Senin, 14 Maret 2016

Nilai-nilai Kemanusiaan PAK - Kelompok V



Nama Kelompok V   : Dina Erika Saragih
                                      Pirta Niska Sinaga
                                      Suci Jiwana
Tingkat/Jurusan        : I/PAK
Mata Kuliah               : ILMU BUDAYA DASAR
Dosen                          : Pdt.Edward Simon Sinaga M.Th
SI PENGGEMBALA CERITA
I.                   PENDAHULUAN
         Pada sajian kali ini kita akan membahas tentang Si Penggembala Cerita. Isinya itu tentang bagaimana riwayatnya dan bagaimana si penggembala cerita ini bersastra,di dalam kehidupan manusia. Pengarang Si Penggembala Cerita ini adalah Y.B.Mangunwijaya (1929-1999). Penggembala cerita menjalani hidup bersama kata, menaruh ide, dan imajinasi di jagat kata. YBM adalah penabur lambang di novel. Pembaca bakal menemukan untaian renungan melalui pilihan-pilihan lambang merujuk ke flora dan fauna. Semoga dengan sajian kami kali ini dapat menambah wawasan bagi kita semua. Khususnya bagi kita para pembaca.
II.                PEMBAHASAN
2.1  Riwayat Si Penggembala Cerita
             Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiositas (1982) membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM memilih bergerak dan singgah di “lembah prosa”. YBM mengesahkan diri sebagai pembaca prosa. Novel-novel dari para pengarang ampuh memberi pikat, mengantar YBM ke selisik religiositas. Dan daftar nama pengarang Indonesia yaitu: Pramoedya Ananta Toer, Hamka,A.A Navis, Achdiat Karta Mihardja, Iwan Simatupang, Putu Wijaya,Kuntowijoyo,Mrianne Katoppo,Nasjah Djamin. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas.
2.2  Bersastra
Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.
YBM (1986) pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM  menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
 Pilihan menggarap novel menjelaskan misi bersastra. YBM tidak mengelak dari puisi. YBM tak harus dijuluki” manusia –prosa”atau “manusia-puisi”. Prosa adalah “perantaraan” hadir ke sidang pembaca dan realitas. Puisi adalah “pendalaman” tanpa pengetatan struktur sastra. YBM memberi  janji bahwa suguhan cerita-cerita berpijak ke kontemplasi. YBM Cuma memilih untuk tak menulis cerita pop. YBM (1997) pernah berpendapat bahwa penulis novel serius alias “susastra” senasib dengan dalang, berpamrih mewartakan kesakralan lakon atau cerita. Kita membaca novel-novel YBM sebagai pembuktian gairah susastra.
2.3  Lambang
Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang.
Pembaca mengalami pengembaraan imajinasi, membaca dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna. Kehadiran novel Burung-Burung Manyar (1981) adalah ejawantah kosmologi pengarang di jagat kehidupan tradisional dan modern, berpijak keolahan referensi kebajikan lawas dan selebrasi sains. YBM mirip ahli waris sastra jawa kuno, mengisahkan hidup dengan lambang-lambang, merujuk ke flora-fauna. Zoetmulder dalam buku Kalangwan (1983) member uraian tentang  pikat flora-fauna di deretan sastra jawa kuno. Para kawi atau pujangga bercerita tentang politik, religiositas, ekonomi, asrama menggunakan lambang-lambang dari flora-fauna. YBM meneruskan siasat penceritaan di masa silam untuk “berpetuah” tentang identitas, bangsa, kemanusiaan, multiculturalisme, agama berferensi pengetahuan flora-fauna.
2.4  Hati Nurani
YBM membahasakan bahwa susastra mesti historis dan filsafat. YBM juga menghendaki diri sebagai “ sastrawan hati nurani”. Sastra tak sekadar cerita. Sastra berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani. Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani.
2.5  Intelektual
Tokoh-tokoh di novel-novel YBM sering sarjana, manusia intelektual, berpengetahuan dengan kiblat Barat-Timur. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas. Pamela Allen (2004) menganggap kehadiran novel Burung-Burung Manyar (1981) merupakan kesengajaan “mencomot” kesejarahan ideology dan nalar imajinasi cultural di masa 1930-an polemic kebudayaan. Keberlanjutan memori di masa silam lekas ditafsirkan secara kontekstual oleh YBM berlatar  Indonesia di masa pembangunan modernisasi. Peran sarjana berkaitan amalan-amalan kemanusiaan, ujian moralitas, jerat teknologi, ejawantah ilmu di negara berkembang, religiositas di zaman bergegas disajiakan oleh YBM dalam percabangan cerita. YBM mengajak pembaca merenungi biografi manusia dari pengertian-pengertian bertentangan, memilih dengan pertimbangan tak sepihak.
III.             KESIMPULAN
Penggembala cerita tak Cuma melenakan pembaca di kubangan imajinasi. Kesimpulan ini merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik. Kita bakal menemukan kesimpulan menjiwai novel-novel YBM, representasi dari kegandrungan memperkarakan pelbagai hal dalam kehidupan. Pengetahuan yang mendalami mengenai seluk-beluk pengambilan keputusan dan naluri nasib yang hanya tunduk kepada kepastian buta, akan dapat menolong kita, memahami hal-hal yang kolektif, yang seolah-olah merupakan suatu instink keharusan adat maupun kebiasaan nasional dalam perpaduannya yang serasi dengan segala yang kreatif, yang serba baru dan khas pribadi. Sebab, walaupun kita adalah manusia dan berbakat kesadaran serta berpotensi emosional mampu memilih dan mengambil keputusan yang berdaulat, kita tidak boleh lupa, kita tertambat denagn berjuta-juta benang halus sutera tak tampak dengan alam raya dan dunia flora dan fauna. Juga dengan tanah air rakyat.[1]
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Y.B Mangunwijaya, Humanisme,  Jakarta: BUKU KOMPAS, 2015


[1] Y.B Mangunwijaya, Humanisme, ( Jakarta:BUKU KOMPAS, 2015), 82-93

19 komentar:

  1. Kelompok VII (Pembanding Kel. V)
    Nama-nama Kelompok VII
    - Timothy P. Saragi 15.02.587
    - Tuah Ginting 15.02.588
    - Ezra Lumbantobing 15.02.573
    Tingkat/ Jurusan : I/ Pendidikan Agama Kristen
    Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
    Dosen Pengampu : Pdt. Edward Simon Sinaga, M. Th

    Si Penggembala Cerita

    I. Ringkasan
    Si Penggembala Cerita ini adalah Y.B.Mangunwijaya (1929-1999). Penggembala cerita menjalani hidup bersama kata, menaruh ide, dan imajinasi di jagat kata. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel dan esai. YBM juga berperan sebagai “pembaca terkun“ dan “tukang komentar”. Pemikiran-pemikirannya dalam bersastra banyak dipengaruhi oleh karya karya pengarang Indonesia, diantaranya: Pramoedya Ananta Toer, Hamka, A. A. Navis, Achdiat Karta Mihardja, Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, Mrianne Katoppo dan Nasjah Djamin. Bukan hanya itu saja melainkan juga novel-novel garapan pengarang Eropa, Amerika dan Arab.
    YBM (1986) pernah berpetuah, ”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Dalam makna aktualisasi diri. Dalam pemikirannya adalah bahwa bersastra merupakan suatu kewajaran, kelumrahan dan kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif, sebab sastra berada dalam keseharian. YBM lebih memilih menulis dengan novel daripada puisi, sebab ia ingin menyampaikan pesan (cerita) mengenai hidup/ keseharian.
    Karyanya mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang, sebab novel-novel YBM adalah jagat lambang. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Pembaca akan mengalami pengembaraan imajinasi, membaca dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna.
    YBM mengatakan bahwa karya sastra haruslah mengandung historis dan filsafat. YBM juga menghendaki diri sebagai “sastrawan hati nurani”, sebab sastra tidak sekedar cerita, sastra berurusan dengan hati nurani.
    Dalam karya YBM, nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dari sudut pandang intelektualitas yang mengarah kepada universitas, tanpa mengabaikan lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema secara perlahan memusat kedalam hati nurani dan religiositas.

    II. Masukan
    2.1. Pada pengetikan masih terdapat banyak kesalahan kata-kata
    2.2. Pada sajian materi pembahas terlalu menggunakan bahasa-bahasa dari buku sehingga sulit untuk dipahami
    2.3. Pembahas kurang membahas mengenai nilai kemanusiaan yang terdapat dalam karya-karya YMB, lebih banyak membahas tentang kesusasteraan.

    III. Pertanyaan
    3.1. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Apakah maksud dari pengembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi?
    3.2. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya pernah berpetuah, ”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia” Apakah maksudnya?
    3.3. Anda menuliskan bahwa Novel Burung-burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Jadi yang mau kami tanyakan yaitu sebutkan apa saja lambang-lambang yang ada di novel tersebut dan apakah maksud dari penggembala cerita (Romo Mangun) menggunakan lambang?
    3.4. Dalam topik kali ini nilai kemanusiaan apakah yang ditunjukkan oleh penggembala cerita lewat kebiasaannya dalam menulis\ bersastra?

    BalasHapus
  2. nama:Suci Jiwana
    Nim:15.02.586
    tkt/jur:I/PAK

    Syalom, dan Salam IBD

    saya akan menjawab pertanyaan dari saudara
    nama:chandra syahputra
    nim:15.02.568

    dimana saudara chandra menanyakan apa visi dan misi penyaji menjadi Guru Agama Kristen,

    visi saya
    Menjadi guru pendidikan agama kristen yang mengajar dalam membentuk didikan yang berkomitmen dan berkarakter,lalu mengembangkan diri dalam melayani di bidang pengajaran.

    misi saya :
    a. Dengan ini saya ingin mewujudkan peserta didik untuk memahami dan menerapkan teknologi pendidikan agama kristen.
    b. saya ingin mampu mengembangkan sistem teknologi pembelajaran di ruangan kelaas dengan baik dan berstruktur.
    c. dan saya ingin mewujudkan peserta didik agar berkarakter, berkomitmen dan berkompetensi selaras dengan nilai-nilai kristiani.
    Terima Kasih
    hidup IBD...
    horas, Mejuah-juah kita kerina......

    BalasHapus
    Balasan
    1. nama:suci jiwana
      nim:15.02.586
      tkt/jur:I/PAK

      syalom dan salam ibd

      saya akan menjawab pertanyaan saudari Ruspita Sari
      Arti sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia dan pewahyuan itu mengandung akulturasi diri?
      jawab :Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
      dan maksud dari pewahyuan itu mengandung akulturasi ialah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri

      Hapus
  3. Nama : Yohanes Simatupang
    NIM :15.02.590
    Ting/Jur: I/PAK
    YBM adalah Penggembala Cerita. Dimana dalam bersastra itu memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan dan juga sastra atau bersastra itu adalah pewahyuan hidup manusia.” Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Dimana novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM adalah penabur lambang di novel dan memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalu mengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Diamana dalam novel Burung-Burung Manyar berkelimpahan lambang sehingga pembaca mengalami pengembaraan imajinasi, dan merenung berbekal pengetahuan tentang fauna. Sastra tidak sekadar cerita diamana pada dasarnya sastra berurusan dengan hati nurani. Didalam Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan juga sering disorot dengan mata intelektualitas yang mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas.
    Syaloom..
    salam IBD

    BalasHapus
  4. Nama: Ruspita sari
    Nim: 15.02.583
    Saya ingin bertanya kepada kelompok V. yang mau saya tanyakan ialah apa arti dari sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia, dan pewahyuan itu mengandung alkuturasi diri. Tolong para penyaji jelaskan? Terimakasih

    BalasHapus
  5. Nama : Rajiman Brema Nober Girsang
    Nim : 15.02.580
    Ting/ Jurs : 1 PAK
    Dosen : Pdt. Edward Sinaga M.Th

    " Pertanyaan Saya Untuk Kelompok V "
    Saya ingin bertanya pada kelompok V (lima) pada bagian "Kesimpulan", dimana pada kesimpulan penyaji telah menjelaskan " Kesimpulan ini merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik." Jadi pertanyaan saya adalah " Mengapa di bagian Kesimpulan dapat merangsang ide dan argumentasi untuk berpolemik? Coba penyaji Jelaskan!

    Terima Kasih...!

    BalasHapus
  6. Nama : Sri Ervina Br Tarigan
    NIM : 15.02.585

    Romo Mangun tokoh yang multitalenta, dalam topik ini dia disebut Si penggembala cerita yang bercerita dari novelnya tentang nilai-nilai kemanusiaan yang menuntun pembaca ataupun pendengar berkontemplasi untuk hidup perduli dengan tidak pandang bulu sehingga dari kontemplasi akan apa yang disampaikan oleh Romo Mangun dari cerita novelnya yang ia ambil dari pengalaman sehari-hari yang sangat menyentuh, termanifestasilah karakter kita yang berintelektual berhati nurani.

    Salam IBD
    Mejuah-juah man banta.

    BalasHapus
  7. Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
    NIM : 15-02-568
    Ting/Jur : 1/PAK

    Romo Mangun adalah seorang tokoh yang tidak hanya mememiliki multitalenta tetapi juga seorang penggembala cerita. Dimana melalui ceritanya yang dia sampaikan adalah dia ingin sekali mengembalakan nilai-nilai kemanusiaan. Romo Mangun sangat begitu produktif atau kaya dengan cerita-cerita yang mengadung pesan-pesan moralitas. Yang ingin disampaikan Romo Mangun sangatlah mudah dipahami, karena menyangkut pengalaman hidup sehari-hari. Cerita-ceritanya terkandung seperti renungan, humor, sebagai kritik, namun selalu keluar jiwa kepastorannya (jiwa berkhotbah).
    Sipengembala cerita sangat cocok bagi guru PAK dan Pendeta untuk dikembangkan, karena bisa menuntun hidup. Kesan yang penting adalah Pendeta (Guru) harus berbakat untuk membekali para pendengar supaya meningkatkan moralitas. Mengajarkan Alkitab tentu banyak sekali kisah-kisahnya dengan cara bercerita, suka menolong, dan merawat orang.

    Dari penjelasan di atas, tentu sangat berkaitan langsung bagi kita sebagai pelayan Tuhan terkhusus bagi kita Jurusan PAK dan Teologi. Kita juga tahu bahwa, kita juga akan menjadi Sipenggembala cerita. Lalu apa visi dan misi para penyaji untuk kedepannya dalam menyampaikan firman Tuhan yang dapat menarik perhatian sipendengar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kisah seorang Tokoh yang luar biasa.
      Seorang Dokter yang Membangun Nilai Moral

      Berbicara tentang penggembala cerita tentu berkaitan langsung kepada semua orang tanpa terkecuali, seperti orang tua, kakak, abang, dan orang-orang yang memiliki umur yang lebih tua dari pada kita. Begitu juga dengan kisah seorang tokoh yang akan saya sampaikan kepada anda semua, dia adalah seorang tokoh yang kisahnya sangat menarik yang saya ambil dari acara Kick Andy pada tanggal 15 April 2016, semoga ini dapat menambah wawasan kita semua.
      Ada seorang dokter yang sangat sederhana yang memiliki segudang gelar tetapi tidak begitu pepuler. Kebanyakan dokter-dokter pada umumnya adalah orang-orang yang bisa dikatakan cukup mewah, karena pada umumnya mereka selain mendapatkan gaji dari pemerintah, mereka juga mengharapkan bayaran dari pasien dan bahkan kebanyakan dokter tidak mau membantu/menolong pasiennya karena alasan kurang biaya.
      Berbeda halnya dengan seorang dokter yang satu ini, sebut saja Aznan Lelo. Dia adalah seorang dokter yang banyak gelar, dia juga seorang guru, dan seorang professor. Beliau berasal dari keluarga yang kurang mampu dimana orang tuanya tidak tamat SD dan pekerjaan orang tuanya hanya sebagai tukang jahit. Tetapi itu tidak mematahkan semangatnya untuk berkeinginan menjalani kuliah, dengan semangatnya yang luar biasa beliau mengumpulkan kertas-kertas bekas yang tidak dipakai untuk dijual. Memang penghasilannya tidak seberapa tetapi itu dicukupinya untuk kebutuhan kuliahnya tanpa meminta lagi kepada orang tuanya.
      Setelah dia berhasil menjadi seorang dokter, dia tetap sangat sederhana sekali, dimana dia tidak mengharapkan bayaran dari pasien. Katanya ‘’dikasih syukur,tidak dikasihpun tidak apa-apa’’ , dia berpengangan kepada tiga prinsip sebagai seorang dokter, yaitu :’’ jangan meminta bayaran dari pasien, peduli kepada orang yang ingin berguru (belajar), tanggapilah orang yang meminta nasihat’’. Setiap harinya beliau harus mengobati minimal 30-150 orang setiap harinya. Dia hanya di bantu oleh istrinya dan beberapa kariawannya, dimana kariawannya ini juga tidak mendatkan gaji yang sesuai. Dia berkata ‘’uang itu tidak ada apa-apa, misalnya kamu memiliki dua rumah, lalu untuk apa kedua rumah itu, sementara kamu tidak bisa menempati keduanya sekaligus’’.
      Dan pesan terakhirnya kepada adak muda adalah ‘’ apa yang kamu cari dalam hidup ini? Kalau kamu menjawab uang, maka sampai kapanpun kamu tidak pernah bisa menikmati kenikmatan hidup, karena ada orang yang lebih mementingkan uang jarang sekali berkumpul dengan keluarganya karena sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Karena kenikmatan hidup yang sesungguhnya tidak bisa diukur lewat uang, tetapi adanya terjalin kebersamaan kepada orang-orang yang anda anggap berharga’’.

      Dari kisah seorang tokoh diatas tentu sudah membuka wawasan kita untuk kedepannya, namun pertanyaannya adalah apa tanggapan anda mengenai kisah tersebut?, lalu apa yang anda cari dalam hidup ini?, dan perencanaan atau langkah-langkah apa yang akan atau yang sudah anda lakukan untuk mewujudkan itu semua?

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Nama : ELisenta Br Tarigan
    NIM : 12.05.570
    TKT/JUR : I/PAK
    M.Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
    Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiosita membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas. Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang. Sastra tak sekadar cerita. Sastra berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani. Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas.

    BalasHapus
  10. Nama : Ezra Lumban Tobing
    NIM : 12.05.573
    TKT/JUR : I/PAK
    M.Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
    Pengarang buku Si Penggembala Cerita ini bernama Y.B.Mangunwijaya(1929-1999). YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiosita membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas. Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar (1981) berkelimpahan lambang.

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Nama : Laury fransisika
    NIM : 15.02.577

    Syalom...
    Si Penggembala Cerita
    YBM adalah Penggembala Cerita. Kita mengenali sebagai pengarang cerpen, novel,esai. YBM juga berperan sebagai “ pembaca terkun “ dan “ tukang komentar”. Buku Sastra dan Religiositas (1982) membuktikan penggembala cerita mengalami ketakjuban-ketakjuban di kesustraan. YBM memilih bergerak dan singgah di “lembah prosa”.YBM juga pembaca novel-novel garapan pengarang Eropa,Amerika,Arab. Ketekunaan membaca novel merangsang uraian-uraian mengenai religiositas.Bersastra memerlukan “ketulusan” dengan pengertian kesungguhan. YBM tak sekedar mengasuh kata. Penghadiran selalu memiliki “keterlibatan” dengan perkara-perkara pokok di kehidupan, ada di orbit sastra kontekstual dan mengakar ke realitas. Penggembala cerita ingin susastra adalah urusan kontemplasi. Pengajuan peristiwa dan tokoh mengenai bagai tema bermula dan berujung dengan pengikatan kontemplasi.Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang.Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Tokoh-tokoh di novel-novel YBM sering sarjana, manusia intelektual, Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas. Kehadiran tokoh dan tema perlahan memusat ke urusan hati nurani dan religiositas. Pamela Allen (2004) menganggap kehadiran novel Burung-Burung Manyar (1981)merupakan kesengajaan “mencomot” kesejarahan ideology dan nalar imajinasi cultural di masa 1930-an polemic kebudayaan

    BalasHapus
  13. Nama: Ima Susi Susanti Sembiring
    NIM: 15-02-576
    Pembahasan kita kali ini berbicara tentang "Si penggembala Cerita", dan merupakan salah satu pembahasan yang cukup menarik perhatian terkhusus saya sendiri. Akan tetapi setelah saya membaca bahan yang telah sdra/sdri paparkan, ada yang sebagian yang tidak saya mengerti tentang pernyataan anda "Pembaca sebagai penafsir lambang". Tolong dijelaskan dulu apa yang anda maksudkan dengan hal tersebut. Karena pernyataan tersebut cukup membuat saya bingung. Trims

    BalasHapus
  14. Nama :Dina Erika Saragih
    Nim :15.02.569
    Ting/Jur :I PAK

    Terima kasih atas pertanyaan teman-teman sekalian.
    Saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Candra Syahputra P.
    1.Apa visi misi para penyaji sebagai seorang guru?
    jawab :1. visi saya sebagai seorang guru adalah menjadikan siswa yang berkarakter dan dapat menunjukkan jadi dirinya yang sesungguhnya dalam kehidupannya bermasyarakat dan menjadikan pola pikir yang memiliki tujuan untuk maju
    2. Misi saya seorang guru adalah membangun dan mengembangkan integritas yang tinggi bagi siswa, agar siswa dapat berkembang dalam setiap moralitas kehidupan.
    2.Pertanyaan dari saudari Ruspita Sari
    Arti sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia dan pewahyuan itu mengandung akulturasi diri?
    jawab :Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa. Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”.
    dan maksud dari pewahyuan itu mengandung akulturasi ialah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

    BalasHapus
  15. Nama : Putri Pebrina Nababan
    NIM : 15.02.580
    Ting/Jur: I/PAK
    Romo Mangun tokoh yang multitalenta, dalam topik ini dia disebut Si penggembala cerita yang bercerita dari novelnya tentang nilai-nilai kemanusiaan yang menuntun pembaca. Romo Mangun sangat begitu produktif atau kaya dengan cerita-cerita yang mengadung pesan-pesan moralitas. Sipengembala cerita sangat cocok bagi guru PAK dan Pendeta untuk dikembangkan, karena bisa menuntun hidup. Mengajarkan Alkitab tentu banyak sekali kisah-kisahnya dengan cara bercerita, suka menolong, dan merawat orang. YBM pernah berpetuah:”sastra atau bersastra itu pewahyuan hidup manusia.” Pewahyuan itu mengandung aktualisasi diri. Bersastra adalah perkara biasa, Kita bisa mengartikan “biasa” sebagai kewajaran, kelumrahan, kelaziman tanpa harus bernalar hierarkis atau diskriminatif. Sastra ada dalam keseharian. Sastra itu hidup. Kita tak menaruh sastra sebagai urusan “jenjang” ,”keterpilihan”,”pembeda”. YBM menghendaki sastra ada di laku hidup keseharian agar tak ada “keberjarakan” atau “pengasingan”. Penggembala cerita mengajak pembaca menjadi tukang tafsir lambang. Novel-novel YBM adalah jagat lambang. YBM pun mengakui wayang adalah referensi. YBM adalah penabur lambang di novel. YBM memiliki kompetensi tentang ilmu-ilmu mutakhir, tapi selalumengembalikan cerita ke rumah alam, flora dan fauna. Novel Burung-Burung Manyar berkelimpahan lambang. Sastra tak sekadar cerita. Sastra berurusan dengan hati nurani. Penggembala cerita pun mejalankan misi mengantar pesan-pesan dan mengundang pembaca ke amalan-amalan hidup berhati nurani. Sasatra menghampiri membaca sebagai suluh untuk mengamali dan mengartikan hidup, berpijak ke hati nurani. Nilai-nilai hidup dan kemanusiaan sering disorot dengan mata intelektualitas, mengarah ke universitas tanpa abai lokalitas.

    BalasHapus
  16. Nama : Pirta Niska Sinaga
    Nim : 15.02.579
    Ting/Jur : I/PAK
    salam IBD
    baik saya akan menjawab pertanyaan dari saudara :
    Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
    Nim : 15.02.568
    Ting/Jur :I/PAK
    1. Apa visi dan misi menjadi seorang guru.
    . Visi saya menjadi seorang calon guru nantinya adalah untuk menjadikan siswa saya nantinya bisa berkarakter yang mempunyai disiplin dan moral di dalam dirinya dan harus bisa menjadi pandangan bagi seluruh masyarakat nantinya, khususnya di sekelilingnya.
    . Misi saya nantinya sebagai calon guru adalah membangun spiritualitas atau religi yang tinggi bagi seluruh mahasiswa/i agar bisa menjadi pandangan bagi setiap orang .
    yang ke 2 saya akan menjawab pertanyaan dari saudara
    Nama : Rajiman Girsang
    Nim : 15.02.580
    Ting/Jur : I/PAK
    Saya akan menjawab saudara .
    . Maksud dari ide dan argumentasi berpolemik itu , kami para penyaji buat di kesimpulan karena , supaya kita dapat menemukan bagaimana sebenarnya kisah dari novel Sipenggembala cerita . dan terlebih dahulu kita harus mengerti apa itu yang dimaksud dengan berpolemik . berpolemik itu adalah seperti sebuah kejadian seseorang . nah sesudah kita mengerti apa itu polemik barulah kita bisa kaitkan di dalam kesimpulan supaya kita dapat memahami bagaimana hal-hal si penggembala cerita ini dalam kehidupan . itulah yang dimaksud ide argumentasi berpolemik itu untuk menemukan ide-ide penting dalam suatu kejadian di dalam suatu kesimpulan tersebut.
    TERIMAKASIH
    SYALOOM . SALAM ibd ........................................

    BalasHapus
  17. Ruang komen ini resmi saya tutup Sabtu 23 April 2016, pukul 16.26 wib. Terimakasih atas respons dan partisipasi saudara semuanya. Salam

    BalasHapus