Senin, 14 Maret 2016

Nilai-nilai Kemanusiaan Teo. IA - Kelompok I



Nama                          : Abram Suria Ginting
   Egia Satria Ginting
   Eikel Ginting
   Permadi Sormin
Tingkat/Jurusan        : I A/Theologia
Mata Kuliah               : Ilmu Budaya Dasar
Dosen Pengampu      : Pdt. Edward Simon Sinaga, M.Th.
Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya[1]
I.                   Pendahuluan
Humanisme yang merupakan inti dari kehidupan membuat faham ini menjadi sebuah kehidupan yang dihidupi oleh Romo Mangunwijaya. Faham humanisme dalam keberagaman yang menjadikan Indonesia berkembang di tengah perkembangan nasionalisme. Kami para penyaji mencoba menyajikan faham humanisme perkemban dan faham nasionalisme bagi pendidikan di Indonesia.
II.                Pembahasan
2.1  Mangunwijaya
Pada peringatan 100 hari meninggalnya Romo Mangun, Penerbit Kanisius menerbitkan sekaligus 10 buku, baik karya Romo Mangun sendiri, maupun kumpulan karangan dari beberapa sahabatnya. Buku-buku itu meliputi topik iman/kegerejaan, persoalan sosial-politik-hukum, persoalan budaya pascamodern, persoalan pendidikan, susastra, biografis dan kemanusiaan.
Dari kesepuluh buku pertama itu tercermin wilayah jelajah Romo Mangun, yang meliputi persoalan iman kegerejaan, pluralitas keagamaan, pendidikan, sastra, dan kebudayaan, serta kemanusiaan pada umumnya.Tetapi, tidak hanya ini, sesudah itu menyusul terbitan puluhan buku baru tentang Mangunwijaya dari banyak orang, yang membicarakan aspek-aspek lain, yang belum disinggung atau pun pendalaman lebih lanjut dari sosok almarhum.
Ia lebih disebut budayawan atau cendekiawan, yang pemikirannya bersifat eklektis, tidak sistematik; arahnya lebih bersifat kritik sosial dan profetis daripada analitis. Pemikiran yang demikian itu, hanya bisa memberi inspirasi atu membuka peroalan, yang perlu dilanjut-teruskan dengan pekmikiran-pemikiran yang lain yang lebih serius dan mendalam, karena sifatnya yang membakar dan menantang.
Romo Mangun meninggal menjelang milenium ketiga, beliau tidak sempat  memasuki era itu, tetapi sudah mengantisipasinya dalam berbagai pemikiran, antara lain mengenai manusia pasca-Indonesia, pasca-Einstein. Kematian menjelang milenium ketiga ini seperti membawa pesan simbolis, bahwa pemikiran-pemikiran Romo Mangun memang berperan mengantar kita untuk memasuki era baru itu. Di situ kita harus bergulat menghadapi situasi baru yang penuh tantangan, tetapi penuh  prospek ke depan yang lebih terbuka pula, untuk menjadi amnesia baru, dan dalam perspektif ini ia mengidealkan pendidikannya. Paham kemanusiaan macam apakah yang dihayati oleh Romo Mangunwijaya dan menjadi dasar dari faham pendidikannya?
2.2  Humanisme Religius
Humanisme religius memiliki dua sikap menghadapi humanisme di millennium ketiga saat itu: sikap optimistis dan sikap pesimistis. Sikap optimistis dicerminkan, misalnya oleh sebuah simposium yang diselenggarakan oleh kelompok Forum 2001, yang dirintis oleh Fons Elders (sejak runtuhnya tembok  Berlin 1998). Forum ini menyadari adanya keragaman budaya disatu pihak dan saling ketergantungan satu sama lain dilain pihak, maka Forum 2001 mengupayakan kerja sama mencari titik temu dalam bebagai hal. Harapan-harapan akan munculnya humanisme yang lebih terbuka dan toleran.
Dari lain pihak ada pesimisme seperti digambarkan Francis Fukuyama dalam The End of History and the last man(1992)yang menggambarkan tidak adanya lagi harapan akan kebaruan dalam prospek kemanusiaan menurut Fukuyana, sejarah berakhir dengan bentuk demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis. Bahwa pendidikan selalu bertolak dari humanisme yang bukan hal yang asing. Driyarkara mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk “pemanusiaan manusia” melalui proses “humanisasi. Demikian juga  keyakinan Romo Mangun yang mengatakan bahwa setiap sistem pendidikan ditentukan oleh filsafat tentang manusia dan citra-manusianya yang dianut, sehingga tidak pernah netral, maka visi seseorang tentang mausia, sangat menentukan visi pendidikannya.
Paham kemanusiaan Romo Mangun boleh dikatakan tidak terlepas dari paham religiositas. Pemahaman Romo Mangun sepaham dengan Rudolf Otto yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk religious (hommo religious), demikian setiap manusia serta-merta bersifat religious, bahwa ada sifat yag disebut “suci” yang berbeda dari  sekedar “rasional” dan “baik” dalam arti moral. Isu yang menjadi keprihatinan Romo Mangun bukanlah soal dialog agama, atau pembicaraan tentang perbedaan ajaran agama-agama yang satu dengan yang lain, melainkan bagaimana mereka bekerjasama dalam berbagai macam bidang, dengan semangat kemanusiaan yang sama, merasakan keprihatinan yang sama sebagai manusia yang kecil.
Paham humanisme religius ini juga tampak dalam pengahayatan Romo Mangun sebagai pastor, yang tidak konvensional. Panggilan imamatnya berakar dan diinspirasi oleh daya tarik  rakyat yang miskin, dan bukan panggilan kegerejaan serta keagamaan sebagaimana kebanyakan pastor. Lebih lanjut religiositas yang lebar ini ditunjukkan oleh Romo Mangun dengan keinginannya untuk bekerjasama dengan agama lain. Dalam Gereja Diaspora, Romo mangun dengan jelas mengidealkan  gereja sebagai jaringan titik simpul yang berpijak pada realitas serba heterogen dan tidak beranggotakan orang-orang berdasarkan daerah, tetapi berdasarkan fungsi atau lapangan kerja. Iman Kristennya dan jabatan imamnya, hanyalah titik tolak, sedangkan  tujuannya adalah kemanusiaan umum. Maka baginya agama lain bukan menjadi saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerabat,  kolega di dalam membangun kemanusiaan, khususnya dalam melayani rakyat yang miskin.
Dalam arti inilah humanisme religus Mangunwijaya secara nyata memberikan sumbangannya dalam dua arah, sebab Romo Mangunwijaya berani menyatakan kritiknya pada  pemerintah, ketika pemerintah berkesan otoritarian, semena-mena dalam keputusan yang berkata dengan nasib rakyat. Menurut Arief  Budiman, ini menjadi kekhasan Mangunwijaya dilain pihak menghidupkan civil society yang sering tidak mudah karena politik pengkotak-kotakan pemerintah melalui konsep SARA-nya. Romo Mangun  merintis kerjasama masyarakat bawah dan pemberdayaan orang-orang miskin tanpa pandang perbedaan agama. Romo Mangunwijaya tidak memberikan uraian secara rinci tentang visi humanisme religiousnya dan tidak memaparkan secara khusus atau memberikan rumusan tentang visinya itu, tetapi hal itu dengan mudah bisa kita tangkap dari penghayatan hidupnya dan dari karangan-karangannya.
2.3  Nasionalisme yang Terbuka
Humanisme Romo Mangun bukanlah ideologi universal yang abstrak, melainkan mempunyai akar juga pada ke-Indonesiaan dan nasionalisme yang  konkret, tanpa harus jatuh pada chauvinisme. Untuk memulai akar Nasionalisme  ini, pokok kedua yang bisa dielaborasi adalah keyakinan Romo Mangun pada keunggulan angkatan 1928,  yang dia bedakan dari angkatan lain, terutama angkatan 1945. Menurut Romo Mangun generasi 1928 merupakan arketipe generasi pembaharu, dengan munculnya intelektual, pemikir-pemikir nasionalis yang menelorkan ”Sumpah Pemuda”
            Di Belanda para mahasiswa Indonesia mendirikan “Perhimpunan Indonesia”, di Indonesia sendiri muncul dua kelompok studi,  Indonesische  Studie  Club di Surabaya yang didirikan Dr.Soetomo dan  Algemene Studie Club di Bandung  yang dipimpin oleh Soekarno. Dalam kongresnya yang kedua pada Oktober 1928 itulah PPKI menyatakan  “Sumpah Pemuda” yang fenomenal inilah yang dikagumi oleh Romo Mangun. Corak intelektual dari kaum muda didirikan Belanda ini menurut Romo Mangun sangat berlainan dengan corak militeristik kaum muda didikan Jepang yang menumbuhkan angkatan 1945.
 Corak intelektual adalah kemampuan berpikir kritis dan liberal, berpandangan luas dan universal, mampu berwacana dan berdiplomasi, menghasilkan gagasan-gagasan pembaharuan yang segar, sementara angkatan 1945  lebih bersifat  pragmatis dan militeristik serta suka mengatur dengan komando. Angkatan 1908 lebih banyak bergerak di wilayah budaya dibandingkan poltik, hal ini dapat dimaklumi karena masih dalam pemikiran bangsa yang awal.
Ada corak perbedaan  antara “priayi baru” yang menandai “sumpah pemuda 1928”  dan “priayi baru yang muncul tahun 1908”.  Corak priayi baru  yang awal karena masih kuatnya pengaruh pemerintah kolonial disatu pihak, dan berkembangya ekonomi kapitalis/ liberal. Sehingga peran pembaharuan sosial mereka belum terasakan, karena posisi mereka masih ada di bawah dominasi dan lebih menguntungkan orang asing/Belanda.
Tanpa mengelaborasi perbedaan corak intelektual dari kedua priayi baru awal, yang masih bergerak dalam bidang pelayanan pemerintahan kolonial.Romo Mangun tampaknya menyamakan keduanya dan memberi penilaian positif pada inisiatif dan kebangkitan kaum intelektual yang bergerak dalam perlawanan politik dan kesadaran berbangsa, karena peran pembaharuan dan pernyataan kemerdekaan mereka.
Yang mengagumkan menurut Romo Mangun, “sebagai karya raksasa, nyaris mukjizat” adalah keberhasilan mereka menyatakan kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa, mengingat bangsa kita, sebelum adanya poitik devide et impera  sudah terpecah-belah dan saling baku hantam mati-matian. Oleh karena iu,menurut Romo Mangun angkatan 1928, merupakan angkatan yang lebih dekat orientasinya dengan  semangat Pasca-Indonesia, yang melebar dan terbuka dibandingkan dengan angkatan 1945 atau 1965.
2.4  Prospek  Pendidikan: Manusia Pasca Indonesia
Persoalan humanisme yang mencuat dalam sistem politik atau pengaturan negara menjadi topik perdebatan yang panas dari Bapa Bangsa pendiri Negara kita diawal kemerdekaan, dan dalam wacana mereka pun humanisme yang nota bene dipelajari dengan konsep barat oleh mereka, dihadapkan dan harus bersikap terhadap “agama”. Dan Pancasila adalah hasil finalnya, dimana “humanisme” terumuskan dalam sila kedua dan sikap terhadap “agama” dirumuskan dalam sila pertama.Inilah yang menjadi persoalan yang tidak bisa dihindari dan menjadi kepedulian almarhum Romo Mangunwijaya dalam mengidealkan pendidikan.
            Dalam salah satu karangan yang panjang dalam makalah Basis (Januari-Februari, nomor 47, 1998) Romo Mangun mengutarakan gagasannya tentang pendidikan yang cukup komprehensif, yang secara ringkas boleh dirumuskan, bahwa pendidikan itu bersifat multidimensional, berdimensi banyak. Pertama-tama yang harus dikatakan ialah:
Ø  Pendidikan haruslah bersifatterbuka kearah masa depan, mencerahkan dan mengembangkan kebaruan, melawan status quo (reproduksi dan penerusan ide-ide lama).
Ø  Pendidikan harus menderdaskan kehidupan dengan memberi kebebasan pada para anak didik. mereka bukan “tabula rasa” yang harus diisi dengan komando, pendiktean, pendisiplinan top-down gaya militer.
Ø  Perlu perbaikan pendidikan, hubungan guru-murid harus diperbaiki dalam situasi kekeluargaan dan hidup bersama (convivium), pola pendidikan harus memberi lebih banyak peluang untuk anak didik dalam mengungkapkan pengalaman mereka, membina kerja sama (dan bukan persaingan) dalam kelompok.
Seluruh kepentingan unsur dan dimensi pendidikan yang mengarah ke depan ini dapat direngkuh dalam kerangka besar yang sesuai dengan pandangan tentang manusia Indonesia, yakni humanisme religius dan nasionalisme yang  terbuka. Dalam dua rangka besar inilah Indonesia bisa ikut menyumbangkan pikiran dalam pergaulan dunia yang luas, Sebagaimana dicita-citakan oleh Romo Mangunwijaya.

III.             Analisa

“Kritik Dunia Pendidikan Lewat Teater”[2]

(Analisa tulisan “sdp/sab”, Berita Metro; Kamis, 17 Maret 2016 pukul  01:42, http://www.beritametro.co.id/surabaya/kritik-dunia-pendidikan-lewat-teater)
Sdp/sab menuliskan, “Tembang Pangkur Serat Wedhatama menjadi pamungkas dari penampilan anak-anak SMAN 3 Kota Mojokerto saat tampil di Festival Seni Pelajar (FSP) di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Rabu (16/3). Tembang itu menyiratkan makna tentang tujuan dari pendidikan dan keluhuran ilmu. Seperti menghindarkan diri dari angkara bila akan mendidik putra.”
Pembimbing komunitas teater Bambu Hijau SMAN 3 Kota Mojokerto, Pipit Maruti, berkata,  “Kita ingin menunjukkan remuk-remuknya dunia pendidikan saat ini. Ada yang hilang saat pendidikan di sekolah dimentahkan dengan pengaruh televisi,” Kuatnya pengaruh televisi, lanjut dia, semakin parah dengan guru yang lebih mementingkan uang. Mengajar di sekolah, hanya sebatas untuk menggugurkan tanggung jawab lalu mendapat gaji dan tunjangan. “Pertunjukan ini ada sosok guru sejati, ada sosok guru yang hanya mementingkan sertifikasi,” tutur dia.

Pada pertunjukan Tembang Pangkur Serat Wedhatama oleh anak-anak SMAN 3 Kota Mojokerto itu, Riza Agustina, siswa yang kini duduk di bangku kelas X memerankan sosok guru yang selalu mementingkan tunjangan sertifikasi. Sehingga anak didik yang seharusnya diperhatikan dengan baik justru diabaikan. 
“Ceritanya guru itu ingin punya mobil. Terus dia berusaha sebisa mungkin agar mendapat tunjangan sertifikasi. Sampai-sampai kewajibannya mengajar ditinggalkan,” ujarnya.

Di sekolah, para siswa yang terlantar pun semakin buruk tingkah lakunya. Meniru gaya anak kekinian, seperti yang biasa terpampang di layar televisi. “Karena siswa tidak punya panutan yang bisa mengarahkan,” kata Riza.

Persoalan itu akhirnya dapat ditangani dengan munculnya Rahma Dian Sekar Pramesthi sebagai pemeran guru sejati. Penampilan Sekar digambarkan keluar dari bumi. Memberi pencerahan kepada siswa tentang perilaku mereka yang keliru. “Tembang pangkur itu isinya nasehat-nasehat yang bagus bagi siswa,” pungkas dia.

Terlepas dari alur cerita teaternya, Sekar masih yakin, sampai saat ini masih ada sosok guru yang sejati. Mengajar tidak sekadar pekerjaan untuk mendapat bayaran. Tapi mendidik agar siswa menjadi cerdas dan bermoral.

Burhanul Fatiq Soeharto yang menyutradarai teater itu mengatakan, dirinya ingin memberikan kritik sosial terhadap dunia pendidikan kini. Ketika perkembangan zaman menggerus moralitas anak, maka jawabannya adalah mendekatkan pendidikan dengan budaya. Tembang pangkur adalah simbol budaya yang tepat untuk diperhatikan setiap pendidikan. 

“Jangan sampai semua proses di sekolah yang menghabiskan banyak waktu, tenaga dan uang itu dengan mudah dimentahkan oleh tayangan televisi,” pungkas Burhan.

Dalam festival tersebut, sedikitnya 50 kelompok teater dari jenjang SMA/SMK se-Jatim terlibat. Ketua Penyelenggara FSP Inggrit Endarwati menuturkan, festival ini spesial karena digelar sebagai salah satu rangkaian dies natalis UM Surabaya. Inggrit berharap, masa depan seni dan budaya di Jatim akan terpupuk subur di tangan para pelajar.
Analisa
            Teater merupakan budaya Indonesia yang cba di hidupioleh beberapa kalangan sebagai sarana untuk menyampaika aspirasi dan pandangan mengenai pemerintah dan perkembangan masyrakat berbagai kalangan. Dalam berita tersebut jelas menyoroti seputar ketimpangan dan hilangnya nilai humanisme dan moral dalam kepribadian pendidikan Indonesia.
            Sarana Teater merupakan sarana penyampaian aspirasi sekligus pendekatan budaya pada generasi muda agar tertarik ikut dalam melestarikan budaya sekaligus memperhatikan dan ikut mengambil solusi dalam masalah yang dibawakan melalui acara pentas drama teater. Melihat ketimpangan dalam dunia pendidikan, bahwa guru mengajar tidak lagi berorientasi dalam mendidik. Namun hanya mengejar hal materialistis dan mengabaikan ha yang seharusnya diterima pelajar.
            Pandangan Pendidikan Pasca Modern yang merupakan buah pemikiran Romo Mangunwijaya bahwa pendidikan yang manju merupakan pendidikan yang berorientasi ke depan dan membina hubungan pendekatan antara guru dan murid. Melihat pemikiran Mangunwijaya merupakan hal yang sangat fundamental dalam berpendidikan, karena ketika memiliki hubungan kedekatan antara guru dan murid menjadikan tujuan utama pendidikan untuk mengajar dan memasukkan nilai luhur kemanusiaan dapat mencapai pemahaman yang bukan sekedar pemahaman namun praktek dalam hidup keberagaman di Indonesia ini.
            Dalam pembentukan karakter dalam dunia pendidikan merupakan tujuan utama dari pemikiran Romo Mangunwijaya, karena ketika dari segi pengajar atau guru sudah membentuk pola bahwa mengajar merupakan kegiatan religius untuk menjadikan sesama manusia menjadi bermanfaat bagi sekitarnya. Maka pengajar akan memberikan semua pemikiran ilmunya untuk diajarkan kepada pelajar atau siswa.
Perenungan atau refleksi untuk Sekolah Tinggi Teologia (STT) Abdi Sabda, sebagai mahasiswa/ mahasiswi yang akan menjadi pelayan Tuhan dan pendidik jemaat, kita itu semestinya memegang teguh tanggungjawab yang telah diembankan kepada kita. Kita tidak seharusnya rela meninggalkan tugas kita demi sesuatu hal yang merupakan kepuasan diri kita sendiri dengan merelakan kebutuhan dari mereka yang berhak mendapatkannya. Namun kita harus melayani dan mendidik tidak sekadar pekerjaan untuk mendapat bayaran. Tapi melayani dan mendidik agar mereka yang kita didik menjadi cerdas dan bermoral serta taat kepada Tuhan. Ketika perkembangan zaman menggerus moralitas jemaat ataupun para peserta didik, maka jawabannya adalah mendekatkan pendidikan dengan budaya seperti halnya yang telah kita lakukan di STT-AS ini yaitu dalam perayaan Pesta Mahasiswa di tahun 2015 yang lalu.

IV.             Kesimpulan 
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya setelah kematian dari Romo Mangunwijaya, penerbit Kanisius menerbitkan 10 buku tentang beliau dan juga menyusul  puluhan terbitan buku lain yang membicarakan tentang berbagai aspek dari sosok almarhum. Romo Mangunwijaya menghayati paham kemanusiaan yang menjadi dasar dari faham pendidikannya. Keyakinan Romo Mangun mengatakan bahwa setiap sistem pendidikan ditentukan oleh filsafat tentang manusia dan citra-manusianya yang dianut, sehingga tidak pernah netral, maka visi seseorang tentang mausia, sangat menentukan visi pendidikannya.
Pemahaman Romo Mangun sepaham dengan Rudolf Otto yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk religious (hommo religious), demikian setiap manusia serta-merta bersifat religious, bahwa ada sifat yag disebut “suci” yang berbeda dari  sekedar “rasional” dan “baik” dalam arti moral. Humanisme religus Mangunwijaya secara nyata memberikan sumbangannya dalam dua arah, sebab Romo Mangunwijaya berani menyatakan kritiknya pada  pemerintah, ketika pemerintah berkesan otoritarian, semena-mena dalam keputusan yang berkata dengan nasib rakyat. Humanisme Romo Mangun bukanlah ideologi universal yang abstrak, melainkan mempunyai akar juga pada ke-Indonesiaan dan nasionalisme yang  konkret, tanpa harus jatuh pada chauvinisme.
Romo Mangun mengagumi fenomenal corak intelektual dari kaum muda yang didirikan Belanda. Romo Mangun memberi penilaian positif pada inisiatif dan kebangkitan kaum intelektual yang bergerak dalam perlawanan politik dan kesadaran berbangsa, karena peran pembaharuan dan pernyataan kemerdekaan mereka. Namun ada satu hal yang menjadi persoalan yang tidak bisa dihindari dan menjadi kepedulian almarhum Romo Mangunwijaya dalam mengidealkan pendidikan yaitu persoalan humanisme yang mencuat dalam sistem politik atau pengaturan Negara. Romo Mangun mengutarakan gagasannya tentang pendidikan yang cukup komprehensif, yang secara ringkas boleh dirumuskan, bahwa pendidikan itu bersifat multidimensional, berdimensi banyak. Indonesia bisa ikut menyumbangkan pikiran dalam pergaulan dunia yang luas yaitu dalam dua rangka besar yaitu humanisme religius dan nasionalisme terbuka, sebagaimana dicita-citakan oleh Romo Mangunwijaya.

V.                Daftar Pustaka
a.       Sumber Buku
Forum Mangunwijaya IX, Humanisme Y.B, Mangunwijaya, Jakarta: KOMPAS, 2015
b.      Sumber Elektronik


[1] Forum Mangunwijaya IX, Humanisme Y.B, Mangunwijaya, (Jakarta: KOMPAS, 2015), 1-16

53 komentar:

  1. Nama kelompok: Jhon Fredy Situmeang
    Adelina Aritonang
    Kalferi Sipayung
    Britanta Surbakti
    Humanisme Religius dan Nasionalisme yang terbuka Faham Dasar Pendidikan
    Dari sajian kelompok 1 yang bisa kami analisa adalah disini Romo mangunwijaya ingin menyatukan bagaimana budaya yang religius akan membangun nasionalisme yang terbuka, kita tahu bahwasanya Indonesia adalah yang kaya akan budaya agama dan suku bahkan juga Ras. Tujuan utama dari Romo magunwijaya ini adalah ingin membentuk kembali karakter pendidikan dan juga memperbaiki moral bangsa Indonesia yang sudah rusak, bahwa kegiatan pendidikan adalah salah satu kegiatan yang religius karna dari sini dapat bermamfaat bagi sekitarnya ,mengubah pola pemikiran-pemikiran yang baru dan juga ide-ide yang baru yang akan muncul.
    Nasionalisme bangsa indosia saat ini sudah sangat anjlok, Nasionalisme yang harus dibangun bangsa ini adalah ”nasionalisme terbuka dan percaya diri”, sepenuh-penuhnya tepat. Tetapi makna terbuka dan percaya diri harus diletakkan di atas dasar persamaan dan keadilan. Disebut ”terbuka” karena bangsa ini tidak akan bisa keluar dari mainstream politik dunia. Tidak mungkin bangsa ini mengalienasi diri darinya baik secara politik maupun ekonomi. Dalam hal politik, nasionalisme yang merekat dalam bangsa ini adalah nasionalisme yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Agar dapat menjadi bangsa besar dan percaya diri, sehingga bisa berdiri tegak berhadapan dengan negara lain, kita harus mampu mengejar ketertinggalan, terutama di bidang filsafat, sains dan teknologi. Untuk mengejar ketertinggalan, haruslah ada peningkatan sumber daya manusia di bidang-bidang tersebut.
    Dengan sumber daya manusia yang unggul dalam sains dan teknologi, kita pun tak akan ragu terlibat aktif “dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”- yang juga merupakan Tujuan Nasional kita. Memang sekarang ini sudah banyak juga gereja yang memakai budaya sendiri dalam peribadahan tanpa juga menghilangkan ketuhanannya. Dan Romo juga ingin membangun bangsa Indonesia melalui budaya dan nasionalisme yang terbuka .
    Iman Kristen adalah salah satu jembatan imannyasebagai titik tolak, dari pandangan Romo mangunwijaya memang agama lahir dari latar yang berbeda dan jaran yang berbeda panda ngan bukan berarti menjadikannya untuk saling bermusuhan , melainkan agama satu sama lain menjadikan teman dekat. Agama hadir untuk membangun kebersamaan , kami mengambil contoh adalah Hidup kita sama halnya dengan orang yang naik gunung, kita memang hidup dari latar belakang yang berbeda.
    Kenapa kami ambil contoh hidup adalah bagaikan seperti naik gunung memang jika kita mendaki gunung dari bawah gunung kita berbeda tempat dan dalam menuju puncak kita banyak mengallami rintangan dan permasalahan ,tetapi yang perlu kita tahu bahwa sanag indahnya jika kita sudah sampai kepuncak bukan saja kita bisa jumpa bersanma-sama di puncak tetapi kita juga bisa lebih dekat dengan Tuhan. Dalam Teologi Kristen agama lahir untuk menyatukan dan memberi damai sejahtera.

    BalasHapus
  2. Arnold Brahmana
    1-D/Theologi
    15.01.1218

    Pembahasan hari ini (01/04) cukup "menantang" sebenarnya, namun saya merasa dari pembahasan kelompok-kelompok yang presentasi kurang up to date dengan isu-isu hangat saat ini.

    Sederhana saja, bicara mengenai humanisme religius, nasionalisme yang terbuka dan pendidikan, sebenarnya itu adalah hal personal sebagai hak kita sebagai manusia. Jika mau maju, lakukan, jika merasa "nyaman" pertahankan, dan jika merasa kurang puas, lakukan apa yang anda rasa bisa diluar ekspetasi.

    Dan melanjutkan hal itu, sejenak mari kita lihat nasib saudara-saudari kita yang saat ini di sandera oleh perompak dari Filipina yaitu kelompok Abu Syaaf. Bagaimana aksi kita terhadap hal itu? Dimana letak humanisme yang religius? Dimana letak nasionalisme yang terbuka?

    Malah menurut saya, permasalahan yang menimpa artis dangdut ZG tidaklah sebuah masalah besar. Mengapa? Anda harus tahu terlebih dahulu bagaimana situasi acara tersebut, bagaimana peran yang dimainkan artis tersebut. Jika anda mau tahu, harusnya bisa memahami media secara luas. Ini juga sikap yang saya rasa bertentangan dengan sikap humanis religius yang menilai hanya dari satu lensa saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: Eikel Ginting
      Kelas: I-A
      Sebuah studi kasus yang menarik ketika kita membahas tentang humanisme dan kaitannya dengan kelompok Abu Syaaf yang menyandera WNI. Kita harus mengetahui terlebih dahulu latar belakang kelompok penyandera ini, Abu Syaaf sebenarnya sudah terkenal dalam kelompok separatis garis keras di beberapa wilayah di filipina dan asia. Nah, dari beberapa kabar yang beredar jelas latar belakang menyandera ialah mencari uang dan memanfaatkan kedekatan hubungan sesama anggota ASEAN. Inilah yang dinamakan pemikiran dan moral yang kurang dibangun untuk menjalin hubungan humanisme. Disinilah yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa ialah membentuk dan merubah paham radikalism dalam diri kita terlebih dahulu agar sebagai generasi bangsa kita tidak mudah untuk "diadu domba" karena perbedaan. Kita belajar banyak dari Romo Mangunwijaya yang universal dalam membangun humanisme tanpa mencederai nilai-nilai kebersamaan dan keadilan
      Mengenai kasus ZG, saya rasa memang sudah sepantasnya hukum ditegakkan karena dimata hukum tidak menilai suasana atau bagaimana latar belakang orang tersebut, yang terpenting ketika orang tersebut bersalah maka hukum akan segera berjalan. Namun, humanisme yang harus dijunjung ialah bahwa ZG merupakan sesama manusia yang seharusnya di dalam masa proses kasusnya tersebut kita bukan malah mengucilkan dan menjauhkan namun merangkul dan tetap memberikan dukungan moral sebagai pelaku humanisme yang religius.

      Hapus
  3. Boris Adi Puttra Manurung
    I-C/Theologia
    15.01.1224

    Dalam pembahasan hari ini (02/04/2016), saya memahami bahwa Romo Mangunwijaya adalah seorang Pastor yang Eksklaustrasi, dalam bahasan dengan topik “Humanisme Religius dan Nasionalisme yang terbuka dengan Faham dasar pendidikan Mangunwijaya”. disini dipahami bahwa pendidikan humanisme religius dari Mangunwijaya adalah proses pengajaran untuk mengembangkan pontensi yang berorientasi pada manusia seutuhnya dengan memperhatikan aspek tanggungjawab hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan sehingga memiliki kekuatan spirtual keagamaan, kesalehan individu yang diperlukan oleh diri, masyarakat bangsa dan negara.

    Praktik pendidikan humanisme Religius ini bertujuan memanusiakan manusia muda sehingga seluruh potensinya dapat tumbuh secara penuh dan menjadi pribadi utuh yang bersedia memperbaiki kehidupan. Romo Mangunwijaya membangun pola pikir tentang kemanusiaan yang tidak terlepas dari religius. Religius disini boleh dipahami tentang yang ilahi dan menunjukkan adanya yang mengatasi kekecilan manusia yang ketergantungan.

    Romo Mangun ingin ada kerja sama diantara sesama manusia. Saya melihat yang dibangun Romo disi adalah Nilai-nilai kemanusiaan yang menuju kesempurnaan dan kesetaraan sesama manusia, karena ia sangat memerhatikan rakyat miskin yang melarat.

    Romo juga membangun rasa Nasionalisme yang terbuka dimana yang saya pahami Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan seseorang yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa seseorang sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.

    Romo ingin Pendidikan haruslah bersifat terbuka kearah masa depan, mencerahkan dan mengembangkan kebaruan, melawan status quo atau reproduksi dan penerusan ide-ide lama, yang oleh Romo Mangun disebut sebagai sekadar “sosialisasi”, sebagai mana dianut kaum feudal dan orde baru. Membangun nilai-nilai kemanusiaan dari Nasionalisme merupakan suatu langkah untuk hidup adil, dan Makmur. Singkatnya Romo ingin membangun pembaharuan Nilai-nilai kemanusiaan.

    Tetapi yang menjadi pertanyaan disini adalah paham Seperti Romo Mangun sulit dilakukan saat ini, malah yang terjadi saat ini boleh dikatakan meningkatnya sekularisme. Hal ini boleh menjadi pergumulan kita saat ini yang harus diselesaikan. Bagaimana kita akan menanggapi hal ini??.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: Eikel Ginting
      Kelas: I-A
      Saya setuju dengan pendapat saudara Boris mengenai sekularisme yang semakin meningkat, namun tidak ada yang sulit menerapkan humanisme di tengah sekularisme. Pada dasarnya negera yang seimbang ialah ketika paham dasar negaranya seimbang dengan paham religius dalam masyarakat tersebut. Romo Mangunwijaya sudah menerapkan humanisme yang religiositas dengan memulai dari masyarakat "akar rumput". Suatu perubahan harus dimulai dari fondasi dasar yang berpenddidikan baik forman maupun pendidikan non formal. Nah, ketika fondasi universal sudah tumbuh dalam diri sendiri maka itu mampu kita wujudkan ke lingkungan sekitar kita. Seperti yang dilakukan Romo Mangunwijaya, ia melakukan kritik terhadap keadilan dan kesetaraan kepada pemerintah namun Romo juga mewujudkan dengan membentuk kelompok-kelompok karang taruna di pulau jawa yang mampu menjalin hubungan antar-masyarakat satu sama lain. Jadi kesimpulannya sekularisme mampu dilawan dengan pemikiran terbuka dan mengilangkan sisi egois demi kesatuan dalam keragaman.

      Hapus
  4. Nama : Beritanta Surbakti
    Kelas : I-A/Theologi
    Humanisme, yang bisa saya tangkap adalah manusia merupakan makhluk egois dan sosialis. Saya menganggap setiap agama memiliki egois dan sosialis. Dan pendapat saya mengenai Humanisme Agama juga memiliki prinsip egois keagamaan dan sosialis keagamaan.
    Egois punya sifat liberal yang pada dasarnya, bersifat pribadi. Karena keliberalan seseorang adalah pribadi yang bebas tanpa batas.
    Walau manusia adalah makhluk egois atau individualis namun keegoisan atau keindividualisan itu hanya pilihan pada aturan kesosialan saja, baik aturan dalam agama islam, kristen, dll.
    Jadi, sesuai hukum kesosialan, manusia tidak bisa bebas untuk egois atau individualis. Sehingga manusia benar-benar adalah makhluk bersosial, karena keyakinan sifatnya adalah egois +fokus. Artinya menurut saya kita boleh egois dengan keyakinan kita, tapi jangan melupakan kesosialan dengan agama lain. Keyakinan sendiri pada dasarnya adalah bebas/egois. Namun karena adanya tempat/wadah tertentu akhirnya bebas secara teratur dan menjadi fokus. Kita bersosial dengan keyakinan agama lain dengan tidak meninggalkan aturan agama kita. Bila pribadi seseorang yang bebas namun ia terikat hak dan wajib maka tidak disebut liberal namun sudah membentuk diri pada aturan kesosialan atau bebas secara beraturan. Seperti yang pernah dikatakan Mario teguh bahwa kurang lebih manusia bebas itu adalah manusia yang baik yang menjalankan aturan-aturan kesosialan.
    Kalau begitu timbul pertanyaan saya bagaimana Romo Mangunwijaya memandang pluralisme agama yang ada di indonesia?
    Terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: Eikel Ginting
      NIM: 15.01. 1245
      Benar, agama mengajarkan sifat sosialis, namun agama tidak pernah mengajarkan egois. Karena saya yakin setiap agama tidak ada dalam pengajarannya mengajarkan egois. Namun dalam humanisme religius menekankan keseimbangan. Agama dituntut untuk mengajarkan dogma dan ajarannya ke dalam kelompok agamanya lalu diterapkan dalam lingkungan sosial yang pluralis. Dan Romo Mangun mengajarkan dalam humanis religius bahwa dialog agama dan kelompok anatar umat agama dalam pluralisme menekankan praktek dan tindakan bukan hanya visi dalam beragama saja. Pluralisme dalam beragama diharapkan mampu bersatu untuk menghadapi keberagaman masalah dalam setiap bidang kemanusiaan dan diharapkan pluralisme mampu menjadi pelengkap dalam menghadapi problema masyarakat yang berkembang

      Hapus
  5. Nama : Hendriko Siagian
    NIM :15.01.1268

    dari pertemuan kuliah bersama (02-04-2016),dengan topik pembahasan "Humanisme Religius dan Nasionalisme....". Mangun Wijaya menekankan topik pendidikan yang menembus sampai pada nilai-nilai kemanusiaan. Saya menilai bahwa memang benar, pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapai dan mewujudkan yang dinamakan kemajuan bangsa dan warganya. Tanggal 24-27 Maret kemarin, kami dari PMT-HKI STT A.S MEDAN merayakan Paskah bersama Jemaat kita HKI SUKA MAKMUR, A. SINGKIL (yang dibakar oleh pihak tak bertanggung jawab pada 2015 yang lalu). Kami menemukan bahwa masih sangat kentalnya "okultisme" dikalangan jemaat yang dilatar belakangi oleh faktor pendidikan rendah dan ditambah oleh sudah rusaknya kehidupan kaum muda/remaja oleh faktor lingkungan yang juga mengakibatkan banyak di antara mereka yang putus sekolah. Saya tertarik dan hendak bertanya kepada penyaji kels I-A:
    1) Topik-topik pendidikan apa menurut Romo Mangun yang perlu diajarkan bagi setipa pelajar maupun rakyat indonesia untuk meningkatkan yang dinamakan Humanisme Religius dan Nasionalisme ini?
    2) Bagaimana peran IBD untuk menjawab dan menyelesaikan hal ini?

    Dan berbicara mengenai Nasionalisme, yaitu rasa cinta bangsa dan tanah air, menurut saya tidak kalah penting bagi kita untuk mencintai gereja yang sudah mengutus kita di tempat ini. Karena dengan mencintai gereja yang sudah mengutus kita, maka akan otomatis kita akan mencintai jemaat yang akan kita layani suatu saat nanti.

    salam IBD
    Syaloom!!!!!

    BalasHapus
  6. nama : citra theresia tarigan
    kelas : I-C
    nim : 15.01.1230

    dari pertemuan bersama tanggal 02 april 2016, saya tertarik dengan pernyataan kelompok satu yg dipaparkan oleh eikel ginting, bahwa dia menyatakan seorang anak disekolahkan ke Belanda oleh orang tuanya untuk mencari dan mendapatkan nilai-nilai kemanusiaan disana.
    pertanyaan saya ialah apakah kita sebagai bangsa yang ingin menerapkan nilai-ilai kemanusiaan, bisa sepenuhnya mendapatkan nilai-nilai itu jika disekolahkan di luar negara kita ? padahal yang kita tahu, tidak sepenuhnya negara kita Indonesia ini bobrok dengan adanya nilai-nilai kemanusiaan. dan banyak juga yang kita tahu sekolah-sekolah elite di Indonesia yang menerapkan nilai-nilai kemanusiaan pada anak bangsa. bagaimana menurut para penyaji tentang hal ini ? apakah jauh lebih baik nilai-nilai kemanusiaan yang ada diluar negeri atau di negara kita tercinta Indonesia. padahal setiap apapun itu pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.
    Terima Kasih.

    syalom. salam IBD !!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Egia Satria Ginting
      Nim : 15.01.1244
      Terima kasih kepada teman kami citra yang telak memberi pertanyaan kepada kelompok kami,, dan teman kami citra mengatakan apakah jauh lebih baik nilai-nilai kemanusiaan yang ada diluar negeri atau di negara indonesia.
      Kita tidak bisa mengatakan bahwa nilai nilai kemanusian diluar negeri lebih baik dari indonesia, menurut kami banyak sekolah sekolah indonesia juga menerapkan nilai-nilai kemanusian yang tinggi. hanya saja yang menyebabkan atau membuat seorang anak itu memiliki nilai-nilai kemanusia bukan utama nya dari sekolah melainkan dari keluarga.keluarga yang membuat anak memiliki nilai nilai kemanusia dan sekolah sarana supaya meningkatkan nilai nilai kemanusian tersebut.. setiap sekolah memiliki visi misi yang berbeda dalam membentuk anak menigkatkan nilai nilai kemanusian, dan menurut kami kita mengetahui negara belanda adalah salah satu negara maju dan berpendidikan,, sehingga kita ketahui itu menjadi tolak ukur ibu tersebut.pada kesimpulan nya semua sekolah mengajarkan anak agar mendorong memiliki nilai nilai kemanusiaan, karena bukan sekolah yang utama membentuk nilai nilai kemanusiaan pada anak melainkan juga keluarga juga berpengaruh dalam hal ini. terima kasih slaam budaya

      Hapus
    2. Terimakasih kami ucapkan atas komentar dari saudara Citra Theresia Tarigan, kelas : I-C, NIM : 15.01.1230. Saya ingin menambahkan jawaban dari saudara Egia Ginting. Apa yang telah dikatakan saudara Eikel pada kelas bersama pada hari Sabtu, 02 April 2016, ialah pada konteks kolonial Belanda bukan pada konteks Indonesia zaman sekarang. Indonesia sejak diberlakukannya politik etis oleh Belanda di satu sisi memperoleh keuntungan dimana beberapa anak-anak bangsa bisa memperoleh pendidikan. Sekolah-sekolah untuk pribumi mulai didirkan di Indonesia dan sebagian anak-anak Indonesia beroleh kesempatan untuk belajar di sekolah tinggi di Belanda. Dengan pendidikan yang telah diperoleh sebagian anak-anak bangsa, telah menumbuhkan generasi yang bercorak intelektual yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan berani, berpandangan luas dan universal, mampu berwawancara dan berdiplomasi dan menghasilkan gagasan-gagasan pembaharuan yang segar. Sekolah-sekolah pada masa itu tak memberikan banyak pendidikan mengenai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan sekolah-sekolah dan juga Perguruan Tinggi di Indonesia sekarang, dimana sekarang telah banyak mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga jika kita ingin memperoleh nilai-nilai kemanusiaan seperti yang saudara katakan, kita tidak harus lagi mesti belajar di negeri luar, namun di negara kita ini sendiri kita sudah bisa memperolehnya.
      SEMANGAT UNTUKMU CITRA

      Hapus
  7. Christiani
    15.01.1228
    I-B/Theologi
    Pembahasan kita mengenai “Humanisasi Religius dan Nasionalisme Terbuka”
    dan saya tertarik [ada permasalahan tentang pendidikan].
    saya bertanya pada kelompok 1, yaitu tentang pendidikan. Bagaimana tanggapan anda tentang seseorang yang memiliki pendidikan tinggi dan dia hidup dalam keluarga yang kaya/ekonomi yang tinggi, akan tetapi dia memiliki krisis moral padahal dia telah mengecap pendidikan yang tinggi.apa penyebabnya seseorang tersebut memiliki krisis moral dan bagaimana cara menanggapinya.
    Trimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: Eikel Ginting
      Kelas: I-A
      Penyebab seseorang krisis moral ada beberapa faktor, faktor keluarga yang kurang memberi contoh dan mengajari dalam tatanan kehidupan meskipun keluarga tersebut kaya dan ada juga krisis moral akibat dari salah mempergunakan kemajuan zaman dan ada beberapa penyebab yang lain dan berasal dari dalam diri sendiri dan berasal dari lingkungan. Cara menanggipinya yaitu dengan menanam kembali rasa humanis yang religius dan mencoba mempraktekkan hidup yang bersosial krena terkadang orang yang memiliki ilmu tinggi memiliki sifat egois dan menyendiri sehingga itu memicu krisis moral dan membuat orang tersebut merusak dirinya dalam lingkungan. Intinya pengetahuan tinggi harus diimbangi dengan religius yang tinggi agar saling menopang dalam penerapan hidup humanis religius

      Hapus
  8. syalom... yang saya dapat dari pembahasan =Humanisasi Religius dan Nasionalisme Terbuka= . disini dinyatakan dimana bpk.ROMO MANGUNWIJAYA berprinsip ingin menumbuh kembangkan ide ide yang dimiliki manusia di rakyat INDONESIA ini , sepert apa yang dapat saya kutip dalam pembahasan eikel ginting di pertemuan bersama 4 kelas ini , saya dapat melihat PENDIDIKAN adalah suatu dasar agar dimana kita bisa menjalin baik HUMANISME di kehidupan kita dan sekitar kita . yang dimana saya dapat mengambil inti dari topik ini yaitu " BERBAGI " bagaimana dengan bpk.ROMO MANGUN WIJAYA dia membagikan ilmu dan pengetahuannya kepada orang lain untuk mengembangkan humanisme di masyarakat sekitarnya , maka dari situ mahasiswa dapat belajar , bagaimana cara menjunjung kewarganegaraannya dengan humanisme yang baik , dan dapat saing berbagi dan tolong menolong , dan tidak membiarkan orang lain buta akan kehumanismean .
    yang bisa saya analisis tentang keingin perkembangan negara indonesia yang di inginkan oleh bpk.MANGUN Wijaya dimana kita lihat negara kita Merdeka atas berhasilnya dari penjajahan BELANDA , tapi itu hanya formalitas aja pada saat ini , karena yang saya pahami , Indonesia MERDEKA akan bendera tetapi tidak merdeka akan kepenguasaan pendidikan , rakyat Indonesia yang saya teliti sampai saat ini sebenarnya masih DIJAJAH oleh negara lain , melalui apa di jAJAH , jelas melalu INVESTASI . kita lihat saja perusahaan di Indonesia sampai saat ini masih banyak dalam genggaman atau kekuasaan dari negara lain yang di setujui menteri perusahaan yaitu BRIDGESTONE yang di miliki oleh negara EROPA , kita lihat pekerja nya banyak adlah orang indonesia , bagaimana kita bisa melihat di negarah dan tanah kita sendiri kita hanya dapat di perbudak dengan mendapat gaji dari hasil jeri payah lahan kita sendiri yang di rebut negara lain , disini humanis INDONESIA kurang memandang dan meneliti lebih dalam tentang apa yang terjadi pada sekitar nya . terimakasih .,,.,. SYALOMM :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan yang menjadi pertanyaan saya seperti apa yang dapat saya paparkan di pembahasan saya tentang sajian ini : apa yang bisa sodara dapat jelaskan bagaimana kita dapat menarik kembali INVESTASI yang direbut negara lain dan bagaimana menurut penyaji humanisme negara lain kepada negara kita saat ini ?
      . terimakasih

      Hapus
    2. Nama: Eikel Ginting
      NIM:15.01.1245
      Pandangan yang menarik mengenai keterjajahan Indonesia lewat "Investasi" dan pola pikir barat yang menguasai pemikiran humanis bangsa Indonesia. Dan menurut kami kelompok penyaji yang harus dilakukan ialah meningkatkan sumber daya manusia terlebih dahulu, karena mengapa pola pikir Indonesia dijajah karena masih rendahnya pemahaman Indonesia mengenai perkembangan ekonomi dan infrastruktur, yang kedua pemerintah harus mau bersinergi membangun pemikiran dan SDM bersama dengan Kampus-kampus untuk membina kepada mahasiswa/mahasiswi bagaimana mencintai tanah air dan juga mengembangkan roda pemerintahan yang mampu meningkatkan level kemanusiaan di Indonesia, yang terakhir Indonesia harus lebih menghargai tenaga kerja dan pemikiran anak bangsa karena pemerintah terkesan hanya ingin menggunakan tenaga kerja ataupun produk asing sehingga kurang memperhatikan dan mengangkat hasil kerja tangan dari anak bangsa yang mampu melawan "Investasi" dari luar.
      Mengenai humanisme negara lain terhadap Indonesia menurut saya masih kurang, karena kita lihat banyak WNI kita yang diperlakukan diluar memanusiakan manusia sehingga Indonesia harus segera berbenah untuk bertindak mengenai penghargaan negara lain terhadap bangsa kita.

      Hapus
  9. Nama : Tino Sinaga
    NIM : 15.01.1334
    Ting/Jur : I-D/Theologia

    Sebelum Saya bertanya, memang Saya suka pengajaran Romo mangun, banyak mengajarkan tentang arti dunia kehidupan.
    Jadi, Terakhir sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi semakin hambar ketika masyarakat pencari keadilan harus selalu dihadapkan pada mekanisme hukum yang tidak berpihak dan tidak membela kepentingan rakyat, sementara mereka yang menuntut pemerataan sosial dengan begitu mudah dicap sebagai sosialis-komunis dan subversif? Semua tindakan-tindakan di atas tidak akan memberikan nutrisi dan nilai pengayaan bagi Pancasila. Sebaliknya, bahkan hanya akan menjadikan Pancasila menjadi ideologi yang semakin kering, kosong dan tidak berjiwa. Salah satu dasar Negara Indonesia adalah tentang kemanusiaan. Ia berbicara tentang hakekat manusia dipandang dari berbagai aspek. Kemudian dari situ akan menghasilkan pandangan baru tentang kemanusiaan. Suatu pandangan yang dalam dunia Barat disebut dengan humanisme. Dimana aspek-aspek yang melingkupi manusia dan kehidupannya akan dibahas dan dirumuskan.
    Dalam perumusannya, Pancasila tentulah tidak sama dengan perumusan humanisme yang ada di dunia Barat, karena masing-masing mempunyai latar belakang yang berbeda. Namun, gejala yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan adanya kecenderungan untuk mengadopsi pandangan humanisme tersebut, yang dalam status ontologinya yang sarat akan nilai-nilai.

    Pertanyaan selanjutnya apakah humanisme yang lahir dari rahim peradaban Barat itu sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang mayoritas beragama Islam? Apa pula konsep Islam tentang manusia sebenarnya? Kemudian apakah ada kesesuaian antara humanisme dan kemanusiaan?

    Maka disini kita akan menyelusuri apakah relasi antara humanisme dan pancasila sebagai dasar negara indonesia. Apakah sama perumusan humanisme di dalam pancasila dengan humanisme di dunia barat?

    Trimakasih, semoga saudara penyaji dapat menjelaskan secara konkrit dan jelas.
    Salam IBD
    Indonesia Bersatu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama: EIkel Ginting
      NIM:15.01.1245
      Terimakasih atas pandangan anda, namun pandangan saudara kurang sependapat dengan pendapat saya. Humanisme hadir di setiap belahan dunia bukan datangya dari dunia barat, bahkan humanisme lahir karena adanya rasa kemanusiaan yang berbelas kasihan dan merasakan satu rasa yang sama. Declaration Of Human Right(Deklarasi tentang kemanusiaan oleh PBB) yang menjadi landasan pemikiran kemanusiaan di dunia barat bahkan belum lahir ketika Pancasila yang menjadi dasar kemanusiaan dan bernegara di Indonesia sudah dihidupi dan menjadi landasan perkembangan Indonesia. Sudah pasti jelas humanisme Indonesia bukan humanisme beragama yang mengaitkan dengan salah satu agama di Indonesia. Humanisme Indonesia tetaplah humanisme universal dan memiliki relasi yang sama dengan humanisme yang lain di negara-negara yang lain karena humanisme di Indonesia lahir karena rasa gotong royong dan satu rasa dalam kekeluargaan di Indonesia sama dengan Humanisme dalam deklarasi kemanusiaan oleh PBB karena memiliki rasa persatuan dan satu rasa ingin keadilan dan kebebasan dalam bernegara satu dengan yang lainnya.

      Hapus
    2. Trimaksih kepada saudar Eikel. Tapi saya tanyakan dulu, apa menurut para penyaji tentang arti "humanisme". Coba anda mengartikan satu persatu pertanyaan saya. Karena belum konkrit jawaban anda.

      Indonesia Jaya :-)

      Hapus
    3. mungkin saudara Tino yang kebingungan untuk mendeskripsikan arti humanisme, karena anda masih meragukan relasi antara humanisme dengan kemanusiaan. Melihat pertanyaan anda yang bertanya mengenai konsep manusia menurt agama islam saya belum berani untuk menjlesakan berhubung saya belum mempelajarinya. Mengenai perumusan pancasila dengan humanisme di barat jelas berbeda. Karena sudah saya jelaskan di komentar saya yang pertama awal humanisme di barat dan di Indonesia. Namun pada dsarnya yang perlu anda pahami timbulnya humanisme di dsari dengan rasa penderitaan dan rasa belas kasihan yang sama maka timbullah pikiran untuk mencari sebuah perumusan memanusiakan manusia.

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Krismay Pasaribu
      Ting./Jur. : I-C/Theologi
      NIM : 15.01.1285
      syaloom bagi kita semua.
      Saya ingin bertanya ke pada penyaji kelas 1-A :saya pernah membaca buku bahwa sebagian masyarakat yang terletak di Negara asing yaitu menganut yang namanya Gereja Anti-Kristus bahkan juga adanya di sana tempat yang khusus untuk tidak memakai pakaian sama sekali, sehingga saya berpikir bahwa semakin pintar manusia ini maka semakin tidak bermoral dan semakin bebas melakukan sesuatu apapun tanpa memikirkan dampaknya. maka jika Negara kita menjadi Negara maju dan penerapan itu juga terjadi di Negara kita ini yang di mana tanpa kita sadari juga secara tidak langsung kita sudah menerapkan kebiasaan Negara asing yaitu melalui cara berpakaian yang tidak sopan, apa tanggapan penyaji tentang hal itu dan bagaimana kita tetap mengingat tujuan hidup kita di tengah-tengah penerapan hal itu yang membuat kita tidak bisa keluar sama sekali?
      Salam Budaya.

      Hapus
    2. Terimakasi kami ucapkan atas komentar dari saudara Krismai Pasaribu. Kebiasaan yang tidak baik menurut saudara Krismay sebutkan bukanlah dampak dari pemikiran tinggi ataupun kepintaran seseorang. Seseorang yang dikatakan pintar adalah seseorang yang tahu bagaimana bersikap dan berperilaku sesuai kebudayaan dimana ia tinggal (apakah tidak memakai pakaian seutuhnya itu kebudayaan?). Yang namanya Gereja-Antikristus bukanlah orang-orang yang memiliki moral, karena apa yang bertentangan dengan ajaran Kristen khususnya antikristus adalah sebuah kebodohan dan sesat (menurut ajaran kita). Kepintaran sebenarnya akan membuat hidup kita lebih baik dari sebelumnya, dan jika sebaliknya maka kita tidak boleh mengatakan itu sebagai kepintaran, tetapi kebodohan. Budaya luar yang telah masuk kedalam negeri kita ini banyak tanggapan dan respon, ada yang pro dan ada yang kontra. Itu tergantung seseorang, apakah seseorang itu memakai kebudayaan luar itu sebagai sesuatu yang merusak moral ataukah untuk sesuatu yang berguna. Saya katakana tidak salah meminjam kebudayaan orang lain tergantung dimana tempat kita mempergunakannya.
      Semangat untuk mencintai budaya kita sendiri saudara Krismay……

      Hapus
  11. Willy Yones Siregar
    15.01.1341
    1D / Theologia
    Pembahasan kali ini (02/04/16) mengenai “Humanisme Religius dan Nasionalisme yang terbuka dengan Faham dasar pendidikan Mangunwijaya”, dapat dipahami bahwa Romo Mangun ingin membentuk kembali karakter pendidikan dan juga memperbaiki nasioalisme bangsa Indonesia yang sudah rusak. Lewat pemahaman Romo mangun, mengatakan bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Mangun melihat bahwa bangsa kita sudah tidak lagi berada dalam jalur pendidikan yang ideal.
    Selama ini kita hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen “ritualisasi”. Makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apalagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter manusiawi. Siapapun dapat melihat pada saat ini kondisi pendidikan kita di Indonesia sangat miskin dari sarat keilmuan yang meniscayakan jaminan atas perbaikan kondisi sosial yang ada.
    Pendidikan juga hanya dianggap menjadi “barang dagangan” yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya, pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam pikiran masyarakat keseluruhan. Kapitalisme pengetahuan pada sejumlah besar konsumen pengetahuan, yakni orang-orang yang membeli banyak persediaan pengetahuan dari sekolah akan mampu menikmati keistimewaan hidup, punya penghasilan tinggi, dan punya akses ke alat-alat produksi yang hebat.

    Pendidikan kemudian “dikomersialkan”. Sehingga tidak ada kepedulian seluruh elemen pendidikan untuk lebih memperhatikan nasib pendidikan bagi kaum tertindas. Yang mampu mengakses adalah mereka yang memang mempunyai banyak uang karena pendidikan adalah barang dagangan yang mewah. Hal ini nampak dalam kondisi pendidikan bangsa kita. Akhirnya, kita semua terpaksa harus membayar mahal demi memperoleh pendidikan. Padahal, belum tentu kualitas yang dihasilkannya akan menjamin atas pembentukan kepribadian yang memiliki kesadaran atas kemanusiaan.

    Nilai-nilai kemanusiaan jelas tampak sudah tidak diberlakukan lagi, rasa nasionalisme juga yang sudah sangat minim. Romo mangun mengajak kita untuk kembali membangun nilai-nilai kemanusiaan dari Nasionalisme yang mana itu merupakan suatu langkah untuk hidup adil, dan makmur ditengah masyarakat bahkan bangsa ini .

    Dari pemahaman tersebut dapat di pahami apa yang Romo Mangun sampaikan bahwa setiap sistem pendidikan ditentukan oleh filsafat tentang manusia dan citra-manusianya yang dianut, sehingga tidak pernah netral, maka visi seseorang tentang mausia, sangat menentukan visi pendidikannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pandangan anda saudara willy karena kelompok kami setuju dengan pandangan anda bahwa visi seseorang tentang manusia, sangat menentukan visi pendidikan seseorang
      ##Salam Budaya

      Hapus
  12. Nama: Januwar Mamanda Sitepu
    Nim : 15.10.1274
    Tig/Jur : I-D/Theologi

    Shalom..
    Bagi saya sendiri topik pembahasan kita kali ini yang dipaparkan oleh para penyaji kelompok 1 sangatlah menarik,sebagaimana Romo mengugas ide-ide manusia,dimana dia seorang budayawan dan bisa dikatakan sebagai bapak pereformasi pendidikan bagi kaum muda.
    Namun hal yang sangat membingungkan bagi saya dimana dikatakan bahwa tujuan pendidikan untuk pemanusiaan manusia,bagaimakah dimaksud?? serta proses-proses seperti apa yang akan dialami manusia dalam meraih yang namanya humanisasi ??

    Dan juga di sajian itu disinggung tentang visi dalam pendidikan menurut Romo serta kenapa pendidikan di identikkan bertolak belakang dengan humanisasi.Coba penyaji jelaskan ??
    Terima Kasih

    Salam Ilmu Budaya Dasar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kami ucapkan kepada saudara Januwar Mamanda Sitepu atas komentar yang telah anda kirimkan pada kelompok kami. Faham pendidikan yang coba diperkenalkan oleh Romo Mangun sendiri bukanlah bertolak belakang dengan humanisme namun, Romo Mangun sendiri ingin supaya bagaimana pendidikan itu menganut suatu faham yaitu humanisme dan nasionalisme yang terbuka. Makna darai kata “memanusiakan manusia” tidak jauh adalah menjadikan manusia yang seutuhnya, manusia yang berharga, bermartabat, terdidik bermoral dan lain-lain yang adalah berperi kemanusiaan dan memanfaatkannya bukan hanya untuk diri kita sendiri namun juga untuk orang lain, siapa saja dilingkungan hidup kita. Bagaimana supaya kita menjadi manusia yang humanis yaitu dengan kita tidak menyimpang dengan ajaran kemanusiaan yang melihat sesama kita itu sebagai saudara yang perlu kita beri penglihatan sebagai makhluk yang berharga dan bermartabat. Namun di atas semua itu jangan kita sempat menomor satukan manusia diatas Pencipta kita sendiri. Sebab Tuhan sendirilah yang juga ingin kita itu hidup sebagai manusia humanis berdasarkan ajaran-Nya.
      Terimakasih dan damai sejahtera bagi anda….

      Hapus
  13. Nama : Wahyu bayu Tarigan
    Nim : 15.01.1340
    ting/jur: 1-D/theologia

    Damai sejahtera bagi kita semua.

    Kita tahu, bahwa Romo memiliki pemikiran yang sangat jernih terhadap dinamika kehidupan dan bermotivasi dalam mencapai proses kehidupan. Kita diajak Romo untuk peka terhadap sekeliling kita dan mengarahkan kepada pendidikan yang akan membukakan dan menerangkan pemikiran/wawasan kita terhadap apa yang "sudah dan akan terjadi" dalam hidup ini. Romo mengiginkan, pendidikan yang kita raih harus menumbuhkan rasa Humanisme dan Nasionalisme. Dalam hati nurani kita betul-betul ada moralitas dan beriman.

    Bagaiman menurut penyaji, dalam proses pendidikan masih ada beberapa guru yang tidak bisa menanamkan rasa humanisme dan nasionalisme pada murid-muridnya (perilaku guru dalam keseharian)?, apa yang harus dilakukan terhadap guru itu?

    Salam kasih....
    IBD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Wahyu Bayu Tarigan atas komentar yang telah anda kirim kepada kelompok kami. Yang pertama kami katakana, tidak semua orang memiliki jiwa humanis, termasuk juga di bidang pendidikan, baik para guru maupun para dosen. Dan juga faham pendidikan yang dianutnya tidak semuanya menganut faham humanisme dan nasionalisme yang terbuka. Apa yang dapat dilakukan terhadap para guru dan juga para dosen tidak lain adalah suatu pembekalan pandangan baru akan pentingnya hal yang telah kita bicarakan terakhir. Pada pendidikan ada juga yang dilakukan pelatihan-pelatihan terhadap para pengajar. Di saat inilah maunya pelatih memperkenalkan faham pendidikan yang telah dianut oleh Romo Mangun sendiri. Namun tanpa kita sadari sebenarnya, tidak sedikit juga para pengajar yang memiliki jiwa-jiwa humanis yang secara tidak langsung telah mengajarkannya kepada para peserta didik yang mereka ajari. Tak lepas dari itu, kita sebagai orang yang sudah belajar tentang hal ini sebenarnya sudah harus memiliki rasa ingin membagikan apa yang sudah kita tahu dan memiliki rasa terbeban untuk menyalurkannya. Sehingga diri kita sendiri sebenarnya sudah menjadi orang yang humanis yang diharapkan oleh banyak orang.
      Terimakasih dan damai sejahtera bagi saudara kami……

      Hapus
  14. Nama : Julia Sonya Simanungkalit
    NIM : 15.01.1282
    Tingkat: 1D TEOLOGI

    Syalom
    Berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan, yang pertama adalah Humanis Religius dimana Humanis Religius mempunyai dua sikap yaitu optimis dan pesimis. Sikap optimis adalah sikap yang mempunyai harapan besar yang akan membangun nilai-nilai kemanusiaan.Tetapi sikap pesimis adalah tidak adanya lagi harapan akan pembaharuan proses kemanusiaan. Dimana dapat dikataan Indonesia memiliki sikap pesimis dalam kehidupan, karena harapan Indonesia terhadap pembaharuan sangat kecil kemungkinan. Apalagi dalam pendidikan Indonesia masih belum bisa menyekolahkan anak-anak jalanan atau orang-orang yang membutuhkan pendidikan. Itulah sebabnya Romo Mangun membahas tentang Humanis dimana dia juga memberikan arahan,moitivasi,semangat baru bangsa Indonesia dalam menampilkan pemikiran-pemikiran yg nasionalis yg mulai berani dalam politik memunculkan kesadaran Indonesia dan dalam kemampuan berpikir kritis dan berani berpandangan luas dan universal. pertanyaan saya adalah bagaimana caranya agar kesadaran nasionalisme dan semangat baru serta pengharapan bangsa Indaonesia dapat kembali seperti halnya semangat para pahlawan kita membangun Indonesia ?
    Trimakasih Syalom.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Egia Satria Ginting
      Nim : 15.01.1244
      Terima Kasih buat teman kami julia yang telah memberi pertanyaan kepada kelompok kami.dan anda mengatakan bahwa bagaimana cara agar kesadaran nasionalisme dan semangat baru serta pengharapan bangsa indonesia dapat kembali.. terima kasih,, pada pertemuan bersama kita juga mengetahui bahwa pandangan dari romo bertujuan untuk pemuda sekarang peduli terhadap nilai nilai kemanusiaan dan sifat nasinalisme. jadi kita bisa menyimpulkan bahwa untuk kita bisa membangun negeri ini kembali dengan cara yang pertama yaitu ada nya rasa pribadi kita sebagai kaum muda untuk peduli terhadap negeri kita ini.. dan semua kita sudah mengetahui pandangan romo agar membangun sifat humanis yang artinya romo mengajak agar pemuda sekarang bersifat humanis dan nasionalisme,, secara tidak langsung romo mengajak pemuda agar ikut serta dan membentuk pemuda agar peduli terhadapa negeri sendiri.. sehingga dengan adanya kesadaran yang utama bagi pemuda maka akan ada rasa untuk menjaga negeri ini..
      terima kasih salam budaya.

      Hapus
  15. Nama : Alwi Jauhari Lingga
    NIM : 15.01.1211
    Tingkat : I-B

    Syalom
    Pada pertemuan kuliah bersama (02-04-2016),dengan topik pembahasan "Humanisme Religius dan Nasionalisme...." saya mendengar saudara Eikel Ginting mengatakan bahwa "pada saat negara Belanda menjajah negara Indonesia, Belanda telah banyak mengajarkan rakyat Indonesia pendidikan dan rasa nasionalisme yang kuat." Saya kurang sependapat dengan saudara eikel mengatakan hal demikian dan saya ingin bertanya Atas dasar apa saudara eikel mengatakan demikian karena seperti yang kita ketahui bahwa belanda menjajah negara Indonesia selama 350 tahun lamanya dan dari yang saya pelajari sewaktu smp dan sma bahwa selama belanda menjajah tidak banyak hal yang didapatkan oleh negara Indonesia, yang mendapatkan pendidikan tidak bisa sembarangan orang hanya anggota kerajaan lah yang mendapat pendidikan dan jika ada masyarakat indonesia yang bersatu untuk melawan Belanda pada saat itu pasti pemerintah Belanda langsung menindak lanjuti hal tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama:EIkel Ginting
      NIM:15.01.1245
      Terimaksih,, saudara alwi, tentang humanisme menurut romo Mangunwijaya. Pada masa belanda memang hanya bangsawan yang boleh mencicipi pendidikan dari sekolah belanda.Namun kita harus ingat "perguruan taman siswa" yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro untuk anak-anak kalangan bawah agar mendapat pendidikan. Ini merupakan contoh dari cara dan pola Belanda yang menjajah namun tetap memberikan pengetahuan bagi rakyat Indonesia. Belanda kita lihat juga menjajah dengan tidak mengirimkan hasil perkebunan kita selurhnya untuk diperdagangkan di eropa namun menyisakan 1/3 hasil perkebunan untuk diolah kembali di Indonesia. Inmerupakan humanisme yang masih tetap tumbuh melalui penjajahan Belanda. Dan berbicara tentang pendidikan, sampai sekrang belanda menjalin hubungan kerjasama dalam pertukaran pelajar untuk dikirmkan di Belanda sebagai bentuk apresiasi negeri Belanda terhadap bekan negeri jajahannya.Jadi menurut saya humanisme dalam penjajahan Belanda lebih memanusiakan manusia dibanding dengan penjjahan jepang dan Inggris.

      Hapus
  16. Nama : judika sitorus
    Nim : 15.01.1821
    Tingkat : ID

    Setelah saya mengikuti sajian kelompok satu melalui blog yang bapak buat, yang timbul dalam benak saya adalah manusia indonesia sebetulnya sudah kaya akan adanya pendidikan, bahkan mulai manusia itu kecil sudah di ajak untuk belajar mengenal lingkungan sekitarnya, dan manusia memiliki talenta dalam dirinya masing-masing untuk bisa di pergunakan di dalam membangun kemajuan negara,namun manusia selalu juga di hambat oleh dua sikap yaitu. optimis dan pesimis, sehingga manusia susah untuk mengembangkan talenta tersebut, dan saat ini menurut penglihatan saya, manusia indonesia rata-rata sudah memiliki pendidikan yang tinggi hanya saja pendidikan itu di pergunakan kearah yang salah, dan untuk kepentingan dirinya sendiri, sehingga saya sangat setuju dengan adanya
    buku Romo Mangunwijaya ini yang dapat membuka pikiran setiap umat manusia untuk memberikan yang terbaik bagi banngsa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kepada saudara Judika Sitorus atas komentar yang anda kirim, namun sehubungan dengan pembahasan topik faham pendidikan Romo Mangunwijaya, kami kurang setuju terhadap pandangan anda yang mengatakan bahwa sikap optimistis dan pesimistis merupakan sebuah hambatan sehingga manusia susah untuk mengembangkan talenta yang membangun kemajuan negara. Itu tergantung diri sendiri apakah kita adalah penganut faham pesimistis ataukah optimistis tentang masa depan kita. jika kita memiliki faham optimistis maka akan muncul dalam diri kita harapan-harapan humanisme yang lebih terbuka dan toleran, yang dimana hal tersebut tentunya tidak menjadi sebuah kesusahan ataupun hambatan akan talenta yang anda tuliskan tersebut. Dan juga kita tidak boleh mengatakan pendidikan Indonesia itu dipergunakan ke arah yang salah tanpa dasar yang cukup kuat, namun kami setuju dengan apa yang saudari katakan bahwa Romo Mangunwijaya membuka pikiran bangsa Indonesia (bukan setiap umat manusia) untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa ini, bangsa Anda dan juga bangsa kami.
      Salam dari kami para penyaji!!

      Hapus
    2. nama saya : fidewana sari saragih
      NIM :15.01.1263
      TINGKAT : 1-Csyaloom .Trima kasih buat pernyataan saudari judika yang menyatakan bahwa di indonesi sudah kaya akan adanya pendidikan tapi kita lihat dulu apakah pendididkannya sudah memenuhi syarat yang baik seperti kursi, meja ddan lain sebagainya?jika manusia menghadapinya dengan pesimis apakah yang bakal terjadi?? yang pasti terjadi yaitu penyalahan terhadap pemerintah.jadi sikap yang pesimis itu harus kita geser sedikit dengan prinsip bahwa pendidikan itu yang harus kita kejar bukan sikap sombong atau pesimis yang dibutuhkan.untuk itu sebaiknya kita generasi saat inilah yang seharusnya mengubah perilaku pesimis tersebut .karena pemikiran pesimis merupakan hal atau perbuatan yang sangat merugikan jika kita terus menerus membiarkannya hidup dalam diri kita sendiri.

      Hapus
    3. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Fidewana Sari Saragih atas tambahan yang boleh anda berikan. Semoga kita semakin tahu banyak hal dengan belajar dari apa yang dituntut dari pembelajaran kita ini
      Damai sejahtera bagi saudara….

      Hapus
  17. Nama : Netti Purnama Sari Pasaribu
    Ting/Jur : I-D/Theologi
    NIM : 15.01.1297

    syalom buat teman-teman semua..
    Pembelajaran kita saat ini sangat menarik. Saat ini kita membicarakan tentang pendidikan yang ada dalam negara kita ini. Pendidikan itu bersifat multidimensional, berdimensi banyak, seperti pendidikan harus mencerdaskan kehidupan dengan memberi kebebasan pada para anak didik. Berbicara tentang kebebasan pada para anak didik untuk memilih pendidikannya sesuai dengan bidangnya, masih ada saja kita lihat di sekitar kita anak didik melanjutkan pendidikannya bukan karena dari hatinya akan tetapi karena permintaan dan pemaksaan dari orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, orangtua ingin anaknya menjadi seorang dokter namun kemampuan atau talenta yag dimiliki anaknya dibidang teknik mesin. Jadi anaknya dipaksa untuk melanjutkan pendidikan ke bidang kedokteran bukan ke bidang mesin. Padahal pendidikan yang ia jalani itu tidak sesuai dengan kemampuan dalam didrinya. Hal inilah yang membuat pendidikan itu tidak berjalan dengan baik karena ada unsur paksaan. Jadi peserta didik tidak serius dalam mendalami pendidikan yang sedang ia jalani. Ia melanjutkan pendidikan hanya sebagai formalitas saja. Biasanya anak didik yang seperti ini putus pendidikannya di tengah jalan, atau pun ada juga yang sampai menyelesaikan pendidikan itu. Namun, ia tidak mendapat ilmu apapun karena ia bukan di bidangnya. Hal ini hanyalah sia-sia, pendidikan sudah dapat di selesaikan namun, hasil dari pendidikan itu tidak ada. Ini bisa juga menimbulkan yang namanya pengangguran. Karena ia tidak bisa berkarya atas pendidikan yang sudah ia selesaikan. Dan saya ingin bertanya pada para penyaji, bagaimana cara yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah seperti ini yaitu menjalani pendidikan hanya karena paksaan bukan karena dibidang sesuai dengan kemampuannya?
    syalom, terimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Netti Purnama Sari Pasaribu atas komentar yang telah anda kirimkan kepada kelompok kami. Seseorang yang dalam belajarnya merupakan hasil dari paksaan, maka kemungkinan besar pendidikan yang akan diambilnya tersebut tidak sepenuhnya maksimal, bahkan tidak sedikit yang memutuskan pendidikannya karena merasa bosan dan tidak menyenangkan. Tidak sedikit juga orang yang mengalamui hal demikian, namun apa pandangan kita terhadap hal yang seperti itu? Hal seperti itu sebenarnya adalah sebuah kekurang tepatan. Dimana letak kekurang tepatan tersebut, yaitu pada siapa yang memaksakannya. Seharusnya ada rasa berpikir di dalam otak kita bahwasanya sebuah keberhasilan itu bukan terletak pada apa pekerjaan ataupun profesi seseorang itu. Banyak pandangan orang tua kita terhadap hal yang demikian. Namun kita harus berani mengambil tindakan dimana ketika kita sendiri yang mengalaminya, maka kita harus berani mempertahankan apa sebenarnya yang kita mau. Supaya dikemudian hari kita tidak menyesal telah memilih pilihan yang salah. Kita dapat mengubah cara pandang orangtua kita seperti yang tadi, dengan memberi pandangan bahwa menjadi petani juga bisa sukses, menjadi pedagang juga bisa sukses dll, bukan hanya menjadi pejabat pemerintah yang boleh dikatakan sukses. Disinilah peran kita sebagai orang yang telah mengerti, membagikan apa yang telah kita tahu kepada mereka yang belum tahu.
      Terimakasih dan damai sejahtera bagi saudari..

      Hapus
  18. Nama : Jon Andre Samuel Damanik
    NIM : 15.01.1280
    Ting/ jur : I-C/Teologia

    Syaloom...
    Topik pembahasan kita kali ini sangatlah menarik dengan pokok bahasan mengenai humanisme dan nasionalisme sebagai dasar pendidikan Mangunwijaya. kita mengetahui bahwa paham kemanusiaan merupakan paham yang dipakai mangunwijaya dalam paham pendidikannya. Romo wangun juga mengatakan bahwa prinsip dan visi hidup manusia mempengaruhi visi dari pendidikan seseorang tersebut. Dan Romo Wangun mengatakan bahwa manusia itu adalah mahluk religius, bahwa ada sifat yang berbeda dari sekedar rasional dan baik dalam artti moral. Kemudian dalam dunia politik Romo Wangun sangat tertarik dan memberi penilaian positif akan inisiatif dari kaum intelektual yang bergerak dalam perlawanan politik dan kesadaran berbangsa, karena pembaruan dan kemerdekaan mereka. Namun, ada sebuah ada sebuah persoalan yang menjadi kepedulian dari Romo Wangun sendiri, yaitu; dalam mengidealkan pendidikan yaitu persoalan humanisme yang mencaut dalam sistem politik ataupun pengaturan negara. Sehingga timbul pertanyaan dari saya, bagaimana tanggapan saudara sekalian mengenai persoalan humanisme yang mencaut dalam sistem politik tersebut yang sangat mempengaruhi dalam mengidealkan pendidikan?

    Sekian dari saya Terima kasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Jon Andre Samuel Damanik yang telah memberi komentar kepada kelompok kami. Apa yang dikatakan Romo Mangun pada pembahasan kali ini, bahwasanya pendidikan Indonesia sekarang ini (sebelum kematian Romo Mangun) sangatlah memprihatinkan dimana tidak banyak sekolah-sekolah yang menganut faham seperti yang Romo Mangun anut sendiri. Politik Indonesia sebenarnya berpengaruh besar terhadap kemajuan pendidikan bangsa. Di sinilah sebenarnya peran pemerintah melihat seperti apa sebenarnya faham yang mesti Indonesia kembangkan dalam pendidikannya agar menjadi pendidikan yang tidak jauh ketinggalan dengan negara-negara yang telah maju. Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah, itulah yang sebenarnya dituntut dengan kita memahami pandangan Romo Mangun tersebut. Oleh sebab itu, menurut saya perlu bagi pemerintah untuk mengidealkan pendidikan dengan meniru faham pendidikan Romo Mangun sendiri yaitu humanisme dan nasionalisme yang terbuka.
      Terimakasih dan damai sejahtera bagi saudara ….

      Hapus
  19. Nama : Ronika Nursagi Panjaitan
    NIM : 15. 01. 1316
    Tingkat/Jurusan: I-B / Teologi
    Syalom 
    Sebelumnya Terimakasih buat Bapak Dosen kami yang telah berusaha menyediakan pokok pembahasan ini di kelas dan Terimakasih buat saudara-saudari Penyaji dan Pembahas.

    Romo Mangun pernah mengatakan bahwa “Hati Nurani akan dibentuk oleh Pendidikan. Hal ini berawal dari pengalamannya yang mengibaratkan sekolah adalah “sorga” yang memberikan bukan hanya latihan kecerdasan, melainkan juga pendidikan kemanusiaan dan berbagai keterampilan, seperti berbicara di muka umum, menulis, bercerita, menyanyi, memainkan peran sandiwara. Sayangnya, masa menyenangkan itu dirusak dengan datangnya Jepang pada tahun 1942. Sebagai anak keci ial menjadi shock karena situasi itu berbanding terbalik sehingga mengakibatkan banyak terjadi kelaparan dimana-mana dan sekolah-sekolah ditutup.
    Yang menjadi pertanyaan saya :
    1. Coba saudara penyaji menjelaskan Pendidikan seperti apa yang dapat membentuk hati nurani kita dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan?
    2. Jika memang pendidikan itu bisa membentuk hati nurani seseorang, berarti dapat kita simpulkan bahwa orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki hati nurani dan nilai kemanusiaan yang tinggi juga. Lalu apabila kita bandingkan dengan para koruptor yang notabenenya adalah orang-orang yang memiliki Pendidikan yang tinggi. Bagaimana tanggapan kita mengenai para koruptor itu sendiri ?. Dapatkah pendidikan yang tinggi itu menjamin seseorang memiliki hati nurani yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang lainnya yang mungkin tidak berpendidikan?. Dapatkah Koruptor itu dikatakan manusia humanis?
    3. Lalu bagaimana tanggapan para penyaji mengenai pendidikan di Indonesia kita tercinta ini. Apakah sudah dapat dikatakan membentuk hati nurani dan membentuk manusia Humanis itu sendiri? Jika kita baca di media social mengenai pelaksanaan Ujian Nasional 2016 yang dilaksanakan tingkat SMA sederajat bahwa Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) membuka posko pengaduan UN yang menampung berbagai aduan baik terkait kendala teknis hingga temuan kecurangan dilapangan. Meskipun tahun ini laporan kecurangan turun drastis namun pada tanggal 7 April 2016 pada hari ketiga UN diterima Oke Zone aduan dari Lampung, Pontianak, Jakarta, Surabaya, Cikampek, dan bahkan Medan. Di daerah Pontianak dan Cikampek ditemukan Sindikat jual beli jawaban UN 2016 dikalangan SMK. Lampung Para Guru dilaporkan memasuki ruang Ujian Atas perintah Kepala Sekolah. Dan di Medan Laporan Konvoi Para siswa SMA Kota Medan dengan Kendaraan beroda empat dan roda 2 usai mengikuti UN.

    Terimakasih
    Salam IBD.

    BalasHapus
  20. Nama : Mei Wastina Samosir
    NIM : 15.01.1293
    Kelas: I-B

    Syalom bagi kita semua
    Di dalam kelas bersama menyinggung tentang pendidikan. Dimana, dikatakan orang yang berpendidikan adalah orang yang bermoral seprti halnya teman-teman mengatakan ZG tidak memiliki pendidikan seperti dia menyalahgunakan Pancasila. Jadi, bagaimana halnya tentang Mentri kita yaitu Mentri Kelautan dan Perikanan. Dia tidak memiliki pendidikan yang tinggi tetapi dia bisa mejadi pemimpin atau Mentri yang memberi arahan dan motivasi kepada masyarakat Indonesia. Jadi bagaimana tanggapan para penyaji tentang hal diatas. Karena teman-teman mengatakan orang yang berpendidikan adalah orang yang bermoral?

    Salam IBD. Horas!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Egia Satria Ginting
      Nim : 15.01.1244
      Terima kasih buat saudara mei samosir yang telah memberi pertanyaan pada kami, kita juga mengetahui bahwa pendidikan sangat berguna untuk setiap manusia dalam meningkatkan nilai nilai kemanusiaan. tapi kita juga harus menyadari bahwa faktor utaman dalam menigkatkan nilai nilai kemanusiaan pada anak adalah keluarga., pendidikan hanya membantu dan menjunjung agar anak memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang baik,, tetapi kita berpendapat bahwa orang yang berpendidikan pasti memiliki nilai nilai kemanusiaan yang baik,, itu juga belum sepenuhnya benar tetapi pastilah kita juga mengetahui bahwa orang yang berpendidikan juga bisa tidak memiliki nilai nilai kemanusiaan.. sehingga kita mengetahui bahwa pendidikan bertujuan untuk meningkatkan nilai nilai kemanusiaan dan dasar pada nilai nilai kemanusiaan itu berasal dan mula nya tumbuh pada keluarga..
      terima kasih.. salam budaya meiiii

      Hapus
  21. Nama : Sri Handayani Silalahi
    Tingkat/ Jur : 1-D/ Theologi
    Nim : 15.01.1329
    Syalom buat kita semua,
    Pada pembahasan tentang humanisme, hal yang Perlu di perbaiki sistem pendidikan, hubungan guru-murid harus diperbaiki dalam situasi kekeluargaan dan hidup bersama (convivium), pola pendidikan harus member lebih banyak peluang untuk anak didik dalam mengungkapkan pengalaman mereka, membina kerja sama (dan bukan persaingan) dalam kelompok. supaya seluruh kepentingan unsur dan dimensi pendidikan yang mengarah kedepan ini dapat direngkuh dalam kerangka besar yang sesuai dengan pandangan tentang manusia Indonesia, yang sudah dijelaskan, yakni humanisme religious dan nasionalime yang terbuka. Dalam sebuah artikel dibawah ini:
    JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus kekerasan guru terhadap anak didiknya kembali terjadi. Kasus terbaru adalah penganiayaan yang dialami siswa kelas IV SDN Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur. Dia dipukul secara keterlaluan oleh guru karena dianggap nakal di dalam kelas. Dari kasus ini mengatakan, keluarga dapat mengusut lebih lanjut atau mengambil jalur hukum. Naamun pihak sebelah, menekankan cara-cara damai untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dan mengatakan hak Sebagai warga Negara indonesia, keluarga punya hak untuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian apabila persoalannya tidak terselesaikan,".
    Namun, kedua belah pihak akhirnya memilih menyelesaikan kasus tersebut secara damai, dengan catatan Guru itu tidak mengulanginya lagi. Ia mengaku tak berniat untuk menganiaya anak didiknya. Tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apa pun di dunia pendidikan. Kita harus kembali ke hakikat dunia pendidikan, yang mana bukan menghukum, tetapi mengubah dan membina perilaku anak menjadi baik,", Selasa (26/8/2014).
    Dan yang mau saya tanyakan akan hal ini bagaimana menurut pandangan penyaji kelompk satu akan kasus seperti ini? Apakah dengan cara perdamaian keluarga kasus ini bisa tidak akan terulang lagi? karna kita lihat jaman sekarang ini kesus seperti ini sangat sering terjadi di dunia pendidikan.
    Trimakasih, Tuhan Yesus memberkati…

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama:EIkel Ginting
      NIM: 15.01.1245
      Terimakasih atas contoh kasus,, kekerasan dalam dunia pendidikan semakin berkurang menurut saya mengingat hadirnya "HAM" dalam ranah Indonesia. Namun mengingat kasus yang saudari angkat tadi menggunakan cara pendamaian merupakan cara yang pas mengingat Indonesia yang berlandaskan perdamaian. Namun menurut saya cara terampuh untuk kembali memangkas tingkat kekerasan di Indonesia dengan memberikan penyuluhan cara mengajar berbasis pemahaman psikologi. Karena ada beberapa kasus guru tidak memahami psikologi siswa yang memang mungit bersifat "proaktif dan nakal" ataupun daya tangkap siswa yang memang rendah. Di siilah guru harus ambil bagian mendidik dengan sabar dan menggunakan strategi pendekatan yang berbeda bagi setiap siswa. Sehingga tidak terjadi lagi kasus kekerasan dalam dunia pendidikan.

      Hapus
  22. Nama : Ramoti Rai Reja Hutabarat
    Nim : 15.01.1304
    Tingkat / jurusan : I-B/ Teologi

    Syalom bagi kita semua.
    Pada hari sabtu yang lalu, kita telas membahas tentang nasionalisme dimana kita telah banyak mendengar penjelasan-penjelasan kawan-kawan kita. Menurut saya Nasionalisme itu orang yang maju walaupun banyak goncangan dia selalu tetap dalam pendiriannya . Dan kita telah banyak mengetahui negara-negara yang Nasionalismenya Tinggi salah satu contohnya ialah negara Singapura. saya salut melihat negara singapura walaupun negara itu kecil, tetapi rasa nasionalisme negara tersebut sangatlah tinggi. Ini sangatlah perlu dicontoh. dan jika kita kembali kenegara kita ini negara Indonesia, menurut saya nilai-nilai nasionalisme kurang diterapkan karna masih banyak yang tidak peduli akan sesamanya dimana kebersamaan tersebut sudah mulai luntur tidak lagi seperti dahulu yang kita ketehui para pejuang negara kita, demi mempertahan kan negara kita tercinta ini mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka. Dan kita kembali ke zaman sekarang seperti halnya dengan para pejabat tinggi negeri yang ada di negeri kita ini, mereka berani menghabisi uang negara demi kepentingan sendiri. sementara disisi lain, masih banyak kawan kita yang masih terlantar dipinggiran jalan untuk mengamen bahkan mereka tinggal di bawah kolong jembatan demi untuk kenyamanan hidup mereka. Sementara para pemerintah tersebut heppi-heppi didalam rumah tanpa mementingkan kawan kita yang gelandangan tersebut. Dan menurut saya nilai Nasionalisme dinegeri kita ini lemah. Begitu juga dengan keadilan di Indonesia ini, masih banyak keadilan di Indonesia ini seperti kata-kata yang mengatakan, tajam kebawah tumpul keatas yang benar bisa dibenarkan, yang benar bisa disalahkan, dan yang lemah semakin tertindas. Dari sini dapat kita nilai bahwasan nya keadilan hanyalah berhak didapati oleh yang berkuasa/ yang mempunyai kedudukan/kekayaan. Dan saran saya sebagai warga negara, marilah kita membuka pikiran kita tentang masalah-masalah yang ada dinegeri kita ini, supaya generasi sekarang bisa membawa perubahan kemasa yang akan datang dan bisa menjadi seperti para nenek moyang kita dan negara singapura tersebut. Supaya rasa nasionalisme kita terbangun lagi.
    Terima kasih

    Salam IBD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Egia Satria Ginting
      Nim : 15.01.1244
      Terima Kasih buat saudara ramoti yang sudah bersedia memberikan argumen dan berpikir peduli terhadap negara kita ini,, saya sangat setuju dengan sikap dan pemikiran ramoti akan kepedulian terhadap negeri. romo juga mengajak agar pemuda memiliki sifat kemanusiaan dan peduli terhadap negeri. dan pandangan inilah yang harus kita kuatkan agar rasa nasionalisme kita terbangun,, dan terima kasih buat ramoti yang telah memberi pendapat pada kelompok kami..
      salam budaya

      Hapus
  23. Nama : Ramoti Rai Reja Hutabarat
    Nim : 15.01.1304
    Tingkat / jurusan : I-B/ Teologi

    Syalom bagi kita semua.
    Pada hari sabtu yang lalu, kita telas membahas tentang nasionalisme dimana kita telah banyak mendengar penjelasan-penjelasan kawan-kawan kita. Menurut saya Nasionalisme itu orang yang maju walaupun banyak goncangan dia selalu tetap dalam pendiriannya . Dan kita telah banyak mengetahui negara-negara yang Nasionalismenya Tinggi salah satu contohnya ialah negara Singapura. saya salut melihat negara singapura walaupun negara itu kecil, tetapi rasa nasionalisme negara tersebut sangatlah tinggi. Ini sangatlah perlu dicontoh. dan jika kita kembali kenegara kita ini negara Indonesia, menurut saya nilai-nilai nasionalisme kurang diterapkan karna masih banyak yang tidak peduli akan sesamanya dimana kebersamaan tersebut sudah mulai luntur tidak lagi seperti dahulu yang kita ketehui para pejuang negara kita, demi mempertahan kan negara kita tercinta ini mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka. Dan kita kembali ke zaman sekarang seperti halnya dengan para pejabat tinggi negeri yang ada di negeri kita ini, mereka berani menghabisi uang negara demi kepentingan sendiri. sementara disisi lain, masih banyak kawan kita yang masih terlantar dipinggiran jalan untuk mengamen bahkan mereka tinggal di bawah kolong jembatan demi untuk kenyamanan hidup mereka. Sementara para pemerintah tersebut heppi-heppi didalam rumah tanpa mementingkan kawan kita yang gelandangan tersebut. Dan menurut saya nilai Nasionalisme dinegeri kita ini lemah. Begitu juga dengan keadilan di Indonesia ini, masih banyak keadilan di Indonesia ini seperti kata-kata yang mengatakan, tajam kebawah tumpul keatas yang benar bisa dibenarkan, yang benar bisa disalahkan, dan yang lemah semakin tertindas. Dari sini dapat kita nilai bahwasan nya keadilan hanyalah berhak didapati oleh yang berkuasa/ yang mempunyai kedudukan/kekayaan. Dan saran saya sebagai warga negara, marilah kita membuka pikiran kita tentang masalah-masalah yang ada dinegeri kita ini, supaya generasi sekarang bisa membawa perubahan kemasa yang akan datang dan bisa menjadi seperti para nenek moyang kita dan negara singapura tersebut. Supaya rasa nasionalisme kita terbangun lagi.
    Terima kasih

    Salam IBD

    BalasHapus
  24. Kepada semua mahasiswa-i saya beritahukan, hari ini Sabtu, 09 April 2016, pikul 15.00 wib sore, ruang komen topik bahasan ini resmi saya tutup.

    Terimakasih bagi saudara-i yang sudah memberikan komen-nya, dan tetaplah memberikan komen di sajian-sajian berikutnya, hingga sampai sajian ke-7 nantinya, salam IBD.

    BalasHapus
  25. Syela T. S. Br Bangun
    I – C / Teologia
    15. 01. 1333

    Syalom Pak,

    Yang dapat saya ambil dari sajian pertama mengenai“Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya” adalah bagaimana seseorang menjalankan hakekatnya sebagaimana mestinya, meningkatkan rasa Humanisme pada dirinya sendiri. Rasa Humanisme itu bisa diterapkan ketika seseorang itu memiliki kesadaran pada dirinya sendiri. Ketika seseorang itu memiliki kesadaran pada dirinya sendiri tentu rasa Humanisme itu akan berpengaruh sehingga rasa religius seseorang juga akan semakin meningkat, bagaimana seseorang tersebut bisa menerapkan di dalam pribadinya sehingga berguna bagi dirinya dan orang lain, tentu kasih akan semakin nyata di dalam kehidupannya. Begitu juga dengan nasionalisme, seseorang memiliki rasa nasionalisme ketika dia bisa menghargai bangsa nya, rasa menghargai itu ada ketika peri kemanusiaan dan religius yang menumbuhkan kasih itu ada. Dan semuanya akan terwujud ketika kita memiliki rsa kesadaran pada diri kta sendiri dan membenahi setiap pribadi kita sehingga kita juga bisa menerapkannya pada sekeliling kita. Jadi Humanisme, Religius, dan Nasionalisme sangat berhubungan dan berkaitan dimana dalam mewujudkan Religius kita yang sesungguhnya pasti kita membutuhkan namanya toleransi beragama dan itu kita dapatkan dari Humanisme dalam diri kita sendiri. Dan Nasionalisme yang kita junjung tinggi pasti kita dapatkan dengan cara berkorban untuk saling tolong menolong dalam mewujudkan negara yang maju dan itu juga kita dapatkan dalam Humanisme pada diri kita sendiri.
    Pada pertemuan yang mencakup seluruh kelas kemarin, penyaji/pembahas mengatakan bahwa pendidikan adalah hal yang paling utama menyangkut kemanusiaan dan rasa Humanisme itu ada ketika kita memiliki keadilan. Dalam hal ini, saya masih kurang puas Pak pada pernyataan penyaji mengenai pendidikan yang berpengaruh terserbut dan saya minta agar Bapak bisa memperjelas mengenai pernyataan penyaji tersebut dan disini penyaji juga menyatakan dasar Humanisme itu adalah kasih dan belaskasihan. Saya tidak mengerti atas dasar apa penyaji mengatakan belaskasihan juga sebagai dasar Humanisme. Saya mohon untuk penjelasan Bapak dan teman kami yang menyakan pernyataan ini.
    Syalom sekian dan terima kasih.

    BalasHapus
  26. NAMA : RIBKA MAIDA SIRAIT
    KELAS: 1C
    PRODI:THELOGIA
    NIM : 15.01.1310
    PEMBAHAS DARI KELOMPOK :4

    Syalom, saya ingin menambah kan Dalam pembahasan kelompok pertama yang berjudul "HUMANISME RELIGIUS DAN NASIONALISME YANG TERBUKA". Saya dapat memahami bahwa ROMO figur yang sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan nilai kemanusiaa/Humanisme. yang memiliki tujuan dalam mengubah pola pikir manusia agar lebih menghargai sesama manusia itu sendiri. ROMO membangun nilai humanisme dimulai dengan sikap Peduli dan memiliki pola pikir Terbuka, artinya sekaligus menyadarkan betapa pentingnya arti kepeduliaan didalam bermasyarakat atau hidup bersosial. dan juga mampu memiliki sikap terbuka, yang tidak menutup kemungkinan peduli terhadap yang diluar, namun tetap dalam konteks Humanisme.
    menurut pendapat dari kami kelompok 4, materi pembelajaran ini smakin membuka pikiran serta hati kita dalam berfikir dan bertindak dengan bagaimana cara kita lebih menyikapi permasalahan yang ada disekitar kita dan bagaimana cara kita memperlakukan orang-orang yang ada di sekitar kita dengan slalu memegang prinsip HUMANISME, dan menurut saya terkhusus kita sebagai mahasiswa yang berlatar belakang mahasiswa yang berteologi, yang dimana mengerti arti kebenaran dan yang akan menjadi pemberita kebenaran itu sendiri, sebaiknya kita juga harus menjadi pribadi yang menanamkan sikap Humanisme tersebut. Agar kita mampu memulai sikap Kepeduliaan dimulai dari diri kita baru orang lain. kerap kita dituntut untuk kritis dalam menyikapi setiap permasalahan baik permasalahan yang biasa sampai yang keluar biasa, artinya kita dibentuk untuk menjadi pribadi yang mampu berfikir secara Benar dan tidak menimbulkan konflik dan yang menjunjung sebuah nilai kemanusiaan/Humanisme. Nilai HUMANISME di buat agar jangan terjadi hal "BAHAYA SEKULARISME", yang dimana arti dari SEKULARISME adalah sebuah peradaban sebagai kecendrungan modern atau dinamika yang timbul oleh kapitalisme industrial, gaya hidup yang ditimbulkan oleh industrial, pengaruh ilmu pengetahuan modern yang meresap ke berbagai sektor kehidupan sosial dan infrastruktur praktkal didalam kehidupan sosial. yang dimana memicu hilangnya rasa Humanisme itu sehingga menimbulkan sikap-sikap yang khususnya bertolak belakang dengan agama. Romo mengajak kita untuk bersikap lebih Peduli karna saat kita peduli maka Pelayanan itu akan Nyata dan semua hal ini haruslah dilandaskan dengan adanya KASIH.

    BalasHapus
  27. Nama : Chandra Syahputra Pasaribu
    NIM : 15-02-568
    Ting/Jur : 1/PAK

    Berbicara tentang pendidikan, tentu ini sanagat menarik sekali di perbincangkan, terkhusus terhadap kita mahasiswa. Mungkin sebagian orang beranggapan pindidikan itu tidak dapat di raih jika perekonomiannya rendah, akan tetapi kita harus ingat bahwa sesungguhnya pendidikan dapat di raih tidak hanya di tentukan oleh uang, tetapi bisa juga lewat pengalaman.
    Contoh : anak desa sering bermain dilingkungan sekitar mereka, tentu permainan mereka berhadapan langsung dengan alam berbeda dengan anak kota yang lebih cenderung heboh dalam dunia elektronik. Dari situ tentu secara tidak langsung anak-anak desa belajar lebih memahami tentang alam dibandingkan anak kota. Dan jika anak tersebut mulai terfokus terhadap pembelajarannya tentu anak tersebut dapat sekolah di Negeri baik mulai dari SD-SMA dan bahkan anak tersebut akan mendapat biaya siswa untuk meanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Jadi menurut saya pengalamnlah yang kerap kali menjadi pendidikan yang berkualitas tentu didukung oleh kedua orang tua dan ada kemauan berusaha yang tinggi untuk mencapai impian yang di inginkan.
    Dari pendapat saya di atas, apa tanggapan penyaji dan langkah apa yang akan anda lakukan sebagai hamba Tuhan untuk mewujudkan hal tersebut? Sekian, Syaloom,,,

    BalasHapus