, hakikatnya adalah bicara tentang interpretasi agama, dimana
sepanjang interpretasi agama ti dak membawa kepada kemutlakan agama dan
kepercayaan tertentu, kekerasan, dan pemangsaan terhadap kelompok yang berbeda
agama. Keberagaman agama adalah sebuah keniscahyaan yang tidak dapat dihindari,
apalagi diingkari. Persoalannya, pemerintah tidak sungguh-sungguh mengatur
kehidupan umat beragama dengan prinsip “humanisme”
yang menjamin kebebasan beragama bagi semua warga sesuai dengan landasan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Buktinya, dalam aturan yang lebih operasional,
ditemukan sedikitnya empat bentuk kebijakan yang mencerminkan “Dehumanisme”
politik agama.
ü Pertama,
UU No. 1/PNPS/1965: bagaimana tentang pencegahan atau penyalah gunaan dalam
penodaan agama.
ü Kedua,
surat edaran Mendagri No. 477/74054/1978 yang menegaskan lima (5) agama yang
diakui yaitu: Protestan, Islam, Katolik, Hindu, dan Budha.
ü Ketiga,
TAP MPR No II/MPR/1998 tentang GBHN, antara lain menegaskan penyangkalan
terhadap agama lokal , sekaligus himbauan terhadap pengikutnya memilih salah
satu dari 5 agama “diakui”, yang kemudian secara salah kaprah dianggap agama
induk.
ü Keempat,
Undang-Undang perubahan atas UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan yang salah satu pasalnya menegaskan harus memilih salah satu dari
enam(6) agama, setelah konghucu diakui tahun 2006.
Pemerintah
Jokowi mengajukan kebijakan baru, boleh mengosongkan kolom agama di KTP bagi
penganut di luar 6 agama. Jika kolom agama di KTP boleh dikosongkan, sebaliknya
berlaku bagi semua warga. Demikian sebaliknya, jika harus diisi, maka berilah
kebebasan semua warga untuk mengisinya sesuai agama dan kepercayaan
masing-masing. Jangan ada warga yang terpaksa memilih agama lain hanya karena
agama yang dianutnya tidak termasuk dalam daftar agama yang diakui negara.
Hal paling mendasar,kebijakan
pemerintah mengakui hanya 6 agama bertentangan dengan semangat humanisme, juga
tidak sejalan dengan spirit Pancasila dan Konstitusi. Dehumanisme politik agama
tersebut menyebabkan para penganut selain 6 agama tersebut tidak mendapatkan
pembinaan dari pemerintah, seperti tidak memperoleh dana bantuan, fasilitas ,
dan berbagai perlindungan yang diberikan pemerintah padahal mereka adalah
sesama anak bangsa. Bentuk perbedaan yang merugikan inilah yang disebut dengan
prilaku diskriminatif.
Berbagai kebijakan dehumanisme
tersebut menjadi hambatan struktural yang kasat mata dalam pemenuhan hak
kebebasan beragama di Indonesia. Hambatan tersebut dapat diatasi melalui
langkah-langkah konkret berikut.
Pertama, pemerintah sebagai
pelaksana jalannya roda pemerintahan harus mampu secara konsisten menjabarkan
spirit humanisme seperti dinyatakan dalam Pancasila dan Konstitusi untuk
kemudian dijabarkan melalui berbagai peraturan yang lebih operasional di
bawahnya. Untuk itu, perlu reformasi sebagai aturan dan kebijakan yang terkait
kehidupan umat beragama.
Kedua, pemerintah bertanggung jawab
terhadap perlindungan hak kebebasan beragama semua warga tanpa kecuali sebagai
bentuk pengakuan adanya persamaan hak bagi seluruh warga Indonesia.
Ketiga, mendorong para pemuka agama
mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa agar membuka ruang dialog
seluas-luasnya dengan melibatka semua unsur agama di masyarakat dalam merespons
berbagai fenomena kehidupan agama.
Dengan ungkapan lain, solusi yang
tepat adalah mendorong pemerintah menerapkan humanisme politik dalam bidang
agama sehingga terkikis semua bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan
terhadap penganut agama di luar 6 agama tersebut. Hanya dengan cara itu,
pemerintah dapat memenuhi hak-hak sipil dan politik semua penganut agama dan
kepercayaan di negeri ini, termasuk juga mereka yang mengaku tidak beragam.
2.2. Pentingnya Kebebasan
Beragama
Fakta kebinekaan agama di Indonesia
melatarbelakangi adanya prinsip kebebasan beragama dalam konstitusi. Dalam
berbagai dokumen HAM, kebebasan diartikan dengan kekuasaan atau kemampuan
bertindak tanpa paksaan; ketiaadaan kendala (hambatan); kekuasaan untuk memilih
dan bertindak seseorang dn tujuannya semata unuk melindungi martabat manusia.
Sudah sangat umum dikenal adanya empat jenis kebebasan (four freedom), yaitu
kebebasan ekspresi, kebebasan beragama, kebebasan untuk berkeinginan, dan
kebebasan dari rasa takut. UUD 1945, terutama setelah diamandemen secara tegas
pula mencantumkan hak atas kebebasan beragama. Lebih lanjut UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan hal yang sama, bahkan di dalam
penjelasannya disebutkan secara tegas dan jelas bahwa hak itu dijamin tanpa
adanya paksaan dari siapapun juga.
Perlu dicatat, pengertian hak
kebebasan beragama atau keyakinan dalam berbagai dokumen HAM mencakup
pengertian yang luas. Paling tidak, mencakup delapan (8) komponen:
Pertama, kebebasan internal. Hak ini
mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri termasuk untuk berpindah agama atau kepercayaannya.
Kedua, kebebasan eksternal.
Maksudnya, setiap orang memiliki kebebasan, baik secara individu maupun di
dalam masyarakat, secara publik atau pribadi, untuk memanifestasikan agama atau
kepercayaannya di dalam pengajaran dan peribadahannya.
Ketiga, prinsip tidak ada paksaan.
Tidak seorangpun dapat menjadi subjek pemaksaan yang akan mengurangi kebebasannya
untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau kepercayaan yang menjadi
pilihannya.
Keempat, prinsip nondiskriminatif.
Negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau
berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaan tanpa membedakan suku,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan, politik atau pendapat,
penduduk asli atau pendatang, asal-usul.
Kelima, mengakui adanya hak orang
tua atau wali. Negara berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua, dan wali
yang sah (jika ada) untuk menjamin bahwa pendidikan agama dan moral bagi
anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya sendiri.
Keenam, kebebasan lembaga atau
status legal. Adanya jaminan bagi komunitas keagamaan untuk berorganisasi atau
berserikat sebagai komunitas.
Ketujuh, adanya pembatasan yang
diizinkan pada kebebasan eksternal. Pembatasan kebebasan untuk memanifestasikan
keagamaan atau keyakinan seseorang hanya dapat dilakukan oleh undang-undang dan
semata-mata demi kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik,
kesehatan atau kesusilaan umum atau hak-hak dasar orang lain.
Kedelapan, prinsip nonderogability (tidak ada pengurangan).
Negara tidak boleh mengurangi hak asasi manusia terkait kebebasan beragama atau
berkeyakinan tersebut dalam keadaan apa pun, termasuk dalam kondisi darurat
perang.
Hal
yang penting adalah setiap warga menjaga agar tidak melakukan hal-hal yang
dapat mengganggu dan mencederai sesama warga bangsa, tidak memaksakan agama
pada orang lain, tidak melakukan diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan
terhadap orang lain. Berpindah agama hendaknya dipahami sebagai sebuah proses
pencarian atau penemuan kesadaran baru dalam beragam. Dalam upaya dakwah atau
penyebaran agama, tidak dibenarkan melakukan pemberian bantuan apa pun, pembagian
bahan makanan, pemberian beasiswa atau dana kemanusiaan kepada anak-anak dari
keluarga miskin atau pelayanan kesehatan gratis dengan syarat harus masuk ke
dalam agama tersebut.
2.3. Pembatasan Hak
Kebebasan Beragama
Hak
kebebasan beragama yang masuk dalam ranah forum eksternal tentulah tidak
bersifat mutlak, bukan hak tanpa batas. Hak itu dibatasi oleh kewajiban dan
tanggung jawab seseorang untuk menghargai dan menghormati sesama manusia, apa
pun agamanya. Pembatasan atau peraturan itu hanya boleh dilakukan dengan
undang-undang, serta alasan yang digunakan adalah semata untuk perlindungan
terhadap semua warga negara tanpa kecuali, termasuk mereka yang mengaku tidak
beragama. Dengan demikian, tujuan utama pembatasan itu adalah untuk menangkal
ancaman terhadap keselamatan atas kehidupan, integritas, kesehatan warga negara
atau kepemilikan mereka. Pembatasan dimaksud sebagaimana terbaca dalam pasal
18, ayat 3 mencakup lima hal berikut:
Pertama,
pembatasan untuk melindungi keselamatan masyarakat. Kedua, pembatasan kebebasan
memanifestasikan agama dengan maksud menjaga ketertiban umum, antara lain :
keharusan mendaftarkan badan hukum organisasi masyarakat, mendapat izin untuk
melakukan rapat umum, mendirikan tempat ibadah yang diperuntukkan untuk umum.
Pembatasan kebebasan menjalankan pidana bagi narapidana. Ketiga, pembatasan
untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pembatasan yang diizinkan berkaitan
dengan kesehatan publik dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
pemerintah melakukan intervansi guna memecah epidemi atau penyakit lainnya.
Keempat, pembatasan untuk melindungi moral masyarakat. Pembatasan dapat
dilakukan pemerintah, bahkan untuk binatang tertentu yang dilindungi undang-undang
agar tidak disembelih guna perlengkapan ritual aliran agama tertentu. Kelima,
pembatasan itu melindungi hak kebebasan orang lain.
2.4. Menegakkan Prinsip
Pluralisme Agama
Salah
satu bentuk upaya konkret untuk mengikis dehumanisme dalam bidang agama adalah
menegakkan prinsip prularisme agama. Pluralisme hendaklah dimaknai bahwa setiap
agama harus berani mengakui eksistensi dan hak agama lain dan selanjutnya
bersedia aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan berbagai agama
menuju terciptanya suatu keharmonisan masyarakat. Setiap agama memiliki dasar
teologinya sendiri untuk mengklaim dirinya. Akan tetapi, dalam waktu yang sama,
semua agama juga mempunyai dasar teologis untuk menyatakan bahwa hanya Tuhan
dan Wahyulah yang merupakan kebenaran absolut. Tugas manusia hanyalah
menyampaikan kebenaran dan membuat interpretasi atas kebenaran yang diyakininya
itu. Tragisnya, Indonesia khususnya banyak umat beragama baik Muslim maupun
non-Muslim yang salah baca dalam menilai konsep pluralisme. Beberapa kelompok
konservatif misalnya menganggap wacana pluralisme sebagai ancaman atas
identitas, sendi-sendi, dan nilai-nilai keKristenan yang mereka yakini
kebenarannya mutlak dari Tuhan, mengancam doktrin evangelisme, dan
misionarisme.
Dalam
konteks bangsa Indonesia yang secara sosiologis sangat plural, cara pandang
keagamaan yang toleran, pluralis dan peaceful
sangat diperlukan untuk menjaga bumi pertiwi ini agar tidak larut dalam
konflik, tidak tenggelam dalam jurang pertikaian, kekerasan, dan peperangan.
Untuk itu humanisme kebijakan pembangunan bidang agama mutlak diperlukan. Bagi
Romo Mangun, humanisme adalah cita-cita dasar berdirinya negara Indonesia.
Kalau begitu, semua kebijakan pemerintah seharusnya berujung pada upaya
pemenuhan dan perlindungan HAM sebagai negara yang merdeka, pada gilirannya
membawa kepada kesebaikan dan kesejahteraan hidup sebagai bangsa Indonesia.
III.
Analisa
Politik
agama membicarakan tentang permasalahan dan membahas cara mengatasinya indonesia
terdiri dari enam agama yang berbeda. Arti dari agama adalah tidak kacau, semua
ter’arah kepada kebenaran dan keharmonisan sesama ciptaan Tuhan. Berbagai cara
sudah di lakukan oleh beberapa tokoh untuk melakukan perdamaian secara agama,
tetapi banyak juga pelaku melanggar ajaran dari agama dan hukum yang diakui
oleh bangsa untuk perdamean. Seharusnya agama adalah jembatan membangun
perdamaian itu. Setiap orang bebas dalam
memeluk agama, sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing. Namun ada juga
oknum-oknum yang membuat kebebasan beragama itu tidak terlaksana. Hal itu
terjadi karena adanya faktor yang melatarbelakanginya, seperti iming-iming
tentang menjadi seorang penganut agama yang ditawarkan. Seperti halnya dengan
memberikan suatu bantuan-bantuan pada orang lain. Bantuan-bantuan seperti bahan
pokok, hiburan, kebahagiaan, kesenangan. Dan setelah orang itu merasa nyaman
dengan apa yang diberikan maka mereka
secara berlahan-lahan akan menarik
sasaran kepada agama yang mereka anut. Dan setelah mereka berhasil menarik
seseorang itu, maka seseorang itu akan tidak lagi menerima apa yang dia terima
sebelum dia masuk dalam agama yang ditawarkan itu. Hal inilah yang disebut
karena ada yang diinginkan maka seseorang memilih agamanya, bukan karena
imannya yang membuat seseorang untuk memilih agamanya. Hal ini sangat tidaklah
diperbolehkan atau dilarang dalam peraturan negara kita ini. Karena kebebasan
itu tidak boleh dipengaruhi.
IV.
Kesimpulan
Kami
para penyaji menyimpulkan bahwa bangsa indonesia memiliki 6 agama yang diakui
negara ini dan ada beberapa agama lokal hanya ditemukan dalam laporan LSM
pegiat pluralisme, seperti Indonesian
Conference on religion for peace (ICRP), dan sejumlah dokumen organisasi
HAM. Kita memiliki jembatan persatuan dan perdamaian dalam negara Indonesia
terhadap perbedaan agama yaitu Bhineka Tunggal Ika. Pentingnya kebebasan
beragama di indonesia untuk menjalin persaudaraan sesama bangsa Indonesia.
Kebebasan yang dimaksud disini bukan sesukanya melakukan apa yang di
kehendakinya melainkan kebebasan untuk berkarya, menghargai, beragam, beribadah
dan tidak merugikan pihak lain. Karena banyaknya perbedaan agama di indonesia
perlu menegakkan atau menanamkan sikap Pluralisme agama yang akan berusaha
untuk menghargai agama lain dan menuju terciptanya suatu keharmonisan
masyarakat. Dengan begitu bangsa yang kita cintai akan penuh kedamaian dan akan
menjadi panutan bagi bangsa lain.
V.
Daftar
Pustaka
Y. B. Mangunwijaya, Humanisme,Penerbit Kompas: Jakarta,2015
Pembahasan Kelompok II
BalasHapus“Dehumanisasi Politik Agama Indonesia
Nama:
Erwin Tambunan
Judika Sitorus
Julia sonya Nada Simanungkalit
Tomy Sipayung
Willy Siregar
Theologi / I-D
DEHUMANISASI, bila dipahami dengan baik bahwa hal tersebut merupakan suatu proses yang menjadikan manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia,melainkan hanya bias menirukan atau melaksanakan sesuatu yang di ukur dengan apa yang di milikinya dalam bentuk tertentu.
Dalam sajian ini, dehumanisasi dipandang dari segi politik agama di indonesia yang melahirkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap penganut agama diluar 6 agama yang diakui oleh pemerintah.
Perlu kita ketahui hal paling mendasar, bahwa kebijakan pemerintah mengakui hanya 6 agama bertentangan dengan semangat humanisme, juga tidak sejalan dengan spirit Pancasila dan Konstitusi. Dehumanisme politik agama menyebabkan para penganut selain 6 agama tersebut tidak mendapatkan pembinaan dari pemerintah, seperti tidak memperoleh dana bantuan, fasilitas , dan berbagai perlindungan yang diberikan pemerintah padahal mereka adalah sesama anak bangsa. Benar bukan ? jadi kita bisa melihat bentuk perbedaan yang merugikan inilah yang disebut dengan prilaku diskriminatif.
Dengan berbagai kebijakan dehumanisme tersebut menjadi hambatan struktural yang kasat mata dalam pemenuhan hak kebebasan beragama di Indonesia. Hambatan tersebut dapat diatasi melalui langkah-langkah konkret yang sudah para penyaji paparkan bahwa :
Pertama, pemerintah sebagai pelaksana jalannya roda pemerintahan harus mampu secara konsisten menjabarkan spirit humanisme seperti dinyatakan dalam Pancasila dan Konstitusi untuk kemudian dijabarkan melalui berbagai peraturan yang lebih operasional di bawahnya. Untuk itu, perlu reformasi sebagai aturan dan kebijakan yang terkait kehidupan umat beragama.
Kedua, pemerintah bertanggung jawab terhadap perlindungan hak kebebasan beragama semua warga tanpa kecuali sebagai bentuk pengakuan adanya persamaan hak bagi seluruh warga Indonesia.
Ketiga, mendorong para pemuka agama mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa agar membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan melibatka semua unsur agama di masyarakat dalam merespons berbagai fenomena kehidupan agama. Dengan ungkapan lain, solusi yang tepat adalah mendorong pemerintah menerapkan humanisme politik dalam bidang agama sehingga terkikis semua bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap penganut agama di luar 6 agama tersebut. Hanya dengan cara itu, pemerintah dapat memenuhi hak-hak sipil dan politik semua penganut agama dan kepercayaan di negeri ini, termasuk juga mereka yang mengaku tidak beragam.
Maka dengan hal itu menyadarkan bahwa pentingnya kebebasan beragama. Fakta kebinekaan agama di Indonesia melatarbelakangi adanya prinsip kebebasan beragama dalam konstitusi. Maka tindakan yang harus dilakukan juga harus sesuai dengan kebinekaan indonesia. Namun kita juga harus mengetahui bahwa hak kebebasan beragama juga dibatasi oleh kewajiban dan tanggung jawab seseorang untuk menghargai dan menghormati sesama manusia, apa pun agamanya. Pembatasan atau peraturan itu hanya boleh dilakukan dengan undang-undang, serta alasan yang digunakan adalah semata untuk perlindungan terhadap semua warga negara tanpa kecuali, trmasuk mereka yang mengaku tidak beragama. Maka dengan demikian, tujuan utama pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan atas kehidupan, integritas, kesehatan warga negara atau kepemilikan mereka.
HapusMelalui pengalaman tersebut, tindakan maupun langkah konkret yang benar-benar harus dilakukan untuk mengurangi ataupun menghilangkan dehumanisasi itu adalah menerapkan prinsip pluralisme agama, mengapa demikian ?? Karena Indonesia, sudah terlanjur menjadi bangsa yang heterogen dan pluralis serta undang-undang Negara. Yang menjamin dan mengakui eksistensi agama- agama lain, dan Pluralisme hendaklah dimaknai bahwa setiap agama harus berani mengakui eksistensi dan hak agama lain dan selanjutnya selalu bersedia aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan berbagai agama menuju terciptanya suatu keharmonisan masyarakat yang humanis.
Pertanyaan :
1. kita mengetahui bahwa kebanggaan bangsa indonesia adalah slogan negara yang mengatakan “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda tetapi satu, yang menunjukkan keberagaman indonesia ( enam agama ). Namun ditengah keberagaman yang indah muncullah dehumanisasi , jadi bagaimana tanggapan penyaji mengenai hal tersebut yang mana indonesia sudah didasari oleh slogan negara itu namun ternyata tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan yang mana dehumanisasi itu sendiri masih terjadi sampai saat ini.
2. Bagaimana tanggapan pemerintah mengenai permasalahan terhadap dehumanisasi politik agama yang terjadi saat ini.
3. Bagaimana kekoefisienan penegakan prinsip pluralis terhadap dehumanisasi politik agama.
Nama : Susanto Marpaung
BalasHapusNim : 15.01.1331
Kelas : 1-D/Theologia
Pembahasan kali ini mengenai Dehumanisme Politik Agama di Indonesia, dimana terdapat perbedaan hak antar agama, dimana diluar 6 agama di indonesia tidak dapat perlindungan dari negara, yang mau saya tanyakan ialah apakah layak dehumanisme politik agama di indonesia di berlakukan di indonesia menurut para penyaji.....? dan bagaimana cara mengatasi hal seperti ini(perbedaan hak antar agama) menurut para penyaji...?
syalommmm
Nama: Wahyu Bayu Tarigan
HapusNim: 15.01.1340
Ting/jur: 1-D/Theologia
Syalom saudara Susanto Marpaung.
Dehumanisme tidaklah layak untuk dipertahankan, karena dehumanisme itulah yang akan merusak sebuah pertahanan agama yang akan menyebabkan kekacauan atau kehancuran. Yang kita Layakkan adalah mempertahankan sebuah misi politik agama yang benar untuk menyatukan dan memberikan hak kepada setiap agama agar terlaksananya sebuah persaudaraan dan keharmonisan beragama di Indonesia. Menurut saya kita harus memulainya dari diri kita sendiri dan peran pemerintah sangat penting dan pengaruh besar terhadap politik agama. Seperti yang dikatakan Romo Mangun bahwa kita harus memiliki sikap Humanisme dan Nasionalisme.
Salam sejahtera dan salam IBD.
Nama : RIO KRISTON LAOLI
HapusNim : 15.01.1312
Terima kasih buat saudara susanto marpaung atas pertanyaannya.
Jadi menurut kami para penyaji bahwa dehumanisme itu sangat sangat tidak baik di pertahankan. Alasannya ialah bahwa jika itu tetap di pertahankan maka bangsa kita akan terus terpuruk ke arah yang tidak baik, karena dehumanisme itu menghilangkan arti dari semboyan bangsa indonesia yaitu Bineka Tunggal Ika ( berbeda beda tetapi tetap satu.
Cara mengatasinya menurut kami ialah seperti kita ketahui bahwa Jokowi sudah membuat peraturan, jadi dari peraturan tersebut maka sedikit demi sedikit maka akan mengurangi rasa dehumanisme di Indonesia.
Trima kasih..
Nama :Tino Sinaga
HapusNIM :15.01.1334
Trimakasih buat pertanyaan saudara Susanto Marpaung. jadi menurut kami para penyaji "Dehumanisme" sangat tidak baik di pertahankan. dikarenakan Dehumanisme itu adalah suatu tidak baik bagi pemeluk agama. Tapi sudah anda ketahui bahwasannya Dehumanisme sangat membedakan agama. Walaupun kita "Bebas Beragama" tapi itu hanya dibatasi 6 agama.
Trimakasih :)
Terimakasih atas pertanyaan anda saudara Susanto marpaung.
Hapusyang namanya dehumanisme tidak akan pernah layak bagi siapa pun di bumi ini,mengapa demikian saya katakan karena kita tahu siapa pun tak dapat menerima tindakan dehumanisme menghampiri dirinya.Dan cara untuk mengatasinya adalah kembali kepada diri kita sendiri dan menomor satukan nilai inlklusivisme dalam menghadapi segala perbedaan.Atas kebhinekaan yang di teladani di Indonesia mari kita menghargai agama yang diluar agama yang diakui di negara kita ini.
Nama : Netti Purnama Sari Pasaribu
BalasHapusNIM : 15.01. 1297
Ting/Jur : I- D/Theologi
Terima kasih buat pertanyaan dari saudara Santo. Menurut kami para penyaji dehumanisme tidak pantas untuk dilakukan di Indonesia karena hukum-hukum yang ada di Indonesia tidak pernah membuat peraturan tentang dehumanisme, tetapi di Indonesia sangat ditekankan untuk menjunjung tinggi HAM. Setiap orang memiliki hak yang sama di dalam negara, maka dari itu tidak ada alasan untuk membeda-bedakan setiap warga negara. Apalagi, mengenai agama sangat ditekankan bahwasanya warga negara bebas untuk menganut agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Jadi, dehumanisme tersebut tidak dapat atau tidak boleh dilakukan di Indonesia karena hukum akan selalu berlaku. Sedangkan untuk megatasi dehumanisme ini maka diberikan kebebasan kepada setiap orang untuk bebas menganut agama yang ia percayai sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Seperti peraturan undang-undang dasar dan peraturan lainnya yang berlaku di negara Indonesia, mengatakan bahwa bebas dalam beragama, dan pemerintah juga diminta untuk bertanggung jawab dalam menjabarkan spirit humanisme seperti yang dinyatakan dalam pancasila dan konstitusi. Pemerintah juga diminta untuk mendorong pemuka agama agar membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan melibatkan semua unsur agama dimasyarakaat dalam merespon beebagai fenomena kehidupan agama. Dengan demikian dehumanisme tersebut akan hilang dan bangsa Indonesia akan sejahtera. Sesuai dengan prinsip dari humanisme tersebut.
sekian dan terima kasih..
Nama : Hardi Elcana Gurning
BalasHapusNIM : 15.01.1266
kelas :1-D/theologi
terimakasih kepada para penyaji yang telah memberikan saya kesempatan untuk bertanya.
1.Dalam sajian saudara yang berjudul “ Dehumanisasi Politik agama di indonesia”, saya mengambil contoh, saya pernah mendengar dan saya sudah menanyakan langsung kepada teman saya yang sekolah di daerah sabang, bahwa dia tinggal disana diharuskan memakai jilbab sementara dia beragama kristen, yang ingin saya tanyakan adalah, apakah pemerintah sabang tidak memiliki tindakan atas hal tersebut? Dan apakah hal tersebut sudah diharuskan di daerah tersebut?
2.Dalam sajian teman-teman ada dikatakan bahwa selain ke 6 agama tersebut tidak mendapatkan pembinaan pemerintah, seperti tidak memperoleh dana bantuan, fasilitas dan berbagai perlindungan yang diberikan pemerintah. Saya mengambil contoh, jika di suatu daerah terjadi bencana alam, dan didaerah tersebut terdapat warga yang menganut agam yang tidak diakui, apakah pemerintah tidak akan memberikan bantuan kepada warga yang menganut agama yang tidak diakui tersebut?
terimakasih...
horas...
salam IBD
TUhan Yesus memberkati
Nama : Netti Purnama Sari Pasaribu
HapusTing/Jur: I-D/Teologi
NIM: 15.01.1297
Terima kasih buat pertanyaannya Saudara Hardi, menurut kami para penyaji. Pemerintah sudah melakukan tindakan akan hal itu namun di daerah tersebut mayoritasnya adalah agama islam bahkan pemerintahnya sendiripun beragama islam. Tidaklah mungkin dia melarang kaum islam untuk tidak melakukan yang sudah menjadi ajaran dari agama islam tersebut. Jilbab merupakan hal yang paling penting bagi agama islam untuk menutup auratnya, terlebih bagi perempuan yang harus di jaga kehormatannya. Jika pemerintah membenarkan kaum non muslim untuk tidak memakai jilbab maka kaum islam berontak dan menganggap pemerintah menyimpang dari ajarannya. Karena Seharusnya umat Islam yang berada di aceh mendukung segala kegiatan yang tujuannya untuk menegakkan syari’at Islam bukan malah sebagai orang yang phobi terhadap Islam itu sendiri. Apalagi setelah ditetapkannya aceh sebagai daerah yang diberi kebebasan mutlak untuk menjalankan syari’at Islam. Meskipun demikian kita bagi yang non muslim hal tersebut tidaklah menjadi menurunkan martabat agama kita namun dengan hal itu mestilah semakin menguatkan iman kita, karena kalau kita memegang teguh ajaran agama kita maka hal apapun tidak akan menggoyahkan kita. Kita disuruh memakai jilbab namun bukan berarti kita akan murtad dari agama kita sebab hati dan iman kitalah yang akan menunjukkan sikap kita terhadap agama kita.
Mengenai peaper kami yang menyangkut selain ke 6 agama tersebut tidak mendapatkan pembinaan pemerintah, seperti tidak memperoleh dana bantuan, fasilitas dan berbagai perlindungan yang diberikan pemerintah. Itu bukan berarti tidak mendapat bantuan sama sekali namun mendapat bantuan tidak sepenuhnya. Karena dia juga masih bangsa Indonesia. sebagai warga bangsa Indoseia maka merekapun layak untuk mendapatkan bantuan, terlebih seperti yang telah kita pelajari sebelumnya bahwasanya sisi positif dari orang Indonesia adalah gotong royong yang saling membantu, berhati lembut dan suka damai memiliki kesabaran hati dan memiliki ikatan kekeluargaan yang mesra. Dengan demikian pastilah mereka juga dibantu karena mereka membutuhkan bantuan.
Sekian dan terima kasih..
Menanggapi masalah yang ada pernah dengar saya berpendapat,ada beberapa hal yang harus hita ketahui di tanah Aceh,disana perayaan Tahun baru di larang,surat ijin membangun rumah ibadah sangat sulit didapatkan diluar mesjid,mayoritas masyarakat agama islam,disana didirikan sebuah partai yang hanya diakui provinsi Aceh,dikarenakan peraturan otonomi daerah,jadi kebebasan mengespresikan ciri agama diluar Islam sangat mengalami keterbatasan disana.Unuk bertahan dan mendapat pendidikan disana haruslah tahan menerima tindakan dehumanisme.Kasus ini bukan peraturan pemerintah disana tetapi peraturan budaya dan tradisi disana,seperti pepatah mengatakan,SITAKKO SOLUP DO NA ROH.
HapusMengenai pertanyaan anda yang ke-2,saya menanggapi bahwa diberi atau tidak ,yang jelas apapun agama kita,diakui atau tidak negara ini,jika membahas hak perlindugan akan kemanusiaan bangsa kita ini tidak akan pandang bulu,sedangkan negara orang yang kena musibah negara kita ini memberi bantuan tanpa memandang status agama ,masa dinegaranya sendiritidak melakukannya.
Terima kasih atas pertanyaannya, kami aka menanggapi seperti yang sudah dijelaskan oleh teman kami di atas jadi kita perlu harus tau dimana kita. maksudnya adalah jika memang peraturan disana membuat peraturan seperti itu dan yang kita ketahui disana juga mayoritas islam, jadi kita juga harus menghargai dan menaati peraturan yang sudah di buat.
HapusDan yang kedua menurut saya mengenai itu bahwa sepertinya pemerintah kita tidak memandang bulu mengenai itu, tetapi mungkin karna belum semua mendapat bantuan secara menyeluruh
Dian Lasmauhur Damanik
BalasHapus15.01.1241
I-D/Theologi
pembahasan kita hari ini 02 Mei 2016, "Dehumanisasi Agama di Indonesia"
seperti pertanyaan saya dikelas,
1. mengapa hanya 6 agama saja yang diakui di Indonesia seperti Islam, Kristen. Kong Hu Chu, Katolik, Hindu dan Buddha?
padahal kita tahu juga bahwasanya agama Parmalim juga memiliki syarat-syarat agama yaitu, memiliki asal usul, memiliki komunitas, dan mengarah kepada pantun atau kerendahan hati. tapi mengapa agama parmalim tersebut tidak diakui?
2. apa alasan para penyaji mengatakan bahwasanya ke 6 agama di Indonesia ini yang menentang semangat humanisme??
terimakasih dan salam ibd
Nama: Netti Purnama Sari Pasaribu
HapusTing/Jur: I-D/Teologi
NIM: 15.01.1297
Terima kasih buat pertanyaan dari saudari dian. Menurut kami para penyaji
1.Sesuai dengan Tab MPR 1978 di sertai dengan surat edaran menteri dalam negeri 1978 pemerintah menyatakan bahwa ada 5 agama yang diakui. Kemudian selanjutnya dikeluarkannya surat edaran Presiden tahun 2006 yaitu menyatakan bahwa agama Konghucu telah diakui di negara Indonesisa. Karena pemerintah menggunakan definisi agama yang sangat mekanis warisan Belanda yang nggak pernah diutak-atik hingga kini.
1. Harus ada Tuhannya
2. Harus ada nabi/rasulnya
3. Harus ada kitab sucinya
4. Harus ada ritualnya.
Sementara dalam kepercayaan/agama asli Indonesia:
1. Tidak menyebut secara eksplisit siapa tuhannya
2. Tidak memiliki nabi/rasul karena memang bukan agama yang harus dipasarkan/disebarkan
3. Umumnya berupa tradisi lisan dan tidak memiliki kitab suci
4. Ritual umumnya ada.
Karena agama asli Indonesia (Kejawen, Buhun, Parmalim, dll) tidak memenuhi empat syarat tadi, maka digolongkan bukan sebagai agama.
Padahal enam agama yang diakui secara resmi adalah agama import semua. Namun agama-agama impor ini memiliki pengikutnya yang besar dan sifatnya universal. Sedangkan agama asli pengikutnya tidak banyak. Sifatnya lebih kedaerahan (hanya dipercayai di daerah2 tertentu).
2.Keenam agama yang diakui Indonesia bertentangan dengan humanisme karena dari penggolongan agama yang membedakan diakui dan tidak diakuinya membuat pro-kontra antar masyarakat. Padahal prinsip dari humanisme adalah untuk menciptakan kesejahteraan. Penggolongan agama ini sangat menentang pancasila dan konstitusi. Dengan demikianlah hal itu bertentangan dengan humanisme.
Sekian dan terima kasih..
mengapa 6 agama yang diakui ini menjadi menghambat semangat humanisme,karena jika agama diluar agama yang diakui selalu menginginkan yang beragama belum diakui ini beralih keagama yang dianutnya,dan kurang menjungjung kebhinekaan,dan pemerintah memperhatikan dampak jika agama yang diakui ditambah di negara ini,yaitu berupa pembrontakan dari agama yang diakui,karena agama yang diakui sangatlah mayoritas di negara kita ini.
HapusNama: Januwar Mamanda Sitepu
BalasHapusNim: 15.01.1274
Ting/Jurusan : I.D/Theologi
Saya ingin bertanya kepada kelompok 6 mengenai Dehumansisme politik agama di indonesia
1.Apa yang menjadi penyebab yang menimbulkan prospek/maslah dehumanisme pada agama serta masalah politik ?
2.Seperti dikampung saya ada seorang keluarga yang bisa dikatan tidak memiliki agamaatau parmalim,namun jika hari raya dia kemasjid tapi sehari-hari enggak pernah ke masjid,jadi ingin saya tanyakan bagaimana ini pandangan penyaji?dimanakah letak titik permaslahan yang timbul sehingga dalam pegurusan masalah agama di KTP menjadi sulit?
Terima kasih
Nama: Wahyu Bayu Tarigan
HapusNim: 15.01.1340
Ting/jur: 1-D/Theologia
syalom saudara Januar Mamanda Sitepu.
Timakasih atas pertanyaan anda. Penyebat terjadinya permasalahan Dehumanisme politik Agama, karena penganut agama itu tidak mau menghargai agama lain dn menganggab bahwa agamanya yang terbaik. Sebenarnya agama bukanlah tempat dehumanisme melainkan tempat perlindungan dan ketenangan, tapi disalah pergunakan oleh para peganutnya yang tidak menjalankan fungsi dari agama itu. Banyak faktor penyebab terjadinya dehumanism politik agama, seperti kekuasaan, ekonomi dan lain-lain. Kita ketahui bahwa agama memiliki arti yaitu "tidak kacau". Pandangan kami para penyaji tentang saudara anda itu bukanlah sikap yang baik, mungkin saja sikap seperti itu akan mengundang dehumanisme. contoh seperti itulah yang tidak menjalankan fungsi agamanya melainkan menjalankan keinginanya saja dan seolah olah dia mempermaikan agama. Permasalahan agama di KTP, dikarenakan dehumanisme politik agama, Agama yang diakui oleh negara hanya 6 agama yang dapat terisi di kolom KTP diluar, dari ke-6 itu tidak berlaku. sehinga banyak munculnya permasalahan tentang agama dan pengisian agama di KTP. Dan menurut kami para penyaji, masih banyak lagi faktor lain tentang masalah agama dalam KTP.
Salam IBD
Nama: rio kriston laoli
HapusNim : 15.01.1312
Terima kasih buat saudara januar. Kami akan menjawab pertanyaan saudara.
1. Sebenarnya dehumanisme itu timbul akibat adanya pembatasan agama. Contohnya dinegara kita Indonesia dimana disini hanya diakui 6 agama, sedangkan di negara kita ini terkenal dari keberbagaian agamanya. Jadi pengakuan atas 6 agama tersebut menyebabkan agama yang lain merasa tidak di anggap.
2. Sebenarnya permasalahannya itu berada pada teman saudara tersebut. Karena dia yang tidak memiliki agama yg tetap, waktu hari raya dia baru pergi ke masjid dan waktu dia mau mengurus KTP itu dia mau mengisi kolom agama itu dengan apa? Jadi itulah penyebab dia sulit untuk mengurua KTP.
Salam IBD..
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIya terima kasih buat respon saudara,namun seperti saya baca di buku bahwa pada zaman pemerintahan soeharto pernah diberlakukan dalam pengosongan agama di KTP dan pengurusan KTP masalah agama tidak dipersoalkan, sementara penulisan nama agama pada kolom KTP adalah salah satu identitas pribadi yang dilindungi UU Nomor 24/2013 ,bagaimanakah perbedaan pandangan yang terjadi ini,padahal penulisan agama di KTP dilindungi oleh UUD,apakah suka-suka kita membuat agama di KTP tersebut?
HapusNama : Netti Purnama Sari Pasaribu
HapusTing/ Jur: I-D/Teologi
NIM : 15.01.1297
Terima kasih buat pertanyaan saudara januwar, pemerintah menyatakan untuk mengosongkan kolom agama di KTP bagi warga penganut agama di luar 6 agama yang di akui itu tidak baik karena hak semua warga itu adalah sederajat maka di dalam hak identitaspun warga harus saling menghargai agamanya sendiri.
salam IBD
Yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya pemahaman akan nilai inklusivisme di masyarakatn kita,dan saya tegaskan pada saudara parmalim bukan tidak memiliki agama ,jangan anda samakan yang tak punya agama dengan parmalim,karena parmalim itu adalah sebuah agama tapi belum diakui.Menangapi masalah pengosongan kolomagama di KTP presiden baru kita telah memberikan jawabannya,.Jadi begini saudara jika anda misalnya mengurus KTP dan anda tidak memiliki agama atau agama anda diluar 6 agama yang diakui,lalu saudara disuruh memilih antara 6 agama itu sebagai persyaratan untuk memiliki KTP apakah anda setuju dan menerimanya degan iklas?Jadi inilah permasalahanya,dan kejadian ini bisa disebut tindakan Dehumanisme kepada anda,dan sangat tidak menjungjung kebhinekaan yang menjadi identitas negara kita.
HapusNama : Rovina Helpriani Silalahi
BalasHapusNIM : 15.01.1318
Tingkat/ Jur. : 1-D/ Teologia
Bicara tentang agama, hakikatnya adalah bicara tentang interpretasi agama, dimana sepanjang interpretasi agama tidak membawa kepada kemutlakan agama dan kepercayaan tertentu, kekerasan, dan pemangsaan terhadap kelompok yang berbeda agama. Keberagaman agama adalah sebuah keniscahyaan yang tidak dapat dihindari, apalagi diingkari. Jika kita perhatikan di dalam kehidupan kita ataupun di lingkungan sekitar kita, perbedaan agama justru dapat menimbulkan sebuah konflik yang berbeda-beda. Jika hal itu selalu di biarkan bagaimana bisa timbulnya suatu keharmonisan pada masyarakat.
Nah yang menjadi pertanyaan saya, menurut para penyaji bagaimana dan apa cara kita dalam menanggulangi masalah tersebut, agar terciptanya suatu keharmonisan bagi masyarakat?
salam ibd
Nama : Netti Purnama Sari Pasaribu
HapusTing/Jur : I-D/Teologi
NIM : 15.01.1297
Menurut kami para penyaji cara yang baik untuk dilakukan mengatasi masalah tersebut adalah memiliki sifat inklusivisme yaitu saling menghargai, saling menghormati dan saling menerima satu sama lain. Dan jika ada permasalahan maka alangkah baik nya salah satunya mengalah. Sebab mengalah bukan berarti menurunkan martabat kita. Akan tetapi untuk tidak memperbesar masalah yang terjadi dan supaya cepat untuk menyelesaikan dari masalah tersebut. Kita harus saling mengenal ajaran yang mereka anut. Dan kita juga harus saling menghargai akan ajaran dari agama lain, seperti dalam hal makanan, dan tradisi lainnya. Jangan ada saling menyinggung satu sama lain. Supaya terciptanya hubungan yang harmonis dan sejahterah, dan juga supaya timbul rasa saling tolong menolong antar agama.
Sekian dan terima kasih..
Yang menjadi permasalahanya bukanlah perbedaan agama itu,tetapiorang-orang yng didalam agama itunya yang tidakmenjalankan prinsippolitiknya masing-masing.Jika anda menjalankan politik agama anda sebagai seorang kristen adalah kasih danorang lain menjalankan prisip politik agama mya kepada anda,tentu tidak akan muncul permasalahan yang disebabkan perbedaan agama.Karena yang diajarkan semua agama adalah tentang kebaikan.Masalah yang muncul karena perbedaan agama muncul karena orangnya bukan agamanya.Jadi anda sebagai seorang kristen kenakanlah kasih kepada orang yang tidak sebendera agama degan anda.
HapusNama :julia sonya simanungkalit
BalasHapusNim : 15.01.1282
Tingkat/jurusan:ID Teologi
Syalom...
yang saya dapat simpulkan dalam kelompok 6 tentang politik agama di indonesia adalah dimana musda mulia menganggap politik agama di indonesia itu dehumanisme (tidak berkemanusiaan) karna banyak orang yang menganut agama tradisi namun tidak diakui negara. oleh sebab itu dengan terpaksa dia mengisi kolom di ktp bahwa dia agama kristen juga apalagi mereka tinggal di daerah balige membutuhkan ijazah dan ktp. maka mereka harus mengisi kolom tersebut karna pada saat itu juga lebih mendominasi hkbp. pancasila dan uud mengakui bahwa Tuhan itu esa dan parmalim juga mengakui itu didalam syarat agama harus punya kitab, asal usul agama alphabet dan semua itu agama parmalim punya. bahkan gusdur mengakui aliran kepercayaan parmalim dan gusdur juga disebut sebagai bapa semua agama ketika. masalah agama sudah dibohongi menurut musda mulia itu sudah dikategorikan dehumanisme. untuk itu kita harus jujur tentang agama yang dianut tahun 1945. disitu negara masih disebut bangsa tetapi tahun 1950 itu sudah disebut menjadi NKRI dan tahun ini juga negara indonesia diakui oleh negara internasional. ditekankan disini juga kiranya kemerdekaan kita makin matang dan harapannya pergumulan di indonesia dapat diselesaikan. seorang Eporus Gereja kompak dengan Muhammadiah tetapi tidak pernah menjalin hubungan dengan parmalim padahal memang motto hidup parmalim adalah kerendahan hati dan mereka juga memperkenalkan yesus pada agama yang mereka anut. dalam topik ini politik sangat mulia membangun demokrasi mensejahterahkan masyarakat tetapi dimata Musda Mulia indonesia adalah Dehumanisme. politik agama pada dasarnya tidak kacau dan semua agama masing masing mempunyai politiknya seperti parmalim politiknya kerendahan hati, hindu politiknya Dharma, kristen kasih ketika agama datang dengan politiknya sebenarnya memberi kesatuan pada dunia politik agama. orang kristen adalah berdasarkan kasih dan bukti untuk melayani mensejahterakan manusia seperti yesus datang bukan untuk membangun agama tetapi dia datang menjadi Yahudi yang lebih benar. politik agama di indonesia benar benar di bawah pancasiala dan UUD. semua agama datang memberi politiknya masing masing. agama itu dapat memberikan kesejahteraan kebenaran, keadilan, kebaikan pada penganut agamanya itu sendiri.
Syalom..
berbicara mengenai kolom agama di ktp
BalasHapusSaya mau bertanya kepada kelompok 6
mengapa kolom agama di ktp tidak di hapus saja jika memang bisa dikosongkan kalau bagi orang yang menganut agama di luar 6 agama yang diakui di indonesia?
dan bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai agama?
berbicara mengenai kolom agama di ktp
BalasHapusSaya mau bertanya kepada kelompok 6
mengapa kolom agama di ktp tidak di hapus saja jika memang bisa dikosongkan kalau bagi orang yang menganut agama di luar 6 agama yang diakui di indonesia?
dan bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai agama?
Jika dihapus itu telah menentang uu yang mengatur identitas penduduk,jadi solusinya adalah menjalankan peraturan yang diungkpkan presiden Joko Widodo. lebih lengkap lihat sajian kami.
HapusNama: Wahyu Byu Tarigan
HapusNim: 15.01.1340
Ting/jur: 1-D/Theologia
Syalom, saudara Avin Geovani.
Tidak semudah itu untuk memutuskan menghapus kolom agama. agama merupakan identitas warga negara , karena agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keseharian, kemasyarakatan, dalam pemerintahan dan mungkin banyak alasan mengapa tidak di hapus kolom agama. Trimakasih
salam IBD
Ronal Jovi Ginting
BalasHapus1-D
15.01.1313
Terimakasih atas kesempatanya dari sajian kelompok 6 yang berjudul Dehumanisme Politik Agama di Indonesia
kalau memang politik sudah menjerumus ke dehumanisme,apa yang sudah di lakukan pemerintah untuk menaggulangi hal tersebut selaku pemerintah yang mengontrol dan apa tindak nyata yang sudah di lakukan pemerintah?.terimakasih
Salam IBD
Pemerintah melalui pernyataan bpk.Joko Widodo telah membuat solusinya agar masalah kolom agama di KTP dapat diselesaikan dan tidak terjadi dehumanisasi saat pengurusan KTP.dAN Marilah ikut berjuang bagi saudara kita yang belum diakui agamanya,agar kebhinekaan memang benar identitas negara kita.
HapusNama : Yulia Marissa Simanjuntak
BalasHapusNIM : 15.01.1345
Ting/Jur : I-D/Teologi
Syalom...
Saya mau bertanya kepada para penyaji kelompok 6
Pembahasan kita kali ini ialah Dehumanisme Politik Agama. Kalau saya liat disini ialah dalam hal ini agama adalah menjadi suatu identitas, mengapa demikian?karena dalam pandangan bangsa Indonesia itu sendiri agama mayoritas lebiy di anggap atau lebih bermatabat/berharga, seperti kita tahu dalam hal kepemimpinan di Indonesia, agama yang mayoritas sangatlah di pentingkan, jadi yabg mau saya tanyakan ialah bagaimana pandangan penyaji dalam konteks ini? Terima kasih, syalom
Nama : Wahyu Bayu Tarigan
HapusNim : 15.01.1340
Ting/jur : 1-D/Theologia
Syalom saudari Yulia Simanjuntak. pandangan kami adalah orang yang berkuasa dalam lembaga pemerintah yang tertinggi tidak menjalankan UUD, pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dengan baik. apabila di jalankan aturan itu pasti tidak ada agama yang di mayoritaskan atau yang dibedakan. Karena UUD, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika tidak memandang perbedaan melainkan kesetaraan yang sama, yang selagi tidak menyimpang dari aturan yang sudah di tetapkan dan merupakan penyatu keharmonisan. Agama merupakan identitas karen agama memiliki peran penting di tengah kehidupan masyarakat.
Trimakasih, salam IBD dan Tuhan memberkati.
Nama : Enhot Efraim Girsang
BalasHapusTing/Jur : I-D/Theologia
M. Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengusulkan untuk membolehkan pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), dengan catatan bahwa agama atau kepercayaan individu yang bersangkutan bukanlah termasuk agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah Republik Indonesia (RI). Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah yakni Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Tjahjo pun mengimbau bagi warga negara Indonesia (WNI) penganut ajaran kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh pemerintah boleh mengosongkan kolom agama yang tertera di e-KTP. Dengan demikian, WNI pemeluk keyakinan seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan, dan Malim, namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi, boleh mengoreksi dengan mengosongan kolom agama mereka. Langkah tersebut menuai protes dari sejumlah pihak. Menurut anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsy, ada 4 hal yang harus diperhatikan Mendagri sebelum memutuskan pengosongan kolom agama di e-KTP. Pertama, kata Aboe Bakar, harus disadari bahwa negara Indonesia berdasarkan Pancasila. Dalam sila Pertama Pancasila terkandung Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Aboe Bakar, bila Indonesia berlandaskan Pancasila, maka tak perlu kolom agama dikosongkan. "Bila kita percaya bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan identitas jati diri bangsa, kenapa harus malu mencantumkan agama pada kolom KTP kita? Ini kan bisa dikatakan sudah tidak Pancasilais lagi," kata Abu Bakar.
Kedua, lanjut Aboe Bakar, pengosongan kolom agama akan menyulitkan pengangkatan para pejabat. Meski Indonesia bukan negara agama, namun sangat mengakui keberadaan agama. Oleh karenanya setiap pejabat, sebelum memangku jabatannya akan selalu diwajibkan mengambil sumpah. Menurut Aboe Bakar, sumpah jabatan itu menunjukkan bahwa jabatan yang dianut bukan sekadar kontrak sosial dengan masyarakat belaka, namun juga merupakan perjanjiannya dengan Tuhan. Oleh karenanya Ketua Mahkamah Agung (MA) senantiasa akan menyumpah para anggota DPR dan Presiden sebelum menjalankan tugas. "Selama ini penyumpahan dilakukan berdasarkan identitas yang tercantum dalam kolom KTP. Bila tidak didasarkan pada landasan dokumen yang jelas, bisa kacau pengambilan sumpah para pejabat publik di Republik ini," kata dia. Ketiga, lanjut dia, pengosongan kolom agama di e-KTP juga akan membawa ketidakpastian hukum. Misalkan saja, saat seseorang akan memberikan kesaksian, pembagian waris, melangsungkan perkawinan, atau bahkan ketika akan dilakukan pemakaman. "Selama ini tindakan hukum tersebut didasarkan pada identitas di KTP. Bila nanti dikosongkan, lantas apa yang akan menjadi dasar hukumnya?" heran dia. Keempat, sambung Aboe Bakar, rencana pengosongan kolom agama oleh Mendagri Tjahjo itu juga akan berseberangan dengan janji Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat kampanye dulu. Di mana, Jokowi-JK berjanji akan mempertahankan kolom agama di e-KTP. "Saat kampanye dulu Jokowi-JK berjanji akan tetap mempertahankan kolom agama di KTP," tandas Aboe Bakar. Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah menilai pengosongan tersebut berpotensi pada penghapusan kolom agama di e-KTP, dan itu diharapkan tidak terjadi di Indonesia. Hal itu, menurut dia, menjadi kekhawatiran keberagaman di Indonesia yang lambat laun bakal dibatasi. b"Habis kosong kan hilang. Kan nggak jelas. Misalnya tetangga non-muslim antar makanan yang tidak halal buat orang muslim. Kan tersinggung. Harus paksa orang tampil dengan identitasnya," tegas Fahri.
Pentingnya Kolom Agama
BalasHapusSenada dengan Aboe Bakar dan Fahri Hamzah, Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini berharap Mendagri berhati-hati atas rencana pengosongan kolom agama dalam e-KTP. Meskipun Indonesia bukan negara agama, namun menurut dia, agama di Indonesia harus tetap menjadi landasan dalam pembangunan bangsa yang tercantum di Pancasila. "Mendagri sebelum mengambil keputusan harusnya berpikir matang dan dalam. Jangan karena tuntutan segelintir orang lalu mengabaikan kepentingan mayoritas," kata Jazuli kepada Liputan6.com di Jakarta, 7 November 2014. "Agama di Indonesia ini harus jadi landasan pembangunan bangsa dan negara, itu tercermin pada sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa." Dia menuturkan, bagi semua orang beragama di Indonesia pasti kolom agama di KTP dirasa penting untuk diisi. Karena menurutnya, hal tersebut memiliki implikasi jangka panjang ke depannya. "Buat orang Islam dan saya yakin juga pemeluk agama lain yang sudah diakui, kolom agama ini sangat penting. Itu karena ada implikasinya terkait dengan pernikahan, kematian dan warisan. Ketika tidak tercantum kolom agama, bagaimana mengidentifikasi dan implementasi persoalan-persoalan itu," beber dia. Selain itu, ia juga mempertanyakan jika ada sebagian orang menganggap kolom agama itu sebuah bentuk diskriminasi, padahal semua agama yang sudah diakui oleh pemerintah dicantumkan semua dalam kolom agama tersebut."Di mana diskriminasi? Kan semua agama dicantumkan bukan hanya agama tertentu," ujar Jazuli. Terkait dengan keyakinan yang belum diakui pemerintah, menurut Jazuli, hal tersebut bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah. "Untuk keyakinan yang belum diakui secara formal, harusnya Mendagri memberi solusi seperti membuka dan memfasilitasi pengurusan pengakuan keyakinan mereka secara formal lewat mekanisme yang berlaku di negeri ini. Ingat demokrasi di negeri ini adalah demokrasi Pancasila bukan demokrasi liberal, kita punya jati diri," tandas Jazuli. Sementara menurut juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul pengosongan kolom agama bisa dibilang boleh atau tidak. Karena menurut dia, terkait kepercayaan itu urusannya antara manusia dengan Tuhan. "Mungkin akan dibawa Tjahjo ke komisi II. Tapi menurut saya, soal pengosongan kolom agama itu boleh iya, boleh ngga. Itu karena urusan kita sama Tuhan," kata Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, 7 November 2014. Anggota Komisi III DPR itu berujar, jika kolom agama dipermasalahkan, ada kemunduran pemahaman di Indonesia. Dia menilai, Indonesia sebagai negara Pancasila seharusnya tidak mempermasalahkan keyakinan yang dianut hingga menjadikan polemik masuk kolom e-KTP atau tidak. "Tapi ini sebenarnya kita jadi mundur. Soalnya kenapa itu dimasalahkan, ya begini lah maka lahirlah FPI dan lain-lain itu kan mundur. Kita ini negara Pancasila, bukan dominasi mayoritas dan minoritas tirani," terang mantan Advokat itu. Saat ditanya apakah Ruhut secara pribadi mendukung pernyataan Mendagri. "Kalau menurut aku boleh saja. Tapi biarkan itu diserahkan ke mitra kerjanya (Komisi II DPR)," tandas Ruhut.
Bersifat Sementara
BalasHapusMendagri Tjahjo pun menegaskan bahwa pengosongan kolom agama hanya bersifat sementara. Pihak Kemendagri tengah mengupayakan untuk merevisi Undang-Undang agar penganut kepercayaan disahkan pemerintah dan bisa disertakan dalam kolom agama. "Itu kepercayaan, sementara kosong, sedang dinegosiasikan. Kami akan segera ketemu Menteri Agama (Lukman Hakim Saifuddin) untuk membahas ini. Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum," kata Tjahjo usai Rapat Kerja bersama para Eselon I dan II di Kemendagri, Jakarta, Kamis 6 November 2014. Menurut Tjahjo, setiap warga negara dilindungi untuk memiliki keyakinan atau percaya pada agama tertentu. Namun, yang jadi permasalahan apakah keyakinan tersebut termasuk sesat atau tidak. Hal inilah yang tengah didalami Kemendagri dengan cara berkonsultasi ke Kemenag. "Misalnya kamu katakan saya orang yang legal tidak beragama, tapi saya punya keyakinan, padahal kan pemerintah menjamin masyarakat Indonesia untuk memeluk suatu keyakinan atau agama yang diyakini. Kami tetep konsultasi pada majelis ulama, PGI, Hindu, semua. Ini masuk agama sesat atau tidak. Itu kan yang tahu kan departemen agama dan tokoh-tokoh," papar dia. Tjahjo pun menegaskan bahwa pengosongan kolom agama di KTP bukan berarti orang tersebut tak memiliki agama. Ia menuturkan kolom itu baru diisi setelah ada kepastian sesat atau tidak. "Ingin kosong itu pengertian kosong suatu saat harus diisi. Yang isinya kan bukan kewenangan kami, UU yang mengatur ada departemen agama. Kami segera konsultasi. Jadi jangan sampai orang terhambat karena tidak bisa menunjukkan agamanya apa," imbuh Tjahjo. "Ini kan bukan negara agama tapi bukan juga negara sekuler. Saya sebagai Mendagri harus melihat kepentingan semua warga negara. Tapi harus mengikuti payung hukum," tandas Tjahjo Kumolo.
Lebih jauh, Tjahjo pun mengemukakan ada sekitar 1 juta penduduk yang berkeyakinan di luar enam agama tersebut terpaksa berstatus "agama KTP" hanya demi mendapatkan tanda identitas penduduk. Ini yang menjadi alasan dirinya mengemukakan gagasan untuk memperbolehkan setiap warga negara Indonesia untuk mengosongkan kolom agama di dalam KTP. "Selama ini terpaksa ditulis memeluk agama atau ada kebijakan pengecualian. Makanya ada istilah agama KTP. Padahal agama kan harus diyakini. Dari laporan ada di atas 1 juta, yang berkeyakinan lain, seperti pencinta wayangan, pencinta ruwatan, Islam kejawen dan lain-lain," ujar Tjahjo. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendukung langkah Mendagri Tjahjo terkait pengosongan kolom agama di KTP. Menurut dia, kalau memeluk agama di luar 6 agama yang diakui pemerintah, individu tak bisa dipaksa untuk memilih agama tertentu. "Tidak ada penghapusan, hanya pengosongan (kolom agama). Yang ada, tidak diisi kalau tidak memeluk 6 agama itu. Mau diisi apa coba?" terang JK di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (7/11/2014). "Kalau agamanya tidak 6 itu. Contohnya bukan bukan Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. Katakanlah dia Syiah. Kosongkan saja." Menurut JK, memilih agama atau keyakinan tertentu merupakan masalah personal. Seseorang, lanjut mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, tidak bisa dipaksa untuk memilih agama tertentu. "Kan itu masalah personal. Orang kan cuma datang ke kelurahan, orang tidak mau ngisi kolom agama karena bukan Islam. Masa mau dipaksa," tukas Jusuf Kalla. (Ans)
Dari informasi diatas tentang kontroversi pengosongan kololm agama di Kartu Identitas (KTP), saya mempunyai petanyaan:
1. Apakah hanya di negara Indonesia saja yang membicarakan ataupun mempersoalkan tentang kolom agama di Kartu Identitas (KTP)?
2. Menurut para penyaji, bagaimana langkah ataupun solusi yang baik untuk pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kolom KTP ini?
Langkah terbaik adalah,bagi yang belum diakui agamanya atau belum punya agama,kolom agama dikosongkan dan diberi kebebasan mencantumkan agamanya sendiri di KTP nya.
BalasHapusNama : Wahyu Bayu Tarigan
HapusNim : 15.01.1340
Ting/jur : 1-D/Theologia
syalom saudara Enhot Girsang. Soal pengosongan agama bukan indonesia saja yang membahasnya tapi negara Libanon, palestina, dan Mesir juga membahas soal pengosongan agama, yang pasti ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan alasan mereka masing-masing. kalau menurut kami untuk mengatasi persoalan kolom agama di KTP: pemerintah harus lebih serius dan bijak untuk membahas soal kolom agama KTP, dan memberrikan hak kebebasan agama dan mengawas agama dan menegaskan pluralisme agama. dan betul juga yang di katakan sudara kami Cristian Saragih yang sudah menjawab pertanyaan anda.kami juga sudah menuliskan di sajian kami tentang hak kebebasan beragama di Indonesia serta Hambatan tersebut dapat diatasi melalui langkah-langkah konkret berikut yang kami tuliskan di Pembahasan, 2.1 Perlukah Kolom Agama dalam KTP?.
Trimakasih, salam IBD dan Tuham memberkati.
sulalstri Putri
BalasHapus15.01.1330
1-D/ Teo
Syalom,
Memang permasalahan dalam politik agama, terkhusus di Negara kita ini memang sangat rumit. Berbicara tentang Dehumanisme yang berarti penghilangan harkat dan martabat manusia, sekaligus menurunnya nilai- nilai kemanusiaan yang diakibatkan oleh oknum tertentu. Menurut para penyaji apakah pengisian kolom Agama dalam identitas kita (KTP) itu penting, jika memang penting mengapa harus ada saran dari pemerintah dalam pengosongan kolom Agama dalam KTP? jika tidak, mengapa hal itu dipermasalahkan? bukankah jika hal ini terjadi maka ada unsur paksaan untuk menganut agama yang tidak sesuai dengan hati nuraninya? contohnya Agama Parmalim; dalam UUD 1945, menyinggung bahwa: Agama diakui jika berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, tapi kan Agama Parmalim juga mengakui hal itu melalui Bulan Jadi Nabolon? Dimana keadilan itu! Bagaiman tanggapan saudara?
Sekian dan terima Kasih,
Syalom, :-)
Ruang Komen ini resmi saya tutup hari Minggu, 08 Mei 2016, pukul 07.51 wib. Terimakasih untuk respon dan komennya. Salam IBD.
BalasHapus