Nama :Andri Togatorop
Ella Angelia Surbakti
Ratna Octavia Damanik
Vetty Pebris saragih
Tingkat/Jurusan : IB/Theologia
Mata
Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen :Pdt.Edward Simon Sinaga,M.Th
Dehumanisme Politik Agama di
Indonesia[1]
I.
Pendahuluan
Di
Indonesia ada banyak orang yang menjadi korban oleh orang-orang yang kuat,
walaupun sekarang Indonesia sudah dikatakan merdeka. Nah, pada pembahasan kali
ini, kita akan membahas mengenai bagaimana dehumanisme politik Agama di
Indonesia pada saat ini. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita didalam
medan pelayanan nantinya. Tuhan Yesus memberkati.
II.
Pembahasan
2.1.Latar
Belakang
Tidak
heran jika Romo Mangun sangat gencar dengan menawarkan konsep manusia humanis
untuk melawan semua bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan. Dari
pengalaman hidupnya, dia menemukan bahwa yang selalu menjadi korban oleh pihak
yang lebih kuat, baik dalam masa kemerdekaan maupun masa pembangunan, tiada
lain ialah rakyat kecil, khususnya yang miskin, terlebih perempuan dan anak-anak.
Dehumanisme
pemerintah dalam bidang pembangunan agama ditandai dengan berbagai kebijakan
dan dominasi yang melahirkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap penganut
agama minoritas, khususnya penganut agama-agama diluar 6 agama yang “diakui”
pemerintah.
2.2.Perlukah
Kolom Agama dalam KTP?
Bicara tentang agama, hakikatnya adalah
bicara tentang interpretasi agama, dan faktanya tidak ada interpretasi tunggal
dalam agama dan kepercayaan mana pun. Sepanjang interpretasi agama tidak
membawa kepada pemutlakan agama dan kepercayaan tertentu, kekerasan, dan
pemaksaan terhadap kelompok yang berbeda. Keberadaan agama adalah sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dihindari apalagi diingkari. Dalam aturan yang
lebih operasional, melalui bentuk kebijakan yang mencerminkan dehumanisme
politik agama, muncul kebijakan dehumanisme berupa pencantuman kolom agama
dalam KTP. Aturan tersebut sangat diskriminatif karena agama yang boleh diisi
dalam kolom tersebut hanyalah agama yang diakui pemerintah. Bagi penganut agama
diluar 6 agama tersebut harus memilih salah satu, dan itu berarti mereka harus
berbohong dalam pengisian kolom tersebut. Terpaksa berbohong bukan hanya dalam
KTP, melainkan juga dalam sejumlah dokumen vital lainnya yang mencantumkan
kolom agama.
Pemerintah Jokowi mengajukan kebijakan
baru, yaitu boleh mengosongkan kolom agama di KTP bagi penganut diluar 6 agama.
Jelas itu bukan solusi bijak karena belum sesuai dengan prinsip humanism
universal yang mengakui kesederajatan semua manusia apa pun agama dan
kepercayaan yang mereka anut. Ada berbagai kebijakan dehumanisme yang menjadi
hambatan structural yang kasat mata dalam pemenuhan hak kebebasan beragama di
Indonesia. Hambatan tersebut dapat diatasi melalui langkah-langkah konkret
berikut:
1. Pemerintah
sebagai pelaksana jalannya roda pemerintahan harus mampu secara konsisten
menjabarkan spirit humanism seperti dinyatakan dalam Pancasila dan Konstitusi
untuk kemudian dijabarkan melalui berbagai peraturan yang lebih operasional
dibawahnya. Untuk itu, perlu reformasi berbagai aturan dan kebijakan terkait
kehidupan umat beragama.
2. Pemerintah
bertanggungjawab terhadap perlindungan hak kebebasan beragama semua warga tanpa
kecuali sebagai bentuk pengakuan adanya persamaan hak bagi seluruh warga
Indonesia.
3. Mendorong
para pemuka agama mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa agar membuka
ruang dialog seluas-luasnya dengan melibatkan semua unsure agama dimasyarakat
dalam merespon berbagai fenomena kehidupan agama.
Dengan ungkapan lain, solusi yang tepat
adalah mendorong pemerintah menerapkan humanism politik dalam bidang agama
sehingga terkikis semua bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap
penganut bagama diluar 6 agama tersebut. Hanya dengan cara itu, pemerintah
dapat memenuhi hak-hak sipil dan politik semua penganut agama dan kepercayaan
dinegeri ini, termasuk juga mereka yang mengaku tidak beragama.
2.3.Pentingnya
Kebebasan Beragama
Fakta kebinekaan agama di Indonesia
melatarbelakangi adanya prinsip kebebasan beagama dalam konstitusi. Sudah
sangat umum dikenal adanya 4 (empat) jenis kebebasan (free freedom), yaitu: kebebasan ekspresi, kebebasan beragama,
kebebasan untuk berkeinginan, dan kebebasan dari rasa takut. Selanjutnya, Husein Nasr, ilmiwan Iran, memilah dua
bentuk kebebasan beragama, yaitu kebebasan untuk menjadi (freedom to be), dan
kebebasan bertindak (freedom to act),
yang pertama bersifat tanpa batas, sedangkan yang keduadapat dibatasi oleh
aturan.
UUD 1945, terutama setelah diamandemen
secara tegas pula mencantumkan hak atas kebebasan beragama. Artinya, kebebasan
beragama di Indonesia telah menjadi hak konstitusional dari setiap warga Negara
Indonesia. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) juga menyatakan
hal yang sama, dan bahkan didalam penjelasannya disebutkan secara tegas dan
jelas bahwa hak itu dijamin tanpa adanya paksaan dari siapapun juga.
Untuk konteks Indonesia, jaminan
kebebasan beragama terlihat jelas pada sejumlah kebijakan berikut:
1. UUD
1945 Pasal 28 E “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
2. UUD
1945 Pasal 29 ayat 2 “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayssnnys itu.
3. UU
No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil
Politik, Pasal 18 ayat1 “setiap orang berhak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama”, ayat 2 “ Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga
mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya
sesuai dengan pilihannya.
4. UU
NO.39 tahun 1999 tentang HAM, Pasal 22 ayat 1 “setiap orang bebas memeluk
agamanya dan kepercayaannya itu”, ayat 2”Negara menjamin kemerdekaan setiap
orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pengertian hak dan kebebasan beragama
atau berkeyakinan dalam berbagai dokumen HAM mencakup pengertian yang luas dan
mencakup 8 komponen, yaitu:
1. Kebebasan
Internal
Setiap orang mempunyai
kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan
untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri
termasuk untuk berpindah agama dan kepercayaannya.
2. Kebebasan
Eksternal
Setiap orang memiliki kebebasan,
baik secara publik atau pribadi, untuk memanifestasikan agama atau
kepercayaannya didalam pengajaran dan peribadahannya.
3. Prinsip
tidak ada paksaan
Tidak seorang pun dapat
menjadi subjekl pemaksaan yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau
mengadosi suatu agama atau kepercayaan yang menjadi pilihannya.
4. Prinsip
nondiskriminatif
Negara berkewajiban
untuk menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua
individu didalam wilayah kekuasaan tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk asli atau
pendatang, dan bahkan asal-usul.
5. Mengakui
adanya hak orang tua atau wali
Negara berkewajiban
untuk menghormati kebebasan orang tua, dan wali yang sah untuk menjamin bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya
sendiri.
6. Kebebasan
lembaga dan status legal
Adanya jaminan bagi
komunitas keagamaan untuk berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh
karena itu, komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau
berkeyakinan, termasuk didalamnya hak kemandirian didalam pengaturan
organisasinya.
7. Adanya
pembatasan yang diizinkan pada kebebasan eksternal.
Pembatasan kebebasan
untuk memanifestasikan keagamaan atau keyakinan seseorang hanya dapat dilakukan
oleh undang-undang dan semata-mata demi kepentingan melindungi keselamatan dan
ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum atau hak-hak dasar orang
lain.
8. Prinsip
nonderogability (tidak ada
pengurangan).
Negara tidak boleh
mengurangi hak asasi manusia terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan
tersebut dalam keadaan apapun, termasuk dalam kondisi darurat perang.
2.4.Pembatasan
Hak Kebebasan Beragama
Hak kebebasan beragama yang masuk dalam
ranah forum eksternal tentulah tidak bersifat mutlak, bukan hak tanpa batas.
Hak itu dibatasi oleh kewajiban dan tanggungjawab seseorang untuk menghargai
dan menghormati sesame manusia, apapun agamanya.
Pembatasan
kebebasan beragama mengarah kepada pembatasan untuk mewujudkan,
mengejewantahkan atau memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang yang
termasuk dalam lokus kebebasan bertindak. Dengan demikian, tujuan utama
pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan atas
kehidupan, integritas, kesehatan warga Negara atau keepemilikan mereka. Namun,
harus selalu diingat bahwa semua bentuk pembatasan itu dimaksudkan untuk
melindungi keselamatan masyarakat, bukan untuk mengurangi, apalagi membelenggu
kebebasan masyarakat.
Pengaturan
pembatasan terdapat dalam Pasal 18, Ayat 3:
1. Pembatasan
untuk melindungi keselamatan masyarakat.
2. Pembatasan
kebebasan memanifestasikan agama dengan maksud menjagfa ketertiban umum, antara
lain keharusan mendaftarkan badan hukum organisasi keagamaan masyarakat,
mendapat izin untuk melakukan rapat umum, pembatasan kebebasan menjalankan
agama bagi narapidana.
3. Pembatasan
untuk melindungi kesehatan masyarakat.
4. Pembatasan
untuk melindungi moral masyarakat.
5. Pembatasan
untuk melindungi hak kebebasan orang lain.
2.5.Menegakkan
Prinsip Pluralisme Agama
Pluralisme
agama adalah lawan dari eksklusivisme agama. Pluralisme hendaklah dimaknai
bahwa setiap pemeluk agamapemeluk agama harus berani mengakui eksistensi dan
hak agama lain dan selanjutnya bersedia aktif dalam usaha memahami perbedaan
dan persamaan berbgai agama menuju terciptanya suatu keharmonisan masyarakat.
Bagi
Roma Mangun, humanism adalah cita-cita dasar berdirinya negarab Indonesia.
Semua kebijakan pemerintah seyogianya berujung pada upaya pemenuhan dan
perlindungan hak asasi manusia sebagai warga Negara yang merdeka, dan pada
gilirannya membawa kepada kesejahteraan hidup sebagai bangsa Indonesia. Itulah
yang disebut Romo Mangun dengan kebujakan humanism seperti dijelaskan dalam
novelnya, Burung-burung Manyar:…tanah
air ada disana, dimana ada cinta dan kedekatan hati, dimana tidak ada manusia
menginjak manusia lain.
III.
Analisa
Pada awalnya Pluralisme
di Indonesia sangatlah baik, tetapi karena adanya problema dan kasus – kasus yang
terjadi di Indonesia membuat nama Indonesia semakin rendah dimata Negara lain.
Begitu juga dengan agama yang kita anut dan dipercayai bahwa agama tidak boleh
hilang ataupun di tutupi dalam sebuah identitas. Agama sangatlah penting
ditunjukan melalui perbuatan, tingkah laku, sikap kita dalam mengerjakan
pekerjaan dalam kehidupan. Tidak baik jikalau agama dalam sebuah identitas
hilang hanya karena suatu masalah atau problema yang dapat menjadikan agama itu
sendiri tidak berarti bagi masyarakat. Dapat kita ambil contoh: identitas agama
dalam sebuah KTP, bahwa ada peraturan yang menegaskan tidak boleh ada identitas
agama dalam sebuah KTP jika tidak ada bukti yang kuat bahwa dia benar – benar
menganut agama itu sendiri. Tetapi jika ada orang asing yang bernegara di
Indonesia maka seseorang tersebut boleh memilih salah satu agama yang diakui di
Negara Indonesia . hal ini dapat kita bandingkan bahwa ternyata di Indonesia
agama itu dijadikan sebagai pajangan atau hiasan dalam sebuah identitas karena
pada awalnya di dalam KTP atau identitas lain agama itu harus ditunjukkan bukan
sebagai khiasan atau pajangan tetapi sebagai identitas yang menunjukkan bahwa
agama – agama di Indonesia tidak dipilih – pilih tetapi diyakini dan
dipercayai.
Setiap manusia memiliki
hak kebebasan dalam beragama, hak memilih agama yang diyakini dan dipercayai
menurut agama yang diakui oleh Negara yaitu keenam agama. Tetapi kebebasan itu
tidak didapatkan setiap manusia, tempat peribadatan, karena kepelbagaian agama
tidak menjalankan tujuan agama Negara atau dengan kata lain tidak menghargai
agama orang lain. Di Indonesia masih banyak pandangan yang eksklusivisme
sehingga menganggap agamanya sendirilah yang paling benar sedangkan agama orang
lain tidak. Agama seharusnya tidak dijadikan sebagai politik dalam mementingkan
kebutuhan sendiri apalagi di dalam sebuah identitas. Agama itu tidak dipilih
seperti memilih suatu benda atau barang yang di inginkan, disitu perlu disitu
jugalah agama itu berfungsi bagi seseorang tersebut. Tetapi agama itu diakini
dalam hati, iman, dan pengharapan.
IV.
Daftar
Pustaka
Y.B. Wijaya, Mangun IX, Humanisme, Jakarta: KOMPAS, 2015
Syalom
BalasHapusKelompok Pembahas : Debora ginting
Fandi Herianto
Lantina Bangun
Mei Wastina Samosir
Septaria Br Ginting
Kami dari kelompok 2 akan membahas tentang topik pembahasan Dehumanisme Politik Agama di Indonesia. Melalui bahasan kali ini kita diajarkan Romo mangun untuk menjadi manusia yang mampu melihat perbedaan itu bukan sebagai hal yang dipaksakan karena Romo mangun ingin mengajak kita menjadi orang yang Humanis yang sangat memperhatikan orang-orang yang dapat kita katakan memiliki pandangan, kepercayaan, pola pikir dan lain-lain yang berbeda dengan kita. Konsep Romo juga yang sangat dapat di tiru ialah Humanisme bukan saja menuntut pembaruan hidup melainkan juga memperbarui sikap kita terus-menerus sehingga mau menjadi manusiawi dan menghargai kemanusiaan. Mengenai pengisian atau pun tidak nya kolom agama dalam KTP menurut analisa kami Romo ingin sekali hal tersebut dapat direalisasikan karena hal tersebut sangat bertentangan dengan konsep manusia Humanis tersebut di mana unsur paksaan tidak ada dalam hal apa pun. Semua orang berhak untuk memilih apa agama yang dia anut karena sejati nya manusia Humanis sendiri dilihat dari segi pandang HAM. Melalui HAM itu lah semua orang dapat melakukan segala sesuatu. Artinya di sini, semua orang dapat memilih karena HAM sendiri mendukung mereka. Terkait dengan pengosongan kolom agama dalam KTP atau di hapus dari KTP, sejatinya kami setuju dengan pengosongan bukan malah menghapus nya dari KTP tersebut karena jikalau hal tersebut benar-benar terjadi kami dapat memastikan semakin banyak nya kelakuan-kelakuan yang merugikan orang lain. Sebagai contoh pada saat perkenalan dengan orang lain, seseorang bisa saja berkata tidak jujur mengenai status agama nya. Bisa kita lihat hal ini dapat memberikan dampak Negatif bagi orang-orang dan menimbulkan dosa. Memang kebebasan itu penting tetapi alangkah baiknya kebebasan itu juga di batasi. Pembatas nya apa? Ya itu peraturan-peraturan yang diterapkan pemerintahan. Sama seperti ajaran Kristen yang diambil dari Galatia 5:13 yang mengajarkan kita tentang kemerdekaan Kristen tetapi satu hal yang harus kita ketahui ialah hendaklah kebebasan itu bukan digunakan untuk melayani seorang akan yang lain dan yang paling terutama ialah kita dituntut untuk bertanggung jawab atas kebebasan atau kemerdekaan yang diberikan Allah kepada kita. Seperti itu lah hendaknya kebebasan beragama tadi hendaklah dia bertanggung jawab atas agama yang dianut nya dan dapat mencerminkan orang yang beragama karena fungsi dari agama yang sejati ialah membimbing orang untuk menjadi lebih baik lagi.
saya akan menjawab pertanyaan septarina simanjorang.
BalasHapusbagaimana politik agama di indonesia dan bagaimana politik agama di organisasi terletak di dalam satu kesatuan.?
politik agama juga terdapat visi dan misi bagaimana mungkin kita dapat menyatukan mereka-mereka yang tidak satu visi dan satu misi dengan kita yang kita bentuk dalam politik didalam organisasi jadi begini nya itu saudara ku yang terkasih didalam nama Tuhan Yesus Kristus politik agama di indonesia lebih menekankan perdamaian antar umat beragama. sedangkan dalam organisasi lebih ditekankan tentang visi dan misi.
Nama : Vetty Pebris Saragih
BalasHapusNIM :15.01.1338
Ada beberapa pertanyaan dikelas yaitu:
1. Septarina ; Bagaimana politik agama di Indonesia dan didalam organisasi di kampus?
Saya akan menjawab pertanyaan saudara Septarina, politik agama di Indonesia sangat memprihatinkan. Mengapa saya mengatakan itu? Boleh kita kaitkan dengan permasalahan yang kita bahas sewaktu jam perkuliahan, yaitu mengenai penghapusan kolom agama dalam KTP. Dimana bahwa kebijakan pemerintah dalam mengajukan kebijakan baru, boleh mengosongkan kolom agama dalam KTP bagi penganut diluar 6 agama. Dari kebijakan pemerintah tersebut dapat kita ketahui bahwa kurangnya peraturan yang tegas karena semua hak masyarakat sama atau sederajat, baik dalam agama maupun kepercayaan. Jika kolom agama dikosongkan, maka peraturan itu berlaku bagi semua masyarakat. Begitu juga sebaliknya, jika harus diisi, maka berilah kebebasan semua warga untuk mengisinya sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Jadi seharunya politik agama di Indonesia itu harus setara dalam perbedaan-perbedaan seperti agama, kepercayaan, warna kulit, bahasa, dan tradisi, tidak ada pengkotak-kotakan dalam politik agama. Dan didalam sebuah organisasi di kampus, terlihat jelas bahwa kesukuan itu masih nyata dipandang didalam kampus STT Abdi Sabda Medan, terlebih anak asrama. Tingkat ke-sukuismean di kampus membuat cara pandang negative bagi orang lain, tetapi jika kita ada didalam organisasi itu, kita memandang positif. Didalam organisasi kampus pun tidak ada yang membeda-bedakan atau ada pengkotak-kotakan dari berbagai suku, warna kulit, asal atau apa pun. Organisasi itu tumbuh karena adanya suatu tujuan tertentu, ya tentu tujuan untuk yang leih baik kedepannya. Jadi sebuah organisasi itu hanya meraih tujuan tersebut, bukan untuk membanding-bandingkan orang lain yang diluar suku nya atau lain sebagainya.
Nama : Sarah Dearni Sinaga
BalasHapuskelas : I-B/THEOLOGIA
NIM : 15.01.1323
Shalom,
Dalam sajian para penyaji, politik agama dalam Indonesia ini jadi pertanyaan saya bagaimana menurut pandangan para penyaji mengenai banyaknya orang yang rela pindah agama demi naiknya jabatannya dalam suatu perusahaan karena banyak sekarang perusahaan yang hanya berpihak dalam satu agama di jabatan yang tertinggi jadi bagaimana pendapat para penyaji akan hal tersebut? sehingga setelah seseorang yang telah pindah agama itu diteriima oleh perusahaan tersebut dalam perusahaan itu.apakah nilai humanisme dari perusahaan masih ada atau tidak ada lagi atau seperti apa nilai-nilai didalamnya?
sebelumnya saya ucapkan Terimakasih
Nama :Vetty Pebris Saragih
HapusNim : 15.01.1338
Syalom….
Terimakasih buat pertanyaan saudari Sarah. Mengenai politik agama tentang berpindah agama hanya untuk suatu naiknya jabatan, menurut kami hak kebebasan untuk berpindah agama itu hanya untuk pencarian pendalaman dan kesadaran baru tentang agama itu sendiri. Tidak dibenarkan berpindah agama itu hanya karena ingin mendapatkan suatu yang diinginkan secara material, misalnya naiknya suatu jabatan.
Nama : Elshita ika verbinna Bangun
BalasHapusNim: 15.01.1249
Syalom.
Saya ingin bertanya Bagaimana sebenarnya tanggapan pemerintah mengenai permasalahan terhadap dehumanisasi politik agama yang terjadi saat ini.?
Terimakasih..
Saya akan menjawab pertanyaan dari Elshita. Sebetulnya pemerintah kurang memperdulikan tentang permasalah terhadap dehumanisme politik agama di Indonesia. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena masih banyak di Indonesia yang mementingkan agamanya sendiri. Contoh sewaktu Shok naik sebagai Gubernur banyak masyarakat yang tidak menyetujui akan hal itu. Dan menurut saya yang harus dilakukan pemerintah yaitu mereka harus memperlakukan keadilan terhadap agama agama yang tertindas dan membuat agama di Indonesia menjadi satu.
HapusSyalom. Terima kami ucapkan kepada saudari Elshita Ika Verbinna Bangun.
HapusNama :Ella Angelina Surbakti
BalasHapusNim :15.01.1248
Kelas:I-B
Ada beberapa pertanyaan dikelas yaitu:
1. Septarina ; Bagaimana politik agama di Indonesia dan didalam organisasi di kampus?
Kami akan menjawab pertanyaan dari septarina. Menurut kami politik agama di Indonesia sangat tidak baik, karena masih banyak di Indonesia mementingkan agamanya sendiri atau biasa disebut dengan eksklusivisme. Contohnya sewaktu Ahok naik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Masyarakat menolak Ahok menjadi Gubernur karena masalah agama. Hal ini membuktikan bahwa di Indonesia keadaan politik agama sangat buruk.
Keadaan politik agama organisasi di kampus. Seperti yang kita lihat, banyak mahasiswa yang bergaul dengan satu organisasinya saja, atau disebut dengan sukuisme. Contohnya di asrama banyak junior yang meminta diajari dengan senior yang mempunyai suku yang sama dengannya.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa politik agama di Indonesia dan bahkan di kampus kita tercinta ini sangatlah buruk.
2. Johanes: apa positif dan negatif dari Dehumaisme politik agama di Indonesia.
BalasHapusNegatifnya yaitu tidak adanya lagi Nilai kemanusiaan didalam masyarakat atau hilangnya rasa kemanusiaan. Karena banyak masyarakat yang mementingkan agamanya sendiri.
Positifnya yaitu jika kita memiliki rasa humanisme didalam menjalankan politik agama, pasti hubungan antara agama tersebut pasti akan baik. Dan jika kita mengetahui atau mempelajari agama lain kita akan memahami dan lebih menghargai agama lain. "Mempelajari agama lain bukan berarti meninggalkan agama kita sendiri"
Nama :Ronika Nursagi Panjaitan
BalasHapusNIM :15.01.1316
Tingkat/Jurusan :I-B/Teologi
Presiden Jokowi mengajukan kebijakan baru, boleh mengosongkan kolom agama di KTP. Nah yang ingin saya tanyakan adalah menurut saudara penyaji apabila berlaku hal demikian apakah sudah akan menjamin kerukunan agama? Jelaskan!
Terimakasih
Salam IBD :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSaya akan menjawab pertanyaan saudara ronika, sudah jelas dipaper kami bahwa kebijakan pemerintah dalam pengosongan kolom agama dalam KTP tidak kebijakan yang sempurna karena tidak menjamin semua hak warga negara. semua hak warga negara sama dan sederajat dalam agama dan kepercayaannya masing-masing. jadi hal tersebut tidak menjamin kerukunan dalam masyarakat karena akan terjadi perselisihan antar masyarakat tersebut.
HapusNama : Sutra Sitompul
BalasHapusTING/JUR : 1B/Theologi
Nim : 15.01.1332
Yang ingin saya tanyakan adalah Dikatakan indonesia Negara hukum dan di ikat oleh undang- undang. Dan agama yang di akui di indonesia ada 6, jadi apakah di luar dari ke enam agama yang diakui itu memiliki hukum- hukum juga?
diluar 6 agama tersebut tidak diakui oleh negara. hanya 6 agama tersebut yang diakui oleh negara. jadi diluar 6 agama tersebut itu tidak memiliki hukum.
Hapusterimakasih
Nama : Inmawani br Saragih
BalasHapusNIM : 15.01.1271
Bahsan kita kali ini adalah dehumanisme politik agama di Indonesia. Di Indonesia, ada agama yang dari luar, seperti agama Konghucu namun telah diterima dan disahkan oleh pemerintah Indonesia, sedangkan agama dari dalam Indonesia sendiri masih banyak dan belum diterima oleh pemerintah kita. Lalu bagaimana pendapat penyaji tentang hal ini?
Nama : Ratna Octavia Damanik
BalasHapusNIM : 15.01.1306
Tingkat/Jurusan : I-B/Theologi
Sebelumnya terimakasih kami ucapkan kepada teman – teman karena sudah bersedia merespon sajian kami kelompok VI dengan baik. Begitu juga dengan teman – teman yang sudah bertanya, disini kami akan menjawab pertanyaan – pertanyaannya.
Yang pertama yaitu Saudara Johannes Panjaitan yang menanyakan bahwa:
1. Apa sisi positif dan Negatif dari judul kita sekarang yaitu Dehumanisme Politik Agama Di Indonesia?
Menurut saya sisi positifnya yaitu adanya perubahan dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan. Dimana terjadi pembagian dalam ilmu pengetahuan seperti ilmu lain mulai lepas dari ilmu agama dan falsafahnya, misalnya ilmu sosial, ilmu bumi, ilmu sejarah Dll.
Sedangkan sisi negatifnya adalah pada masa ini selain terjadi kebangunan kembali juga terjadi kebobrokan moral. Hal ini mungkin dikarenakan tidak adanya suatu norma yang bisa mengatur kehidupan masyarakat.
Yang kedua yaitu saudara septarina simanjorang yang menanyakan
2. Bagaimana politik agama di Indonesia dan bagaimana politik agama di organisasi terletak di dalam satu kesatuan?
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan bagaimana kita melaksanakan tujuan tersebut. Dan seperti yang kita ketahui politik agama di Indonesia sangat tidak baik mengapa karena masih banyak orang – orang yang masih mementingkan diri sendiri oleh karena itu banyak pemerintah yang masih korupsi dan hanya mementingkan diri sendiri, dia tidak mementingkan rakyatnya seperti apa. Dan bagaimana politik agama di organisasi terletak didalam satu kesatuan yaitu: persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional. Oleh karena itu Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional.
Yang ketiga yaitu saudara sarah sinaga
3. Bagaimana menurut pandangan para penyaji mengenai banyaknya orang yang rela pindah agama demi naiknya jabatannya dalam suatu perusahaan karena banyak sekarang perusahaan yang hanya berpihak dalam suatu agama di jabatan yang tertinggi jadi bagaimana pandangan penyaji akan hal itu.?
Menurut kami itu tergantung dari diri seseorang tersebut, apakah ia rela pindah agama demi jabatannya itu, ataupun mungkin dia tidak bersedia pindah agama walaupun jabatannya dinaikkan oleh atasannya. Mungkin itu tergantung dari diri sendiri.
Baiklah mungkin hanya ini yang dapat kami jelaskan atau yang bisa kami jawab, jika ada yang kurang kami minta maaf.
Terimakasih .,.
Syalom., salam IBD.,
nama: kresi perbinta br tarigan
BalasHapusnim: 15.01.1284
saya ingin bertanya kepada para penyaji kelompok 6 yang memiliki sajian berjudul dehumanisme polotik agama
seperti yang kita ketahui agama pada hakikatnya harus humanisme bukan de humanisme jadi yang ingin saya tanyakan apa hal yang menyebabkan sehingga bisa ada sifat dehumanisme dalam polotik agama?
sekian dan trimakasih
salam ibd
Baik kami akan mencoba menjawab pertanyaan dari saudari kresi. Munculnya sifat dehumanisme dalam politik agama karena banyak manusia atau masyarakat yang masih memiliki sifat yang egois,mementingkan agamanya sendiri atau sering kita sebut dengan ekslklusivisme. Sehingga banyak orang yang menindas dan semena-mena terhadap agama lain. Terima kasih.
HapusRuang Komen ini resmi saya tutup hari Minggu, 08 Mei 2016, pukul 07.51 wib. Terimakasih untuk respon dan komennya. Salam IBD.
BalasHapus