Nama Kelompok V : Dina Erika Saragih
Pirta Niska Sinaga
Suci Jiwana
Tingkat/Jurusan : I/PAK
Mata Kuliah : ILMU BUDAYA DASAR
Dosen
: Pdt.Edward
Simon Sinaga M.Th
SI PENGGEMBALA CERITA
I.
PENDAHULUAN
Pada sajian kali ini kita akan
membahas tentang Si Penggembala Cerita. Isinya itu tentang bagaimana riwayatnya
dan bagaimana si penggembala cerita ini bersastra,di dalam kehidupan manusia. Pengarang
Si Penggembala Cerita ini adalah Y.B.Mangunwijaya (1929-1999). Penggembala
cerita menjalani hidup bersama kata, menaruh ide, dan imajinasi di jagat kata.
YBM adalah penabur lambang di novel. Pembaca bakal menemukan untaian renungan
melalui pilihan-pilihan lambang merujuk ke flora dan fauna. Semoga dengan sajian
kami kali ini dapat menambah wawasan bagi kita semua. Khususnya bagi kita para
pembaca.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Riwayat
Si Penggembala Cerita
Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini
bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita
mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “
pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiositas (1982) membuktikan penggembala cerita
mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM memilih bergerak dan singgah
di “lembah prosa”. YBM mengesahkan diri sebagai pembaca prosa. Novel-novel dari
para pengarang ampuh memberi pikat, mengantar YBM ke selisik religiositas. Dan
daftar nama pengarang Indonesia yaitu: Pramoedya Ananta Toer, Hamka,A.A Navis,
Achdiat Karta Mihardja, Iwan Simatupang, Putu Wijaya,Kuntowijoyo,Mrianne Katoppo,Nasjah
Djamin. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan
membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas.
2.2 Bersastra
Bersastra
memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh
kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok
di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas.
Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan
peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan
kontemplasi.
YBM
(1986) pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.”
Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita
bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus
bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu
hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang”
,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup
keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
Pilihan menggarap novel menjelaskan misi
bersastra. YBM tidak mengelak dari puisi. YBM tak harus dijuluki” manusia
–prosa”atau “manusia-puisi”. Prosa adalah “perantaraan” hadir ke sidang pembaca
dan realitas. Puisi adalah “pendalaman” tanpa pengetatan struktur sastra. YBM
memberi janji bahwa suguhan
cerita-cerita berpijak ke kontemplasi. YBM Cuma memilih untuk tak menulis
cerita pop. YBM (1997) pernah berpendapat bahwa penulis novel serius alias
“susastra” senasib dengan dalang, berpamrih mewartakan kesakralan lakon atau
cerita. Kita membaca novel-novel YBM sebagai pembuktian gairah susastra.
2.3 Lambang
Penggembala
cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah
jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur
lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi
selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981)
berkelimpahan lambang.
Pembaca
mengalami pengembaraan imajinasi, membaca dan merenung berbekal pengetahuan
tentang fauna. Kehadiran novel Burung-Burung
Manyar (1981) adalah ejawantah kosmologi pengarang di jagat kehidupan
tradisional dan modern, berpijak keolahan referensi kebajikan lawas dan
selebrasi sains. YBM mirip ahli waris sastra jawa kuno, mengisahkan hidup
dengan lambang-lambang, merujuk ke flora-fauna. Zoetmulder dalam buku Kalangwan (1983) member uraian
tentang pikat flora-fauna di deretan
sastra jawa kuno. Para kawi atau pujangga bercerita tentang politik,
religiositas, ekonomi, asrama menggunakan lambang-lambang dari flora-fauna. YBM
meneruskan siasat penceritaan di masa silam untuk “berpetuah” tentang
identitas, bangsa, kemanusiaan, multiculturalisme, agama berferensi pengetahuan
flora-fauna.
2.4 Hati
Nurani
YBM
membahasakan bahwa susastra mesti historis dan filsafat. YBM juga menghendaki
diri sebagai “ sastrawan hati nurani”. Sastra tak sekadar cerita. Sastra
berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar
pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani.
Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan
hidup, berpijak ke hati nurani.
2.5 Intelektual
Tokoh-tokoh
di novel-novel YBM sering sarjana, manusia intelektual, berpengetahuan dengan
kiblat Barat-Timur. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan
mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran
tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas. Pamela
Allen (2004) menganggap kehadiran novel Burung-Burung
Manyar (1981) merupakan kesengajaan “mencomot” kesejarahan ideology dan
nalar imajinasi cultural di masa 1930-an polemic kebudayaan. Keberlanjutan
memori di masa silam lekas ditafsirkan secara kontekstual oleh YBM
berlatar Indonesia di masa pembangunan
modernisasi. Peran sarjana berkaitan amalan-amalan kemanusiaan, ujian
moralitas, jerat teknologi, ejawantah ilmu di negara berkembang, religiositas
di zaman bergegas disajiakan oleh YBM dalam percabangan cerita. YBM mengajak
pembaca merenungi biografi manusia dari pengertian-pengertian bertentangan,
memilih dengan pertimbangan tak sepihak.
III.
KESIMPULAN
Penggembala
cerita tak Cuma melenakan pembaca di kubangan imajinasi. Kesimpulan ini
merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik. Kita bakal menemukan
kesimpulan menjiwai novel-novel YBM, representasi dari kegandrungan
memperkarakan pelbagai hal dalam kehidupan. Pengetahuan yang mendalami mengenai
seluk-beluk pengambilan keputusan dan naluri nasib yang hanya tunduk kepada
kepastian buta, akan dapat menolong kita, memahami hal-hal yang kolektif, yang
seolah-olah merupakan suatu instink keharusan adat maupun kebiasaan nasional
dalam perpaduannya yang serasi dengan segala yang kreatif, yang serba baru dan
khas pribadi. Sebab, walaupun kita adalah manusia dan berbakat kesadaran serta
berpotensi emosional mampu memilih dan mengambil keputusan yang berdaulat, kita
tidak boleh lupa, kita tertambat denagn berjuta-juta benang halus sutera tak
tampak dengan alam raya dan dunia flora dan fauna. Juga dengan tanah air
rakyat.[1]
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Y.B
Mangunwijaya, Humanisme, Jakarta: BUKU KOMPAS, 2015
Kelompok VII (Pembanding Kel. V)
BalasHapusNama-nama Kelompok VII
- Timothy P. Saragi 15.02.587
- Tuah Ginting 15.02.588
- Ezra Lumbantobing 15.02.573
Tingkat/ Jurusan : I/ Pendidikan Agama Kristen
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen Pengampu : Pdt. Edward Simon Sinaga, M. Th
Si Penggembala Cerita
I. Ringkasan
Si Penggembala Cerita ini adalah Y.B.Mangunwijaya (1929-1999). Penggembala cerita menjalani hidup bersama kata, menaruh ide, dan imajinasi di jagat kata. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel dan esai. YBM juga berperan sebagai “pembaca terkun“ dan “tukang komentar”. Pemikiran-pemikirannya dalam bersastra banyak dipengaruhi oleh karya karya pengarang Indonesia, diantaranya: Pramoedya Ananta Toer, Hamka, A. A. Navis, Achdiat Karta Mihardja, Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, Mrianne Katoppo dan Nasjah Djamin. Bukan hanya itu saja melainkan juga novel-novel garapan pengarang Eropa, Amerika dan Arab.
YBM (1986) pernah berpetuah, ”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Dalam makna aktualisasi diri. Dalam pemikirannya adalah bahwa bersastra merupakan suatu kewajaran, kelumrahan dan kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif, sebab sastra berada dalam keseharian. YBM lebih memilih menulis dengan novel daripada puisi, sebab ia ingin menyampaikan pesan (cerita) mengenai hidup/ keseharian.
Karyanya mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang, sebab novel-novel YBM adalah jagat lambang. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Pembaca akan mengalami pengembaraan imajinasi, membaca dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna.
YBM mengatakan bahwa karya sastra haruslah mengandung historis dan filsafat. YBM juga menghendaki diri sebagai “sastrawan hati nurani”, sebab sastra tidak sekedar cerita, sastra berurusan dengan hati nurani.
Dalam karya YBM, nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dari sudut pandang intelektualitas yang mengarah kepada universitas, tanpa mengabaikan lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema secara perlahan memusat kedalam hati nurani dan religiositas.
II. Masukan
2.1. Pada pengetikan masih terdapat banyak kesalahan kata-kata
2.2. Pada sajian materi pembahas terlalu menggunakan bahasa-bahasa dari buku sehingga sulit untuk dipahami
2.3. Pembahas kurang membahas mengenai nilai kemanusiaan yang terdapat dalam karya-karya YMB, lebih banyak membahas tentang kesusasteraan.
III. Pertanyaan
3.1. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Apakah maksud dari pengembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi?
3.2. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya pernah berpetuah, ”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia” Apakah maksudnya?
3.3. Anda menuliskan bahwa Novel Burung-burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Jadi yang mau kami tanyakan yaitu sebutkan apa saja lambang-lambang yang ada di novel tersebut dan apakah maksud dari penggembala cerita (Romo Mangun) menggunakan lambang?
3.4. Dalam topik kali ini nilai kemanusiaan apakah yang ditunjukkan oleh penggembala cerita lewat kebiasaannya dalam menulis\ bersastra?
nama:Suci Jiwana
BalasHapusNim:15.02.586
tkt/jur:I/PAK
Syalom, dan Salam IBD
saya akan menjawab pertanyaan dari saudara
nama:chandra syahputra
nim:15.02.568
dimana saudara chandra menanyakan apa visi dan misi penyaji menjadi Guru Agama Kristen,
visi saya
Menjadi guru pendidikan agama kristen yang mengajar dalam membentuk didikan yang berkomitmen dan berkarakter,lalu mengembangkan diri dalam melayani di bidang pengajaran.
misi saya :
a. Dengan ini saya ingin mewujudkan peserta didik untuk memahami dan menerapkan teknologi pendidikan agama kristen.
b. saya ingin mampu mengembangkan sistem teknologi pembelajaran di ruangan kelaas dengan baik dan berstruktur.
c. dan saya ingin mewujudkan peserta didik agar berkarakter, berkomitmen dan berkompetensi selaras dengan nilai-nilai kristiani.
Terima Kasih
hidup IBD...
horas, Mejuah-juah kita kerina......
nama:suci jiwana
Hapusnim:15.02.586
tkt/jur:I/PAK
syalom dan salam ibd
saya akan menjawab pertanyaan saudari Ruspita Sari
Arti sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia dan pewahyuan itu mengandung akulturasi diri?
jawab :Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
dan maksud dari pewahyuan itu mengandung akulturasi ialah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri
Nama : Yohanes Simatupang
BalasHapusNIM :15.02.590
Ting/Jur: I/PAK
YBM adalah Penggembala Cerita. Dimana dalam bersastra itu memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan dan juga sastra atau bersastra itu adalah pewahyuan hidup manusia.” Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Dimana novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM adalah penabur lambang di novel dan memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalu mengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Diamana dalam novel Burung-Burung Manyar berkelimpahan lambang sehingga pembaca mengalami pengembaraan imajinasi, dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna. Sastra tidak sekadar cerita diamana pada dasarnya sastra berurusan dengan hati nurani. Didalam Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan juga sering disorot dengan mata intelektualitas yang mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas.
Syaloom..
salam IBD
Nama: Ruspita sari
BalasHapusNim: 15.02.583
Saya ingin bertanya kepada kelompok V. yang mau saya tanyakan ialah apa arti dari sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia, dan pewahyuan itu mengandung alkuturasi diri. Tolong para penyaji jelaskan? Terimakasih
Nama : Rajiman Brema Nober Girsang
BalasHapusNim : 15.02.580
Ting/ Jurs : 1 PAK
Dosen : Pdt. Edward Sinaga M.Th
" Pertanyaan Saya Untuk Kelompok V "
Saya ingin bertanya pada kelompok V (lima) pada bagian "Kesimpulan", dimana pada kesimpulan penyaji telah menjelaskan " Kesimpulan ini merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik." Jadi pertanyaan saya adalah " Mengapa di bagian Kesimpulan dapat merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik? Coba penyaji Jelaskan!
Terima Kasih...!
Nama : Sri Ervina Br Tarigan
BalasHapusNIM : 15.02.585
Romo Mangun tokoh yang multitalenta, dalam topik ini dia disebut Si penggembala cerita yang bercerita dari novelnya tentang nilai-nilai kemanusiaan yang menuntun pembaca ataupun pendengar berkontemplasi untuk hidup perduli dengan tidak pandang bulu sehingga dari kontemplasi akan apa yang disampaikan oleh Romo Mangun dari cerita novelnya yang ia ambil dari pengalaman sehari-hari yang sangat menyentuh, termanifestasilah karakter kita yang berintelektual berhati nurani.
Salam IBD
Mejuah-juah man banta.
Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
BalasHapusNIM : 15-02-568
Ting/Jur : 1/PAK
Romo Mangun adalah seorang tokoh yang tidak hanya mememiliki multitalenta tetapi juga seorang penggembala cerita. Dimana melalui ceritanya yang dia sampaikan adalah dia ingin sekali mengembalakan nilai-nilai kemanusiaan. Romo Mangun sangat begitu produktif atau kaya dengan cerita-cerita yang mengadung pesan-pesan moralitas. Yang ingin disampaikan Romo Mangun sangatlah mudah dipahami, karena menyangkut pengalaman hidup sehari-hari. Cerita-ceritanya terkandung seperti renungan, humor, sebagai kritik, namun selalu keluar jiwa kepastorannya (jiwa berkhotbah).
Sipengembala cerita sangat cocok bagi guru PAK dan Pendeta untuk dikembangkan, karena bisa menuntun hidup. Kesan yang penting adalah Pendeta (Guru) harus berbakat untuk membekali para pendengar supaya meningkatkan moralitas. Mengajarkan Alkitab tentu banyak sekali kisah-kisahnya dengan cara bercerita, suka menolong, dan merawat orang.
Dari penjelasan di atas, tentu sangat berkaitan langsung bagi kita sebagai pelayan Tuhan terkhusus bagi kita Jurusan PAK dan Teologi. Kita juga tahu bahwa, kita juga akan menjadi Sipenggembala cerita. Lalu apa visi dan misi para penyaji untuk kedepannya dalam menyampaikan firman Tuhan yang dapat menarik perhatian sipendengar?
Kisah seorang Tokoh yang luar biasa.
HapusSeorang Dokter yang Membangun Nilai Moral
Berbicara tentang penggembala cerita tentu berkaitan langsung kepada semua orang tanpa terkecuali, seperti orang tua, kakak, abang, dan orang-orang yang memiliki umur yang lebih tua dari pada kita. Begitu juga dengan kisah seorang tokoh yang akan saya sampaikan kepada anda semua, dia adalah seorang tokoh yang kisahnya sangat menarik yang saya ambil dari acara Kick Andy pada tanggal 15 April 2016, semoga ini dapat menambah wawasan kita semua.
Ada seorang dokter yang sangat sederhana yang memiliki segudang gelar tetapi tidak begitu pepuler. Kebanyakan dokter-dokter pada umumnya adalah orang-orang yang bisa dikatakan cukup mewah, karena pada umumnya mereka selain mendapatkan gaji dari pemerintah, mereka juga mengharapkan bayaran dari pasien dan bahkan kebanyakan dokter tidak mau membantu/menolong pasiennya karena alasan kurang biaya.
Berbeda halnya dengan seorang dokter yang satu ini, sebut saja Aznan Lelo. Dia adalah seorang dokter yang banyak gelar, dia juga seorang guru, dan seorang professor. Beliau berasal dari keluarga yang kurang mampu dimana orang tuanya tidak tamat SD dan pekerjaan orang tuanya hanya sebagai tukang jahit. Tetapi itu tidak mematahkan semangatnya untuk berkeinginan menjalani kuliah, dengan semangatnya yang luar biasa beliau mengumpulkan kertas-kertas bekas yang tidak dipakai untuk dijual. Memang penghasilannya tidak seberapa tetapi itu dicukupinya untuk kebutuhan kuliahnya tanpa meminta lagi kepada orang tuanya.
Setelah dia berhasil menjadi seorang dokter, dia tetap sangat sederhana sekali, dimana dia tidak mengharapkan bayaran dari pasien. Katanya ‘’dikasih syukur,tidak dikasihpun tidak apa-apa’’ , dia berpengangan kepada tiga prinsip sebagai seorang dokter, yaitu :’’ jangan meminta bayaran dari pasien, peduli kepada orang yang ingin berguru (belajar), tanggapilah orang yang meminta nasihat’’. Setiap harinya beliau harus mengobati minimal 30-150 orang setiap harinya. Dia hanya di bantu oleh istrinya dan beberapa kariawannya, dimana kariawannya ini juga tidak mendatkan gaji yang sesuai. Dia berkata ‘’uang itu tidak ada apa-apa, misalnya kamu memiliki dua rumah, lalu untuk apa kedua rumah itu, sementara kamu tidak bisa menempati keduanya sekaligus’’.
Dan pesan terakhirnya kepada adak muda adalah ‘’ apa yang kamu cari dalam hidup ini? Kalau kamu menjawab uang, maka sampai kapanpun kamu tidak pernah bisa menikmati kenikmatan hidup, karena ada orang yang lebih mementingkan uang jarang sekali berkumpul dengan keluarganya karena sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Karena kenikmatan hidup yang sesungguhnya tidak bisa diukur lewat uang, tetapi adanya terjalin kebersamaan kepada orang-orang yang anda anggap berharga’’.
Dari kisah seorang tokoh diatas tentu sudah membuka wawasan kita untuk kedepannya, namun pertanyaannya adalah apa tanggapan anda mengenai kisah tersebut?, lalu apa yang anda cari dalam hidup ini?, dan perencanaan atau langkah-langkah apa yang akan atau yang sudah anda lakukan untuk mewujudkan itu semua?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : ELisenta Br Tarigan
BalasHapusNIM : 12.05.570
TKT/JUR : I/PAK
M.Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiosita membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas. Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Sastra tak sekadar cerita. Sastra berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani. Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas.
Nama : Ezra Lumban Tobing
BalasHapusNIM : 12.05.573
TKT/JUR : I/PAK
M.Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiosita membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas. Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Laury fransisika
BalasHapusNIM : 15.02.577
Syalom...
Si Penggembala Cerita
YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiositas (1982) membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM memilih bergerak dan singgah di “lembah prosa”.YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas.Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang.Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Tokoh-tokoh di novel-novel YBM sering sarjana, manusia intelektual, Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas. Pamela Allen (2004) menganggap kehadiran novel Burung-Burung Manyar (1981)merupakan kesengajaan “mencomot” kesejarahan ideology dan nalar imajinasi cultural di masa 1930-an polemic kebudayaan
Nama: Ima Susi Susanti Sembiring
BalasHapusNIM: 15-02-576
Pembahasan kita kali ini berbicara tentang "Si penggembala Cerita", dan merupakan salah satu pembahasan yang cukup menarik perhatian terkhusus saya sendiri. Akan tetapi setelah saya membaca bahan yang telah sdra/sdri paparkan, ada yang sebagian yang tidak saya mengerti tentang pernyataan anda "Pembaca sebagai penafsir lambang". Tolong dijelaskan dulu apa yang anda maksudkan dengan hal tersebut. Karena pernyataan tersebut cukup membuat saya bingung. Trims
Nama :Dina Erika Saragih
BalasHapusNim :15.02.569
Ting/Jur :I PAK
Terima kasih atas pertanyaan teman-teman sekalian.
Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Candra Syahputra P.
1.Apa visi misi para penyaji sebagai seorang guru?
jawab :1. visi saya sebagai seorang guru adalah menjadikan siswa yang berkarakter dan dapat menunjukkan jadi dirinya yang sesungguhnya dalam kehidupannya bermasyarakat dan menjadikan pola pikir yang memiliki tujuan untuk maju
2. Misi saya seorang guru adalah membangun dan mengembangkan integritas yang tinggi bagi siswa, agar siswa dapat berkembang dalam setiap moralitas kehidupan.
2.Pertanyaan dari saudari Ruspita Sari
Arti sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia dan pewahyuan itu mengandung akulturasi diri?
jawab :Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
dan maksud dari pewahyuan itu mengandung akulturasi ialah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Nama : Putri Pebrina Nababan
BalasHapusNIM : 15.02.580
Ting/Jur: I/PAK
Romo Mangun tokoh yang multitalenta, dalam topik ini dia disebut Si penggembala cerita yang bercerita dari novelnya tentang nilai-nilai kemanusiaan yang menuntun pembaca. Romo Mangun sangat begitu produktif atau kaya dengan cerita-cerita yang mengadung pesan-pesan moralitas. Sipengembala cerita sangat cocok bagi guru PAK dan Pendeta untuk dikembangkan, karena bisa menuntun hidup. Mengajarkan Alkitab tentu banyak sekali kisah-kisahnya dengan cara bercerita, suka menolong, dan merawat orang. YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar berkelimpahan lambang. Sastra tak sekadar cerita. Sastra berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani. Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas.
Nama : Pirta Niska Sinaga
BalasHapusNim : 15.02.579
Ting/Jur : I/PAK
salam IBD
baik saya akan menjawab pertanyaan dari saudara :
Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
Nim : 15.02.568
Ting/Jur :I/PAK
1. Apa visi dan misi menjadi seorang guru.
. Visi saya menjadi seorang calon guru nantinya adalah untuk menjadikan siswa saya nantinya bisa berkarakter yang mempunyai disiplin dan moral di dalam dirinya dan harus bisa menjadi pandangan bagi seluruh masyarakat nantinya, khususnya di sekelilingnya.
. Misi saya nantinya sebagai calon guru adalah membangun spiritualitas atau religi yang tinggi bagi seluruh mahasiswa/i agar bisa menjadi pandangan bagi setiap orang .
yang ke 2 saya akan menjawab pertanyaan dari saudara
Nama : Rajiman Girsang
Nim : 15.02.580
Ting/Jur : I/PAK
Saya akan menjawab saudara .
. Maksud dari ide dan argumentasi berpolemik itu , kami para penyaji buat di kesimpulan karena , supaya kita dapat menemukan bagaimana sebenarnya kisah dari novel Sipenggembala cerita . dan terlebih dahulu kita harus mengerti apa itu yang dimaksud dengan berpolemik . berpolemik itu adalah seperti sebuah kejadian seseorang . nah sesudah kita mengerti apa itu polemik barulah kita bisa kaitkan di dalam kesimpulan supaya kita dapat memahami bagaimana hal-hal si penggembala cerita ini dalam kehidupan . itulah yang dimaksud ide argumentasi berpolemik itu untuk menemukan ide-ide penting dalam suatu kejadian di dalam suatu kesimpulan tersebut.
TERIMAKASIH
SYALOOM . SALAM ibd ........................................
Ruang komen ini resmi saya tutup Sabtu 23 April 2016, pukul 16.26 wib. Terimakasih atas respons dan partisipasi saudara semuanya. Salam
BalasHapus